BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. Identitas Pasien
Nama Pasien
: Ny. R
Umur
: 75 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Ungaran
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
No. Rekam Medik : 19 23 xx
Tanggal Masuk RS : 2 Februari 2014
Tanggal Keluar RS : 7 Februari 2014
Tanggal Pemeriksaan : 2 7 Februari 2014
II. Anamnesis
Riwayat keluhan pasien diperoleh secara autoanamnesis dan
alloanamnesis (anak pasien) yang dilakukan pada tanggal : 2 Februari
2014
saat pasien tiba di IGD RSUD Ungaran.
1. Keluhan Utama
Kedua lutut nyeri dan sulit berjalan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RSUD Ungaran pada
tanggal 2 Februari 2014 pukul 16.13 WIB dengan keluhan kedua lutut
terasa nyeri dan sulit untuk berjalan. Keluhan ini dirasakan pasien secara
2 hari SMRS. Nyeri dirasakan pasien seperti
tiba tiba sejak
berdenyut dan tertusuk jarum. Nyeri tersebut juga tidak menghilang
dengan kompres, minyak urut, maupun obat pengurang rasa sakit. Nyeri
semakin memberat saat pasien melipat lututnya dan menggerakkan
1
2
kakinya tetapi sedikit berkurang dengan istirahat. Awalnya, pasien
mengaku mendapatkan keluhan nyeri dan sulit berjalan ini ketika pasien
ingin beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi. Ketika akan
berdiri, pasien merasakan kedua kakinya sangat nyeri dan sulit untuk
digerakkan hingga pasien terjatuh ke lantai. Pasien menyangkal adanya
benturan di kepala saat jatuh. Riwayat pingsan setelah jatuh, mual,
muntah, sesak, kejang, pusing, lumpuh separo, cedal, pelo, merot
semuanya juga disangkal. Riwayat makan minum, buang air besar dan
buang air kecil semuanya masih dalam batas normal. Sebenarnya, pasien
sudah lama merasakan nyeri pada kedua lututnya ini yaitu selama
1
tahun SMRS, namun perlahan dirasa semakin memberat sejak ada
bengkak di kedua lututnya dan puncaknya yaitu 2 HSMRS karena
keluhan pasien ini menyebabkan dirinya tidak bisa berjalan lagi. Pasien
mengaku baru menyadari ada pembengkakan di kedua lututnya ini kira
kira 6 bulan terakhir (SMRS). Bengkak tersebut menyebabkan pasien
susah menggerakkan kakinya dan menyebabkan terhambatnya aktivitas
sehari hari pasien. Namun, pasien masih bisa berjalan pelan pelan
tanpa tongkat. Di daerah lutut yang bengkak tersebut terasa hangat.
Pasien mengatakan bengkaknya tidak mengecil setelah dikompres
dengan air dingin ataupun setelah pasien beristirahat.
C, per axiler
e. Saturasi O
2
: 99%
4. Status Gizi
BB = 65 kg
TB = 155 cm
BMI =
65 = 27,05 kg/m
2
(harga normal = 18,5-22,5 kg/m
2
)
(1,55)
2
Kesan : overweight
5
5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, sebagian beruban, mudah
rontok (-), tidak mudah dicabut (+), luka (-)
1) Wajah
Simetris, eritema (-), ruam muka (-), luka (-).
2) Mata
Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem
palpebra (-/-), sianosis (-), pupil isokor (3mm/ 3mm), reflek
cahaya direct/indirect (+/+), perdarahan subkonjungtiva (-/-)
3) Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi
pendengaran (-)
4) Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-),
sekret (-), fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-)
5) Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat(-)
lidah tifoid (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-)
b. Leher
Leher simetris, retraksi suprasternal (-), deviasi trachea (-), JVP R0,
pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
c. Thorax
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), pernafasan
thorakoabdominal, sela iga melebar (-), jejas (-).
Jantung
1) Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
2) Palpasi
: Iktus kordis tidak kuat angkat
6
3) Perkusi
:
Batas jantung
Kiri atas
: SIC II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah
: SIC V 2 cm medial linea midclavicularis
sinistra
Kanan atas
: SIC II linea parasternalis dextra
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Pinggang jantung : SIC II-III parasternalis sinistra
Konfigurasi jantung kesan tidak melebar
4) Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas, reguler, bising
(-), gallop (-).
Paru - Paru
1) Inspeksi
Normochest, sela iga tidak melebar, gerakan pernafasan simetris
kanan kiri, retraksi intercostae (-).
2) Palpasi
Ketinggalan gerak
Depan
Belakang
- - - - - - - - - Fremitus
Depan
Belakang
N N N N
N N N N
N N N N
7
3) Perkusi :
Depan
Belakang
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
4) Auskultasi :
Suara dasar vesikuler
Depan
Belakang
+ + + +
+ + + +
+ + + +
Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
d. Abdomen
1) Inspeksi
Dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), umbilikus
tampak dan tidak ada inflamasi, kaput medusa (-), venektasi (-),
sikatrik bekas operasi (-).
2) Auskultasi
Peristaltik (+) normal.
3) Perkusi
Timpani (+), ascites (-), shifting dullnes (-)
4) Palpasi
Supel, nyeri tekan epigastrium (-), lien dan hepar tidak teraba
membesar, ginjal tidak teraba, nyeri ketok costovertebrae (-),
defans muskular (-)
8
e. Ekstremitas
1) Ekstremitas superior
Dekstra
Pergerakan motorik dalam batas normal, tanda-tanda inflamasi
(-), oedem (-), eritem (-), CRT < 3 detik, clubbing finger (-),
kuku nekrosis (-), akral hangat (+), deformitas (-).
Sinistra
Pergerakan motorik dalam batas normal, tanda-tanda inflamasi
(-), oedem (-), eritem (-), CRT < 3 detik, clubbing finger (-),
kuku nekrosis (-), akral hangat (+), deformitas (-).
2) Ekstremitas inferior
Dekstra
Pergerakan motorik sendi lutut terbatas (+), tanda-tanda
inflamasi sendi lutut (+), oedem sendi lutut (+), deformitas
sendi lutut (+), krepitasi sendi lutut (+), nyeri gerak dan
tekan (+), hiperemi (-), kuku nekrosis (-), akral hangat (+).
Sinistra
Pergerakan motorik sendi lutut terbatas (+), tanda-tanda
inflamasi sendi lutut (+), oedem sendi lutut (+), deformitas
sendi lutut (+), krepitasi sendi lutut (+), nyeri gerak dan
tekan(+), hiperemi (-), kuku nekrosis (-), akral hangat (+).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan EKG
Frekuensi: 87x/menit saat pertama kali masuk RS, ritme reguler
Jenis irama: Sinus
Zona transisi: V6
Aksis: Lead II (+), aVL (+)
Morfologi gelombang
Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS dan T
Interval PR 0,12 detik
Gelombang QRS 0,10 detik
Elevasi ST (-)
Depresi ST (-)
Gelombang T inverted di Lead II, III, aVF dan V1 V3
10
2. Laboratorium Darah dan Urin (tanggal 2 dan 3 Februari 2014)
Keterangan 02/02/2014 03/02/2014 Satuan
Nilai
Rujukan
Hematologi rutin
fl 82-95
pg 27-31
g/dl 32-36
% 11,6-14,8
mg/dL 10-45
0,73 mg/dL 0,5-1,1
6.0 mg/dL 2,4-6.0
mg/dL < 200
Lipid
11
URIN RUTIN 03/02/2014 Satuan Nilai Rujukan
MAKROSKOPIS
Warna Kuning
Kuning muda - kuning
Kekeruhan Jernih
Jernih
KIMIA URINE
pH / Reaksi 6,0
4,6 8,5
Berat jenis 1.015
1.003 1.030
Protein Negatif mg/dL Negatif
Reduksi Negatif mg/dL Negatif
Leukosit Esterase Negatif /L Negatif
Bilirubin Negatif mg/dL Negatif
Urobilinogen Normal mg/dL Normal
Nitrit Negatif mg/dL Negatif
Keton Negatif mg/dL Negatif
Blood (Hb/Eri) Negatif mg/dL Negatif
MIKROSKOPIS
Leukosit Sedimen 10 15 Sel/LPB 0 15
Eritrosit Sedimen 0 Sel/LPB 0 3
Epitel 5 - 10 Sel/LPB 0 15
Silinder Negatif /LPK Negatif
Kristal Negatif /LPB Negatif
Bakteri Negatif /LPB Negatif
Jamur Negatif /LPB Negatif
Lain - lain Negatif /LPB
12
3. Foto Rontgen (tanggal 2 Februari 2014)
X Ray Genu Dekstra et Sinistra
Kesan :
Osteofit pada condylus lateralis dan medialis os tibia femoralis
dekstra disertai penyempitan sendi tibia femoralis lateralis dekstra
merupakan gambaran osteoarthrosis genu dekstra grade III.
Osteofit pada condylus lateralis dan medialis os tibia femoralis
sinistra disertai penyempitan sendi femoro tibialis sinistra disertai
irreguler pada tulang tibia fibula sekitar sendi dan sklerotik
subcondral merupakan gambaran osteoarthosis genu sinistra grade
IV disertai osteoarthritis / peradangan.
13
X Ray Pelvis AP
Kesan :
Lesi opak pada cavum pelvis suspek massa DD vesikolitiasis ( usul
USG abdomen )
Tak tampak fraktur maupun dislokasi
V.
1.
2.
3.
14
VI. POMR (Problem Oriented Medical Record)
Sendi
-Proses
Degeneratif
Osteoartritis
Genu
Dextra et
Sinistra
- X-ray
genu
Dekstra et
Sinistra
- Pmx.
Cairan
synovial
sendi genu
Non Farmakologi
- A-B-C management ( inf.RL
20tpm)
- Edukasi pasien
- Terapi Fisik : latihan gerak
sendi
- Fisioterapi
-Penurunan berat badan
Farmakologi
- Inj. Ranitidin 1 Amp/12j
- Inj. Ketorolac 30mg (E)
p.o : Natrium Diklofenak 2x1
Analsik 2x1
Vit. BC 1x1
-Tanda dan
gejala Klinis
- TD : 150/100
mmHg
Gangguan
hemo dinamik
Hipertensi
stage I
- EKG,
Foto
Thorax,
Fungsi
Ginjal
Non Farmakologi
- Diet rendah garam
Farmakologi
- Captopril 2 x 25mg (p.o)
- Amlodipin 1x10mg (p.o)
- Cek ulang
Tekanan
Darah
EKG :
Gelombang T
inverted di Lead
II, III, aVF dan
V1 V3
-Aterosklerosis
-Hipoksia
vaskuler
Ischemia
Hearth
Disease
-Cek Profil
Lipid, Asam
Urat, Enzim
Jantung
Non Farmakologi
-Tirah baring
- O
2
3-4lpm
Farmakologi
-ISDN 3x5mg
- Cek EKG
serial 4 jam
15
VII. FOLLOW UP
Tanggal Subjektif dan Objektif Penatalaksanaan
03/02/2014 S: kaki masih nyeri jika digerakkan (+),
pegel (+), masih belum bisa berjalan,
pusing (-), sesak (-)
KU / Kesadaran : Sedang / composmentis
VS :
TD : 170/100 mmHg
RR : 18 kali/ menit
N : 88 kali/ menit
T : 37
0
C
VAS : 7
Bengkak (+), eritem (-), ROM terbatas
EKG : T inverted Lead II,III, aVF & V1V3
O
2
3lpm
IVFD RL 20 tpm
Captopril 3x25mg
HCT 2x50mg
Amlodipin 1x10mg
Analsik 3x1
Natrium Diklofenak 3x1
ISDN 3x5mg
04/02/2014 S: kaki masih nyeri jika digerakkan /
ditekuk (+), pasien tetap masih belum
bisa duduk maupun berjalan, sesak(-),
pusing(-)
KU / Kesadaran : Sedang / composmentis
VS :
TD : 130/100 mmHg
RR : 18 kali/ menit
N : 76 kali/ menit
T : 37,3
0
C
VAS : 7
Bengkak (+), eritem (-), ROM terbatas
O
2
3lpm
IVFD RL 20 tpm
Captopril 3x25mg
HCT 2x50mg
Amlodipin 1x10mg
Analsik 3x1
Natrium Diklofenak 3x1
ISDN 3x5mg
(+) Inj. Flamicort 1 Amp
Omeprazole 2x1
05/02/2014
VIII. PROGNOSIS
Qua ad vitam
: Dubia ad bonam
Qua ad functionam
Qua ad sanationam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
06/02/2014
20
IV. Klasifikasi Osteoartritis
OA dapat terjadi secara primer (idiopatik) maupun sekunder, seperti
yan tercantum di bawah ini :
19
IDIOPATIK SEKUNDER
Setempat
Tanan
- nodus Heberden dan Bouchard (nodal)
- artritis erosif interfalan
- karpal-metakarpal I
Kaki:
- haluks valus
- haluks riidus
- jari kontraktur (hammer/cock-up toes)
- talonavikulare
Coxae
- eksentrik (superior)
- konsentrik (aksial, medial)
- difus (koksa senilis)
Vertebra
- sendi apofiseal
- sendi intervertebral
- spondilosis (osteofit)
- liamentum (hiperostosis,
penyakit Forestier, diffuse idiopathic
skeletal hyperostosis=DISH)
Tempat lainnya:
- lenohumeral
- akromioklavikular
- tibiotalar
- sakroiliaka
- temporomandibular
Menyeluruh:
Meliputi 3 atau lebih daerah yan tersebut
diatas (Kellren-Moore)
Trauma
akut
kronik (okupasional, port)
Kongenital atau developmental:
Gangguan setempat:
Penyakit LegCalvePerthes
Dislokasi koksa kongenital
Slipped epiphysis
Faktor mekanik
Panjang tungkai tidak sama
Deformitas valgus / varus
Sindroma hipermobilitas
Metabolik
Okronosis (alkaptonuria)
Hemokromatosis
Penyakit Wilson
Penyakit Gaucher
Endokrin
Akromegali
Hiperparatiroidisme
Diabetes melitus
Obesitas
Hipotiroidisme
Penyakit Deposit Kalsium
Deposit kalsium pirofosfat dihidrat
Artropati hidroksiapatit
Penyakit Tulang dan Sendi lainnya
Setempat:
Fraktur
Nekrosis avaskular
Tabel 2.1 Osteoartritis Idiopatik dan Sekunder
21
V. Manifestasi Klinis
15
1. Nyeri sendi
Terutama bila sendi bergerak atau menanggung beban, yang akan
berkurang bila penderita beristirahat.
2. Kaku pada pagi hari (morning stiffness)
Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi yang
cukup lama (gel phenomenon), bahkan sering disebutkan kaku muncul
pada pagi hari setelah bangun tidur (morning stiffness).
25
VII. Kriteria Diagnosis Osteoartritis Lutut (Genu)
Kriteria diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi American
College of Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut ini :
16
Tabel 2.2 Kriteria Klasifikasi Osteoartritis Lutut
Derajat osteoartritis lutut dinilai menjadi lima derajat oleh Kellgren
dan
Lawrence, yaitu :
17
26
VIII. Penatalaksanaan Osteoarthritis
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:
18
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan
kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Pilar terapi pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:
Nonfarmakologis:
1. Modifikasi pola hidup
2. Edukasi
3. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada
sendi
4. Modifikasi aktivitas
5. Menurunkan berat badan
6. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
a.
Latihan statis dan memperkuat otototot
b.
Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot,
dan menambah luas pergerakan sendi
7.
Penggunaan alat bantu.
Farmakologis:
1. Sistemik
a. Analgetik
Non narkotik: parasetamol
Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Oral
Injeksi
Suppositoria
27
c. DMOADs (disease modifying OA drugs)
Diantara nutraceutical yang saat ini tersedia di Indonesia adalah
Glucosamine sulfate dan Chondroitine sulfate.
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada
umumnya bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs
Beberapa yang dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium
diklofenak.
3. Injeksi intraartikular/intra lesi
Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan
simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan
untuk modifikasi perjalanan penyakit. Beberapa preparat injeksi
intraartikular, diantaranya :
a. Steroid ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami
nyeri dan inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian
NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang
merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 4050 mg/injeksi,
sedangkan untuk sendisendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
a,
faktor mekanik, penyakit deposit kalsium, penyakit tulang dan sendi lainnya, ser
ta
neuropatik endemik. Beberapa faktor risiko yang diketahui berhubungan den
gan
penyakit OA, diantaranya : faktor risiko umum yang penting seperti keg
emukan,
faktor genetik dan jenis kelamin, serta beberapa faktor risiko lain seperti usia
lebih
dari 40 tahun, suku bangsa, cedera sendi, pekerjaan, olahraga, kelainan
pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lainlain.
Pada penderita ini, berdasarkan
anamnesis riwayat sosialnya, penderita adalah seorang wanita berusia 75
tahun
yang meskipun tidak melakukan pekerjaan yang berat, tetapi dirinya teta
p
menjalankan pekerjaan rumah tangga (sebelum sakit) yang notabene banyak
menggunakan sendi lutut. Selain itu, dari pemeriksaan fisik penderita i
ni juga
mengalami kegemukan. Kondisikondisi pada penderita ini merupakan faktor
risiko sekunder terjadinya OA. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyebab OA pada
penderita ini bukan termasuk faktor risiko OA primer.
Penderita datang dengan keluhan nyeri pada kedua sendi lutut sejak
1
tahun SMRS dan puncaknya 2 hari SMRS dimana penderita sudah tidak bis
a
berjalan lagi. Nyeri sendi merupakan keluhan yang umum terjadi pada pe
nyakit
reumatik, seperti artritis gout, OA, keganasan, reumatik septik dan lai
n
sebagainya. Pada penderita ini, nyeri terlokalisir pada lutut tanpa ada
nya nyeri
pada sendi yang lain, nyeri bertambah saat melakukan gerakan (seperti
berjalan)
29
30
dan berkurang apabila beristirahat. Tidak ada demam. Nyeri tidak meneta
p
sepanjang hari. Nyeri seperti ini biasanya ditemukan pada OA.
Penderita juga mengeluh kaku sendi. Kaku sendi dirasakan penderita pada
pagi hari. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh desakan cairan yang be
rada di
sekitar jaringan yang mengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovial, atau
bursa).
Kaku sendi makin nyata pada pagi hari atau setelah istirahat. Setelah
digerak
gerakkan, cairan akan menyebar dari jaringan yang mengalami inflamasi sehingga
penderita merasa terlepas dari ikatan dan bisa menggerakkan sendinya ke
mbali.
Lama kaku sendi pada OA adalah kurang dari 30 menit sedangkan pada A
R
minimal satu jam.
Pada penderita ini, kaku sendi juga dirasakan pada pagi hari
selama
2030 menit dan menghilang dengan sendirinya bila penderita
menggerakkan kakinya dengan beraktivitas seperti biasa. Hal ini sesuai
untuk
rena
pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan rutin. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium pada penderita ini tidak ditemukan adanya kelainan.
Diagnosis OA sudah bisa ditegakkan secara klinis dengan memakai
kriteria OA yang dibuat oleh Subcommittee American College of Rheumatolo
gy
(ACR).
Kriteria OA lutut secara klinis, laboratorium, dan radiologis adalah
adanya nyeri lutut, osteofit, dan salah satu dari tanda berikut, yaitu usia lebi
h dari
50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit atau adanya krepitus.
Pada penderita
ini wanita berusia 75 tahun, ditemukan memiliki keluhan nyeri kedua sendi lutut,
terdapat kaku sendi selama 2030 menit, terdapat krepitus, dan pada pemeriksaan
radiologi ditemukan adanya osteofit.
32
Pengelolaan penderita dengan OA bertujuan untuk menghilangkan
keluhan, mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan
meningkatkan kualitas hidup, menghambat progresivitas penyakit dan menceg
ah
komplikasi. Pilar terapi OA : non farmakologis (edukasi, terapi fisik,
diet/penurunan berat badan), farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal
,
sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan pembedahan.
Edukasi sangat penting bagi semua pasien OA. Dua hal yang menjadi
tujuan edukasi adalah bagaimana mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberi
an
edukasi pada penderita ini sangat penting karena dengan edukasi diharap
kan
pengetahuan penderita mengenai penyakit OA menjadi meningkat dan pengobatan
menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersamasama untuk mencegah kerusakan
organ sendi lebih lanjut.
Edukasi yang diberikan pada penderita ini yaitu
memberikan pengertian bahwa OA adalah penyakit yang kronik, sehingga pe
rlu
dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada rasa nyer
i, kaku
dan keterbatasan gerak serta fungsi. Selain itu, agar rasa nyeri dapat
berkurang,
maka penderita hendaknya mengurangi aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak
terlalu banyak menggunakan sendi lutut dan lebih banyak beristirahat. P
enderita
juga disarankan untuk kembali kontrol sehingga dapat diketahui apakah
penyakitnya sudah membaik atau ternyata ada efek samping akibat obat y
ang
diberikan.
Terapi fisik bertujuan untuk melatih penderita agar persendiannya tetap
dapat dipakai dan melatih penderita untuk melindungi sendi yang sakit.
Pada
penderita ini, dianjurkan untuk berolah raga tapi olah raga yang mempe
rberat
sendi sebaiknya dihindari seperti lari atau joging. Hal ini dikarenakan
dapat
menambah inflamasi, meningkatkan tekanan intraartikular bila ada efusi sendi dan
engan
dosis 350 mg tanpa menggunakan obat lini pertama. Hal ini dikarenakan keluhan
pada penderita ini sudah cukup berat, ditambah pula adanya bengkak dan
rasa
hangat di lutut yang tidak hilang dengan obat analgetik sederhana ( s
eperti yang
biasa dikonsumsi penderita). Nadiklofenak merupakan obat golongan OAINS
COX1 inhibitor yang nonselektif, dimana obat ini diberikan pada pende
rita
karena tidak terdapat riwayat pernah menderita gangguan gastrointestinal. Namun,
34
mengingat usia penderita yang memang sudah lanjut maka penderita juga
diberikan obat pelapis lambung untuk menjaga kondisi saluran pencernaannya. Di
sini, penderita diberikan obat golongan PPI (Omeprazole 2 x 20 mg). S
etelah
dievaluasi beberapa hari, ternyata keluhan nyeri dan bengkak pada penderita tida
k
kunjung ada perubahan maka ditambahkan pula obat steroid injeksi dimana
pilihannya adalah Inj.Triamcinolon 1 Amp/24 jam (Inj. Flamicort). Selain
itu,
pasien juga dikonsulkan ke spesialis rehabilitasi medis untuk dilakukan
fisioterapi.
Terapi pembedahan. Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis dan
rehabilitasi tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan
koreksi apabila terjadi deformitas yang menimbulkan gangguan mobilisasi
sendi
yang mengganggu aktifitas seharihari. Pada penderita ini tidak sampai dilakukan
terapi pembedahan.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis
. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. B
uku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2006. p. 1195201.
2. Osteoarthritis. Wikipedia The Free Encyclopedia [serial on the inter
net].
2009 [cited 2009 Sep 1]; Available from :
http://en.wikipedia.org/wiki/Osteoarthritis
3. Reginster J.Y. The Prevalence and Burden of Osteoarthritis. Rheumatology,
2002; 41 (suppl 1) : 3 6.
1281.
12. Amin, Niu Jingbo, Hunter David, et al. Smoking Worsens Knee
Osteoarthritis. News Center Oklahoma City, Oklahoma USA, 2006 : 1 4.
13. McAlindon Timothy E., Felson David T., Zhang Yuqing, et al. Relat
ion of
Dietary Intake and Serum Levels of Vitamin D to Progression of
Osteoarthritis of the Knee Among Participants in the Framingham Study.
14. Englund M. and Lohmander L.S. Patellofemoral Osteoarthritis Coexiste
nt
with Tibiofemoral Osteoarthritis in a Meniscectomy Population. Annals of
the Rheumatic Diseases, 2005; 64 : 1721 1726.
15. Carter MA. Osteoartritis. In: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi:
konsep
klinis prosesproses penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 13804.
16. Altman R.D. Criteria for the Classification of Osteoarthritis. Jour
nal of
Rheumatology, 1991; 27 (suppl) : 10 12.
17. Milne AD, Evans NA, Stanish WD. Nonoperative Management of Knee
Osteoarthritis. In: Hartono IM. Studi komparasi antara WOMAC index
dengan KellgrenLawrence grading system pada penderita osteoarthritis
genu [PPDS1 thesis]. Semarang: Medical Faculty Diponegoro University;
2007. p. 12.
18. Haq I., Murphy E., Dacre J. Osteoarthritis Review. Postgrad Med J
,
2003;
79 : 377 383.
19. Anonim. [1986] Criteria for classification of idiopathic osteoarthtritis (O
A)
of the knee. American College of Rheumatology [serial on the internet]
.
2010 [cited 2010 Jan 20]; Available from:
http://www.rheumatology.org/publications/classification/oaknee.asp?
aud=mem