Anda di halaman 1dari 14

I.

PENDAHULUAN

Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV) adalah kelainan okuler


kongenital yang disebabkan oleh kegagalan regresi vitreus primer dan sistem vaskular
hialoid. Kelainan ini bersifat unilateral dan biasanya tidak berhubungan dengan kelainan
sistemik. (1,2)
PHPV ditemukan pada anak baru lahir, dengan kondisi kesehatan yang baik tanpa
adanya riwayat kelahiran prematur. Kelainan okuler yang timbul pada pasien PHPV
dapat mengenai segmen anterior sampai ke segmen posterior. Gejala klinis yang kita
temukan pada segmen anterior dapat berupa penurunan visus, mikrotalmus, leukokoria,
katarak, kamera okuli anterior yang dangkal, pemanjangan prosesus siliaris, adanya
membran fibrovaskular retrolental, perdarahan intra lentikular, dilatasi pembuluh darah
iris, glaukoma, strabismus, ektropion uvea dan koloboma iris. Jika mengenai segmen
posterior dapat menimbulkan kelainan seperti hipoplasi nervus optikus, hipoplasi makula,
ablasio retina dan strabismus. (2,3)
Diagnosa PHPV anterior dapat ditegakan jika tidak terdapat kekeruhan pada
media anterior. Sedangkan pada PHPV posterior diperlukan pemeriksaan tambahan untuk
melihat adanya kelainan pada segmen posterior. Pemeriksaan yang diperlukan untuk
menegakan diagnosa PHPV adalah pemeriksaan slit lamp, oftalmoskop direct dan
indirect, dopler ultra sound, rontgen foto orbita, USG, CT scan dan MRI. (4,5,6)
Diagnosa banding PHPV ini adalah retinoblastoma, Coats disease, retinopathy of
prematurity, toksoplasma okuler, pars planitis, familial exudative vitreoretinopathy, dan
X-linked retinoschisis. Sedangkan komplikasi yang mungkin timbul adalah glaukoma,
perdarahan intra okuler, ablasio retina dan ptisis bulbi. (8,9,10)
Penatalaksanaan PHPV dapat dilakukan secara konservatif dan operasi. Tujuan
terapi pada pasien PHPV ini adalah menyelamatkan mata dari komplikasi yang mungkin
timbul, merubah white pupil menjad black pupil pada pasien sehingga mata mereka
terlihat seperti normal dan untuk rehabilitasi visus. (7)
Prognosis baik pada pasien PHPV jika ditemukan mikrotalmik ringan dengan
kelainan segmen anterior yang telah dikoreksi tanpa disertai adanya kelainan pada
segmen posterior. (8,11)

1
II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Persistent hiperplastic primary vitreous (PHPV) merupakan malformasi okular


kongenital yang dapat mengenai segmen anterior sampai ke segmen posterior. Nama lain
dari PHPV ini adalah persistent Fetal vasculature (PFV), persistent tunica vasculosa
lentis, persistent posterior fetal fibrovascular sheath of the lens, congenital retinal
septum, ablasio falciformis congenital. (2,7,12,13)

2.1.Patofisiologi
PHPV disebabkan oleh kegagalan regresi vitreus primer dan sistem vaskular
hialoid pada masa embrio. Namun penyebab kegagalan regresi ini belum diketahui
secara pasti. (3,14)
Secara embriologi perkembangan vitreus dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu :
1. Vitreus primer
Vitreus primer ini dibentuk bulan pertama kehamilan di dalam ruangan yang
terletak antara lensa dan retina, terdiri dari sel mesenkhim, komponen vaskuler
dan fibrilar meshwork. Selama dalam kandungan lensa primitif dan vitreus
menerima darah dari arteri hyaloid yang merupakan pembuluh darah utama yang
mensuplai bagian sentral vitreus primer. Pembuluh darah ini merupakan cabang
dari arteri oftalmika. Disamping itu juga terdapat 2 cabang lain dari arteri
oftalmika setelah memasuki fissura koroidal yaitu vasa hyaloidea propria yang
mendarahi bagian perifer dari vitreus primer dan tunika vasculosa lentis yang
memberi perdarahan untuk iris dan lensa. Arteri hyaloid ini berinvolusi lebih dulu
yaitu pada bulan ke-7 diikuti oleh vasa hyaloidea propria dan tunika vasculosa
lentis setelah 8 bulan sejak pembentukan pertama. Regresi arteri hialoid dan
sistem vaskular embrionik vitreous (vasa hialodia propria) dan lensa (tunica
vaskulosa lentis) biasanya terjadi secara komplit sehingga tidak muncul PHPV,
akan tetapi apabila tidak terjadi kegagalan regresi secara kompit maka terjadilah
PHPV. (2,15,16)

2. vitreus sekunder

2
Dengan terbentuknya vitreus sekunder Vitreus primer menjadi atropi dan
meninggalkan sisa berupa cloquet`s canal dan kadang-kadang berupa papila
bergmeister pada bagian posterior dan mittendorf`s dot pada bagian anterior.
Vitreus skunder ini mulai terbentuk pada minggu ke-9 gestasi. Vitreus ini relatif
avaskuler dan aseluler. Apabila komponen-komponen vitreus ini menetap maka
terjadilah PHPV. (12,15,17)
3. vitreus tertier
Vitreus tertier ini mulai berkembang pada bulan ke-4 gestasi dan akan
membentuk zonula zinn yang akan menggantung lensa. (18)
Dikutip dari perpustakaan :

Gambar 1. Pasien PHPV dengan mikrotalmia

3
4
5
2.2.Gejala Klinis
Malformasi okular pada pasien PHPV dapat mengenai segmen anterior sampai ke
posterior. PHPV diklasifikasikan kedalam 3 tipe, yaitu : (1,7,15,19)
1. PHPV anterior
PHPV pertama kali diterangkan oleh Reese sebagai malformasi kongenital
bagian anterior vitreus primer yang seperti plak jaringan ikat. Jaringan ini melekat
pada kapsul posterior lensa. Pada sebagian besar kasus PHPV ditemukan
fibrovascular plaque di ruang retrolental yang meluas ke lateral menuju prosesus
siliaris diikuti oleh fibrovascular stalk yang meluas dari kapsul posterior lensa ke
papila nervus optikus
Nama lain dari PHPV anterior ini adalah persistent tunica vasculosa
lentis, atau anterior hyperplastic primary vitreous. Pada PHPV anterior murni
tidak ditemukan adanya kelainan pada polus posterior retina, abnormalitas nervus
optikus dan makula. Sebagian besar pasien dengan PHPV anterior murni akan
mengalami perbaikan visus apabila ditangani dengan tepat, tetapi pada kasus yang
berat akan menyebabkan kebutaan. Kelainan ini ditandai dengan leukokoria
(pupil putih) pada awal kehidupannya. Pupil putih disebabkan juga oleh
membrana retrolental, membran fibrovaskular atau lensa katarak.Mikrokornea
yang ditemukan pada PHPV menunjukkan bahwa terdapat mikroftalmia pada
sebagian besar kasus.
Kamera okuli anterior pada pasien PHPV sering dangkal karena tidak
sempurnanya perkembangan sudut kamera okuli anterior sehingga bisa
menyebabkan glaukoma sudut tertutup sekunder. Dilatasi dari pembuluh darah
iris bisa juga dijumpai. Font dkk mendapatkan plak retrolental berupa jaringan
lemak, jaringan otot dan kartilago yang diperkirakan berasal dari metaplasma
elemen mesenkim vitreus primer.

6
Kekeruhan lensa sering terdapat pada kelainan ini. Mula-mula lensa
mungkin normal kemudian mulai membesar (swelling) sehingga bisa
menimbulkan glaukoma. Kadang lensa tidak ditemukan karena digantikan oleh
tulang atau jaringan lemak. Pada beberapa kasus dengan katarak kortikalis dan
nuklearis terjadi penyerapan secara spontan.
Prosesus siliaris dapat mengalami pemanjangan/elongasi sehingga tertarik
kearah membran fibrovaskular yang merupakan tanda patognomonis dari PHPV.
Apabila membran fibrovascular ini meluas kearah lensa bisa terjadi perdarahan
intralentikular karena adanya tear pada kapsul posterior lensa.

2. PHPV posterior
PHPV posterior jarang terjadi, dimana jaringan ikat opak timbul dari
bergmeister’s papilla dan pembuluh darah hialoid yang persisten. PHPV posterior
ini disebut juga posterior hyperplastic primary vitreous terutama ditandai oleh
lipatan retina pada 70% kasus. PHPV posterior bisa berhubungan dengan PHPV
anterior (kombinasi) tapi bisa juga murni tanpa kelainan pada segmen anterior.
Pada PHPV posterior sering ditemukan suatu membran bertangkai
(fibrovaskuler stalk) yang menghubungkan papila nervus optikus dengan
membran di retrolental. Kadang-kadang membran bertangkai ini berhubungan
juga dengan lipatan retina terutama pada kuadran inferior. Pasien dengan ablasio
retina traksional karena kontraksi membran retrolental pada vitreous dan retina
bagian perifer. Visus pada PHPV posterior ini tidak terganggu bila hanya terdapat
sisa arteri hyaloid ringan tetapi bila ditemukan bnormalitas makula berupa
hipoplastik, hipopigmentasi atau makulopati pigmen visus akan memburuk.
3. Kombinasi
Merupakan Kombinasi antara PHPV anterior dan posterior.

2.3.Pemeriksaan
Beberapa pemeriksaan diperlukan dalam menegakan diagnosis PHPV. PHPV
anterior bisa ditegakkan bila tidak terdapat kekeruhan pada media anterior terutama bila
pupil dilebarkan. PHPV posterior memerlukan pemeriksaan tambahan untuk melihat

7
kelainan yang ada pada segmen posterior. Pemeriksaan yang diperlukn untuk melihat
kelainan pada segmen anterior dan posterior adalah : (4,5,6,7)
1. Pemeriksaan slit lamp
Untuk melihat kelainan pada segmen anterior
2. Oftalmoskopi indirek
Untuk melihat kelainan pada segmen posterior
Pemeriksaan pada funduskopi ini kadang disertai pemeriksaan FFA dengan
gambaran leakage fluorescein.
3. Dopler ultra sound
Untuk mengidentifikasi adanya arteri hyaloid dengan mengukur kecepatan aliran
darah didalamnya antara 0,01-0.02 M/sec
4. Rontgen foto orbita
terutama digunakan untuk membedakan dari retinoblastoma dengan terlihatnya
kalsifikasi
5. Ultrasonography
Dengan B scan USG dapat ditemukan tangkai fibrovascular stalk yang
membentang dari polus posterior ke lensa, USG bisa juga melihat adanya
mikroftalmia, ablasio retina dan penipisan lensa.
6. CT Scanning
CT scan bisa melihat membran ataupun plak fibrovaskular pada PHPV. Alat ini
terutama digunakan untuk PHPV bilateral. Adakalanya penambahan dengan zat
kontras memperlihatkan hipervaskularisasi vitreus sehingga sering diragukan
dengan retinoblastoma. Kalsifikasi pada CT merupakan tanda penting untuk
membedakan ke-2nya

7. MRI
Kelainan morfologi pada PHPV lebih jelas dengan MRI terutama untuk
membedakan PHPV dengan retinoblastoma tanpa kalsifikasi.

2.4.Diagnosis Banding

8
Anak dengan leukokoria atau pupil putih dapat didiagnosis banding dengan PHPV.
Disamping itu ada bebe rapa kelainan lain yang sering diragukan dengan PHPV antara
lain : (8,19,20,21)
1. Retinoblastoma
Kelainan ini tanpa mikroftalmus. Howard dan Ellsworth dalam 500 pasien suspek
retinoblastoma yang mereka periksa menunjukkan bahwa 53% diantaranya bukan
retinoblastoma setelah diperiksa lebig lanjut. Diantara 53% ini 27 orang
diantaranya merupakan PHPV.
2. Retinopathy of prematurity
Sering diragukan dengan PHPV terutama pada kasus yang mulai berkembang
kearah ablasio retina total. untuk itu perlu ditanyakan riwayat prematuritas pada
pasien atau penggunaan oksigen tekanan tinggi dalam waktu lama
3. coats disease
Untuk membedakannya dianjurkan pemeriksaan analisa cairan subretinal. Pada
coats disease akan ditemukan eksudat lemak, ghost cell dan kristal kolesterol.
4. Toksoplasma okular
Dibedakan dengan pemeriksaan serologi.
5. Pars planitis.
Biasanya unilateral terutama mengenai laki-laki. Pars planitis merupakan uveitis
intermedia yang paling sering ditemukan.
6. Familial exudative vitreoretinopathy berupa kelainan bilateral pada pemeriksan
ditemukannya eksudasi lipi.
7. X-linked retinoschisis
X-linked retinoschisis hanya mengenai laki-laki, mempunyai riwayat keluarga,
foveal schisis.
.
2.5.Terapi
Penatalaksanaan PHPV meliputi observasi dan operasi. Intervensi berupa operasi
bertujuan untuk perbaikan visus dan mencegah komplikasi PHPV seperti glaukoma,
phtisis bulbi, perdarahan intra okuler. Pada beberapa pasien PHPV dengan kelainan
segmen posterior seperti hipoplasi makula maka perbaikan visus tidak akan terjadi.

9
Beberapa ahli menetapkan tujuan terapi PHPV yaitu: (3,7,9)
1. Menyelamatkan mata dari kemungkinan komplikasi PHPV yang tidak bisa
diterapi seperti phthisis
2. Merubah white pupil menjadi black pupil pada pasien sehingga mata mereka
terlihat seperti normal. Tindakan yang dilakukan bisa berupa pengangkatan lensa
katarak dan membranaektomi sehingga dihasilkan normal pupil
3. Rehabilitasi visus
Pada pasien dengan normal pada struktur bola mata setelah lensektomi ataupun
membranaektomi harus menjalani rehabilitasi visus seperti pemakaian lensa
kontak dan terapi ambliopia.
Terapi yang diberikan pada pasien berupa : (1,3,7.15)
1. konservatif
PHPV derajat ringan yang ditandai adanya mittendorf dot dan Bergmeister`s
papilla tidak membutuhkan intervensi operasi.
Tindakan yang dilakukan adalah observasi. Tasman W dkk melakukan observasi
terhadap 14 mata yang tidak dilakukan operasi selama 9 tahun memperlihatkan
bahwa penyakit ini tidak menunjukkan progresifitas yang nyata Pasien dengan
mikroftalmia hebat dan PHPV posterior lanjut seperti ditemukannya hypoplasia,
dysplasia makula dianjurkan untuk diobservasi saja.
2. Operatif
Terdapat 2 tujuan utama tindakan operasi yaitu perbaikan visus dan mencegah
komplikasi PHPV. Sedangkan indikasi operasi adalah kekeruhan media,
traksional vitreoretinal dan ablasio retina. Tindakan operatif yang bisa dilakukan
adalah lensektomi dan pengangkatan membran fibrovaskular retrolental untuk
perbaikan visus dan mencegah terjadinya glaukoma sudut tertutup sekunder.
Reese sejak tahun 1955 menganjurkan operasi pada pasien dengan PHPV untuk
menghindari komplikasi yang ada seperti glaukoma, perdarahan intraokuler,
ablasio retina dan phthisis bulbi. Operasi yang dilakukan bermacam-macam
tergantung kelainan yang akan diatasi. Reese melakukan needling, aspirasi lensa
diikuti disisio membran. Mittra dkk melakukan lensektomi yang dikombinasi
dengan vitrektomi pada 14 pasien diikuti dengan rehabilitasi visus dan terapi

10
ambliopia. Follow up pasien setelah 5 tahun didapatkan 71 % pasien mencapai
visus 20/300. Pada pasien dengan pengangkatan lensa harus dilakukan koreksi
refraksi maksimal untuk menghindari terjadinya ambliopia refraktif.
Spaulding dan Naunmann melaporkan pasien dengan PHPV yang dienukleasi
karena keluhan nyeri yang hebat.
Pada tahun 1976 Peyman melakukan vitrektomi pars plana pada pasien PHPV
untuk mencegah perdarahan ke dalam lensa dan vitreus. Tindakan ini
menunjukkan hasil yang memuaskan.
Beberapa ahli menganjurkan limbal approach diikuti pemotongan membran
dengan menggunakan vitreus suction-cutting untuk terapi PHPV dengan alasan
mata pasien PHPV biasanya kecil (mikroftalmus), pars plana sempit dan insersi
retina lebih ke anterior sehingga pars plana approach akan beresiko merusak
retina.
Li-Sheng Cheng melaporkan 7 pasien dengan PHPV yang diterapi dengan aspirasi
lensa pada 3 mata, 1 mata dengan vitrektomi, dan gabungan lensektomi dan
vitrektomi pada 3 mata. Hasil akhir menunjukkan visus yang bervariasi mulai dari
persepsi cahaya sampai 20/70 pada snellen chart. Pada pasien PHPV dengan
katarak dengan membran retrolental tindakan operasi bisa berupa lensektomi
diikuti pembuangan fibrovasvular plaque maupun membran melalui vitrektomi
dengan pars plana approach ataupun limbus approach

2.6.Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit ini adalah : Glaukoma, perdarahan
intraokuler, ablasio retina dan phthisis bulbi. komplikasi ini bisa ditemukan karena
perjalanan penyakit, selama tindakan operasi dan post operasi. (1,3,9)

2.7.Prognosis
Prognosis ditentukan oleh mikroftalmus dan adanya keterlibatan polus posterior.
Prognosis PHPV dinilai dari perbaikan visus. Pada pasien tanpa mikroftalmus atau
mikroftalmus ringan dengan kelainan segmen anterior yang telah dikoreksi, tanpa disertai
kelainan pada segmen posterior prognosisnya baik.LI-Sheng Cheng dkk melaporkan 5

11
dari pasien mereka mengalami perbaikan visus yang signifikan. Pada pasien ini dilakukan
seleksi preoperatif yang ketat. Pasien yang dianjurkan untuk operasi adalah pasien PHPV
tanpa keterlibatan makula. Tindakan operasi yang bertujuan untuk perbaikan visus berupa
penanaman IOL sesudah dilakukan aspirasi lensa. Post operasi pasien di pantau dengan
teratur diikuti dengan terapi ambliopia berupa oklusi. (15,22)
Untuk keberhasilan terapi pada pasien PHPV orang tua memegang peranan yang
sangat penting. Perlu diterangkan secara terperinci bahwa operasi hanyalah tahap pertama
dari program perbaikan visus. Tahap berikutnya memerlukan follow up rutin yang sangat
lama. Koreksi refraksi post operasi dengan menggunakan lensa kontak akan diganti
secara teratur sesuai dengan perkembangan visus anak. (22)

DAFTAR PUSTAKA

1. Meiyer P and Wiedemann P. Surgical Aspects of Vitreoretinal Disease in Children in Retina. Fourth ed. Ch
145.baltimore. 2006 :247-249.
2. American Academy Ophthalmology. Ophthalmology and intraocular tumors . Section 4. San Fransisco 2008-
2009: 124-125.

12
3. Blaikie A. Persistent hyperplastic Primary Vitreous di akses dari http://www.viscotland.com Akses terakhir
6/10/2009.
4. Mihmanli I, Kantarci F, Albayram MS et al. Persistent hyperplastic Primary Vitreous and von Hippel-Lindau
disease. di akses dari http://www.emedicine.com Akses terakhir 6/10/2009.
5. Slovis TL, Baker JD and Becker C. Imaging Approach to the With leukocoriin in Pediatric Ophthalmology.
Missouri. 1993 : 280-281.
6. Helveston Em and Ellis FD. The Retina in Pediatric Ophthalmology Practice. Toronto 1984 : 220
7. Pollard, ZF. Persistent hyperplastic Primary Vitreous Diagnosis, Treatment and Result. TR. Am
Ophthalmology. VolXCV. 1997 : 487-545
8. American Academy Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Section 6. San Fransisco.
2008-2009: 290-29, 323-333.
9. Lambert SR. Cataract and Persistent hyperplastic Primary Vitreous In Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. Taylor D, etc editor. Elsevier Saunders. Edinburg. 2005. Ch 47 : 441-455.
10. Balakrishnan V and Chia AW. Congnital Cataract in Pediatric Ophthalmology An Asian Perspective
Congenital. Toronto. 2005 : 699-704.
11. Wright KW, Kolin T and Matsumoto E. Lens Abnormalities in Pediatric Ophthalmology and Strabismus.
London 1999 : 367-373.
12. Sebag J. Vitreous Pathology . In Duanes`s Clinical Ophthalmology Vol. 3. Chapter 39 .Lippincot Raven
Publ. Philadelphia 1997 : 1-2.
13. Benson WE, Tasman W, Vander et al. Disease of the Retina and Viterous in Harley’s Pediatric
Ophthalmology. Fifth ed. Philadelphia 2005 : 328-334.
14. Nelson LB. Congenital and Developmental Catarat. In Duanes`s Clinical Ophthalmology Vol. 1. Chapter 74
Tasman W, Jaeger EA.Lippincot Raven Publ. Philadelphia 1997 : 3-4
15. American Academy Ophthalmology. Retina and Vitreous. BCSC section 12. San Fransisco. 2008-2009 :
303-308
16. Robert A, Petersen and William P. Pediatric Ophthalmology in Manual of Ocular Diagnosis and Therapy.
Fifth ed. Philadelphia 1995 : 286-287.
17. Fredrick DR. Special Subjects of Pediatric Interest in Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology.
Toronto. Seventeenth ed. California 2008 : 351-355.
18. Sahel JA etc. Pathology of the Retina and Vitreous. In Principle and Practice of Ophthalmology Volune 4.
Albert Dm, Jacobiec FA editor. WB Saunder Company. 1994: 2242-2243
19. Sarin LK and Shield JA. Differential Diagnosis of Leukocoria. In Pediatric Ophthalmology London 1988 :
816-823.
20. American Academy Ophthalmology. Fundamentals and Principles of Ophthalmology. BCSC section 2. San
Fransisco. 2008-2009 :175,
21. Kanski JJ. Retinal and Optic Nerve head Tumours. In: Clinical Ophthalmology. Philadelphia 2003 : 334 –
341.
22. Li-Sheng Cheng, etc. Surgical Result of Persistent fetal vasculature. Chang Gung Med Journal, Vol. 27 No. 8
August 2004. :602-607

Tinjauan Pustaka Rencana dibacakan :


Kamis / 29 Oktober 2009
Jam : 08.00 Wib

13
PERSISTENT HYPERPLASTIC
PRIMARY VITREOUS

ZULMAINI
KEMALA SAYUTI

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND
PADANG
2009

14

Anda mungkin juga menyukai