UVEITIS POSTERIOR
Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah
satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kesehatan
Disusun oleh:
Cici Dita Virlliana (6120019046)
Pembimbing:
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Referat
UVEITIS POSTERIOR
Oleh :
Referat “UVEITIS POSTERIOR” ini telah diperiksa, disetujui, dan diterima sebagai
salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepanitraan klinik di bagian Ilmu
Ulama Surabaya.
Mengesahkan,
Dokter Pembimbing
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................4
2.1 Anatomi.............................................................................................6
2.2 Definisi..............................................................................................11
2.3 Epidemiologi.....................................................................................11
2.6 Patofisiologi......................................................................................24
2.7 Diagnosis...........................................................................................30
2.8 Tatalaksana........................................................................................34
2.10 Komplikasi......................................................................................37
2.11 Prognosis.........................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….41
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Organ penglihatan manusia terdiri atas banyak elemen yang saling bersinergi
untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Salah satu organ yang berperan
penting dalam melaksanakan fisiologis dari penglihatan ini adalah suatu lapisan
vaskular pada mata yang dilindungi oleh kornea dan sklera disebut uvea (Ilyas
S, 2007).
Uveitis merupakan proses peradangan uvea, meliputi iris, badan siliar, dan
koroid. Terminologi uvea berasal dari Bahasa Latin “uva” yang mengandung
arti “anggur”, berdasarkan gambaran struktur anatomi, warna dan geometri iris,
badan siliar, dan koroid. Uveitis merupakan salah satu penyakit mata yang
(Krisnhaliani, 2020).
uveitis. Uveitis juga merupakan penyebab kebutaan keempat paling sering pada
infeksi, keganasan), dapat pula akibat perluasan radang kornea dan sklera,
4
Secara anatomi, uveitis dapat diklasifikasikan menjadi uveitis anterior,
bagian depan mata, sehingga sering dikenal dengan istilah iritis. Uveitis
intermediet dikenal sebagai pars planitis atau cyclitis, merujuk pada peradangan
jaringan di daerah tepat di belakang iris dan lensa mata. Uveitis posterior, juga
kebutaan; sedangkan uveitis anterior dan intermediet lebih umum dan sering
pada tahun 2005, uveitis posterior sama kejadiannya pada pria dan wanita.
Uveitis posterior juga dapat menyerang hampir semua usia, cenderung lebih
sering pada usia di bawah 40 tahun. Pada studi epidemiologi di Vienna, 18,3%
Dalam referat ini akan dibahas secara menyeluruh mengenai uveitis posterior.
Adapun tujuan pembuatan referat ini sebagai bahan bacaan agar mengetahui
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Traktus uvealis terdiri atas iris, corpus ciliare dan koroid. Bagian ini
merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sclera.
Struktur ini ikut mendarahi retina. Uvea dibagi menjadi 3 bagian yaitu iris
2007).
buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan
nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang
terdapat 2 pada setiap otot rektus superior, medial, inferior dan satu pada otot
rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu
6
membentuk arteri sirkulus major pada badan siliar. Uvea posterior mendapat
perdarahan dari 15- 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata
dengan otot rektus lateral, 1 cm didepan foramen optik, yang menerima 3 akar
1. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliaris mengandung serabut saraf
7
2. Saraf simpatis membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf simpatis
pupil. Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps.
Iris
pipih yang dengan apertura yang bulat yang terletak ditengah, pupil. Iris
mata depan dari bilik mata belakang, yang masing-masing berisi aqueos humor.
Didalam stromairis terdapat sfingter dan otot – otot dilatator. Kedua lapisan
neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior (Eva, Whitcher,
2007).
Pendarahan iris didapat dari circulus major iris. Kapiler- kapiler iris
Whitcher, 2007).
8
parasimpatis yang dihantarkan melaui nervus kranialis III dan dilatasi yang
Corpus ciliare
kedepan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Corpus
ciliare terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm),
dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm). Processus ciliaris berasal dari
pars plicata. Processus ciliaris ini terutama terbentuk dari kapiler dan vena yang
dua lapisan epitel ciliaris: satu lapisan tanpa pigmen disebelah dalam, yang
radial. Fungsi serat-serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-
ini mengubah tegangan pada kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai
9
berbagai focus baik untuk objek berharak dekat maupun yang berjarak jauh
mendarahi corpus ciliare berasal dari circulus arteriosus major iris. Persarafan
Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sclera. Koroid
tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid; besar, sedang, dan kecil.
Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari
pembuluh koroid dialirkan melalui empat vena vorticosa, satu di tiap kuadran
posterior. Koroid disebelah dalam dibatasi oleh membrane Bruch dan disebelah
luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak diantara koroid dan sklera. Koroid
10
melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus opticus. Disebelah anterior,
melibatkan jaringan sekitar, meliputi vitreus, retina, saraf optik, dan pembuluh
(Krisnhaliani, 2020).
C. Epidemiologi
Menurut National Organization for Rare Disorders pada tahun 2005, uveitis
posterior sama kejadiannya pada pria dan wanita. Uveitis posterior juga dapat
menyerang hampir semua usia, cenderung lebih sering pada usia di bawah 40
seperti Amerika selatan, India, dan Afrika karena tingginya penyakit infeksi
11
Uveitis yang paling banyak di temui adalah infeksi baru kemudian imun
2010 dari sebanyak 772 pasien dari 932 uveitis untuk infeksi adalah
D. Etiologi
jamur, parasit, dan virus. Beberapa patogen yang diketahui, yaitu Toxoplasma
60% kasus uveitis posterior akibat masalah intrinsik mata dan 40% lainnya
12
1. Infeksi
a. Uveitis tuberculosis
sel epithelial dan sel raksasa. Nekrosis perkijuan yang khas ditemukan
pada pasien ini adanya mutton fat keratic precipitate, nodul busacca dan
suatu protozoa intrasel obligat. Lesi ocular mungkin didapat in utero atau
13
muncul sesudah infeksi sistemik. Gejala-gejala konstitusional mungkin
yang bisa berakibat fatal. Sumber infeksi pada manusia adalah ookista di
dan penglihatan kabur. Pada kasus-kasus yang berat, dapat pula disertai
nyeri dan fotofobia. Lesi okularnya terdiri atas sejumlah daerah putih
halus retinokoroiditis nekrotik fokal yang bisa kecil atau besar, tungga
dengan parut retina yang telah sembuh. Pada retina dapat terjadi vaskulitis
dan perdarahan. Edema macula kistoid bisa menyertai lesi pada macula
2010).
14
Gambar. Retinokoroiditis Toksoplasmosis. Papil bulat, batas tidak
tegas dengan eksudat berwarna putih kekuningan di daerah makula
(Ratna, 2016).
c. Sifilis
infeksi stadium kedua dan ketiga, dan semua jenis uveits bisa terjadi.
Retinitis atau neuritis optic sering menyertai. Atrofi luas dan hyperplasia
epitel pigmen retina dapat terjadi pada stadium lanjut jika peradangan
dibiarkan tanpa diobati (Agrawal et al, 2010). Di iris dapat dijumpai nodul
2016).
d. Herpes virus
15
Uveitis yang disebabkan oleh virus herpes, biasanya penyebabnya ada
dua yaitu virus herpes simpleks dan virus varicella zoster. Biasanya untuk
muda, sedangkan virus varicella zoster mengenai orang lanjut usia atau
mata (unilateral), penglihatan kabur, mata sakit dan merah, fotofobia. Pada
e. Cytomegalovirus (CMV)
sangat aktif dalam terapi AIDS. Khas terjadi pada pasien dengan hitung
sel CD4 + dan leukosit 5/ μl. Pasien biasanya mengeluh penglihatan kabur
likenifikasi hingga terlihat seperti keju softage. Lesi itu dapat mengancam
16
makula atau lempeng optik dan biasanya terdapat sedikit inflamasi pada
f. Leptospirosis
berkontak dengan atau menelan air yang terinfeksi. Binatang liar dan
Petani, dokter hewan, dan orang-orang yang bekerja atau berenang di air
yang berasal dari daerah pertanian memiliki risiko yang tinggi untuk
adalah demam, malaise, dan sakit kepala. Pada pasien-pasien yang tidak
diobati, insiden gagal ginjal dan kematian dapat mencapai 30%. Uveitis
bisa timbul dalam bentuk apapun tetapi khasnya difus dan sering disertai
17
g. Onkosersiasis
dibawa lalat dari kulit, berkembang menjadi larva dan menjadi cacing
et al, 2010).
hebat seperti uveitis, vitritis, dan retinitis yang berat. Mungkin terlihat
2. Non-Infeksi (Autoimun)
a. Syndrome Behcet
18
penyebab tidak dapat disingkirkan. Walaupun memiliki banyak gambaran
besar pasien dengan gejala mata positif untuk HLA-B51, suatu subtipe
serta palatummolle.
sertahipersensitivitas kulit.
19
b. Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH)
Terdiri dari peradangan uvea pada satu atau kedua mata yang ditandai
Penyakit ini biasanya diawali olehsuatu episode demam akut disertai nyeri
20
banyak mengenai anak perempuan 4-5 kali lebih sering dibanding anak
lelaki. Uveitis pada JIA biasanya terdeteksi pada usia 5-6 tahun setelah
korelasi antara onset arthritis dan uveitis; uveitis dapat muncul lebih dulu
hingga 10 tahun sebelum arthritis. Lutut adalah sendi yang paling sering
terkena. Tanda utama penyakit ini adalah sel dan flare dalam bilik mata
d. Lens-induced uveitis
autoimun terhadap antigen lensa. Hingga kini belum ada data yang
mendukung bahwa materi lensa itu sendirilah yang toksik. Jadi, istilah
mengalami katarak hipermatur; kapsul lensa bocor dan materi lensa masuk
ke bilik mata depan dan belakang. Materi ini menimbulkan reaksi radang
21
yang ditandai dengan pengumpulan sel plasma, fagosit mononukear dan
dapat pula terjadi paska trauma pada lensa atau paskaoperasi katarak
f. Granulomatosis wegener
g. Oftalmika simpatika
h. Vaskulitis retina
3. Malignant
a. Limfoma intraokular
b. Melanoma maligna
c. Leukimia
a. Sarcoidosis
22
kulit, tulang, hati, limpa, system saraf pusat, dan mata. Reaksi jaringan
yang terjadi jauh lebih ringan daripada uveitis tuberkulosis dan jarang
b. Koroiditis serpiginosa
c. Retinokoroidopati (birdshot)
E. Klasifikasi
23
Gambar. Pembagian Uveitis berdasarkan Lokasi Anatomis Lesi
1. Uveitis anterior
2. Uveitis intermediet
Uveitis intermediet disebut juga siklitis, uveitis perifer atau pars planitis,
3. Uveitis posterior
bersamaan.
4. Panuveitis
24
F. Patofisiologi
paling sering terjadi adalah uveitis anterior akut (iritis), umumnya unilateral
dan ditandai dengan adanya riwayat sakit, fotopobia dan penglihatan kabur,
mata merah, dan pupil kecil serta ireguler. Penyakit peradangan traktus
uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada orang dewasa dan usia
granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus ini, yaitu iris dan
limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit
aqueus) yang memberi makanan kepada lensa dan kornea. Radang iris dan
peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada
pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu
25
partikel-partikel kecil dengan gerak Brown. Dengan adanya peradangan di
iris dan badan siliar, maka timbullah hiperemi yang aktif, pembuluh darah
glaukoma sekunder. Selain oleh cairan bilik mata, dinding pembuluh darah
dapat juga dilalui oleh sel darah putih, sel darah merah, dan eksudat yang
akan mengakibatkan tekanan osmose cairan bilik mata bertambah dan dapat
Cairan dengan lain-lainya ini, dari bilik mata belakang melalui celah
antar lensa iris, dan pupil ke kamera okuli anterior. Di kamera okuli
suhunya meningkat dan berat jenis cairan berkurang, sehingga cairan akan
darah, suhu menurun dan berat jenis cairan bertambah, sehingga di sini
cairan akan bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel radang dan fibrin dapat
melekat pada endotel kornea, membentuk keratik presipitat yang dari depan
keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka tekanan mata akan berada
pada batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula
26
terjadilah glaukoma sekunder. Galukoma juga bisa terjadi akibat trabekula
sel-sel radang didalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion,
sel-sel radang dapat juga terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe
antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia
posterior, ataupun antara iris dengan endotel kornea yang disebut dengan
sinekia anterior. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau
hipopion di kamera okuli anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian
menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata
depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan
27
Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan organisasi
jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan badan siliar dapat pula
karena debu. Dengan adanya peradangan ini maka metabolisme pada lensa
terganggu dan dapat mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut,
yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasi retina (Wijana, 2011).
G. Manifestasi
defek pupil aferen harus dikerjakan pada setiap pasien bila ada
b. Injeksi okular : kemerahan mata jarang terjadi pada uveitis yang terbatas
c. Nyeri : rasa nyeri kurang khas pada uveitis posterior, tetapi dapat terjadi
28
Tanda tanda yang penting untuk mendiagnosis uveitis posterior antara
Bila dijumpai kondisi ini, uveitisnya akan lebih tepat disebut sebagai
panuveitis
dari caput nervi optik. Vitritis berat cenderung terjadi pada infeksi yang
29
Menurut (Khurana, 2007). Uveitis posterior mengacu pada perdangan
choroiditis :
dari choroiditis.
keluhan umum.
penglihatan.
2007).
30
H. Diagnosis
sebagai perluasan dari kelainan kornea dan sklera, atau akibat kelainan
1. Anamnesis
tanpa nyeri, mata merah, ataupun fotofobia. Penting juga klasifikasi uveitis
Nomenclature (SUN).
(Krisnhaliani, 2020).
31
Ditinjau dari manifestasi klinis, perbedaan umum yang dapat
serta nyeri tumpul atau berdenyut pada mata disebabkan oleh spasme otot
siliar dan sfingter pupil. Pada uveitis anterior juga dapat ditemukan injeksi
siliar akibat vasodilatasi arteri siliaris longus dan arteri siliaris anterior yang
2. Pemeriksaan mata
uveitis posterior.
mata. Tanda yang dapat ditemukan pada uveitis posterior, antara lain
uvea.
32
Gambar. Gambaran funduskopi pada koroiditis: ditemukan lesi
peradangan pada sisi nasal makula berupa bercak putih kekuningan
dengan batas tidak tegas
(Krisnhaliani, 2020).
4. Pemeriksaan penunjang
OCT.
33
b. USG juga dapat membantu membedakan uveitis posterior yang
retina dan koroid serta mengetahui secara detail epitel pigmen retina.
I. Penatalaksanaan
2020).
Medikamentosa
1. Siklopegik
34
Obat-obat topikal digunakan untuk mengobati ciliary spasm yang
2. Kortikosteroid
sistemik dapat diberikan pada uveitis derajat cukup berat atau bilateral
35
dosis rendah diperlukan sebagai terapi pemeliharaan VKH (Vogt
3. Imunosupresan
36
pertama pada sindrom Behcet karena dapat mengancam jiwa. Agen
10 mg. Setelah pasien telah dimulai pada obat imunosupresif dan dosis
setelah itu secara bertahap dan penghentian obat harus dicoba selama 3-
2016).
4. Terapi Tambahan
37
terapi utama adalah antibiotik golongan penisilin. Untuk infeksi virus
Non-Medikamentosa
J. Komplikasi
(Pleyer U, 2015).
2. Katarak
38
katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih kompleks lebih
3. Ablasio retina
2015).
K. Prognosis
39
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
penyakit sistemik
wanita. Uveitis posterior juga dapat menyerang hampir semua usia, dan
diharapkan.
40
DAFTAR PUSTAKA
8. Islam N, Pavesio C. 2010. Uveitis (acute anterior). BMJ Clin Evid. (Islam N,
2010).
10. Krisnhaliani W., Ni Made W M., Febyan. 2020. Diagnosis dan tatalaksana
41
11. Khurana A. 2007. Comprehensive Ophtalmology 4th Edition. India: New Age
12. Pleyer U, Chee SP. 2015. Current aspects on the management of viral uveitis
13. Ratna Sitompul. 2016. Diagnosis dan penatalaksanaan uveitis dalam upaya
14. Schlaegel TF, Pavan-Langston D. 2007. Uveal Tract: Iris, Ciliary Body, and
16. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. 2002. Oftalmologi umum. Edisi 14.
17. Wijana, N. 2011. Uvea: dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abdi Tegal.
19. Yanoff, M. and Duker, JS., 2009. Yanoff and Duker’s Ophthalmology. 3rd
42
21. Voughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John
78
43