Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang

berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan

koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun

demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai

bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang

ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun.

Secara anatomis uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan

dilindungi oleh kornea dan sklera, juga merupakan lapisan yang memasok darah

ke retina. Perdarahan uvea dibagi antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2

buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera ditemporal dan

nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior yang terdapat

2 pada setiap otot superior, medial, inferior serta pada otot rektus lateral. Arteri

siliar anterior posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkulari

mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 – 20 arteri

siliar posterior brevis yang menembus sklera disekitar tempat masuk saraf optik.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Traktus Uvealis

Uvea berasal dari bahasa Latin, “uva” yang berarti “anggur”. Traktus

uvealis adalah struktur yang terletak dibagian tengah mata, berpigmen dan

merupakan struktur vascular terpenting pada bola mata.3

Traktus uvealis terdiri atas iris, korpus siliaris, dan koroid.Bagian ini

merupakan lapisan vascular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan

sklera. Struktur ini ikut mendarahi retina.4

2.1.1 Iris

Iris adalah perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris terletak

bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata

depan dari bilik mata belakang, yang masing – masing berisi akuos humor.

Iris mengendalikan banyak cahaya yang masuk ke dalam mata.4

2.1.2 Korpus siliaris

Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan

melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal

iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri atas zona anterior yang

berombak – ombak, pars plicata (2mm), dan zona posterior yang datar,

pars plana (4 mm). Ada dua lapisan epitel siliaris, satu lapisan tanpa

pigmen di sebelah dalam, yang merupakan perluasan neuroretina ke

anterior, dan satu lapisan berpigmen di sebelah luar, yang merupakan

perluasan lapisan epitel pigmen retina. Muskulus siliaris tersusun dari

4
gabungan serat – serat longitudinal, sirkular dan radial. Fungsi serat – serat

sirkular adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat – serat zonula. Otot

ini mengubah tegangan pada kapsul lensa sehingga lensa dapat

mempunyai berbagai fokus baik untuk obyek berjarak dekat maupun yang

berjarak jauh dalam lapang pandang.4

Gambar 2.1 Traktus Uvealis

2.1.3 Koroid

Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara sklera dan retina.

Koroid tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid yaitu pembuluh

darah besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam

koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid

dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh darah koroid

dialirkan melalui empat vena vorticosa, satu di tiap kuadran posterior.

5
Koroid di sebalah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan di sebelah luar

oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak diantara koroid dan sklera. Koroid

melekat erat ke posterior pada tepi – tepi nervus optikus. Di sebelah

anterior, koroid bergabung dengan korpus siliaris.4

2.2 Anatomi Retina

Retina merupakan jaringan saraf semitransparan yang berlapis – lapis

melapisi dua pertiga posterior dinding bola mata bagian dalam. Lapisan –

lapisan retina mulai dari sisi dalam adalah membran limitans interna, lapisan

serat saraf yang mengandung akson sel ganglion, lapisan sel ganglion, lapisan

pleksiformis interna yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel

amakrin dan sel bipolar, lapisan inti dalam badan sel bipolar, sel amakrin dan

sel horizontal, lapisan pleksiformis eksternal yang mengandung sambungan

sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor, membran limitans, lapisan

fotoreseptor bagian dalam dan luar sel batang dan kerucut dan epitel pigmen

retina kemudian diikuti membran Bruch.3

Gambar 2.2 Lapisan Retina

6
Retina memiliki tebal 0,1 mm di area ora serata dan 0,23 mm pada kutub

posterior. Pada kutub posterior terdapat makula yang merupakan daerah yang

mengandung pigmen luthein dan zeaxanthin dengan diameter 1,5 mm. Secara

histologis, makula merupakan area retina dengan lapisan sel ganglion lebih

dari satu lapis sel. Makula dibatasi oleh arcade – arcade pembuluh darah

retina temporal. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm dari papil saraf optik

terdapat fovea, yang memberikan reflex pantulan sinar bila dilihat dengan

pemeriksaan oftalmoskopi. Makula yang sebagian besar selnya adalah sel

kerucut bertanggung Jawab untuk tajam penglihatan terbaik sentral dan untuk

penglihatan warna (penglihatan fotopik). Bagian retina perifer, sebagian besar

terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer

dan malam hari (penglihatan skotopik). Fotoreseptor kerucut dan batang

terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan

tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan.3

2.3 Posterior Uveitis

2.3.1 Definisi

Posterior Uveitis adalah proses inflamasi yang melibatkan saluran uveal

mata. Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau

protozoa bawaan pada neonatus. Toksoplasma kongenital dan

cytomegalovirus (CMV) adalah etiologi yang paling umum. Korioretinitis

adalah inflamasi yang mengenai koroid dan retina, tetapi proses

peradangan koroidnya lebih menonjol daripada peradangan pada retina.1

7
Inflamasi pada traktus uvea posterior umumnya disebut sebagai

koroiditis. Tetapi karena retina selalu terkena bila terjadi inflamasi traktus

uvea posterior, maka seringkali disebut dengan korioretinitis atau

retinokoroiditis.2

Gambar 2.3 Uveitis anterior dan Uveitis Posterior

2.3.2 Epidemiologi

Angka kejadian posterior uveitis lebih banyak ditemukan di Eropa

daripada di Amerika Serikat. Angka kejadian posterior uveitis di Amerika

Serikat kira-kira 400 – 4000 kasus pertahun, sedangkan di negara-negara

Eropa (Perancis, Jerman dan Denmark) lebih banyak. Salah satu parasit

penyebab posterior uveitis terbanyak pada anak-anak di Amerika Serikat

adalah Toxocara canis, karena anak – anak di Amerika Serikat lebih

banyak memelihara hewan peliharaan. posterior uveitis bisa menyebabkan

kehilangan penglihatan partial ataupun total bila tidak berespon baik

terhadap pengobatan.1

8
Menurut Greydanus dkk, angka kejadian posterior uveitis adalah 64 per

100.000 populasi di Amerika.Tetapi angka kejadian tersebut tidak

dibedakan antara penderita anak – anak dan dewasa.Menurut Kimura et al,

ditemukan 29 kasus posterior uveitis pada anak – anak di bawah 16 tahun,

yaitu sejumlah 3,6% dari total kasus uveitis yang ditemukan.2

2.3.3 Etiologi

Uveitis posterior dapat disebabkan karena infeksi dan non infeksi.

Penyebab infeksi biasanya disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, fungi,

dan parasit. Sedangkan noninfeksi biasanya disebabkan karena penyakit

autoimun dan keganasan.1

Penyebab infeksi virus tersering adalah CMV (cytomegalovirus),

herpes simpleks, herpes zoster, rubella, HIV dan virus epstein barr. Infeksi

bakteri tersering adalah Mycobacterium tuberculosis dan Yersinia

enterolitica. Penyebab infeksi fungi tersering adalah Candidia,

Histoplasma, Cryptococcus spesies. Penyebab infeksi parasit tersering

adalah Toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchoherca.

Sedangkan penyebab noninfeksi adalah penyakit autoimun dan

keganasan misalnya melanoma maligna dan leukemia.1

2.3.4 Patofisiologi

Posterior uveitis dapat terjadi akibat infeksi bakteri ataupun reaksi

radang lainnya. Proses inflamasi ini akan menyebabkan perubahan kondisi

di struktur uvea itu sendiri. Bila peradangan korioretinitis terjadi di bagian

perifer, maka tidak akan mengganggu pada tajam penglihatan. Tajam

penglihatan pada keadaan ini hanya terjadi pada akibat penyerbukan sel

9
radang ke dalam badan kaca atau media penglihatan. Makin tebal

kekeruhan, akan mengakibatkan bertambah beratnya penurunan ketajaman

penglihatan. Radang infeksi ini biasanya disebabkan infeksi yang meluas,

seperti tuberkulosis dan infeksi fokal lainnya.

Bila peradangan mengenai daerah makula lutea, maka penglihatan akan

cepat menurun tanpa terlihat tanda kelainan dari luar. Biasanya radang

sentral ini disebabkan karena infeksi kongenital akibat toxoplasmosis.

Akibat terbentuknya jaringan fibroblast, akan terbentuk jaringan organisasi

yang merusak seluruh susunan jaringan koroid dan retina. Jaringan fibrosis

ini akan berwarna pucat putih. Warna putih ini juga terjadi akibat sklera

terlihat melalui koroid yang menipis. Biasanya bersama-sama dengan

keadaan ini terjadi pergeseran pigmen koroid.1

2.3.5 Manifestasi Klinis

Gejala dari penyakit ini adalah :

a. Penurunan penglihatan

Penurunan ketajaman penglihatan dapat terjadi pada semua jenis uveitis

posterior, tetapi terutama dijumpai pada kondisi – kondisi dengan lesi di

makula atau ablasio retina.5

b. Injeksi mata

Kemerahan mata jarang terjadi pada uveitis yang terbatas di segmen

posterior, tetapi dapat terlihat pada uveitis difus.5

c. Nyeri

Rasa nyeri kurang khas pada uveitis yang terbatas di segmen posterior.5

10
d. Floaters

Yaitu seperti melihat sesuatu di penglihatan seperti bintik – bintik

hitam.6

e. Skotoma

Yaitu gangguan penglihatan sentral (bulatan hitam atau gelap di sentral)

sebagai akibat dari lesi yang mengenai makula

f. Fotopsia

Yaitu melihat kilatan cahaya akibat lesi di retina.6

g. Metamorphosia

Yaitu melihat benda yang bentuknya bergelombang sehingga berbeda

dengan bentuk aslinya sebagai akibat dari lesi yang berada di makula.6

h. Niktalopia

Yaitu berkurangnya kemampuan melihat pada tempat dengan cahaya

yang kurang, misalnya pada malam hari atau tempat yang redup, namun

masih baik apabila cahaya masih cukup, misalnya siang hari.6

Tanda klinis harus dilihat di korpus vitreus dan segmen posterior

atau fundus okuli menggunakan oftalmoskop mulai dari sentral ke perifer.

Berikut ini adalah tanda klinisnya :

a. Koroiditis

Koroiditis dapat fokal, multifokal atau geografis. Koroiditis aktif

ditandai dengan adanya lesi berupa infiltrat atau nodul yang bulat

berwarna kekuningan di fundus okuli.6

11
b. Retinitis

Retinitis dapat terjadi fokal (soliter) atau multifokal berupa suatu lesi di

retina. Lesi aktif ditandai dengan kekeruhan atau infiltrat di retina yang

berwarna keputihan dengan batas tidak jelas akibat adanya edema di

sekeliling lesi tersebut. Setelah membaik, batas lesi menjadi jelas.6

Gambar 2.4 Korioretinitis dengan etiologi infeksi Toxocara

c. Vaskulitis

Vaskulitis dapat terjadi primer atau sekunder akibat retinitis. Ditandai

dengan adanya inflammatory sheating dari arteri dan vena. Pada

umumnya sering terjadi pada vena (periphlebitis), namun kadang –

kadang dapat mengenai arteri (periarteritis).6

12
Gambar 2.5 Korioretinitis dengan etiologi infeksi Toxoplasmosis

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk posterior uveitis mencakup

pemeriksaan darah rutin (eritrosit, leukosit, dan trombosit) yang

berguna untuk mengetahui adanya infeksi bila kadar leukosit

meningkat. Test fungsi hati (alanine aminotransferase, gamma

glutamyltransferase, alkaline phospatase, bilirubin total, bilirubin

indirect, bilirubin direct, albumin dan PTT, APTT) digunakan untuk

mengetahui adanya infeksi, bila terdapat infeksi maka tes fungsi hati

abnormal, tes fungsi ginjal (BUN dan creatinin) digunakan untuk

mendeteksi adanya hematuria atau casts.1

b. Pemeriksaan Tambahan

Pemeriksaan titer immunoglobulin spesifik dan kultur. Pemeriksaan

ini ditujukan untuk menentukan kausa dari penyebab posterior uveitis

ini. Pemeriksaan titer immunoglobulin digunakan bila curiga

13
etiologinya parasit dan virus. Sedangkan kultur digunakan bila curiga

etiologinya bakteri.1

2.3.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan posterior uveitis didasarkan pada etiologinya. Tujuan

pengobatannya untuk mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut

terutama pada bayi dan anak-anak. Penatalaksanaan posterior uveitis

memerlukan pertimbangan jangka pendek dan jangka panjang untuk

menjaga kualitas hidup pasien.1

Bila penyebab posterior uveitis adalah virus, diberikan pengobatan

antivirus. Drug of choice bila penyebabnya virus (cytomegalovirus) adalah

ganciclovir, valganciclovir, foscarnet, dan cidofovir. Fomivirsen

intravitreal juga digunakan untuk mengobati pasien posterior uveitis

dengan etiologi virus dengan Acquired Immunodeficiency Syndrome (

AIDS ).1

Bila penyebabnya adalah bakteri, pengobatan antibiotik alternatif

meliputi atovaquone dengan dosis 40 mg/kg/hari (kontraindikasi untuk

anak – anak), azithromycin dengan dosis 5 mg / kg / hari dan

trimethoprim-sulfametoksazol 40 mg / kg / hari / sulfametoksazol, dan 8

mg / kg / hari / trimethoprim).1 Bila bakteri penyebabnya adalah M.

Tuberculosis, maka diberikan obat penyakit TBC, yaitu Rifampisin dengan

dosis 10 – 20 mg/kg/hari, Isoniazid dengan dosis 10 – 30 mg/kg/hari,

Pyrazinamide dengan dosis 30 mg/kg/hari dan Etambutol 15 mg/kg/hari.

Penggunaan golongan aminoglikosida dan quinolon digunakan bila bakteri

sudah resisten.1

14
Bila penyebabnya adalah infeksi candida spesies, pengobatan yang

digunakan adalah fluconazole dengan dosis 6-12 mg per kg / hari dan

amphotericin B dengan dosis 0.75-1 mg per kg / hari. Sedangkan bila

penyebabnya adalah infeksi histoplasmosis yaitu Ampothericin B dengan

dosis 0.75-1 mg per kg / hari. Bila penyebabnya infeksi Cryptococcus

spesies drug of choice adalah Ampothericin B 0.75-1 mg per kg / hari.

Bila penyebabnya adalah Toxoplasmosis dan lesi tersebut mengancam

penglihatan diterapi selama 5-6 minggu dengan triple therapy yaitu

pyrimethamine, sulfadiazin, dan asam folat. Bila lesi ekstramakular yang

kecil dapat diamati tanpa pengobatan. Lesi yang mengalami reaktivasi

akan menghilang namun dibutuhkan terapi bila makula atau saraf optik

terancam atau terdapat respon inflamasi yang sangat berat. Pemberian

prednison dalam dosis rendah 0,5-1 mg / kg/hari selama 3-6 minggu dapat

digunakan untuk mengurangi peradangan saraf optik atau makula dan

dapat dimulai pada hari ke 3 dari terapi antibiotik. Kortikosteroid tidak

boleh digunakan tanpa bersamaan dengan pengobatan antibiotik atau pada

pasien immunocompromised karena menyebabkan risiko eksaserbasi

penyakit. Asam folat melindungi dari penurunan trombosit dan sel – sel

darah putih yang disebabkan oleh pirimetamin. Bactrim telah terbukti

setara dengan triple therapy dalam pengobatan toksoplasmosis okular dan

mungkin lebih baik ditoleransi. Klindamisin dan azythromycin juga dapat

dianggap sebagai terapi alternatif. Pasien AIDS memerlukan pengobatan

pemeliharaan jangka panjang.7 Alternatif lain pengobatan toksoplasmosis

okular, yaitu diberikan clindamycin, 300 mg empat kali sehari, ditambah

15
trisulfapyrimidine, 0,5-1 g empat kali sehari. Clindamycin menimbulkan

kolitis pseudomembranosa pada 10-15% pasien. Antibiotik lain yang juga

efektif untuk toksoplasmosis okular, antara lain: spiramycin dan

minocycline. Neovaskularisasi subretina dapat diatasi dengan

fotokoagulasi laser argon atau terapi fotodinamik dengan verteporfin.5

Tabel 2.1 Terapi Standar untuk Toksoplasmosis Okular: Obat dan Dosis

Pyrimethamine 75- 100 mg dosis awal (2 hari)

25-50 mg per hari sampai lesi sembuh (biasanya 4- 6

minggu)

Sulfadiazine 2.0-4.0 g dosis awal (2 hari)

0.5-1.0 g qid sampai lesi sembuh (biasanya 4- 6

minggu)

Asam Folat 5 mg 3 kali seminggu selama terapi pyrimethamine

Prednisone 0.5-1 mg/kg per hari selama 3-6 minggu (dimulai pada

hari ketiga)

Tapper off sesuai respon klinis; hindari penggunaan

pada pasien immunocompromised; hitung sel darah

putih dan platelet setiap minggu.

(AAO, 2012).

Pada anak-anak, jika tidak diobati 85 % dari anak-anak dengan gejala

subklinis akan menunjukkan tanda-tanda gangguan tumbuh kembang.

Transmisi dan tingkat keparahan infeksi pada anak dapat diantisipasi

dengan memberikan perawatan kepada ibu selama hamil. Pengobatan pada

16
anak-anak dengan infeksi kongenital dapat mengubah perjalanan penyakit,

meskipun kekambuhan dari posterior uveitis masih bisa terjadi pada anak-

anak yang diobati.8

2.3.8 Komplikasi

Glaukoma sekunder dapat terjadi. Pembengkakan (edema) di daerah

pusat retina (makula) bersamaan dengan perdarahan retina dapat

menyebabkan kerusakan retina. Virus yang mungkin menjadi sumber

penyakit yang mungkin menjadi resisten terhadap obat antivirus.

Sementara kortikosteroid mungkin diperlukan untuk menekan mata dan

respon inflamasi dan melindungi penglihatan, tetapi obat ini juga dapat

menyebabkan wabah tertentu yang dapat mengakibatkan posterior uveitis

infeksi.9

2.3.9 Prognosis

Kerusakan permanen dapat terjadi secara signifikan jika rekurensi terus

menerus. posterior uveitis juga menyebabkan kebutaan.9

17
BAB III

KESIMPULAN

Korioretinitis bila sel radang koroid masuk kedalam retina, maka retina

akan pucat. Pembuluh darah retina akan terbungkus sel radang yang akan

mengakibatkan warna pembuluh darah ini tidak cerah lagi.

Bila peradangan korioretinitis terjadi dibagian perifer, maka tidak akan

banyak mengganggu pada tajam penglihatan. Biasanya disebabkan infeksi lues

dan TBC selain daripada reuma dan infeksi local lainnya.

Bila peradangan mengenai daerah macula lutea, maka penglihatan akan

cepat menurun tanpa terlihat tanda kelainan dari luar. Biasanya disebabkan infeksi

kongeital akibat toksoplasmosis.

Pengobatan korioretinitis selain daripada mencari penyebab juga diberikan

steroid.

18
Daftar Pustaka

1. Vaughan DG, Taylor Asbury, dan Paul Riordan-Eva. 1996. Oftalmologi Umum
Edisi Ke-14. Jakarta: Penerbit Widya Medika
2. Ilyas,Sidarta, 2009. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : FK UI
3. Riordan-Eva, Paul, 2000, Anatomi dan Embriologi Mata dalam
Oftalmologi Umum, Edisi Keempatbelas, Widya Medika: Jakarta. 7-9
4. Hodge, William G., 2000, Traktus Uvealis dan Sklera dalam Oftalmologi
Umum, Edisi Keempatbelas, Widya Medika: Jakarta. 160-164
5. E. Lang ,Gabriele dan Gerhard K. Lang, 2007, Uveal Tract
(Vascular Pigmented Layer) dalam Opthalmologhy – A Pocket Textbook
Atlas, Edisi Kedua, Thieme: Stuttgart - New York. 205-209
6. http://www.afv.org.hk/uveitis_e.htm Department of Ophthalmology and
Visual Sciences, The Chinese University of Hong Kong, Sept 2002

19

Anda mungkin juga menyukai