Anda di halaman 1dari 27

Tinjauan Kepustakaan Dibacakan pada:

Diagnosis dan Tatalaksana Persistent


Fetal Vasculature

Oleh:

dr. Anugrah H. Masloman

Pembimbing: dr. Anne M. S. Umboh, Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI


MANADO

2023
BAB I
PENDAHULUAN

Persistent fetal vasculature (PFV) (sebelumnya dikenal sebagai persistent


hyperplastic primary vitreous) adalah kelainan perkembangan mata dengan
kegagalan regresi pada kompleks hialoid janin, seringkali dengan tangkai
fibrovaskular dari saraf optik ke lensa dan segmen anterior. Mungkin hanya muncul
dengan temuan anterior atau posterior. Biasanya terdapat membran di belakang lensa
yang menempatkan traksi ke dalam pada prosesus siliaris yang memanjang. Membran
dan lensa dapat berotasi ke anterior, menyebabkan ruang anterior menjadi dangkal
dan mengakibatkan glaukoma sekunder.1
Pasien PFV paling sering datang secara unilateral dengan refleks pupil putih
dan mikrofthalmia tanpa temuan sistemik terkait. 2 Heterogenitas penyakit ini
membuat diagnosis menjadi sulit. PFV memiliki spektrum klinis yang beragam
tergantung pada lokasi sisa pembuluh darah yang bertahan. Kebanyakan pasien PFV
bersifat unilateral, dan kurang dari 10% kasus mengalami keterlibatan bilateral. Pada
kasus bilateral, kombinasi PFV merupakan tipe utama yang ditemukan, dan pasien ini
cenderung memiliki keterlibatan retina yang lebih parah dibandingkan kasus
unilateral. Meskipun PFV telah diselidiki dan dideskripsikan selama beberapa
dekade, pemahaman kita tentang patofisiologi/patogenesis PFV, serta modalitas
diagnostik dan pengobatan untuk PFV telah berkembang seiring berjalannya waktu,
dan perbaikan ini telah meningkatkan keakuratan diagnosis, pengobatan, dan hasil
akhir pasien. Indikasi untuk dilakukannya intervensi terutama tergantung pada
keterlibatan patologis pada masing-masing pasien. Oleh karena itu, sebelum
memutuskan pengobatan, pemeriksaan mata lengkap harus dilakukan. Tujuan
pengobatan PFV meliputi (1) peningkatan penglihatan melalui mitigasi pada
gangguan visual axis; (2) pengurangan komplikasi terkait, seperti ablasio retina dan
glaukoma; (3) pembentukan bola mata dalam kasus-kasus lanjut; dan, (4) penampilan
kosmetik yang lebih baik.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Persistent fetal vasculature (PFV) adalah anomali kongenital yang terjadi
ketika pembuluh darah yang ada selama perkembangan janin gagal mengalami
regresi. Pembuluh darah janin terdiri dari dua jalinan pembuluh darah antara lain : (1)
tunika vasculosa lentis dan (2) sistem hialoid atau vitreous primer. Oleh karena itu,
PFV dapat disubkategorikan menjadi sindrom PFV anterior atau posterior,
bergantung pada apakah persistensi pada tunika vasculosa lentis atau sistem hialoid
yang mendominasi. Dalam beberapa kasus, kombinasi gambaran PFV anterior dan
posterior dapat muncul. Sebagian besar kasus PFV bersifat unilateral, idiopatik, dan
tidak dapat diwariskan.4

2.2 Epidemiologi
Persistent fetal vasculature (PFV) adalah kelainan vitreoretinal langka yang
menyebabkan 5% kebutaan. PFV bilateral jarang terjadi dan sporadis dibandingkan
dengan PFV unilateral. Namun, ini adalah sifat autosomal dominan atau resesif yang
mungkin diturunkan. Khususnya, 95% kasus PFV terkena dampaknya secara
unilateral. Meskipun jarang, kasus bilateral telah dilaporkan dan biasanya
berhubungan dengan sindrom kongenital, seperti trisomi 13, trisomi 15, sindrom
Aicardi, penyakit Norrie, sindrom Walker–Warburg, dan sindrom osteoporosis–
pseudoglioma (OPPG).5,6

2.3 Etiologi
Penyebab dari kegagalan regresi arteri hyaloidea belum diketahui dengan
jelas. Persistent fetal vasculature dapat diturunkan baik autosomal dominan maupun
resesif.7 Mayoritas kasus PFV terjadi secara sporadis; namun, beberapa pola
pewarisan lain juga telah dilaporkan, seperti bentuk resesif autosomal pada kasus
mutasi gen ATOH7 pada kromosom 10q21.3. Mutasi gen NDP dan gen COX15 pada
kromosom 10 juga dilaporkan pada kasus PFV bilateral. Selain gen yang disebutkan
di atas, gen ZNF408, yang sebelumnya ditemukan pada retinitis pigmentosa resesif
autosomal dan autosomal dominant familial exudative vitreoretinopathy (ADFEVR),
juga dijelaskan dalam kasus PFV dengan mikrokornea, megalolenticonus posterior,
persistent fetal vasculature, dan sindrom coloboma (sindrom MPPC). FZD4 (Frizzled
class receptor 4), yang merupakan gen yang terkait dengan familial exudative
vitreoretinopathy (FEVR), juga ditemukan berhubungan dengan beberapa kasus PFV.
Namun, pada kasus PFV bilateral dengan kelainan kardiovaskular dan sistem saraf
pusat, Trisomi 13 (sindrom Patau) harus dicurigai dan disingkirkan. Konsultasi
dengan ahli genetika mata dianjurkan pada kasus PFV bilateral untuk menyingkirkan
hubungan antara mata atau sistemik lainnya, serta untuk konseling genetik
sehubungan dengan keturunan di masa depan pada pasien yang kompleks.3

2.4 Klasifikasi
PFV diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan kelainan anatominya
yaitu anterior, posterior, atau kombinasi keduanya. Bentuk kombinasi keduanya lebih
sering terjadi. Bentuk anterior memiliki ciri kekeruhan retrolental, prosesus siliaris
memanjang, atau lensa katarak. Tipe ini mempunyai ciri utama vasculosa lentis
tunika anterior persisten atau komponen hialoid posterior yang tidak terlalu banyak.
Bentuk posterior memiliki membran vitreus atau tangkai saraf optik yang meninggi,
lipatan retina atau displasia retina, ablasio retina, hipoplasia saraf optik, mikroftalmus
(mungkin ada atau tidak), dan tangkai vitreus (vitreous stalk). Tangkainya dapat
masuk ke lensa anterior baik secara sentral, melibatkan visual axis atau secara
eksentrik, sehingga tidak mengenai visual axis lensa. Jika tangkainya eksentrik, tidak
ada perubahan ketajaman penglihatan pada anak yang masih sangat kecil, namun
dapat terjadi strabismus. Jika terdapat kekeruhan visual axis, masalahnya biasanya
ditemukan pada pemeriksaan bayi baru lahir. Anak dengan tangkai yang eksentrik
terhadap visual axis sering mengalami strabismus di kemudian hari, pada usia 9
hingga 10 bulan. Pembuluh darah retina intrinsik dapat ditarik ke jaringan tangkai dan
kadang-kadang dapat ditarik satu hingga dua pertiga panjang tangkai ke arah lensa.
Hal ini dapat menyebabkan lubang pada retina atau pendarahan, yang diikuti dengan
kejadian iskemik retina. Tipe ini mempunyai ciri utama arteri hialoid posterior
persisten yang tidak terlalu banyak atau sedikit tunika vasculosa lentis anterior. Tipe
gabungan memiliki ciri-ciri PFV anterior dan posterior. Hal ini terjadi bila terdapat
tunika vasculosa lentis dan sistem hialoid.4,8

2.5 Patogenesis
Pembuluh darah janin terdiri dari dua bagian: tunika vasculosa lentis dan
arteri hialoid. Tunica vasculosa lentis terletak di anterior mengelilingi lensa. Memiliki
bagian anterior dan posterior. Bagian anterior memiliki keterikatan tambahan pada
pupillary frill pada iris. Bagian posterior mempunyai perlekatan tambahan pada
proses siliaris dan berlanjut dengan arteri hialoid di posterior. Arteri hialoid terletak
posterior di belakang lensa, disebut juga vitreus primer. Pembuluh hialoid
memanjang dari permukaan posterior lensa hingga diskus. Pembuluh darah mengisi
rongga vitreus dan memiliki banyak perlekatan pada permukaan retina. Selama
perkembangan, aliran darah ke mata melalui arteri hialoid. Pada tahap 240 mm (bulan
ketujuh), aliran darah di arteri hialoid terhenti. Regresi vaskular hialoid terjadi dengan
cara berikut: lensa yang sedang berkembang memisahkan pembuluh darah janin dari
vascular endothelial growth factor (VEGF), yang menginduksi apoptosis (Gambar
1).8
Anastomosis pembuluh darah di bagian belakang lensa yang sedang
berkembang, yang disebut tunika posterior vasculosa lentis, memulai dan memberi
nutrisi pada lensa selama tahap perkembangannya. Pada trimester kedua kehamilan,
vitreous sekunder mulai terbentuk di tempat vitreous primer. Kemudian, regresi arteri
hialoid diikuti oleh vasa hyaloidal propria, iridohyaloid, dan tunika vasculosa lentis
terjadi melalui apoptosis atau aktivasi makrofag. Mekanisme ini mengarah pada
pembentukan normal struktur mata lainnya. Kegagalan regresi pembuluh darah ini
menyebabkan spektrum klinis PFV. Sejumlah mekanisme telah diusulkan untuk
mempengaruhi regresi pembuluh darah dengan bantuan gen dan faktor pertumbuhan.
Beberapa penelitian pada hewan baru-baru ini melaporkan keterlibatan berbagai jalur
sinyal dalam patogenesis PFV, termasuk protooncogene ski, p53, gen penekan tumor
Arf, ephrin-B2, LRP5, ang-2, Bax dan Bak, FZD4, dan ephrin-A5. Kelainan reseptor
neogenin, suatu reseptor transmembran yang merupakan bagian dari neurogenesis
normal, dapat menyebabkan temuan patologis yang sama seperti yang ditemukan
pada PFV, seperti peningkatan massa retrolental, fisura retina yang tidak tertutup
pada embrio, dan mikroftalmia. Namun, peran dari jalur pensinyalan ini relatif
terhadap pembentukan PFV belum ditentukan.3

Gambar 1 Proses terjadinya PFV.8


2.6 Diagnosa
2.6.1 Manifestasi Klinis
Presentasi PFV sangat bervariasi. Masing-masing kelainan anatomi dikaitkan
dengan persistensi sebagian atau seluruh pembuluh darah janin dan dengan demikian
dapat dianggap sebagai limited expression dari sindrom PFV lengkap.5
 Persistent fetal vasculature anterior
o Leukokoria
Leukocoria adalah salah satu gejala yang paling sering
dilaporkan oleh orang tua yang memiliki anak dengan PFV. Pupil
“putih” terutama disebabkan oleh membran retrolental. Dalam
kebanyakan kasus, membran fibrosa retrolental menempel pada kapsul
lensa posterior, menyebabkan munculnya katarak. Terkadang, kapsul
lensa posterior pecah dan menyebabkan kekeruhan lensa, yang
disebabkan oleh traksi arteri hialoid yang persisten.5
o Pembuluh darah iridohyaloid
Pembuluh darah iridohyaloid disebabkan oleh kegagalan
regresi TVL anterior. Pembuluh darah ini menyebabkan munculnya
pembuluh darah radial yang terletak di permukaan iris dan/atau
hairpin loops pada collarette. Dalam beberapa kasus, malformasi
jaringan ikat limbal juga dapat dideteksi pada meridian yang sama.
Ketajaman penglihatan biasanya tidak terpengaruh.5
o Membran pupil persisten
Lingkaran dan untaian sisa TVL anterior, yang merupakan
suplai darah selama perkembangan lensa pada janin. Sisa-sisa kapiler
dapat bertahan sebagai untaian kecil yang menempel pada collarette of
the iris, atau lesi seperti membran yang terletak di area pupil, sehingga
disebut membran pupil persisten (Gambar 2). Dalam beberapa kasus,
katarak kongenital atau jaringan fibrosa retrolental dapat ditemukan
pada mata yang sama, yang sangat membantu dalam memastikan
diagnosis PFV. Pada pasien dengan membran pupil persisten parsial,
ketajaman penglihatan biasanya tidak terpengaruh. Kadang-kadang,
ketajaman penglihatan terganggu karena membran menjadi tebal atau
utuh, sehingga menyebabkan ambliopia deprivasi.5

Gambar 2 Membran pupil persisten.5

o Mittendorf dot
Mittendorf dot adalah titik putih yang terletak di kapsul lensa
posterior, merupakan sisa dari tempat anastomosis TVL dan arteri
hyaloid posterior. Biasanya sekitar 0,5 mm dari nasal ke polus
posterior. Karena titik kecil jarang mempengaruhi penglihatan, maka
pengobatan tidak diperlukan. Mitterndorf dot dapat ditemukan pada
0,7% hingga 2,0% populasi umum.5,8,9
o Membran retrolental
Membran retrolental, yang secara klasik disebut PHPV,
ditandai dengan membran fibrosa yang terletak di ruang retrolental.
Hal ini disebabkan oleh kegagalan regresi TVL posterior. Biasanya,
membran retrolental berwarna putih atau merah muda,
membedakannya dari eksudasi kuning yang ditemukan pada penyakit
Coats dan FEVR, atau snow-white kalsifikasi pada retinoblastoma.
Luas membran retrolental sangat bervariasi. Pada beberapa kasus,
ukurannya mungkin sekecil titik, atau pada kasus lain bisa menempati
seluruh permukaan posterior lensa. Lensa itu sendiri bervariasi dari
sangat jernih hingga terjadi kekeruhan parah. Prosesus siliaris yang
memanjang dapat ditemukan, dan hal ini disebabkan oleh proliferasi
dan traksi konsentris dari sisa TVL posterior (Gambar 3).5

Gambar 3 Seorang anak perempuan berusia 1,5 tahun dengan membran


fibrovaskular retrolentikular berwarna putih kekuningan di mata kanannya,
dan prosesus siliaris tertarik ke tengah dan memanjang.5

 Persistent fetal vasculature posterior


o Bergmeister Papilla
Selain kista vitreus yang tidak berpigmen, sisa pembuluh darah
hialoid dapat membentuk papilla Bergmeister, terlihat sebagai berkas
pada diskus optikus (Gambar 4).10 Papila Bergmeister bermanifestasi
sebagai lesi membranosa atau seperti pita pendek yang menempel pada
diskus optikus, yang merupakan regresi tidak lengkap pada bagian
posterior arteri hialoid. Papila Bergmeister sendiri tidak akan
mempengaruhi fungsi penglihatan, jika tidak menyebabkan traksi pada
makula.5,11

Gambar 4 Papila Bergmeister.10

o Lipatan Retina (Retinal Folds)


Dalam beberapa kasus, PFV juga disertai lipatan retina.
Berbeda dengan predisposisi temporal, lipatan retina yang
berhubungan dengan PFV dapat terjadi di kuadran mana pun, namun
tetap memiliki kecenderungan inferotemporal. Pada sebagian besar
pasien, terdapat bilik mata depan yang normal dan lensa jernih.
Namun, pada beberapa kasus lanjut, vitreus berproliferasi di sepanjang
kanal Cloquet, sehingga menyebabkan lipatan retina atau bahkan
ablasio retina traksi total (Gambar 5).5
Gambar 5 Lipatan retina. Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun dengan
retina inferotemporal di mata kanannya.5

 Persistent fetal vasculature gabungan


o Hyaloid stalk kongenital dan Tent-shaped ablasio retina
Cairan vitreus primer yang mengandung arteri hialoid terletak
di antara diskus optikus dan kapsul posterior lensa, dan berproliferasi
serta melekat pada retina, menyebabkan traksi parsial retina dan
kemudian menyebabkan tent-shaped ablasio retina. Kelainan makula
merupakan akibat sekunder dari tent-shaped ablasio retina atau ablasio
retina traksi lainnya. Kelainan saraf optik juga ditemukan pada anak-
anak dengan PFV gabungan. Pada beberapa anak yang terdiagnosis
sindrom Morning Glory, sisa-sisa PFV dapat diidentifikasi.5
o Mikroftalmia/phthisis bulbi dan buphthalmia
Biasanya, PFV disertai dengan terhentinya perkembangan bola
mata. Microphthalmia dan buphthalmia sekunder akibat glaukoma
adalah komplikasi parah dari PFV gabungan. Glaukoma sekunder
adalah salah satu penyebab paling umum kebutaan pada anak-anak
dengan PFV. Tanpa pengobatan, PFV gabungan dapat menyebabkan
kekeruhan pada kornea, dangkalnya bilik mata depan yang progresif,
perdarahan intraokular spontan, dan glaukoma sekunder. Komplikasi
ini biasanya terjadi secara tiba-tiba dalam 3 tahun pertama kehidupan.5

2.6.2 Pemeriksaan Penunjang


Instrumen yang lebih canggih telah dikembangkan yang dapat meningkatkan
diagnosis, tatalaksana dan prognosis PFV. 3
o Hand-held fundus photography dan Angiografi fluorescein intravena
Hand-held fundus photography dapat menunjukkan luas area
retina avaskular, dan dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan
untuk pengobatan dan perencanaan pengobatan yang lebih tepat. Foto-
foto ini juga bermanfaat bagi konseling keluarga, dan memiliki
manfaat komparatif selama follow-up. Fokus anterior dari hand-held
fundus photography dapat menguraikan kelainan sudut, yang dapat
berguna untuk penilaian risiko glaukoma selama follow-up jangka
panjang. Angiografi fluorescein dapat secara akurat menggambarkan
luas area avaskular, yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan
klinis atau foto fundus. Informasi yang diperoleh dapat bermanfaat
untuk fotokoagulasi laser. Lebih jauh lagi, penggunaan angiografi
fluorescein intravena dapat menentukan batas pembuluh darah paten di
dalam vascular stalk pada PFV posterior atau gabungan. Bukti ini
bermanfaat untuk diagnosis dan perencanaan pembedahan dengan
tujuan menghindari trauma retina selama operasi (Gambar 6).
Angiografi fluorescein juga dapat digunakan untuk menilai anatomi
foveal, yang merupakan faktor penting untuk prognosis visual pasca
operasi.3,12,13
Gambar 6 Foto angiografi fluorescein intravena pada pasien PFV posterior
menunjukkan patensi arteri hialoidal di dalam tangkai/stalk.3

o Ultra-wide field photography and ultra-wide field fluorescein


angiography
Ultra-wide field photography (UWFP) dapat menangkap retina
perifer hingga 200 derajat secara temporal dan nasal tanpa pelebaran
pupil, sehingga memudahkan penilaian retina perifer. Teknik
pencitraan ini sangat berguna pada pasien yang hanya dapat bersikap
kooperatif dalam waktu singkat, seperti anak-anak, karena teknik ini
memakan waktu lebih sedikit dibandingkan foto fundus konvensional.
Meskipun diagnosis PFV tidak bergantung pada retina perifer, manfaat
penilaian retina perifer adalah untuk diagnosis banding pada kasus
atipikal. Selain itu, ultra-wide field fluorescein angiography (UWFA)
dapat dilakukan dengan menggunakan fluorescein oral, yang
dilaporkan merupakan metode yang nyaman pada pasien anak.3,14
o Ultrasonografi
Ultrasonografi banyak digunakan dalam diagnosis PFV, karena
memberikan informasi mengenai panjang aksial, status lensa, dan
adanya tangkai vitreous dan ablasio retina ketika refleks fundus
terbatas atau tidak ada. Ultrasonografi mode A berguna untuk
mengetahui pemendekan panjang aksial. Ultrasonografi mode B
menunjukkan lesi khas pada kanal Cloquet antara kapsul posterior dan
diskus optikus. Vitreous after-movement tidak ada pada pemindaian
dinamis dalam kasus ini. Dilaporkan bahwa 92% kasus memiliki
temuan ekografik khas yang mengindikasikan PFV (Gambar 7).5

Gambar 7 Ultrasonografi mata kanan pada anak laki-laki berusia 2 tahun


dengan persistent fetal vasculature. Tangkai vitreous terlihat, dan panjang
aksialnya 15,1 mm.5

o Computed tomography/magnetic resonance imaging


Computed tomography (CT-Scan) dapat mengungkapkan
kelainan mata dan orbital pada PFV, seperti mikroftalmia, buftalmos,
fibrosis retrolental di sekitar kanal Cloquet, dan ablasio retina
(Gambar 8). Sinyal hipereflektif dapat dideteksi di area subretinal.
Kalsifikasi intraorbital atau okular tidak ada pada sebagian besar
kasus. Tidak adanya kalsifikasi intraokular dan mikroftalmus pada
CT-Scan sangat penting untuk membedakan penyakit ini dari
retinoblastoma.5

Gambar 8 Computed tomography dari mata kanan seorang anak laki-laki


berusia 5 tahun. Terlihat bayangan seperti pita padat yang menempel pada
papila optik (panah).5

o Optical coherence tomography (OCT) dan Handheld OCT


OCT mampu menilai perubahan mikrostruktur pada lapisan
retina yang ditemukan berhubungan dengan prognosis visual.
Karakteristik PFV yang dilaporkan dari OCT termasuk posterior
hyaloidal organization, traksi vitreoretinal peripapiler, hilangnya
fovea umbo, traksi foveal, dan gangguan zona ellipsoid. Adanya
posterior hyaloidal organization, hilangnya fovea umbo (Gambar 9),
atau gangguan zona ellipsoid merupakan faktor yang dilaporkan
berhubungan secara signifikan dengan buruknya penglihatan pada
pasien PFV. Handheld OCT sekarang tersedia secara komersial, yang
memfasilitasi pemeriksaan anatomi makula pada anak-anak yang
sangat muda dan tidak kooperatif. Informasi yang diperoleh dari OCT
berguna untuk perencanaan dan konseling anggota keluarga sebelum
mengarahkan pasien untuk melakukan intervensi apa pun.3,15

Gambar 9 Handheld OCT pada pasien PFV posterior. (A) Garis pemindaian
di tengah makula pada mata PFV ditunjukkan. (B) Tidak ada fovea umbo
yang teridentifikasi di seluruh area makula pasien ini.3

o Optical coherence tomography angiography (OCTA)


Teknologi non-invasif untuk mendeteksi aliran intraluminal
mungkin berguna untuk menilai patensi pembuluh darah persisten,
yang merupakan patologi utama yang ditemukan pada PFV.
Perdarahan vitreous dilaporkan pada kasus PFV posterior yang
OCTA-nya menunjukkan aliran darah di papilla Bergmeister. OCTA
mungkin berguna pada beberapa pasien untuk memastikan diagnosis
dan penatalaksanaan lebih lanjut.3,16

o Optical coherence tomography intraoperatif (OCT Intraoperatif)


OCT intraoperatif dapat digunakan untuk memeriksa integritas
permukaan lensa posterior atau perubahan pada lapisan retina.
Modalitas ini dapat menyelidiki perubahan struktural yang terkait
dengan patologi secara real-time, sehingga memfasilitasi perencanaan
intraoperatif. Misalnya, pasien PFV dengan perlekatan tangkai hialoid
ke permukaan lensa posterior yang diidentifikasi pada OCT
intraoperatif mungkin memerlukan lensektomi selama prosedur yang
sama (Gambar 10). OCT intraoperatif juga bermanfaat untuk menilai
anatomi makula dengan cara yang sama seperti OCT, namun OCT
dilakukan selama intervensi, yang dapat membuat prediksi hasil visual
pasca operasi menjadi lebih tepat. Selain itu, patologi yang muncul
pada permukaan retina, seperti membran epiretinal atau traksi
vitreoretinal yang memerlukan membran peeling, dapat ditangani
dengan penggunaan OCT intraoperatif.3

Gambar 10 OCT intraoperatif pada pasien PFV gabungan. (A) Gambar OCT
difokuskan pada permukaan posterior lensa. (B) Perlekatan tangkai ke kapsul
lensa posterior ditunjukkan.3

2.7 Tatalaksana
Indikasi untuk intervensi terutama tergantung pada keterlibatan patologis pada
masing-masing pasien. Tujuan pengobatan pada PFV meliputi (1) perbaikan
penglihatan melalui mitigasi pada gangguan visual axis; (2) pengurangan komplikasi
terkait, seperti ablasio retina dan glaukoma; (3) pembentukan bola mata dalam kasus-
kasus lanjut; dan, (4) tampilan kosmetik yang baik.3

 Tatatalaksana non-bedah
Penatalaksanaan non-bedah dapat dilakukan pada kasus-kasus tertentu,
seperti kasus non-progresif dan kasus dengan kekeruhan non-sentral yang
tidak menyebabkan penurunan penglihatan. Selain itu, pada kasus yang parah
dengan prognosis penglihatan yang sangat buruk, seperti kasus dengan
hipoplasia saraf optik, displasia retina, atau kelainan gabungan pada mata,
pembedahan mungkin tidak banyak membantu untuk memperbaiki
penglihatan. Oleh karena itu, kasus-kasus ini dapat dipertimbangkan untuk
ditangani dengan metode non-bedah. Namun, jika pilihan non-bedah
diindikasikan, tindak lanjut yang hati-hati dalam waktu dekat harus dilakukan
untuk mendeteksi secara dini kemungkinan komplikasi, seperti katarak
progresif dan glaukoma. Insiden perkembangan penyakit menjadi kebutaan
total pada kasus tanpa operasi berkisar antara 27% hingga 70%. Sekitar 30%
kasus dilaporkan masih memiliki persepsi cahaya minimal. Tingkat
penglihatan terkecil masih berharga bagi pasien, terutama pada kasus dengan
keterlibatan bilateral, karena memungkinkan pasien untuk mempertahankan
siklus tidur-bangun yang normal. Pada mata yang benar-benar buta, dokter
mata harus dikonsultasikan untuk mendapatkan prostesis mata guna
mendorong pertumbuhan orbital yang normal, yang akan menghasilkan hasil
kosmetik ketika pasien tumbuh dewasa. Tim multidisiplin yang mencakup
dokter mata dan dokter mata anak harus dikonsultasikan untuk memperbaiki
kesalahan refraksi dan mengobati ambliopia anisometropik. Kacamata
polikarbonat harus dipakai untuk melindungi sisa mata dari trauma yang tidak
disengaja. Orang tua dan pasien harus disarankan untuk kembali kontrol
sesegera mungkin ketika gejala penglihatan abnormal terjadi.3
 Tatalaksana pembedahan
Terapi mata pada PFV sangat konservatif pada tahun-tahun awal.
Meskipun vitrektomi digunakan pada pasien PFV pada tahun 1980an, tujuan
awalnya hanyalah perbaikan kosmetik saja; perbaikan fungsi visual sangat
terbatas. Selama bertahun-tahun, PFV posterior telah dianggap sebagai
kriteria eksklusi untuk terapi bedah, terutama pada anak-anak dengan ablasio
retina traksi atau displasia makula. Hasil visual pada PFV anterior dibatasi
oleh komplikasi intraoperatif atau pascaoperasi. Namun, dengan kemajuan
dalam instrumen dan teknologi bedah mikro dalam beberapa tahun terakhir
dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai penyakit ini, indikasi bedah
untuk PFV telah berubah. Hasil bedah dari PFV anterior telah meningkat
secara dramatis. Sebanyak 20% orang dengan PFV anterior unilateral
menerima implantasi lensa intraokular dan memperoleh ketajaman visual
akhir 20/50 atau lebih baik, dan sebanyak 33,3% orang mencapai 20/200 atau
lebih baik. Meskipun hasil bedah pada PFV posterior masih terbatas, baru-
baru ini, lebih banyak data mendukung pertimbangan intervensi bedah dini
untuk pasien dengan keterlibatan makula. Perkiraannya adalah bahwa periode
plastisitas fisik pada retina meluas hingga usia 1 tahun. Intervensi bedah pada
anak PFV berusia 13 bulan atau lebih muda mempunyai potensi perbaikan
penglihatan. Penatalaksanaan PFV unilateral juga sangat menantang. Ketika
mata kontralateral normal, mengatasi ambliopia dan mencapai ketajaman
penglihatan yang memuaskan pada mata PFV tanpa pengobatan ambliopia
sangatlah sulit. Lebih banyak laporan menunjukkan bahwa hanya dengan
pengobatan ambliopia pasca operasi jangka panjang, fungsi penglihatan pada
pasien PFV dapat ditingkatkan secara signifikan.5
Indikasi operasi PFV meluas dalam 2 dekade terakhir, termasuk PFV
anterior murni, katarak sekunder atau membran fibrosa retrolentikular, dan
PFV posterior atau gabungan dengan traksi makula dan perdarahan
intraokular sekunder. Lensektomi dini dengan atau tanpa vitrektomi pada
anak-anak penderita katarak memberikan manfaat yang signifikan. Traksi
antara lensa dan diskus optik, terutama traksi makula, harus dihilangkan,
sehingga menghilangkan faktor risiko komplikasi parah, seperti glaukoma
sekunder, bahkan ketika perbaikan fungsi penglihatan pasca operasi tidak
diharapkan. Perlu diperhatikan bahwa prognosisnya tergantung pada jenis dan
luasnya PFV. Pada PFV anterior terisolasi, hasil visual yang baik dapat
dicapai ketika koreksi aphakic dan terapi amblyopic berhasil. Namun,
prognosis PFV posterior dan gabungan sangat terbatas karena kelainan pada
polus posterior.5
Evaluasi pra operasi menyeluruh harus dilakukan. Diameter kornea,
kedalaman bilik mata depan, dan tampilan pupil harus diperhatikan. Ketebalan
katarak, integritas kapsul lensa, adanya penyerapan lensa, likuidasi dan
kalsifikasi, adanya kelainan iridal dan sinekia anterior/posterior, panjang
aksial, adanya lesi vitreous, dan ablasio retina juga harus diperhatikan.
Opasifikasi visual axis, preferensi fiksasi, dan reaksi pupil juga harus
dievaluasi. Sebelum dilakukan tindakan operasi, riwayat mata secara rinci
harus diperoleh dari orang tua atau wali.5
o Sklerotomi
Sklerotomi dilakukan melalui pars plana pada anak yang lebih
tua atau pars plicata pada anak yang lebih muda, dari 1,0 hingga 3,0
mm di posterior limbus, tergantung pada usia anak saat operasi dan
luasnya mikroftalmia yang mempengaruhi mata yang dioperasi.5

o Residual stalk diathermy


Dalam kebanyakan kasus, pendarahan dari arteri hialoid pada
tangkai fibrovaskular dapat terjadi dan dapat diatasi dengan kompresi.
Pemotongan pada tangkai dapat dilakukan dengan menggunakan
gunting pneumatik vertikal tanpa diatermi. Tangkai yang tersisa
mengalami regresi seiring berjalannya waktu; endodiatermi digunakan
jika perdarahan berlanjut.5

o Vitrektomi
Vitrektomi komplit dilakukan di sekitar residual tangkai untuk
menghilangkan lembaran vitreus yang terhubung dan residual hyalosit
di sekitar bagian posterior residual tangkai. Dalam beberapa kasus,
vitrektomi anterior saja sudah cukup jika tidak ada segmen posterior
yang jelas terlibat. Namun, jika terdapat kelainan posterior, membran
proliferasi epiretinal di sekitar arteri hyaloid harus dikeluarkan.
Robekan retina iatrogenik harus dihindari.5
Vitrektomi endoskopi telah terbukti efektif pada beberapa
kasus bedah vitreoretinal dewasa. Teknik ini memberikan tampilan
yang berbeda dari yang dihasilkan oleh vitrektomi konvensional.
Namun, vitrektomi endoskopi memerlukan keterampilan dan
pengalaman tambahan sebelum operator dapat melakukannya dengan
percaya diri. Ruang pada mata anak yang lebih kecil dan kompleksitas
penyakit retina anak merupakan dua faktor yang perlu
dipertimbangkan sebelum memilihnya untuk operasi. Pada PFV, side-
on view dapat mengevaluasi keberadaan jaringan retina yang ditarik
oleh tangkai hialoid serta menghindari komplikasi serius, seperti
perdarahan dan pemotongan retina. Vitrektomi endoskopi telah
berhasil digunakan dalam kasus-kasus kompleks, termasuk
mikrokornea, megalolentikonus posterior, dan sindrom coloboma.
Vitrektomi endoskopi saat ini hanya tersedia dalam 20-gauge dan 23-
gauge.3

o Capsulorhexis posterior
Kekeruhan kapsul posterior tidak dapat dihindari pada pasien
anak dengan katarak, sehingga capsulorhexis posterior diperlukan
pada semua mata katarak terkait PFV. Kapsul anterior dan posterior
perifer disediakan untuk implantasi lensa intraokular di masa depan.5

o Optical coherence tomography intraoperatif (OCT Intraoperatif)


Penggunaan OCT intraoperatif memberikan manfaat real-time
selama prosedur pembedahan. Pada PFV anterior dan kombinasi,
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi integritas kapsul
posterior, yang akan membantu menentukan apakah diperlukan
pengorbanan pada lensa atau tidak. Hal ini juga membantu menilai
anatomi makula selama pembedahan untuk mengetahui adanya
membran preretinal atau traksi vitreomakular, yang keduanya
memerlukan pengelupasan. OCT intraoperatif juga dapat digunakan
untuk mengevaluasi potensi visual dengan menilai keberadaan anatomi
foveal yang normal.3

o Anti-vascular endothelial growth factor (Anti-VEGF)


Anti-VEGF telah berhasil digunakan pada banyak penyakit
retina anak, seperti retinopati prematuritas, vitreoretinopati eksudatif
familial, dan penyakit Coats dengan bukti peningkatan kadar VEGF
pada mata yang dirawat. Mengenai penggunaannya dalam PFV,
dilaporkan bahwa VEGF dan faktor pertumbuhan plasenta keduanya
memainkan peran modulasi dalam regresi hialoid pada tikus. Anti-
VEGF telah disuntikkan pada akhir operasi untuk mengurangi risiko
perdarahan intraokular dan peradangan pasca operasi. Penelitian yang
menyelidiki peran dan kemanjuran anti-VEGF pada PFV masih
langka, dan diperlukan lebih banyak penelitian.3

o Terapi anti—inflamasi pasca operasi


Karena barier pada darah-mata pada anak-anak belum
sepenuhnya berkembang, insiden peradangan pasca operasi lebih
tinggi. Oleh karena itu, pengobatan anti-inflamasi sangat penting.
Biasanya peradangan akan hilang dalam 1 hingga 2 minggu. Namun,
dalam beberapa kasus, membran fibrosa akan menyebabkan
penyumbatan pupil. Membran pupil mungkin tetap ada setelah
peradangan teratasi dan dapat diinsisi dengan laser YAG.5

2.8 Komplikasi
Dua komplikasi pasca operasi utama yang ditemukan pada PFV adalah
ablasio retina dan glaukoma sekunder. Jika robekan retina terjadi selama operasi,
biasanya hal ini menyebabkan kegagalan pengobatan akibat ablasio retina
regmatogenosa. Oleh karena itu, komplikasi ini harus dicegah melalui evaluasi mata
sebelum operasi yang lengkap serta pelaksanaan setiap langkah pembedahan secara
hati-hati, termasuk penempatan sklerotomi secara hati-hati atau menggunakan sayatan
limbal pada kasus dengan area pars plana yang kurang berkembang atau
mikrofthalmia parah. Glaukoma sekunder adalah komplikasi seumur hidup yang
ditemukan pada PFV dengan mekanisme penyebab sudut tertutup, neovaskular, atau
campuran. Sekitar 10% hingga 30% pasien pasca operasi mengalami komplikasi ini
tergantung pada berbagai faktor, seperti penyakit yang menyertai, usia operasi yang
lebih muda, mikrokornea, dan status aphakic. Oleh karena itu, follow-up seumur
hidup harus dilakukan pada pasien untuk memulai pengobatan dini bila
diindikasikan.3

2.9 Prognosis
Jarang sekali mata dengan PFVS memerlukan intervensi bedah untuk
mengembalikan penglihatan normal. Namun, anatomi dan fungsinya seringkali dapat
diperbaiki dan mata biasanya tumbuh lebih normal melalui pembedahan. Umumnya
lensa dilepas, dan terkadang pembedahan juga dilakukan untuk memasang kembali
retina. Penggantian fungsi lensa biasanya memerlukan penggunaan lensa kontak
pasca operasi, dan terapi penambalan untuk meminimalkan ambliopia adalah hal yang
biasa.17 Jika pembedahan diindikasikan, semakin cepat pembedahan dilakukan, maka
akan semakin baik hasilnya bagi pasien. Keterlambatan dalam perawatan
pembedahan akan meningkatkan risiko komplikasi terkait PFV dan ambliopia
deprivasi pascaoperasi. Selain itu, penundaan pembedahan akan menyebabkan tidak
adanya perbaikan lipatan retina, traksi vitreomakular, dan ablasio retina traksi jika sel
glial dan sisa fibrovaskular dibiarkan matang sebelum operasi intraokular dilakukan.
Perbaikan lipatan retina dilaporkan pada anak-anak yang dioperasi sebelum usia 13
tahun bulan. Yang terakhir, semakin dini pembedahan dilakukan, semakin dini pula
rehabilitasi penglihatan dapat dimulai.3 Keparahan penyakit, keterlibatan segmen
posterior yang lebih besar, bilateralitas, mikrofthalmos yang parah, dan penyakit
posterior, yang menyebabkan peningkatan risiko ablasio retina dan glaukoma,
berdampak buruk pada hasil pasca operasi. Di sisi lain, refleksi pupil yang biasa-biasa
saja dan elektroretinogram yang normal adalah prediktor signifikan pada fungsi
visual pasca operasi yang lebih baik. Menariknya, miopia dikaitkan dengan hasil
visual yang baik pada PFV, mungkin karena tidak adanya mikroftalmus dan
rendahnya kebutuhan akan terapi ambliopia.5
BAB III
KESIMPULAN

Persistent fetal vasculature (PFV) adalah anomali kongenital yang terjadi


ketika pembuluh darah yang ada selama perkembangan janin gagal mengalami
kemunduran. Pembuluh darah janin terdiri dari dua jalinan pembuluh darah—(1)
tunika vasculosa lentis dan (2) sistem hialoid atau vitreous primer. Penyebab dari
kegagalan regresi arteri hyaloidea belum diketahui dengan jelas. Persistent fetal
vasculature dapat diturunkan baik autosomal dominan maupun resesif. PFV
diklasifikasikan menjadi tiga presentasi berdasarkan luas anatominya: presentasi
anterior murni, presentasi posterior murni, atau kombinasi keduanya. Manifestasi
klinis sangat bervariasi, tergantung pada lokasi mana pasien terkena. Instrumen yang
lebih canggih telah dikembangkan dan diperkenalkan yang dapat meningkatkan
diagnosis PFV, dan meningkatkan kemampuan kita untuk memprediksi hasil
pengobatan, yang memfasilitasi konseling pra operasi yang lebih baik kepada
keluarga. Investigasi baru ini telah menghasilkan temuan mata yang baru dan
meningkatkan diagnosis, pengobatan, dan prognosis. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan yaitu hand-held fundus photography, angiografi fluorescein
intravena, ultra-wide field photography, ultra-wide field fluorescein angiography,
ultrasonografi, computed tomography/magnetic resonance imaging, optical
coherence tomography (OCT), handheld OCT, dan optical coherence tomography
angiography. Tatalaksana pada PFV mencakup tatalaksana non-bedah dan
tatalaksana pembedahan. Tatalaksana pembedahan yang dapat dilakukan yaitu
sklerotomi, residual stalk diathermy, vitrektomi, capsulorhexis posterior, serta optical
coherence tomography intraoperatif. Jika pembedahan diindikasikan, semakin cepat
pembedahan dilakukan, maka akan semakin baik hasilnya bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1 Gervasio K, Peck T, Fathy C, Sivalingam M, Friedberg M, Rapuano C. The


Wills Eye Manual 8th Edition. 2022.
2 Kumari R, Saha BC. Bilateral persistent hyperplastic primary vitreous - A rare
case report. J Clin Diagnostic Res 2017; 11: ND01–ND02.
3 Prakhunhungsit S, Berrocal AM. Diagnostic and management strategies in
patients with persistent fetal vasculature: Current insights. Clin Ophthalmol
2020; 14: 4325–4335.
4 Deshmukh S, Gupta K. Persistent fetal vasculature. Elsevier Inc., 2018.
5 Chen C, Xiao H, Ding X. Persistent fetal vasculature. Asia-Pacific J
Ophthalmol 2019; 8: 86–95.
6 Thomas DM, Kannabiran C, Balasubramanian D. Identification of Key Genes
and Pathways in Persistent Hyperplastic Primary Vitreous of the Eye Using
Bioinformatic Analysis. Front Med 2021; 8: 1–18.
7 Budiman N, Musa I. Tatalaksana Low Vision Pada Pasien Severe Visual
Impairment dengan Persistent Fetal Vasculature. 2019.
8 Shah P. Persistent Fetal Vasculature Syndrome. Ophtha.
2021.https://www.eophtha.com/posts/persistent-fetal-vasculature-syndrome.
9 Paya C, Chan H, Pechmeja J, Schweitzer C, Coste V, Andrebe C et al.
Intraoperative OCT of a Mittendorf dot with persistent hyaloid artery. J Fr
Ophtalmol 2016; 39: 109–110.
10 Salmon J. Kanski’s Clinical Ophthalmology 9th Edition. 2019.
11 Santos-Bueso E, Asorey-García A, Vinuesa-Silva JM, García-Sánchez J.
Bergmeister’s papilla. Arch Soc Esp Oftalmol 2015; 90: 395–396.
12 Cernichiaro-Espinosa LA, Tran KD, Berrocal AM. Imaging Modalities in
Pediatric Vitreoretinal Disorders. Curr Ophthalmol Rep 2018; 6: 17–23.
13 Rothfield LD, Cernichiaro-Espinosa LA, Alabiad CR, McKeown CA, Tran K,
Chang TC et al. Microcornea, posterior megalolenticonus, persistent fetal
vasculature, chorioretinal coloboma (MPPC) syndrome: Case series post
vitrectomy. Am J Ophthalmol Case Reports 2019; 14: 5–9.
14 Ali Sy. Ultra-Widefield Angiography With Oral Fluorescein in Pediatric
Patients With Retinal Disease. Jama Opthalmology 2018.
15 De La Huerta I, Mesi O, Murphy B, Drenser KA, Capone A, Trese MT.
Spectral domain optical coherence tomography imaging of the macula and
vitreomacular interface in persistent fetal vasculature syndrome with posterior
involvement. Retina 2019; 39: 581–586.
16 Jeon H, Kim J, Kwon S. OCT angiography of persistent hyaloid artery: A case
report. BMC Ophthalmol 2019; 19: 2–5.
17 Foundation T. Persistent Fetal Vasculature. Am Soc Retin Spec 2016.

Anda mungkin juga menyukai