Anda di halaman 1dari 17

DISKUSI TOPIK

UVEITIS ANTERIOR DAN POSTERIOR

Disusun oleh:

Muhammad Arif Sanusi 1206206884


Michelle Cancera Angelita 1206207470

Narasumber:
dr. Rina La Distia Nora, SpM

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
DESEMBER 2016
DAFTAR ISI

Daftar Isi .................................................................................................................................. 1


Anatomi..……………………………………………………………………………………1-3
Definisi Uveitis………………………………………………………………………………3
Klasifikasi Uveitis ................................................................................................................. 3-6
Uveitis Anterior .................................................................................................................... 6-9
Uveitis Posterior.................................................................................................................. 9-15
Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 16

Uveitis Anterior dan Posterior | 1


ANATOMI

Gambar 1. Anatomi Bola Mata1

Uvea merupakan area yang terdiri dari iris, badan siliaris, dan koroid. Bagian anterior uvea
yaitu iris sampai badan silier. Iris berperan dalam mengatur jumlah cahaya yang masuk ke
dalam mata. Perdarahan iris terutama oleh arteri ciliaris anterior dan posterior longus. Iris
terbentuk oleh empat lapis yaitu, lapisan limitan anterior (melanosit dan fibroblast), stroma (m.
spinhter pupil dan dilator pupil), lapisan epitel anterior, dan lapisan pigmen posterior. Pada
bagian stromal terdapat persarafan dari iris. Badan silier merupakan perpanjangan dari iris
sampai dengan ora serrata yang berbatasan dengan choroid. Lapisannya terbagi lima yaitu,
lamina supraciliar, stroma (m. ciliar, nervus), epitel berpigmen, epitel tidak berpigmen, dan
membran limitan dalam.1

Gambar 2. Iris dan Badan Silier1

Bagian posterior uvea berawal dari ora serrata sampai ke nervus optikus. Menempel pada sklera
dengan serat jaringan ikat pada nervus optikus, sklera, pusaran vena, dan pembuluh darah
siliaris. Pada bagian posterior koroid tebalnya 0,22 mm sedangkan anterioirnya 0,1-0,15 mm.

Uveitis Anterior dan Posterior | 2


Koroid terbagi menjadi empat lapisan. Dari dalam keluar urutannya adalah membrane Bruch,
koriokapilaris, stroma (utamanya terdiri dari pembuluh darah), dan ruang suprakoroid. Suplai
darah berasal dari 1-2 long ciliary arteries dan 15-20 short posterior ciliary arteries.
Koriokapilaris merupakan sumber nutrisi utama untuk epitel pigmen retina. Koroid
mengandung saraf parasimpatik dan simpatik yang bertujuan dalam regulasi aliran darah
melalui n. siliaris posterior pendek dan panjang.1

DEFINISI UVEITIS

Uveitis berarti inflamasi pada area uvea saja. Namun pada praktiknya, uveitis ini jarang berdiri
sendiri. Uveitis akan melibatkan struktur seperti retina, vitreous, sklera, dan kornea.2,3

KLASIFIKASI UVEITIS

Berdasarkan anatomi, uveitis diklasifikasikan menjadi:2,3

1. Uveitis anterior
Merupakan inflamasi uvea dari iris sampai ke pars plicata badan siliaris. Dapat dibagi
lagi menjadi iritis, iridocyctitis, cyclitis.2,4
2. Uveitis intermediet
Merupakan inflamasi uvea bagian pars plana dan koroid bagian perifer.1 Gejala dari
uveitis intermediet adalah pengelihatan kabur dan floaters.4 Tandanya berupa vitritis
(tampak sel-sel di vitreous) dan gambaran bola salju yang merupakan kumpulan sel
inflamasi pada bagian inferior vitreous. Eksudasi pada bagian inferior pars plana
disebut sebagai ‘snowbank’ dan kondisi inilah yang disebut pars planitis.2,4

Gambar 3. Gambaran Bola Salju (Bercak Putih Kekuningan di Vitreous)5

3. Uveitis posterior
Merupakan inflamasi dari koroid (koroiditis). 2,4
4. Panuveitis

Uveitis Anterior dan Posterior | 3


Merupakan inflamasi yang terjadi pada seluruh bagian uvea.2,4,5 Penyebab tersering
kejadian ini adalah tuberculosis, sindrom vogt-koyanagi-harada (VKH), oftalmia
simpatika, dan penyakit Behcet.5,6

Berdasarkan klinis, uveitis diklasifikasikan menjadi:

1. Akut2. Onset gejalanya mendadak dan durasi kurang dari empat minggu.5
2. Rekuren. Berupa episode uveitis yang berulang.5
3. Kronik2. Onsetnya biasanya tidak bergejala dan terjadi lebih dari 3 bulan atau bahkan
tahunan. Kondisi ini sering terdiagnosis saat peneglihatan sudah mulai berkurang.
4. Remisi. Merupakan tidak adanya gejala uveitis selama 3 bulan.5

Berdasarkan patologinya uveitis diklasifikasikan menjadi. dibagi menjadi suppuratif dan non-
supuratif. Pada uveitis supuratif, infeksi dari pathogen pyogenic seperti staphylococcus atau
streptococcus menyebabkan terjadinya infiltrasi dari sel polimorfonuklear ke jaringan uvea dan
struktur sekitar mata. Akibatnya terjadi nekrosis jaringan uvea dan akumulasi pus pada rongga
yang terdapat di mata.1

Berdasarkan klasifikasi Wood, dibagi lagi menjadi uveitis granulomatosa dan


nongranulomatosa. Uveitis non-supuratif dibagi menjadi non-granulomatosa dan
granulomatosa. Uveitis non-granulomatosa umumnya diakibatkan oleh trauma atau reaksi
hipersensitivitas. Perubahan yang terjadi pada jaringan uvea mencakup dilatasi dan
peningkatan permeablitas pembuluh, rusaknya sawar darah aqueous, eksudasi dan infiltrasi
limfosit, plasma, dan makrofag. Dampaknya adalah terjadi edema pada iris, yang menyebabkan
mengecilnya ukuran pupil. Eksudat akan mengisi bilik mata depan akan memperlihatkan flare
dan eksudat pada bilik mata belakang dapat menyebabkan sinekia posterior.1

Uveitis granulomatosa pada umumnya bersifat kronis, akibat benda asing dapat berupa foreign
body, necrotic tissue, non-pyogenic bacteria, atau parasit. Reaksinya akan menyebabkan
infiltrasi limfosit, plasma, proliferasi sel mononuclear yang akan menjadi epitheloid dan giant
cell yang dapat mengaggregat menjadi nodul. Struktur sekitar dapat mengalami nekrosit dan
menyebabkan fibrosis.1

Uveitis Anterior dan Posterior | 4


Berdasarkan etiologinya (Duke Elder)2, uveitis diklasifikasikan menjadi:2-7

1. Infeksi
Inflamasi uvea diinduksi oleh invasi organisme tertentu. Dapat berupa infeksi eksogen,
sekunder, dan endogen. Infeksi eksogen adalah mikroorganisme secara langsung masuk
ke mata dari lingkungan luar, misalnya luka tembus, ulserasi kornea, dan post-operasi.2
Infeksi sekunder berarti inflamasi uvea terjadi akibat struktur di sekitarnya, misalnya
konjungtivitis purulent (pneumococcal dan gonococcal), keratitis, skleritis, retinitis,
selulitis orbita dan tromboflebitis orbita.2 Infeksi endogen disebabkan oleh organisme
dari sumber lainnya dalam tubuh menyebar melalui aliran darah.2
Berdasarkan organismenya, uveitis infeksi diklasifikasikan menjadi:
 Infeksi bakteri. Ini mungkin menyebabkan granulomata tuberkulosa, lepra,
sifilis, bruselosis, atau pyogen seperti streptococcus, staphylococcus,
pneumococcus, dan gonococcus.2,5-7
 Infeksi virus, berhubungan dengan infeksi herpes simplex, herpes zoster, dan
cytomegalovirus (CMV).2,5-7
 Uveitis jamur. Kondisi ini jarang terjadi. Dapat disebabkan oleh aspergilosis,
kandidiasis, atau blastomikosis sistemik. Uveitis jamur juga diduga termasuk
sindrom histoplasmosis ocular.2
 Uveitis parasit. Juga dikenal toxoplasmosis, toxocariasis, onkosersiasis, dan
amoebiasis. 2,5-7
 Uveitis rickettsia dapat terjadi pada daerah yang epidemic thypus.2
2. Alergi
Uveitis alergi merupakan uveitis yang paling sering terjadi. Inflamasi yang terkait
dengan reaksi hipersensitivitas ini masih belum dipahami.2,4,5 Hal ini mungkin terjadi
akibat alergi terhadap mikroba tertentu yang lokasinya di bagian tubuh lain kemudian
membentuk antibodi, sehingga bila terjadi infeksi sekunder, antigen tersebut akan
keluar. Infeksi fokus primer di paru atau nodus limfa dulu sering menjadi penyebab
uveitis.2,4,5
Selain akibat mikroba yang mensensitisasi, uveitis alergi juga dapat menjadi uveitis
anafilaktik dimana disertai dengan reaksi anafilaktik sistemik.2 Uveitis atopik terjadi
akibat adanya allergen atau inhalan tertentu, misalnya pada iritis musiman. Uveitis
autoimun berhubungan dengan penyakit autoimun sistemik, misalnya pada Still’s

Uveitis Anterior dan Posterior | 5


disease, artritis rheumatoid, gnanulomatosis Wegener, lupus, Reiter’s disease, dan
penyakit autoimun lainnya.2
Uveitis juga dapat berhubungan dengan HLA (Human leucocytyc antigens) atau
antigen histokompabilitas. Stress dapat memicu terjadinya uveitis HLA. HLA yang
berkaitan dengan uveitis adalah HLA-B27, -B5, -DR4 dan –DW15.2

3. Toksik
Toksin dapat berupa endotoksin, toksin endokular, dan eksogen. Endotoksin yang
dihasilkan di dalam tubuh memainkan peranan besar. Enditoksin dapat berypa
autotoksin atau dihasilkan oleh mikroba. Uveitis toksik ini nampak pada pasien dengan
konjungtivitis pneumonoccus atau gonococcus dan pada pasien dengan ulkus kornea.
Toksin endokular dihasilkan oleh jaringan mata. Uveitis yang nampak pada pasien buta,
ablation retina lama, dan perdarahan intraocular disebabkan oleh toksin endokular.
Toksin eksogen berupa iritan kimia atau bahan inorganic, atau berasal dari tumbuhan
atau hewan. Obat-obat tertentu seperti miotik dan sitotoksik merupakan contoh dari
toksin eksogen.2
4. Traumatik
Biasanya nampak secara tidak sengaja atau akibat dari luka operasi pada uve.
Mekanismenya dapat berasal dari efek mekanik langsung, efek iritatif dari produk
darah, invasi mikroba, efek bahan kimia, oftalmia simpatis.2,4
5. Berhubungan dengan penyakit sistemik non-infeksi
Penyakit sistemik tertentu dapat menyebabkan uveitis, misalnya sarcoidosis,
polyarteritis nodosa, diabetes melitus, gout, sclerosis diseminata, dan penyakit kulit
seperti psoriasis, dan eritema nodosum.2-7
6. Idiopatik

Uveitis Anterior dan Posterior | 6


UVEITIS ANTERIOR

Definisi

Uveitis anterior adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada bagian depan uvea yaitu mencakup
iris dan badan silier. Namun, pada umumnya, inflamasi yang terjadi pada uveitis anterior dapat
mengenai iris dan badan silier dalam bersamaan. Keadaan ini disebut iridocyclitis. Penyakit ini
umumnya bersifat unilateral dengan onset akut, namun dapat juga bersifat kronis.1

Etiologi

Adapun beberapa penyebab dari uveitis anterior anatara lain akibat infeksi virus herpes simplex
atau varicella-zoster, cytomegalovirus, sarcoidosis, HLA-B27-associated uveitis, dan
tuberculosis.1,8

Tanda dan Gejala

Gejala yang dapat dialami oleh penderita yaitu berupa nyeri yang menjalar pada persarafan V1,
mata merah, photopobia dan blepharospasme, lakrimasi, penurunan penglihatan. Adapun
penurunan visus disebabkan oleh spasme otot siliaris, kekeruhan kornea, blok pupil oleh
eksudat atau kekeruha vitreus. Tanda yang dapat ditemui yaitu edema palpebra, kongesti
kornea yang dapat terjadi akibat peningkatan TIO, keratic precipitate (KP) yang merupakan
deposit sel dan protein dibelakang kornea, dan kekeruhan kornea posterior. Terdapat beberapa
jenis KP yaitu: mutton fat KP pada iridocyclitis granulomatosa terbentuk oleh makrofag dan
epitheloid; small and medium KP merupakan pathognomonic pada uveitis non-granulomatosa,
red KP dengan deposisi sel darah merah, dan Old KP merupakan tanda uveitis yang sembuh. 1

Gambar 4. Mata Merah dan Hypopion9

Uveitis Anterior dan Posterior | 7


Pada bilik mata depan, dapat ditemukan sel dan flare pada aqueous humor, hipopion, hypaema,
dan peruabahan kedalaman dan sudut. Pada iris dapat terlihat perubahan bentuk, warna,
terbentuk nodul (Busacca ditengah iris dan Koeppe di tepi pupil), sinekia posterior, dan
neovaskularisasi iris. Pada iris dapat terlihat pupil yang mengecil, bentuk ireguler, ectropion,
dan oklusi. Lensa dapat terdapat pigmen, eksudat, dan katarak komplikata.1

Gambar 5. Mutton Fat KP dan Small and Medium KP9

Gambar 6. Bussacca’s dan Koeppe’s Nodul dan Posterior Sinekia9

Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada uveitis anterior mencakup katarak komplikata,
glaukoma sekunder akibat blok pada trabekula meshwork atau pupil, membrane cyclitic yaitu
fibrosis dari eksudat dibelakang lensa, choroditis, edema macula, ablasio retina, papilitis, dan
pthisis bulbi akibat kerusakan badan silier yang menyebabkan terganggunya produksi dari
aqueous humor. 1

Uveitis Anterior dan Posterior | 8


Tatalaksana

Terapi yang diberikan dapat berupa non spesifik yang mencakup: cyclopegic, kortikosteroid,
dan antibiotik broad spectrum. Agen cyclopegic diberikan untuk menurunkan nyeri terutama
pada fase akut, mencegah terbentuknya sinekia dan menghancurkan perlengketan yang telah
terjadi, mengurangi eksudasi dengan menurunkan permeabilitas vaskuler dan menurunkan
tekanan pada arteri ciliary anterior. Kortikosteroid diberikan untuk menghambat respon
inflamasi dan mencegah fibrosis dan penghancuran jaringan oleh sel imun.1

Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang paling dari uveitis anterior mencakup konjungtivitis akut dan
glaukoma akut sudut tertutup. Utamanya dalam membedakan adalah penjalaran nyeri, yang
hanya terbatas pada N. V1 pada uveitis anterior sedagkan pada glaukoma dapat menjalar
sampai seluruh N. V. Discharge yang dapat dikeluarkan pada umumnya watery. Pembeda yang
khas adalah terlihat adanya KP pada uveitis. Tekanan intraocular umumnya dalam batas
normal.1

UVEITIS POSTERIOR

Definisi

Uveitis posterior merupakan inflamasi yang terjadi pada koroid (koroiditis). Karena bagian
terluar dari retina bersentuhan dengan koroid dan juga nutrisinya sangat bergantung oleh
koroid, inflamasi ini juga bersamaan dengan retinitis, sehingga lesinya dinamakan
korioretinitis.2-7

Etiologi

Infeksi yang paling sering menyebabkan uveitis posterior adalah T. gondii, M. tuberculosis,
sifilis, virus herpes simplex, virus herpes zoster, cytomegalovirus, dan HIV. Sedangkan untuk
penyebab non-infeksi uveitis posterior disebabkan oleh sarcoidosis, neoplasma, birdshot
choroidopathy, dan koroiditis multifokal.5

 Toxoplasmosis

Toxoplasmosis disebabkan oleh infeksi Toxoplasma gondii, biasanya terjadi secara


kongenital (98%) dan 70% pada wanita seronegative. Toxoplasmosis merupakan
infeksi retina primer dengan nekrosis koagulatif dan koroiditis sekunder granulomatosa
dengan vitritis.8 Yang bertanggungjawab dari toxoplasmosis retina ini adalah takizoit.

Uveitis Anterior dan Posterior | 9


Dalam transmisinya infeksi di trimester pertama akan menimbulkan kejang
neonatorum, kalsifikasi intraserebra, dan retinitis, sedangkan pada infeksi trimester
akhir mungkin gejala yang muncul hanya berupa retinitis.3

Penemuan yang diharapkan berupa parut korioretina yang inaktif pada posterior orbita,
biasanya pada macula. Lesi putih fokal halus (headlight in fog appearance) terjadi pada
sekitar uveitis dan vitritis granulomatosa lama,3 dapat disertai dengan bintik putih di
sepanjang arteriol (plak Kyrielei), mikroftalmia, nystagmus, dan strabismus.3,5 Pada
proses penyembuhan, batas lesi menjadi lebih tegas disertai pigmentasi perifer.5 Pada
pasien SIDA, CT kepala mungkin menunjukkan adanya lesi cincin putih.3

Diagnosis uveitis posterior akibat toxoplasmosis adalah dengan ELISA atau perangkat
imunofluorosensi untuk IgG atau IgM Toxoplasma.8

Gambar 7. Retinitis pada Toxoplasma kongenital (kiri), Kista T. gondii pada retina yang telah nekrotik (kanan)3

Indikasi tata laksana dari toxoplasmosis adalah penurunan pengelihatan, inflamasi berat
pada vitreous, lesi pada macula atau nervus opticus. Pemberian antibiotic akan
membunuh takizoit di retina, namun tidak mempengaruhi kista. Obat yang digunakan
adalah clyndamocin 300 mgx4/hari, sulfadiazine 2 g dilanjutkan 1 g x 4/hari,
pyrimethamine 75 mg loading dilanjutkan 25 mg/hari, atau alternatif lainnya
trimethropim-sulfametoxazole. Dapat juga diberikan steroid.2

 Toxocariasis3,8

Disebabkan oleh infeksi larva 2 dari cacing Toxocara canis anjing. Ditularkan melalui
tanah yang terkontaminasi. Pada mata, biasanya gejalanya unilateral dan lesinya soliter.
Pada infeksi viseral, akan muncul gejala seperti demam, limfadenopati, hepatomegali,
pneumonitis, eosinophilia, dan tidak termasuk mata.3

Uveitis Anterior dan Posterior | 10


Penemuan dari infeksi ini dapat berupa endoftalmitis, granuloma terlokalisir, atau
granuloma perifer, abses vitreous, leukokoria, dan ablatio retina traksional. Biasanya
mempengaruhi paru dan hati. Ditatalaksana dengan steroid topical dan sikloplegik
untuk uveitis aktif, vitrektomi, dan butuh operasi untuk ablatio retina.3

Gambar 8. Granuloma Toxocara yang berada di depan nervus optikus3

 Tuberkuloma atau Koroiditis Tuberkulosis3,7

Tuberkel koroid, tuberkuloma, dan serpiginous-like choroiditis merupakan gambaran


uveitis posterior yang ditemukan akibat tuberculosis. Kuman menyebar secara
hematogen yang diawali oleh pengikisan sel paru akibat kaseosa. Tuberkel ini biasanya
berjumlah kurang dari lima, dapat unilateral maupun bilateral, berwarna putih keabuan
sampai kuning yang ditemukan pada oftalmoskopi. Tuberkuloma berespons terhadap
terapi tuberculosis secara umum. Terapi lainnya adalah dengan kortikosteroid dan agen
imunosupresan. Pada pasien SIDA, tuberkuloma dapat menjadi asimtomatik dan
mungkin tidak menunjukkan inflamasi.3,7 Diagnosis tuberculosis intraocular sulit
ditegakkan hanya dengan penemuan klinis. Diagnosis tuberculosis ekstraokular dan
respons terhadap anti-TB cukup membantu diagnosis. Pemeriksaan penunjang lainnya
adalah dengan pewarnaan, kultur, atau PCR dari cairan intraocular.7

Uveitis Anterior dan Posterior | 11


Gambar 9. (A) Tuberkuloma Koroid, (B) Angiografi fluorosensi fase awal yang menampakkan kondisi
hipofluorosensi, (C) Srpigineous-like choroiditis7

 Cytomegalovirus3
Menyerang bagian posterior menjadi retinitis nekrotik hemoragik yang mengenai
seluruh lapisan retina. Biasanya terjadi pada pasien SIDA (15-46%) yang hitung
CD4nya <50 sel/mm3. Empat puluh persen terjadi bilateral. Gejala yang ditimbulkan
biasanya asimtomatik, namun dapat berupa floaters dan scotoma. Pada oftalmologi
dapat ditemukan adanya brushfire (granular, lembab, putih kekuningan dengan bagian
tepinya seperti terbakar) atau pizza-pie fundus (tebal, nekrotik putih kekuningan,
hemoragik). Tata laksananya adalah dengan menggunakan antiviral, misalnya
Ganciclovir, Foscarnet, dan Cidofovir. Apabila timbul komplikasi ablatio retina, dapat
dilakukan vitrektomi.3

Gambar 10. Retinitis Cytomegalovirus2

Patologi

Secara klinis, koroiditis dibagi menjadi:2

1. Koroiditis supuratif
Merupakan inflamasi purulent dari koroid. Biasanya tidak tidak terjadi sendiri, sering
bersamaan dengan endoftalmitis.2,6
2. Koroiditis non-supuratif

Uveitis Anterior dan Posterior | 12


Dapat berupa non-granulomatosa atau granulomatosa (lebih sering). Inflamasi non-
supuratif ini memiliki karakteristik eksudasi dan infiltrasi seluler, yang menghasilkan
gambaran putih keabu-abuan dibalik rona kemerahan pembuluh darah normal.
Koroiditis non-supurativa biasanya terjadi bilateral dan secara morfologi dapat
diklasifikasikan menjadi terdifusi, diseminata, dan terlokalisir. Klasifikasi ini
berganting dari jumlah dan lokasi lesi.2,6
 Koroiditis terdifusi2
Lesi tersebar luas yang hampir mengenai seluruh jaringan koroid. Biasanya
disebabkan oleh tuberculosis atau sifilis.
 Koroiditis diseminata2
Ditandai dengan area inflamasi yang kecil namun banyak yang tersebar pada
sebagian besar koroid. Hal ini juga dapat disebabkan oleh tuberculosis, sifilis,
namun sebagian besar tidak diketahui penyebabnya.
 Koroiditis terlokalisir/fokal2
Ditandai dengan area inflamasi tunggal atau kecil-kecil di area tertentu di
koroid. Bergantung dari lokasi lesinya, bercak koroiditis dinamakan:
o Koroiditis sentralis
o Koroiditis juxtacaecal atau juxtapapilar
o Koroiditis periferal anterior
o Koroiditis equatorial

Tanda dan Gejala

Koroiditis merupakan kondisi yang tidak nyeri, biasanya ditandai dengan gejala pengelihatan
yang berhubungan dengan vitreous dan termasuk retina. Oleh karena itu, bercak kecil di perifer
biasanya tanpa gejala dan sudah menjadi bercak yang telah sembuh. Sedangkan untuk lesi yang
berada di bagian sentral akan menghasilkan gejala yang segera disadari. Gejala lainnya
meliputi:2,5

1. Penurunan pengelihatan.2 Biasanya ringan dan bergantung dari vitreous, namun bisa
menjadi parah koroiditis sentralis.
2. Fotopsia2. Ini merupakan sensasi subjektif dimana ada kilatan cahaya akibat kondisi
iritasi sel batang dan kerucut.
3. Bintik hitam yang berterbangan di depan mata. Ini merupakan keluhan yang cukup
sering terjadi akibat adanya kelompok eksudatif di vitreous.2

Uveitis Anterior dan Posterior | 13


4. Metamorfopsia. Pasien menerima sebuah gambar dalam bentuk terdistrosi. Hal ini
disebabkan oleh perubahan kontur retina yang disebabkan oleh koroiditis bercak
timbul.
5. Mikropsia yang dihasilkan oleh separasi dari sel pengelihatan. Dalam hal ini, objek
tampak lebih kecil.2
6. Makropsia.2 Persepsi objek tampak lebih besar dari aslinya, Hal ini disebabkan oleh
kesesakan antara sel batang dan sel kerucut.
7. Skotoma positif. Persepsi adanya bintik besar yang menetap.

Biasanya tidak nampak tanda eksternal dan mata tampak tenang. Keratic Precipitate dapat
terlihat di biomikroskopi biasanya berhubungan dengan cyclitis. Pemeriksaan fundus dapat
memperlihatkan:

1. Opasitas vitreous2,3
Koroiditis biasanya pada bagian tengah dan posterior. Hal ini dapat harus, kasar, atau
seperti bola salju.
2. Gambaran bercak pada koroiditis2,3
Pada fase aktif, akan tampak kuning pucat atau area dengan batasan teretentu. Hal ini
terjadi akibat eksudasi dan infiltrasi seluler koroid yang menyembunyikan gambaran
pembuluh darah koroid. Lesi ini dapat menjadi lebih dalam ke pembuluh darah retina.
Gambarannya akan menjadi lebih berawan dan edema.
Pada fase atrofi atau penyembuham, ketika inflamasi aktif surut, area yang terpengaruh
menjadi lebih tampak dibandingkan dengan area normal. Area yang terpengaruh
menampakkan sklera putih di bawah koroid yang atrofi dan kumpulan pigmen hitam
pada bagian perifer lesi. Bercak yang telah sembuh dibedakan dari kondisi degenerative
seperti myopia patologi dan retinitis pigmentosa.2,3

Komplikasi

Uveitis posterior dapat menyebabkan perluasan inflamasi ke bagian uvea anterior, dapat juga
menimbulkan katarak degenerasi vitreous, edema macular, periflebitis retina sekunder dan
ablatio retina.3

Tata Laksana

1. Terapi non-spesifik

Uveitis Anterior dan Posterior | 14


Mencakup steroid topical ataupun sistemik. Injeksi kortikosteroid efektif dalam
menangani fase akut dari uveitis posterior. Agen imunosupresan jarang digunakan.2
2. Terapi spesifik
Dibutuhkan untuk penyakit kausatif, seperti toxoplasmosis, toxocariasis, tuberculosis,
sifilis, dan lain-lain.2

Uveitis Anterior dan Posterior | 15


DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana A. Chapter 7: Disease of the uveal tract. In: Comprehensive Ophtalmology.


New Delhi: New Age International; 2007. p 133-61.

2. Trattler W, Kaier PK, Friedman NJ. Chapter 8: Uveitis. In: Review of Ophtalmology.
2nd edition. USA: Elsevier; 2012. p 229-50.

3. Crick RP, Khaw PT. Chapter 28: Uvea. A Textbook of Clinical Ophtalmology. 3rd
edition. USA: World Scientific Publishing; 2003.p 176-86.

4. Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah


Kebutaan. eJKI; 2016: 4(1): 60-9.

5. Carvounis PE. Uveitis. In: Bope ET, Kellerman RD, editors. Conn’s Current Therapy.
Philadelphia: Elsevier; 2016. p 349-51.

6. Gupta A, Bansal R, Gupta V. Tuberculosis, Leprosy, and Brucellosis. In: Yanoff M,


Duker JS, editors. Ophtalmology. 4th edition. Philadelphia: Elsevier; 2014. p 716-20.

7. Biswas J. Posterior Parasitic Uveitis. In: Yanoff M, Duker JS, editors. Ophtalmology.
4th edition. Philadelphia: Elsevier; 2014. p 744-7.

8. Eva PR, Cunningham Jr ET. Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology. 18th ed.
USA: McGrawHill Medical; 2011

9. Bowling B. Kankis’s Clinical Ophthalmology. 8th ed. China; Elsevier Saunders; 2016

Uveitis Anterior dan Posterior | 16

Anda mungkin juga menyukai