Anda di halaman 1dari 64

TO 10

1. Seorang laki laki berumur 22 tahun datang dengan keluhan pandangan kabur tanpa disertai rasa nyeri,
pada pemeriksaan di dapatkan visus 5/60, dan pada pemeriksaan lapang pandang di dapatkan skotoma
sentral atau cecocentral. Setelah dilakukan banyak pemeriksaan, dokter mata yang memeriksa
menggugurkan semua diagnosis banding berupa neuritis optik, compressive optic neuropathy, infiltrative
optic neuropathy. Sehingga dokter mata tersebut mencurigai pasien tersebut dengan Leber Hereditary
Optic Neuropathy (LHON). Manakah pernyataan ini yang berhubungan dengan LHON:
a. LHON is related to a mitochondrial DNA mutation, most frequently at the 11778 position, less
commonly at the 3460 or 14484 locations.
b. LHON typically affects boys and men age 10–30 years but may occur much earlier or later in life
c. The syndrome presents with acute, severe, painless, sequential vision loss (visual acuity, <20/200)
and central or cecocentral visual field impairment
d. Although vision loss is usually permanent, recovery of vision can occur in 10%–20% of cases.
Recovery can take several years, with slow improvement in the central visual field.
e. Semua pernyataan di atas berhubungan dengan LHON
Pembahasana : Jawaban E. Semua pernyataan diatas berhubungan dengan LHON
LHON biasanya menyerang anak laki-laki dan laki-laki berusia 10–30 tahun, tetapi dapat terjadi jauh lebih
awal atau lebih lambat dalam hidup (rentang usia yang mungkin adalah usia 1-86 tahun). Wanita dengan
gejala gejala hanya 10% -20% kasus. Sindrom ini muncul dengan kehilangan penglihatan akut, tanpa rasa
sakit, sekuensial, dan berat (ketajaman visual, <20/200) yang berhubungan dengan gangguan lapangan
pandangan sentral atau sekosentral. Triad penampilan fundus klasik termasuk:
1. hiperemia dan peningkatan ONH, dengan penebalan retina peripapiler; meskipun ONH tampak
bengkak, ONH tidak bocor pada fluorescein angiography ("pseudoedema")
2. telangiektasia peripapiler
3. arteriol retina berukuran sedang yang berliku-liku
Temuan ini dapat diamati sebelum kehilangan penglihatan dimulai. Fundus juga dapat terlihat normal pada
presentasi. Mata yang tidak terkena biasanya menjadi bergejala dalam beberapa minggu sampai bulan;
Namun, meskipun jarang, interval antara keterlibatan mata awal dan mata bisa lebih lama (hingga 8 tahun).
LHON dihasilkan dari mutasi DNA mitokondria, paling sering pada posisi 11778, lebih jarang pada 3460
atau 14484 lokasi. Hasil tes darah untuk mutasi ini mengkonfirmasi diagnosis, mengizinkan konseling
genetik, dan memberikan informasi tentang prognosis. Pasien anak-anak dan dewasa dengan mutasi 14484
memiliki peluang lebih tinggi (hingga 65%) untuk perbaikan fungsi visual sentral terlambat secara spontan,
sedangkan pasien dengan mutasi 1.1778 memiliki peluang lebih rendah (diperkirakan 4%).
Mutasi titik ditularkan oleh DNA mitokondria, yang diwarisi hanya dari ibu; dengan demikian, hanya
wanita yang menularkan penyakit tersebut. Saat mitokondria bereplikasi, DNA mitokondria terbagi secara
bervariasi di antara sel-sel keturunan (heteroplasmi). Namun, sebagian besar kasus LHON bersifat
homoplasma. Riwayat keluarga mungkin negatif karena mutasi de novo atau kurangnya ekspresi fenotipik.
Tidak semua pria dengan mitokondria yang terkena mengalami kehilangan penglihatan, dan wanita yang
terkena hanya mengalami gejala visual yang jarang. Alasan kerentanan pria selektif ini masih belum
diketahui.
Diagnosis banding LHON mencakup semua penyebab lain dari neuropati optik, terutama neuritis optik,
neuropati optik tekan, dan neuropati optik infiltratif. Untuk pasien dengan riwayat keluarga negatif,
neuroimaging harus dilakukan. Pengujian mitokondria untuk 3 mutasi primer tersedia secara komersial.
Kadang-kadang, pasien menunjukkan kelainan konduksi jantung atau defisit neurologis ringan lainnya yang
memerlukan evaluasi lebih lanjut.
Tidak ada pengobatan yang terbukti efektif untuk LHON. Kortikosteroid tidak bermanfaat. Efek idebenone
pada hasil visual masih kontroversial. Penggunaan tembakau atau konsumsi alkohol yang berlebihan dapat
menekan fungsi mitokondria dan dengan demikian berkontribusi pada kehilangan penglihatan; oleh karena
itu, pasien dengan LHON harus menghindari penggunaan tembakau dan mengurangi konsumsi alkohol.

2. Gambaran fundus yang sering muncul dalam kasus LHON adalah sebagai berikut, kecuali:
a. Hyperemia and elevation of the optic disc, with thickening of the peripapillary retina; although the
disc appears swollen, it does not leak on fluorescein angiography (“pseudoedema”)
b. Peripapillary telangiectasia
c. Tortuosity of the medium-sized retinal arterioles
d. The fundus can also appear entirely normal (in >40% of cases in one referral series).
e. Semua pernyataan di atas dapat terjadi pada kasus LHON

Pembahasan : Jawaban E. Semua pernyataan diatas dapat terjadi pada kasus LHON

Triad gambaran fundus klasik pada LHON termasuk:


1. hiperemia dan peningkatan ONH, dengan penebalan retina peripapiler; meskipun ONH tampak
bengkak, ONH tidak bocor pada fluorescein angiography ("pseudoedema")
2. telangiektasia peripapiler
3. arteriol retina berukuran sedang yang berliku-liku
3. Seorang laki laki usia 58 tahun datang ke klinik saudara. Keluhan berupa pandangan mata kiri terasa
kabur. Penglihatan mata kiri dirasakan seperti berasap. Keluhan dirasa berangsur dalam 1 bulan,
semenjak kepala kiri terpukul benda keras saat bekerja. Pada pemeriksaan REVA 6/9, LEVA 1/60 dengan
kondisi lensa keruh. Pasien menginkan perbaikan kualitas penglihatan mata kirinya. Pada persiapan
preoperatif pasien mengakui tidak memiliki riwayat sakit hipertensi maupun diabetes, namun udah 3
tahun belakangan kontrol rutin ke poliklinik urologi. Pada persiapan perioperatif, penggunaan obat
sistemik di bawah ini yang patut diperhatikan agar terhindar dari komplikasi nantinya adalah, KECUALI:
a. Labetalol
b.Tamsulosin
c. Risperidone
d. Alfuzosin
e. Terbutaline

Pembahasan : Jawaban E. Terbutaline


Efek samping yang mungkin terjadi selama penggunaan Tamsulosin, Alfusozin antara lain :
Signifikan : Sindrom Floppy Iris pada operasi katarak dan glaucoma, reaksi hipersensitivitas
Selain obat-obatan untuk hyperplasia prostat jinan tersebut, obat-obatan antipsikotik juga dicurigai menjadi
penyebab IFIS.

4. Kondisi dibawah ini yang paling tidak mungkin ditemukan pada pasien di atas?
a. Subluksasio lentis
b. Cincin Vossius
c. Katarak Rosette
d. Katarak Stellata
e. Katarak Kortikalis

Pembahasan : Jawaban E. Katarak Kortikalis

Trauma pada mata seperti trauma langsung pada mata, tersengat listrik, ataupun terkena radiasi yang
terionisasi dapat menyebabkan pergeseran dan sublukasi lensa yang dapat memicu terjadinya kekeruhan
lensa. Ketika terjadi trauma pada mata maka akan terjadi pemendekan diameter antero posterior lensa
disertai dengan pelebaran ekuator lensa. Pelebaran ekuator lensa ini akan menyebabkan kerusakan pada
kapsul lensa, zonula lensa maupun keduanya dan menyebabkan kekeruhan lensa. Pada beberapa kasus
dimana trauma mata terjadi hingga menembus lensa maka padasaat kejadian dapat terjadi opafikasi
kortikal lensa mata.
Riwayat trauma pada mata akan menyebabkan pergeseran dan sublukasi lensa yang dapat memicu
terjadinya kekeruhan lensa. Pada kondisi dimana trauma terjadi menembus lensa maka akan terjadi
opafikasi kortikal lensa mata hampir secara spontan pada saat terjadi trauma karena kerusakan protein lensa.

Katarak Terinduksi Obat.


Perjalanan steroid menyebabkan katarak belum terlalu jelas. Namun diduga bahwa steroid akan
menyebabkan perubahan transkripsi gen pada epitel lensa sehingga mempengaruhi perubahan – perubahan
sel lensa. Perubahan sel lensa ini dapat mempercepat perubahan densitas lensa akibat perubahan
perkembangan serat lensa.
Jenis glukokortikoid penyebab terbanyak katarak induksi steroid.
Jenis katarak yang sering pada penggunakortikosteroid adalah katarak subkapsular.
Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase,
klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan, dan besi).

5. A 35 year-old patient presents with chronic unilateral follicular conjunctivitis. Slit-lamp examination
is remarkable for an ipsilateral eyelid nodule with central umbilication. What would biopsy of the eyelid
lesion most likely reveal?
a. Eosinophilic intracytoplasmic inclusion within epidermal cells surrounding a necrotic core
b. Vacuolization of keratinocyte cytoplasm with multinucleated cells and nuclear inclusion
c. Histiocytes with foamy, lipid-laden cytoplasm surrounding blood vessels
d. Hyperkeratosis and achantosis with a papillary growth pattern
Pembahasan : Jawaban A. Eosinophilic intracytoplasmic inclusion within epidermal cells
surrounding a necrotic core
Virus moluskum kontagiosum menyebar melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi.
Infeksi menghasilkan 1 atau lebih umbilicated nodul pada kulit dan tepi kelopak mata dan, lebih jarang,
pada konjungtiva. Nodul kelopak mata melepaskan partikel virus ke dalam lapisan air mata. Nodul
moluskum halus, dengan umbilicated central core. Virus moluskum kontagiosum tidak dapat dibiakkan
menggunakan teknik standar. Pemeriksaan histologis dari nodul yang diekspresikan atau dieksisi
menunjukkan eosinophilic, intracytoplasmic inclusions (Henderson-Patterson bodies) di dalam epidermal
cells. Diagnosis didasarkan pada deteksi lesi kelopak mata yang khas dengan adanya konjungtivitis
folikuler. Lesi moluskum pada wajah dan kelopak mata yang luas bisa berhubungan dengan AIDS. Resolusi
spontan terjadi tetapi bisa memakan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pilihan pengobatan
termasuk eksisi lengkap, cryotherapy, atau insisi pada bagian tengah lesi.
Diagnosis klinis spesifik HSV sebagai penyebab keratitis dendritik dibuat berdasarkan adanya
gambaran klinis yang khas. Multinucleated giant cells (nonspesifik) dan intranuclear inclusions (lebih
spesifik dari virus herpes) dapat terlihat pada scraping kornea.
Xanthelasma terdiri dari satu atau beberapa plak kuning lembut yang terjadi di daerah canthal
medial kelopak mata. Terdiri dari kumpulan histiosit dengan sitoplasma berbusa dan mengandung lipid
yang didistribusikan secara difus dan seringkali di sekitar pembuluh darah di dalam dermis.
Infeksi virus papiloma, biasanya bermanifestasi sebagai veruka vulgaris (kutil). Secara klinis, lesi
papiler meninggi. Secara histologis, lesi menunjukkan pola pertumbuhan papiler dan menunjukkan
hiperkeratosis dan akantosis. Sel yang terinfeksi dapat menunjukkan (koilositosis). Infiltrat sel inflamasi
biasanya ada di dermis superfisial.

6. What is the next step in the management of a chemical injury to the ocular surface after initial irrigation
fails to normalize the pH?
a. Perform anterior chamber paracentesis and washout
b. Sweep the fornices for retained chemical particles
c. Change to speculum or contact lens irrigation system
d. Add topical corticosteroids
Pembahasan : Jawaban c. Change to speculum or contact lens irrigation system
Langkah terpenting dalam penanganan chemical injury adalah irigasi langsung pada permukaan
mata dengan air atau larutan saline seimbang. Jika cairan ini tidak tersedia, dokter dapat menggunakan
larutan murni dan tidak beracun lainnya untuk membilas permukaan mata dan mengencerkan bahan
penyebabnya.
Kelopak mata dapat dibuka dengan retraktor atau spekulum, dan anestesi topikal harus diberikan.
Irigasi dapat dilakukan dengan menggunakan handheld intravenous tubing, spekulum irigasi, atau lensa
kontak skleral khusus yang terhubung keintravenous tubing. Irigasi harus dilanjutkan sampai pH kantung
konjungtiva kembali normal. Partikel bahan kimia harus dikeluarkan dari permukaan mata dengan aplikator
dan penjepit berujung kapas. Eversi kelopak mata atas harus dilakukan untuk mencari material di forniks
atas, dan forniks harus disapu dengan aplikator untuk memastikan tidak ada partikel yang tertinggal di mata.
Infiltrasi polimorfonukleosit (PMN) yang intens pada stroma kornea dapat terjadi setelah luka
bakar alkali. Kortikosteroid adalah penghambat yang sangat baik untuk PMN, dan perawatan intensif
dengan kortikosteroid topikal direkomendasikan selama 10-14 hari setelah cedera kimiawi. Setelah itu,
frekuensi tetes kortikosteroid harus dikurangi secara nyata untuk mencegah penghambatan penyembuhan
luka dan eksaserbasi pelelehan stroma. Kortikosteroid memperlambat penyembuhan luka epitel dan
meningkatkan risiko infeksi sekunder dengan menghambat mekanisme pertahanan kekebalan permukaan
mata normal, sehingga efek sampingnya pada fase kronis mungkin melebihi efek menguntungkannya.
Pada kasus toksoplasmosis retina, seseorang dapat melakukan anterior chamber paracentesis untuk
PCR, meskipun hasil diagnostik mungkin lebih rendah daripada pengambilan sampel vitreous. Pada
toksoplasmosis, hasil PCR ruang anterior positif lebih mungkin terjadi pada pasien dengan lesi besar atau
pasien dengan gangguan sistem imun.

7. During cataract extraction with IOL implantation in an 80-year-old patient, you perform a continuous
curvilinear capsulorrhexis using a bent needle cystotome. You use a “stop and chop” technique to remove
the first half of the lens nucleus. You then notice a posterior capsular tear and immediately the remaining
half of the lens nucleus falls into the vitreous cavity. What management would you recommend next?
a. Remove the phacoemulsification needle from the eye
b. Add viscoelastic gel and then remove the phacoemulsification needle from the eye
c. Lift and phacoemulsify any anterior nuclear fragments
d. Aspirate the remaining corte
Pembahasan : Jawaban B. Add viscoelastic gel and then remove the phacoemulsification needle
from the eye
Jika terjadi ruptur kapsul posterior selama operasi, bahan lensa dapat masuk ke segmen
posterior. Yang harus dilakukan adalah mengurangi aliran cairan dan menstabilkan segmen anterior,
lalu mengevaluasi lokasi dan ukuran robekan untuk menentukan respons yang tepat. Ruptur kecil
dikapsul posterior selama emulsifikasi nukleus dapat dikelola dengan merubah teknik bedah. Dokter
bedah dapat mengelompokkan vitreous dengan ophthalmic viscosurgical device (OVD) dan
menggunakan pengaturan low-flow, low-vacuum untuk menghilangkan sisa nukleus dan kortikal. Oklusi
penuh dari port aspirasi dan power phaco yang minimal dapat mengurangi risiko aspirasi vitreous atau
kerusakan kapsul lebih lanjut.
Jika robekan kecil muncul di kapsul posterior selama aspirasi korteks dan vitreous tetap utuh,
yang harus dilakukan adalah berusaha menghilangkan sisa korteks tanpa memperluas robekan.
Menggunakan low-flow I/A membantu menghindari gangguan pada vitreous. Beberapa ahli bedah lebih
memilih teknik manual dry-aspiration. Pendekatan ini melibatkan penggunaan kanula yang dipasang
pada perangkat genggam jarum suntik untuk menghilangkan sisa korteks setelah kapsul ruptur, sehingga
menghindari tekanan dari irigasi. Setelah ruang anterior distabilkan dengan penggunaan OVD, forsep
capsulorrhexis dapat digunakan untuk mengubah robekan pada kapsul posterior menjadi capsulorrhexis
posterior bulat yang akan menahan perluasan ke arah ekuator.
Jika sebagian besar nukleus tetap ada dan kapsular robek besar, fakoemulsifikasi tidak
dilanjutkan. Untuk mengekstrak fragmen nukleus yang tersisa secara mekanis, yang harus dilakukan
adalah memperbesar insisi dan mengangkat nukleus dengan loop lensa atau spoon dengan cara yang
meminimalkan traksi vitreous dan kerusakan lebih lanjut pada kapsul. Sebagai alternatif, OVD dapat
dimasukkan ke posterior fragmen upaya untuk mengapungkan nukleus ke anterior, atau nukleus dapat
terangkat ke ruang anterior dengan instrumen atau nuclear spear. Pengambilan fragmen nukleus dari
dalam vitreous tidak dianjurkan.
Jika terjadi prolaps vitreous, yang terbaik adalah membuang semua vitreous dari ruang anterior
selama operasi awal. Tindakan ini akan memfasilitasi pengangkatan sisa korteks dan selanjutnya
penempatan IOL. Selain itu, vitrektomi dapat mengurangi kemungkinan traksi vitreoretinal atau
adherens vitreous ke IOL, iris, atau insisi. Kehilangan cairan vitreus selama operasi katarak terkait
dengan peningkatan risiko ablasi retina, CME, dan endophthalmitis.

8. After an attempt to preserve the anterior capsule and capsulorrhexis had been done in this patient,
which type of IOL material would you choose that is most suitable for this patient?
a. An anterior chamber lens
b. A 3-piece IOL with a total diameter less than 12.5 mm
c. A 3-piece IOL with a total diameter greater than 12.5 mm
d. A single-piece acrylic IOL

Pembahasan : Jawaban C. A 3-piece IOL with a total diameter greater than 12.5 mm
Jika support kapsul posterior untuk penempatan IOL intrakapsular tidak memadai, yang harus dilakukan
adalah mempertahankan kapsul anterior dan capsulorrhexis untuk memungkinkan penangkapan IOL optik
di kantong kapsul dengan haptics ditempatkan di sulkus siliaris. A 3-piece IOL with a total diameter
greater than 12.5 mm dapat dimasukkan ke dalam sulkus siliaris dengan atau tanpa optic capture.
Single-piece acrylic IOL tidak cocok untuk sulkus siliaris karena kemungkinannya kejadian sindrom
uveitis-glaukoma-hyphema (UGH). Jika keutuhan kapsul tidak sedikit, dapat diganti dengan lensa ruang
anterior. IOL ruang posterior mungkin juga digunakan jika tidak ada dukungan kapsuler dengan menjahit
haptik ke iris atau dengan fiksasi haptics ke sklera melalui sulkus siliaris. Jika bahan lensa yang signifikan
tertinggal di ruang posterior, harus dilakukan pendekatan dalam 1-2 minggu melalui vitrektomi pars plana
yang dilakukan oleh ahli bedah vitreoretinal.
9. Prospective trials have found several risk factors for the development or progression of primary open
angle glaucoma (POAG). What factor is associated with a critical risk of progression in POAG?
a. Young age
b. Thicker Cornea
c. Decreased perfusion pressure
d. Elevated perfusion pressure
e. Astigmatisme

Pembahasan : Jawaban C. Decreade Perfusion Pressure


Dalam uji coba prospektif, penurunan tekanan perfusi, kornea lebih tipis, dan bertambahnya usia telah
terbukti menjadi faktor risiko penting untuk perkembangan glaukoma. Tekanan intrakranial mungkin
memiliki efek pada gradien tekanan translaminar tetapi belum dipelajari dalam uji klinis. Selanjutnya,
tekanan intrakranial yang lebih rendah telah terlibat sebagai faktor glaukoma tekanan rendah tetapi belum
dieksplorasi dalam percobaan longitudinal.

10. Which type of glaucoma is caused by leakage of lens protein through the capsule of a mature or
hypermature cataract?
a. Phacomorphic Glaucoma
b. Lens Partilce Glaucoma
c. Ectopia Lentis
d. Phacolytic Glaucoma

Pembahasan : Jawaban D. Phacolytic Glaucoma

Pada katarak matur atau hipermatur, molekul protein lensa terlarut dilepaskan melalui lubang mikroskopis
di kapsul lensa ke ruang anterior. Glaukoma sudut terbuka sekunder (OAG) dapat berkembang sebagai
protein lensa, makrofag fagositosis, dan debris inflamasi lain yang menghalangi jalinan trabekuler.
Pengobatan harus digunakan untuk mengobati peningkatan TIO; Namun, terapi definitif membutuhkan
ekstraksi katarak. Pada glaukoma fakomorfik, lensa intumescent yang besar menginduksi glaukoma sudut
tertutup (ACG). Glaukoma partikel lensa terjadi ketika partikel korteks lensa menghalangi jalinan
trabekuler menyusul gangguan kapsul lensa dengan ekstraksi katarak atau trauma mata. Ectopia lentis
mengacu pada perpindahan lensa dari posisi anatomi normalnya.
11. Pasien 34 tahun datang dengan keluhan pandangan mata kanan kabur, seperti ada yang menghalangi.
Penderita mempunyai riwayat alergi dan mendapat pengobatan secara berkala. Pada pemeriksaan
didapatkan VOD 6/18 dengan koreksi +1.00 6/6. Pemeriksaan funduskopi didapatkan gambaran blister
dengan sub retinal fluid di daerah sub fovea, tidak ditemukan eksudat keras, dari pemeriksaan FFA
ditemukan adanya ink blot appearance. Diagnosis yang paling mungkin pada pasien ini adalah?
a. ARMD
b. CSCR
c. Cystoid Macula Edema
d. Occult macular dystrophy
e. Polipoidal koroidal vaskulopati

Pembahasan : Jawaban b. CSCR

Central serous chorioretinopathy (CSC) menyebabkan pelepasan serosa idiopatik dari retina yang
berhubungan dengan kebocoran pada tingkat epitel pigmen retina (RPE), sekunder akibat
hiperpermeabilitas choriocapillaris, seperti yang terlihat pada angiografi hijau indosianin. CSC terjadi
terutama pada orang berusia antara 35 dan 55 tahun, dengan rasio pria-wanita 3: 1. Pasien menggambarkan
berbagai gejala, termasuk penglihatan kabur atau redup yang tiba-tiba, mikropsia, metamorfopsia, skotoma
paracentral, penurunan penglihatan warna, dan bayangan setelahnya yang berkepanjangan. Ketajaman
visual berkisar antara 20/20 hingga 20/200, tetapi pada kebanyakan pasien, ini lebih baik daripada 20/30.
Ketajaman penglihatan yang menurun seringkali dapat diperbaiki dengan sedikit koreksi hiperopik. CSC
dapat menunjukkan beberapa variasi klinis dalam ekspresinya. Pada manifestasi akut, ret ina memiliki
elevasi bulat atau oval di daerah makula; ini sering kali melibatkan fovea. Angiografi fluoresens
menunjukkan kebocoran dari RPE yang mungkin muncul, di awal rangkaian angiografik, sebagai titik
(bentuk "dot") atau sebagai gerakan pewarna berbentuk pohon di ruang subretinal (bentuk "smokestack"
atau ink blot appearance). Dalam beberapa keadaan, kebocoran yang parah dapat menyebabkan
pengendapan bahan subretinal tepi berbulu putih keabu-abuan yang umumnya diyakini sebagai fibrin. Pada
CSC kronis, RPE menunjukkan pigmentasi granular; fluorescein angiography mengungkapkan banyak
kebocoran kecil, terkadang tidak mencolok; dan ada detasemen dangkal yang tersebar luas dengan area
atrofi fotoreseptor.
AMD →
- Usia 50 tahun atau lebih
- Terdiri dari (1) Tipe dry (85-90% dari semua AMD) → nenneovascular, or non-exudative. (2) Tipe
wet (10-15% dari semua AMD) → neovascular (+)
- Drusen (+)
- Perbedaan CSCR dan AMD → discrete pinpoint leakage pada CSCR dan well-defined CNV pada
AMD; pemeriksaan ulangan FA atau ICGA beberapa minggu kemudian dapat membedakan antara
kedua entitas
Polypoidal choroidal vasculopathy → pembuluh koroid besar yang ujungnya berwarna oranye
kemerahan, dilatasi aneurisma; Gambaran ICGA; detasemen neurosensori berulang atau persisten dengan
deposisi lipid dan perdarahan subretinal (meningkatkan kecurigaan)
Occult macular dystrophy → Kehilangan penglihatan sentral yang tidak dapat dijelaskan. Pengujian ERG
→ uninformative; OCT → gangguan (diskrit atau difus) dari lapisan ellipsoid sentral pada OCT. Diagnosis
banding dapat mencakup solar retinopathy serta telangiektasia makula dini dan neuroretinopati makula akut
(baik unilateral atau bilateral). Mutasi pada RP1L1 dan MFSD8 telah dilaporkan menimbulkan fenotipe ini.
Cystoid Macular Edema (CME) → ditandai dengan edema intraretinal yang terkandung dalam
honeycomb- like cystoid spaces. Sumber edema adalah permeabilitas kapiler retinal perifoveal yang
abnormal, yang terlihat pada angiografi fluoresens sebagai beberapa kebocoran fokal kecil dan
pengumpulan pewarna yang terlambat di ruang sistoid ekstraseluler. Temuan OCT: diffuse retinal
thickening with cystic areas of low reflectivity (reflektifitas berkurang), lebih menonjol pada lapisan inti
bagian dalam dan lapisan plexiform luar. Temuan OCT berkorelasi dengan studi histologis yang
menunjukkan pembengkakan di dalam dan di antara glia müllerian Karena susunan foveal radial dari glia
dan Henle inner fibers, penyatuan ini secara klasik membentuk pola “flower-petal” (petaloid). Kasus berat
dapat terjadi vitritis (sel vitreous) dan swelling ONH.

12. Seorang laki-laki usia 39 tahun, datang ke dokter mata dengan keluhan penglihatan mata kanan tiba-
tiba kabur dan terdapat floaters. Sebelumnya pasien memiliki riwayat high miopia. Dari pemeriksaan
VOD 3/60, VOS 5/5. TIOD 7 mmHg, TIOS 18 mmHg. Segmen anterior dan vitreous tamp ak tobacco
dust. Diagnosa yang paling mungkin untuk pasien ini adalah ?
a. Rhegmatogenous Retinal Detachment
b. Tractional Retinal Detachment
c. Exudative Retinal Detachment
d. Semua diatas benar
e. Bukan salah satu diatas

Pembahasan : Jawaban A. RRD

Ablasio retina regmatogen → lepasnya lapisan retina didahului oleh suatu proses yang kompleks dengan
faktor predisposisi berupa defek seluruh ketebalan pada retina (hole atau robekan), dan pencairan vitreus.
Gejala awal : fotopsia, floaters, diikuti dengan gangguan lapang pandangan sampai penurunan tajam
penglihatan. Faktor risiko RRD termasuk miopia tinggi, trauma pada mata atau kepala, RRD di sebelah
mata, vitreoretinopati herediter yang mendasari, operasi intraokular sebelumnya, dan retinitis virus
sebelumnya.
Dapat terjadi perdarahan vitreus bila pembuluh darah retina ikut mengalami robekan. Patognomonik
untuk retinal break and detachments. Juga dikenal sebagai "tobacco dust", tanda Shafer
menggambarkan visualisasi butiran pigmen dalam anterior vitreous. Butiran pigmen ini berasal dari RPE.
Retinal break memungkinkan kebocoran sel RPE melalui retina neurosensori ke dalam vitreous anterior.
Pilihan B: Ablasio retina traksional → kondisi sekunder dari kelainan retina yang berkaitan dengan
proliferasi membrane neovaskular, sebagai respons dari kondisi iskemik retina. Ditemukan pada kasus-
kasus retinopati diabetic, oklusi vena retina sentral/ cabang, uveitis posterior, dan lain-lain. Membran
ini dalam perkembangannya dapat berkontraksi dan membuat tarikan pada permukaan retina sehingga
terjadi ablasio retina. Ablasio jenis ini tidak diawali dengan terbentuknya robekan di retina seperti pada
ablasio regmatogen. Keluhan yang dialami : tajam penglihatan menurun mendadak, dapat disertai floaters
yg disebabkan ruptur neovaskular/ berupa perdarahan vitreus.
Pilihan C : Ablasio retina eksudatif → ablasio yang terjadi oleh karena kondisi sekunder yg umumnya
terjadi akibat proses inflamasi di jaringan uvea posterior, yaitu retina dan koroid. Etiologi lain : hipertensi
maligna, tumor koroid, multifocal central serous retinopathy. Keluhan berupa penglihatan yang menurun
secara progresif, mata merah, floaters.

13. Seorang ibu mengalami peningkatan tekanan bola mata. Factor berikut yang dapat menurunkan
tekanan intraocular diantaranya:
a. Konsumsi Obat kortikosteroid
b. Peningkatan suhu tubuh
c. Hipotiroidisme
d. Aerobic exercise
e. Konsumsi obat topiramate

Pembahasan : Jawaban D. Aerobic Exercise


14. Seorang laki-laki 40 tahun memiliki keluhan nyeri pada daerah sekitar mata kanan. Pandangan kabur
disangkal, Setelah dilakukan pemeriksaan, didapatkan tekanan bola mata kanan 26 mmhg, mata kira 35
mmhg, gonioskopi didapatkan sudut sempit. pemeriksaan dengan foto fundus dan humprey belum
dilakukan, apakah diagnosis yang tepat pada pasien?
a. POAG
b. PACS
c. PAC
d. PACG
e. Chronic angle closure

Pembahasan : Jawaban C. PAC

Pada kasus didapatkan : nyeri pada mata kanan. Anterior segmen : Peningkatan TIO, sudut sempit.
Maka pasien ini merupakan pasien dengan Primary angle closure, dimana sudut sempit/ kontak
Iridotrabecular > 180 ° dengan peningkatan TIO atau PAS (peripheral Anteriors Synechiae) tetapi tidak ada
kerusakan saraf optik (Pada soal juga belum dilakukan pemeriksaan fundus)
Sedangkan pada
Pilihan B → PACS (Primary angle closure suspect) : sudut sempit atau kontak Iridotrabecular > 180 °
tanpa tanda-tanda kerusakan trabecular meshwork atau saraf optik,
Pilihan D → Primary angle-closure glaucoma (PACG) : Sudut sempit dengan peningkatan TIO atau PAS
dengan GON (Glaucomatous Optic Neuropathy).
Pilihan A → Primary Open Angle Glaucoma : neuropati optik disertai dengan defek lapang pandangan
dan peningkatan TIO, tanpa terkait dengan kelainan mata atau kelainan sistemik yang dapat menyebabkan
peningkatan resistensi terhadap outflow aquous humour
Sumber : BCSC AAO Section Glaucoma 2019-2020 Hal.117

Sumber : BCSC AAO Section Glaucoma 2019-2020 Hal. 4


15. Which cataract formation is common after retinal surgery pars plana vitrectomy without silicone oil
in patients older than 50 years?
a. Nuclear cataract
b. Cortical cataract
c. Posterior subcapsular cataract
d. All of the above
Pembahasan : Jawaban A. Nuclear Cataract
Pembentukan katarak adalah salah satu komplikasi paling umum setelah vitrektomi. Kekeruhan nuklir
progresif, dapat terjadi setelah semua jenis vitrektomi dan tamponade gas intraokular. sementara kekeruhan
subkapsular permanen dapat terjadi pada mata yang diisi silikon oil. Kekeruhan nuklir setelah vitrektomi
secara morfologis dan histologis menyerupai katarak terkait usia, tetapi menunjukkan perkembangan yang
lebih cepat: dua tahun setelah vitrektomi. Kekeruhan berkembang lebih cepat pada pasien berusia di atas
50 tahun. Penyebab utama katarak nuklir kemungkinan besar adalah stres oksidatif.

16. Cystoid macular edema (CME) (Irvine-Gass syndrome) is a common cause of postoperative
decreased vision after cataract surgery, based on AAO, a spontaneous resolution in uncomplicated cases
will occurs within :
a. <1 month
b. 1–3 months
c. 3–12 months
d. >12 months

Pembahasan: Jawaban C. 3-12 months


Irvine Gass Syndrome merupakan CME yang terjadi setelah operasi katarak yang ditandai dengan area
cystoid (cyst-like) multipel pada daerah makula. Insiden CME diperkirakan 50% setelah Intracapsular
Cataract Extraction (ICCE), 20% setelah Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) dan 19% setelah
fakoemulsifikasi.
Faktor resiko terjadinya CME post operatif diantaranya kehilangan vitreus intraoperatif, penempatan Intra
Ocular Lens (IOL) pada kamera okuli anterior (COA), inflamasi post operatif yang lama.
Resolusi spontan dengan perbaikan visual dapat terjadi dalam rentang 3-12 bulan. Namun, pada edema
makula persisten atau eksaserbasi dapat menyebabkankerusakan pada fotoreseptor foveolar yang
menyebabkan gangguan penglihatan secara permanen.

17. What is the criterion that was used in the Ocular Hypertension Treatment Study (OHTS) for
identification of a visual field defect on standard automated perimetry?
a. presence of a Glaucoma Hemifield Test (GHT) with abnormally low sensitivity
b. presence of a Pattern Standard Deviation (PSD) with P < 5% or presence of a GHT with a result
outside normal limits
c. presence of a cluster of 2 abnormal points on the pattern deviation plot
d. diffuse loss of sensitivity with a mean deviation with P < 5%
Pembahasan : Jawaban B. presence of a Pattern Standard Deviation (PSD) with P < 5% or
presence of a GHT with a result outside normal limits
Untuk mengembangkan kriteria untuk mendeteksi hilangnya bidang visual glaukoma untuk perimetri
otomatis standar (SAP) dan perimetri otomatis panjang gelombang pendek (SWAP). Studi observasi
longitudinal. Tiga populasi dievaluasi: (1) 348 subjek normal (348 mata) diuji untuk mengembangkan
database normatif dan paket analisis statistik untuk SAP dan SWAP. (2) Sebuah kelompok independen
yang terdiri dari 47 subjek normal (94 mata) dengan 4 tahun tindak lanjut longitudinal dievaluasi untuk
menentukan spesifisitas dari kriteria yang berbeda. (3) Sekelompok 298 pasien (479 mata) dengan tekanan
intraokular tinggi dan bidang visual SAP baseline normal dievaluasi untuk menentukan sensitivitas kriteria
yang berbeda untuk mendeteksi hilangnya lapang pandang glaukoma awal. Enam kriteria menunjukkan
spesifisitas tinggi untuk mengidentifikasi mata dengan benar dengan lapang pandang normal (98% -100%)
untuk SAP dan SWAP: (1) a pattern standard deviation (PSD) lebih buruk dari level normal 1%, (2) a
glaucoma hemifield test (GHT) "di luar batas normal", (3) one hemifield cluster worse than the normal 1%
level (4 two hemifield clusters worse than the normal 5% level, (5) four abnormal (P <.05) locations, (6)
five abnormal locations (P <.05) pada plot probabilitas deviasi pola. Untuk semua kriteria, konfirmasi pada
bidang visual kedua diperlukan untuk spesifisitas tinggi. GHT "di luar batas normal", dua kluster hemifield
lebih buruk dari level normal 5% dan empat lokasi uji abnormal (P <.05) pada plot probabilitas deviasi pola
memberikan persentase konversi tertinggi dari bidang visual normal ke glaukoma. Kriteria berdasarkan
GHT, cluster hemifield GHT, dan plot probabilitas deviasi pola memberikan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi untuk mendeteksi perubahan lapang pandang glaukoma awal .

18.What is the most common cause of glaucoma associated with primary or metastatic tumors of the
ciliary body?
a. angle closure by rotation of the ciliary body
b. deposition of tumor cells and inflammatory cells in the trabecular meshwork
c. direct invasion of the anterior chamber angle
d. neovascularization of the angle

Pembahasan : Jawaban C. direct invasion of the anterior chamber angle


19. Seorang wanita usia 32 tahun datang dengan keluhan sakit kepala, terkadang terdapat nyeri pada leher
dan punggung, penglihatan kabur ada dan terdapat diplopia, terkadang pasien mual tanpa disertai muntah.
Tidak ada Riwayat darah tinggi, kencing manis ataupun trauma pada pasien. Pasien diketahui mem iliki
berat badan 68 Kg dengan tinggi 158 cm. Pada pemeriksaan didapatkan VODS 6/30 dengan tekanan bola
mata normal dan segment anterior yang tenang, pada pemeriksaan segment posterior didapatkan
papilledema. Tidak ada bukti ventrikulomegali atau lesi massa, structural atau vascular pada brain
imaging dan didapatkan normal pada CSF. Menurut keterangan diatas, manakah yang tidak dapat
diberikan sebagai tatalaksana pada kasus tesebut?
a. Penurunan berat badan dan rujuk ke ahli gizi
b. Acetazolamide 1-4gr perhari dapat menjadi pilihan terapi
c. Kortikosteroid
d. Topiramate

Pembahasan : Jawaban C. Kortikosteroid


20. Seorang pasien perempuan, usia 33 tahun dikonsulkan dari bagian penyakit dalam dengan hipertiroid
dan datang dengan mata menonjol pada kedua mata, terdapat retraksi pada kelopak mata, lid lag saat
melihat ke bawah pada kedua kelopak mata, nyeri atau ketidaknyamanan pada daerah mata, diplopia,
lakrimasi dan fotofobia serta penglihatan kabur. Dari kasus diatas, manakah yang menjadi tatalaksana
pada tingkat moderate:
a. Steroid intravena dosis tinggi
b. Tindakan bedah dengan dekompresi orbita
c. Eyelid taping
d. Radioterapi periocular

Pembahasan : Jawaban. Eyelid Taping


21. Seorang ibu umur 40 tahun mengeluh kedua mata kabur yang sudah berlangsung beberapa bulan
disertai sakit kepala. Sakit kepalanya terasa pada seluruh kepala yang lebih berat pada pagi hari. Sakit
kepalanya juga memburuk saat membungkuk, mengejan, dan bersin. Kadang-kadang merasa mual,
pernah mengalami muntah, dizziness, dan tinitus. Ibu tadi mengalami obesitas. Tidak ada riwayat
pemakaian obat-obatan serta tidak ditemukan gangguan endokrin tertentu. Pada pemeriksaan didapatkan
VOD 6/9 dan VOS 6/15. Fundus kopi didapatkan papiledema pada kedua mata. MRI kepala tidak
didapatkan kelainan. Kemungkinan diagnosis pada pasien ini?
a. IIH
b. NAION
c. AION
d. Neuropati optik iskemik posterior arteritik
e. Papilopati diabetik.

Pembahasan : Jawaban A. IIH

Pada IIH tanda yang muncul :


- Sakit kepala
- Nyeri pundak dan leher
- Nausea
- Pulsatile Tinnitus
- Diplopia
- Transient Visual Obscurations
IIH biasa terjadi pada usia 30-an , pada wanita terutama yang menderita obesitas
Gambaran funduskopi pada pasien IIH : papilledema
Visus dapat normal pada pasien awal gejala.
22. A woman 30 years old woman complained of blurred vision perceived intermittent since 3 years ago.
The MRI shows “black holes” appearance. We diagnosed this patient is...
a. Multiple Sclerosis
b. Pseudotumor
c. Myastenia Gravis
d. Cavernous syndrome thrombosis
e. Ocular Toxoplasmosis

Pembahasan : Jawaban A. Multiple Sclerosis

MS adalah penyakit inflamasi dan kelaianan neurodegeneratif pada Central Nervus System yang dapat
mengakibatkan progresivitas kelainan neurologi. Keluhan yang pertama kali muncul yang dirasakan
pasien biasanya adalah gangguan penglihatan.
Biasanya terjadi pada wanita, sering terjadi pada kulit putih.
Penyebab masih belum diketahui tetapi dikatakan kekurangan vitamin D merupakan salah satu faktor
resiko.
Gejala MS biasanya merasakan kelainan neurologi yang relapsing-remitting yang dapat terjadi dengan
interval bulan sampai tahun.
Blackholes pada MRI menunjukkan adanya progresivitas dari penyakit MS

23. Perempuan 55 tahun, mengeluhkan kedua mata merah sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan kerap
berulang dan membaik setelah berobat. Riwayat nyeri sendi hilang timbul di tangan dan kaki.
Pemeriksaan : VOD 6/7.5, konjungtiva hiperemis, defek kornea perifer jam 7-9, corneal thining (+).
Kondisi di atas mengarah ke diagnosis:
a. Peripheral ulcerative keratitis
b. Keratitis herpes
c. Keratitis interstitial
d. Ulkus moreen
e. Terrien degeneration

Pembahasan : Jawaban A. PUK


Peripheral ulcerative keratitis biasa nya terjadi pada pasien dengan kelainan autoimmune rheumatoid
arthritis.
Gejalanya yang sering ditemukan adalah terdapat infiltrasi kornea perifer atau adanya frank stromal
melting, dan pada beberapa kasus dapat terjadi kehilangan lapisan epitel dan penipisan lapisan stroma.
Ulserasi mungkin terkait dengan infiltrat seluler yang signifikan di stroma kornea, dan konjungtiva yang
berdekatan dapat meradang. Pemeriksaan lengkap harus dilakukan pada pasien PUK.

24.Tatalaksana medika mentosa untuk kasus ini :


a. Artificial tears dan steroid topikal
b. Artificial tears dan antibiotic topikal
c. Antibiotik topical dan steroid sistemik
d. Steroid topikal dan sistemik
e. Artificial tears dan steroid sistemik

Pembahasan : Jawaban c. Antibiotik topical dan steroid sistemik


Kondisi di atas mengarah ke Peripheral ulcerative keratitis.
Tujuan terapi Peripheral ulcerative keratitis adalah memberikan tindakan suportif lokal untuk mengurangi
melting. Ini dapat dicapai dengan meningkatkan epitelisasi, dan menekan inflamasi yang dimediasi imun
baik secara lokal maupun sistemik dengan memberikan Kortikosteroid. Mempertahankan lubrikasi pada
permukaan okular sangat penting, karena lubrikasi dapat membantu mengurangi efek inflamasi sitokin. Hal
ini dapat dicapai dan memberikan artificial tears.
Antibiotik topikal digunakan untuk mencegah superinfeksi bakteri.

25. Tindakan dokter menolak aborsi tanpa indikasi medis (misal hamil di luar nikah), termasuk
a. Beneficence
b. Non – maleficence
c. Maleficence
d. Autonomy
e. Justice

Pembahasan : Jawaban b. Non – maleficence


4 Prinsip etika medikolegal/ etika kedokteran adalah : Beneficence, Non-maleficence, Autonomy, dan
Justice.
Beneficence adalah melakukan perbuatan baik atau memberikan manfaat bagi orang lain.
Non-maleficence adalah tidak melakukan perbuatan merugikan atau menyakiti orang lain.
Autonomy adalah menghormati kebebasan atau keinginan orang lain.
Justice adalah bersikap adil pada setiap orang berdasarkan prinsip keadilan distributif dan keadilan
sosial.
Dengan menolak aborsi tanpa indikasi medis (misal hamil di luar nikah) dapat mencegah perbuatan yang
dapat merugikan atau menyakiti orang lain, maka ini menerapkan prinsip Non-maleficence

26.Tindakan dokter menjaga rahasia pasien dari orang yang tidak ada hubungan dengan pasien atau atas
permintaan pasien, termasuk…
a. Beneficence
b. Non – maleficence
c. Maleficence
d. Autonomy
e. Justice

Pembahasan : Jawaban D. Autonomy

4 Prinsip etika medikolegal/ etika kedokteran adalah : Beneficence, Non-maleficence, Autonomy, dan
Justice.
Beneficence adalah melakukan perbuatan baik atau memberikan manfaat bagi orang lain.
Non-maleficence adalah tidak melakukan perbuatan merugikan atau menyakiti orang lain.
Autonomy adalah menghormati kebebasan atau keinginan orang lain.
Justice adalah bersikap adil pada setiap orang berdasarkan prinsip keadilan distributif dan keadi lan
sosial.
Dengan menjaga rahasia pasien dari orang yang tidak ada hubungan dengan pasien atau atas permintaan
pasien, maka dokter telah menerapkan prinsip Autonomy, dimana dokter menghormati pasien

27. Seorang anak perempuan, usia 3 tahun, datang dengan keluhan mata tampak juling, mata kiri terlihat
lebih kecil dari mata yang kanan. Mata kiri pasien tidak dapat melirik ke arah kiri. Jika pasien melihat ke
arah samping, maka kepala pasien akan menengok ke arah tersebut. Kepala dan telinga pasien tampak
normal, tidak ada gangguan pada pendengaran pasien. Diagnosis yang paling mungkin dari pasien diatas
adalah :
a. Goldenhar syndrome
b. Nonproliferative diabetic retinopathy
c. Duane Syndrome
d. Brown Syndrome
e. Thyroid Eye Disease

Pembahasan : Jawaban C. Duane Sydrome


Pasien duane syndrome biasanya menunjukkan gejala dari lahir. Dengan posisi kepala abnormal dan
ketidakmampuan abduksi ataupun adduksi adalah kunci pada kasus ini.
Untuk pilihan Goldenhar syndromne disingkirkan karena dikasus dikatakan kepala dan telinga pasien
tampak normal, tidak ada gangguan pendengaran pasien. Kemudian untuk pilihan nonproliferative juga
disingkirkan karena di kasus tidak ada kaitannya dengan kelainan retina, kelainan fungsi motoric, ataupun
gejala tiroid.

28. Seorang pasien anak usia 5 tahun datang dengan keluhan ada bayangan hitam yang menghalangi
pandangan mata kanan sejak 5 bulan yang lalu, keluarga pasien mengatakan melihat pantulan putih di
mata kanan pasien saat terkena cahaya. Sejak 3 bulan terakhir pengelihatan pasien semakin buram.
Riwayat mata merah berulang (-), trauma (-) dan keluhan lain tidak ada. Pada pemeriksaaan dengan
indirek funduskopi pada mata kanan didapatkan tumor berbentuk nodul multiple berwarna putih krem.
Kelainan yang mungkin terjadi pada pasien adalah:
a. Retinoblastoma
b. Blefarospasme
c. Optic neuritis
d. Retinal detachment
e. Glaucoma akut sudut tertutup

Pembahasan : Jawaban A. Retinoblastoma

Kunci dari kasus di atas adalah anak2 mengeluhkan adanya bayangan hitam, melihat pantulan putih saat
terkena cahaya dan pandangan semakin lama semakin buram, pada fundus didapatkan adanya massa tumor.
Pilihan b c d e di singkirkan karena pada kasus tidak ada hubungannya dengan kelainan pada kontraksi otot
kelopak mata, kenaikan tekanan bola mata, kelainan saraf optic, ataupun kelainan sel RPE.
29. Seorang pasien berusia 7 tahun mengeluhkan pandangan kedua mata kabur perlahan, orang tua pasien
mengatakan prestasi di sekolah menurun. Pada pemeriksaan retinoskopi dengan sikloplegik pada working
distance 50 cm didapatkan against the movement kemudian ditambahkan lensa sferis sampai dengan -
1.00 D dan didapatkan gambaran netral pada retinoskopi. Berapakah power kacamata yang diresepkan?
a. – 2.00 D
b. – 1.50 D
c. – 3.50 D
d. – 3.00 D
e. – 2.50 D

Pembahasan : Jawaban D. -3.00 D

WD= 1/f(m) = 1/0,5 = 2.00 D


Retinoscopic reflex netral OD/S= -1.00 D
Koreksi OD/S= -1.00 D – 2.00 D = -3.00 D

30. Seorang pasien yang baru saja diresepkan lensa tambahan progresif baru kembali dengan keluhan
bahwa dia perlu memiringkan dagu untuk melihat dengan jelas dari kejauhan. Apa sumber masalah yang
paling mungkin?
a. Kekuatan addisicyang terlalu kuat
b. Addisi yang diposisikan terlalu tinggi
c. Hyperopia yang tidak dikoreksi atau overkoreks myopia
d. Pusat optic yang salah

Pembahasan : C. Hyperopia yang tidak dikoreksi atau overkoreksi myopia

Pada posisi menengadahkan dagu, pasien secara efektif menambahkan power lensa pada jarak yang
diresepkan dengan cara melihat pada bagian atas lensa addisi. Hal ini menandakan suatu undercorrected
hyperopia atau overcorrected myopia.
31. A man, 76 years came with complaints of left eye blurred suddenly perceived 2 days earlier. No pain,
no red eyes and other subjective complaints. On examination obtained VOD 6 /6, VOS 1 / 300.
Fundoscopy obtained picture 'cherry red spot' which already looks is reddish. In FFA: centralis retinal
artery reperfusion. Therapy that can be taken include the following steps:
a. Massage of eye, betabloker, parasintesis
b. Parasintesis, betabloker, vitreus aspiration
c. Massage of eye, parasintesis, vitreus aspiration
d. Decreased TIO, parasintesis
e. No correct answer

Pembahasan : Jawaban A. Massage of eye, B Blocker, Parasintesis


Diagnosis dari kasus diatas adalah CRAO dimana pada CRAO biasanya terjadi kehilangan lapang
pandangan secara tiba-tiba, tanpa disertai dengan adanya nyeri. Retina menjadi pucat dan edem terutama
pada kutub posterior, dimana nerve fiber dan ganglion cell layers lebih tebal. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai RAPD. CRAO memiliki gambaran retinal whitening dan cherry red spot akibat opafikasi dan
edema nerve fiber layer. Dalam hitungan satu bulan, inner retina akan menjadi atropi dan edema berkurang.
Pada pemeriksaan fisik, pembuluh darah retina membentuk segmental blood flow, atau yang disebut dengan
boxcarring.
Manajemen yang dilakukan pada CRAO adalah: sesegera mungkin, walaupun hanya efektif pada beberapa
kasus saja. Terapi sederhana yang dapat dilakukan seperti menurunkan TIO dengan medikamentosa, dan
ocular massage mungkin bermanfaat. Meskipun demikian, hasil yang diperoleh dari anterior chamber
paracentesis dan vasodilator karbogen (kombinasi 95% oxygen and 5% carbon dioxide) melalui terapi
inhalasi menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Terapi oksigen hiperbarik, kateterisasi arteri oftalmika
dengan infus tPA, dan tranvitreal Nd:YAG embolysis. Inisial manajemen adalah evaluasi etiologi dasar
untuk dapat pengelolaan yang sesuai dalam kasus kegawatdaruratan.
(AAO 2019-2020 Retinal & Vitreous hal 146)

32. The etiology from the case above, except..


a. embolization or atherosclerosis-related thrombosis occurring at the level of the lamina cribrosa
b. hemorrhage under an atherosclerotic plaque
c. dissecting aneurysm within the central retinal artery
d. Spasm
e. IOP elevation

Pembahasan : Jawaban E. IOP Elevation


Etiologi pada CRAO yang paling sering adalah embolization atau atherosclerosis- related thrombosis pada
lamina cribrosa. Sedangkan penyebab yang jarang terjadi adalah perdarahan dibawah plak atherosclerotic,
thrombosis, trauma, spasme, dan aneurisma diseksi pada central retinal artery. Emboli pada daerah karotis
menyebabkan transient ischemic attacks, amaurosis fugax, atau keduanya. (AAO 2019-2020 Retinal &
Vitreous hal 144)

33. A 6- year- old child presents with a 35Δ intermittent exotropia at distance and a 20Δ intermittent
exotropia at near. After the patch test, measure ments for this patient are 35Δ exotropia at distance and
30Δ exotropia at near. What is the most likely diagnosis?
a. pseudodivergence excess intermittent exotropia
b. divergence excess intermittent exotropia
c. intermittent exotropia with a high accommodative convergence/accommodation (AC/A) ratio
d. basic intermittent exotropia

Pembahasan : Jawaban a. pseudodivergence excess intermittent exotropia


The exodeviation is termed basic intermittent exotropia when the size of the deviation at distance
fixation is within 10 prism diopters (Δ) of the deviation size at near fixation. Some children have a
larger deviation at near than at distance; this is distinct from convergence insufficiency. When the
exodeviation at distance is larger than the deviation at near fixation by 10Δ or more, the near exodeviation
should be remeasured after 1 eye is occluded for 30–60 minutes (the patch test). The patch test eliminates
the effects of tenacious proximal fusion, helping distinguish between pseudodivergence excess and true
divergence excess. A patient with pseudodivergence excess has similar distance and near
measurements after the patch test. A patient with true divergence excess continues to have a
significantly larger exodeviation at distance.

34. A 4- year- old child with an intermittent exotropia has been observed and has had fair control of the
deviation. At the most recent visit, a decrease in stereopsis was noted. What most likely explains this
finding?
a. A high AC/A ratio has developed in the patient.
b. Consecutive esotropia has developed in the patient.
c. The patient has increased tenacious proximal fusion.
d. Sensory testing was performed after alignment testin

Pembahasan : Jawaban d. Sensory testing was performed after alignment testin

Exodeviation control may be categorized as follows:


• Good control: Exotropia manifests only after cover testing, and the patient resumes
fusion rapidly without blinking or refixating.
• Fair control: Exotropia manifests after fusion is disrupted by cover testing, and the
patient resumes fusion only after blinking or refixating.
• Poor control: Exotropia manifests spontaneously and may remain manifest for an
extended time.
Because visual acuity and alignment tests are dissociating and may adversely affect assessment
of strabismus control, they should be performed after sensory tests for stereopsis and fusion.
35. A 6- year- old child pres ents with a 35Δ intermittent exotropia at distance and a 20Δ intermittent
exotropia at near. After the patch test, measurements for this patient are 35Δ exotropia at distance and
30Δ exotropia at near. What is the most likely diagnosis?
a. pseudodivergence excess intermittent exotropia
b. divergence excess intermittent exotropia
c. intermittent exotropia with a high accommodative convergence/accommodation (AC/A) ratio
d. basic intermittent exotropia

Pembahasan : Jawaban a. pseudodivergence excess intermittent exotropia


The exodeviation is termed basic intermittent exotropia when the size of the deviation at distance
fixation is within 10 prism diopters (Δ) of the deviation size at near fixation. Some children have a
larger deviation at near than at distance; this is distinct from convergence insufficiency. When the
exodeviation at distance is larger than the deviation at near fixation by 10Δ or more, the near exodeviation
should be remeasured after 1 eye is occluded for 30–60 minutes (the patch test). The patch test eliminates
the effects of tenacious proximal fusion, helping distinguish between pseudodivergence excess and true
divergence excess. A patient with pseudodivergence excess has similar distance and near
measurements after the patch test. A patient with true divergence excess continues to have a
significantly larger exodeviation at distance.

36. A 5- year- old child presents with Y- pattern exotropia. What finding can be expected on examination?
a. Overelevation of the eye is seen on adduction and slight upgaze.
b. Overelevation is seen on horizontal gaze.
c. Fundus excyclotorsion is found on fundus examination.
d. Vertical deviation is noted with head tilts.

Pembahasan : Jawaban A. Overelevation of the eye is seen on adduction and slight upgaze.
Pasien dengan pola Y (pseudo-overaction pada otot oblik inferior) memiliki okular normal kesejajaran di
posisi utama dan ke bawah, tetapi mata menyimpang ke atas. Pasien-pasien ini tampaknya memiliki otot
oblique inferior yang bekerja berlebihan, tetapi penyimpangannya dianggap karena persarafan anomali dari
otot rektus lateral dalam pandangan ke atas. Karakteristik klinis yang membantu mengidentifikasi bentuk
strabismus termasuk yang berikut: overelevation tidak terlihat Ketika mata digerakkan langsung secara
horizontal, tetapi menjadi nyata saat mata diarahkan horizontal dan sedikit ke atas; tidak ada torsi fundus;
tidak ada perbedaan vertical penyimpangan dengan kepala miring; dan tidak ada kelemahan otot oblique
superior
37 .Perempuan usia 8 tahun datang ke Poli dengan keluhan mata kiri juling ke arah luar sejak kecil.
Pengukuran prisma cover test primer 25 prisma base in, upgaze 35 prisma base in, downgaze 15 prisma
base in. Diagnosis:
a. V pattern XT
b. A pattern XT
c. V pattern ET
d. A pattern ET

Pembahasan : Jawaban A. V Patter XT


V pattern
• Definition - difference in measurement between up gaze and down gaze of at least 15 prism
• Example: V pattern exotropia has a greater magnitude of deviation in up gaze than down gaze.
(Figure 1)

Figure 1: V-pattern exotropia.[2]


• Example: V pattern esotropia has a greater magnitude of deviation in down gaze than up gaze.
(Figure 2)

Figure 2: V-pattern esotropia. [3]

A pattern
• Definition - difference in measurement between up gaze and down gaze of at least 10 prism
diopters
• Example: A pattern exotropia has a greater magnitude of deviation in down gaze than up gaze.
(Figure 3)

Figure 3: A-pattern exotropia.[4]


• Example: A pattern esotropia has a greater magnitude of deviation in up gaze than down gaze.
(Figure 4)


Figure 4: A-pattern esotropia. [5]

38. Tindakan operatif pilihan pada kasus di atas adalah


a. Reses rectus lateral bilateral
b. Bilateral inferior oblique weakening
c. Lateral rectus transposition to inferior, medial rectus transposition to superior
d. Resek rectus lalteralo bilateral
e. Bilateral superior oblique weakening

Pembahasan : Jawaban B. Bilateral inferior oblique weakening


Untuk esotropia pola-V atau eksotropia yang terkait dengan OEAd, melemahnya oblik inferior otot
dilakukan. Untuk pasien yang juga mengalami disosiasi deviasi vertikal (DVD), transposisi anterior otot
oblik inferior dapat memperbaiki kedua pola V. dan DVD. Karena penderita esotropia infantil pola-V yang
lebih muda dari 2 tahun berisiko mengembangkan DVD, transposisi anterior dari oblik inferior dapat
dipertimbangkan terlebih dahulu untuk grup ini. Untuk pasien dengan esotropia pola-V atau eksotropia
yang tidak terkait dengan OEAd, sesuai transposisi vertikal otot rektus horizontal dilakukan.
39. Which of the following represents a Jackson cross cylinder?
a. -2.00 +4.00 x180
b. -l.00 +3.00 x90
c. +l.00 -l.00 x90
d. +2.00 +3.00 x180

Pembahasan : Jawaban A. -2.00 +4.00 x180


The Jackson cross cylinder is a lens made of 2 cylinders of equal but opposite magnitude placed at 90°
relative to each other; the spherical equivalent of the resulting lens is zero. High-power Jackson cross
cylinders are especially useful in refining the refraction in low vision patients.

40. Seorang laki – laki, 20 tahun. Selama ini pasien menggunakan lensa kontak untuk membantu
penglihatannya. Pasien mengeluh matanya terasa terbakar saat menggunakan kontak lens. Baru – baru
ini pasien mengganti cairan pembersih lensa kontaknya dengan jenis lain. Cairan apakah yang diduga
menyebabkan hal tersebut ?
a. MPS
b. Hydrogen Peroxide
c. Artificial Tears
d. MPS + Artificial Tears
e. Hydrogen Peroxide + Artificial Tears

Pembahasan : Jawaban B. Hydrogen Peroxide


41. A 50 year old woman came with a mass on the left upper eyelid since 3 months ago. She underwent
biopsy 6 months ago, revealing pagetoid spread. The mass progressively enlarges, sometimes bleeding
with loss of eyelashes. No history of pain or itching. Macroscopically there was a fixed lobulated yellow
large mass originating from the tarsal plate, involving the fornix. The appropriate management for this
patient is;
a. Radiation therapy
b. Ocular enucleation
c. Wide surgical excision
d. Orbital exenteration

Pembahasan : Jawaban C. Wide Surgical Excision


Sebaceous carcinoma (also called sebaceous gland carcinoma, sebaceous cell carcinoma, sebaceous
adenocarcinoma, meibomian gland carcinoma) is a highly malignant and potentially lethal tumor that arises
from the meibomian glands of the tarsal plate; from the glands of Zeis associated with the eyelashes; or
from the sebaceous glands of the caruncle, eyebrow, or facial skin. Unlike basal cell or squamous cell
carcinoma, sebaceous carcinoma occurs more frequently in women and originates twice as often in the
upper eyelid as in the lower, reflecting the greater numbers of meibomian and Zeis glands in the upper
eyelid. These tumors typically appear yellow due to lipid material within the neoplastic cells and often
masquerade as benign eyelid diseases. Because eyelid margin sebaceous carcinomas originate in the tarsal
plate or the eyelas margin, superficial shave biopsies may reveal chronic inflammation but miss the
underlying tumor. Full-thickness eyelid biopsy with permanent sections or full-thickness punch biopsy of
the tarsal plate may be required to obtain the correct diagnosis. Wide surgical excision has historically been
the standard treatment for sebaceous carcinoma, although Mohs micrographic surgery has been
demonstrated to have lower local recurrence rates for periorbital sebaceous carcinoma.

42. 40 yo woman, presents with a rapidly enlarging lesion on the lower eyelid. The lesion has a central
keratin filled crater and elevated rolled margin. The most likely diagnosis is.
a. Pilomatricoma
b. verruca vulgaris
c. basal sel karsinoma
d. keratoacantoma
e. epidermal inclusion cyst

Pembahasan : Jawaban D. Keratoacantoma


Keratoacanthoma (KA) adalah tumor kulit low grade yang umum (tidak bermetastasis atau bersifat ganas)
yang tumbuh dengan cepat yang diyakini berasal dari folikel rambut (pilosebasea) dan dapat menyerupai
karsinoma sel skuamosa. Ciri khas dari keratoacanthoma adalah bentuknya kubah, simetris, dikelilingi oleh
dinding halus dari kulit yang meradang, dan ditutup dengan sisik keratin dan debris. Tumbuh dengan cepat,
mencapai ukuran besar dalam beberapa hari atau minggu, dan jika tidak diobati selama berbulan-bulan
hampir selalu akan kelaparan makanan, nekrosis, mengelupas, dan sembuh dengan jaringan parut.
Keratoacanthoma umumnya ditemukan pada kulit yang terpapar sinar matahari, seringkali pada wajah,
lengan dan tangan. Di bawah mikroskop, keratoacanthoma sangat mirip dengan karsinoma sel skuamosa.
Untuk membedakan keduanya, hampir seluruh struktur perlu dihilangkan dan diperiksa. Sementara
beberapa ahli patologi mengklasifikasikan keratoacanthoma sebagai entitas yang berbeda dan bukan
keganasan, sekitar 6% dari keratoacanthomas klinis dan histologis berkembang menjadi kanker sel
skuamosa invasif dan agresif; beberapa ahli patologi mungkin memberi label KA sebagai "karsinoma sel
skuamosa berdiferensiasi baik, varian keratoacanthoma", dan pembedahan definitif yang cepat mungkin
direkomendasikan.

43. Enlargement of the cornea associated with breaks in the Descemet membrane (Haab striae) is
commonly found in ?
a. Glaucoma kongenital
b. Primary angle glaucom
c. Acute glaucom
d. Chronic glaucoma

Pembahasan : Jawaban A. Glaucoma Kongenital

Glaukoma kongenital primer (PCG) adalah penyakit langka karena kelainan yang ditentukan secara genetik
pada jalinan trabekuler dan sudut bilik anterior yang mengakibatkan peningkatan tekanan intraokular (TIO),
tanpa anomali perkembangan mata atau sistemik lainnya. Ada tiga varian berdasarkan usia penyajian
sebagai berikut:

1) onset bayi baru lahir (0-1 bulan)


2) awitan infantil (> 1-24 bulan)
3) onset terlambat atau terlambat dikenali (> 24 bulan)
4) kasus yang ditangkap secara spontan (sangat jarang, temuan klasik peregangan mata termasuk Haab
striae dengan TIO normal; tetap harus mengikuti sebagai tersangka glaukoma)
PCG biasanya muncul antara usia 3-9 bulan, tetapi bentuk yang paling parah adalah onset bayi baru lahir.
Peningkatan TIO dikaitkan dengan "tiga serangkai" gejala klasik (fotofobia, epifora dan blepharospasm),
yang terjadi karena ekspansi cepat mata anak menyebabkan buphthalmos (Yunani = "mata sapi"),
pembesaran kornea, istirahat horizontal atau miring di Descemet membran (Haab striae) dan edema kornea
berikutnya serta kekeruhan. Jika Haab striae dan buphthalmos terlihat tanpa peningkatan TIO, bekam saraf
optik, atau edema kornea, maka pasien memiliki spontaneously arrested PCG. Prognosis untuk anak-anak
dengan PCG cukup bervariasi, ada yang mencapai penglihatan baik, ada yang buta. Sementara PCG
menyumbang kurang dari 0,01% dari semua pasien dengan penyakit mata, itu telah disalahkan untuk 5%
dari kebutaan masa kanak-kanak di seluruh dunia. Kehilangan penglihatan adalah sekunder dari jaringan
parut kornea atau kerusakan saraf optik, dan sering ambliopia pada kasus asimetris atau unilateral.
Manajemen bedah adalah modalitas pengobatan utama. Jika TIO dikendalikan, penglihatan di mata yang
lebih baik pada akhirnya bisa menjadi 20/60 atau lebih baik.

44. An anteriorly displaced Schwalbe line is found in ?


a. Axenfeld-Rieger syndrome.
b. Ash-leaf sign syndrome
c. Sturge weber syndrome
d. VKH syndrome

Pembahasan : Jawaban A. Axenfeld-Rieger Sydrome


Sindrom Axenfeld-Rieger (ARS) mengacu pada kondisi genetik dominan autosomal yang ditandai dengan
disgenesis segmen anterior dan kelainan sistemik. Pada 1920, Axenfeld mencirikan anomali yang
menyandang namanya ketika dia mendeskripsikan embriotokson posterior dan untaian iris yang melekat
pada garis Schwalbe yang dipindahkan ke anterior. Embriotokson posterior adalah istilah klinis dan
histologis yang mengacu pada perpindahan garis Schwalbe ke anterior limbus di kornea. Rieger
menggambarkan pasien dengan kelainan iris bawaan termasuk iris hipoplasia, koreksiopia, dan polikoria,
sekarang disebut sebagai anomali Rieger. Anomali Rieger, terkait dengan temuan sistemik, seperti gigi,
defek tulang wajah termasuk hipoplasia maksila, kelainan umbilikalis, atau keterlibatan hipofisis dikenal
sebagai sindrom Rieger. Kombinasi anomali Axenfeld dan sindrom Reiger dikenal secara kolektif sebagai
sindrom Axenfeld-Rieger. Manifestasi klinis paling umum dari ARS adalah koreksi / atrofi iris, dan
embriotokson posterior. Biasanya, sisa kornea bening. Kadang-kadang pasien menderita megalocornea atau
microcornea. Embriotokson posterior mungkin tidak terlihat dengan pemeriksaan slit lamp. Secara
sistemik, pasien ARS umumnya akan mengalami dysmorphism kraniofasial ringan, kelainan gigi, dan kulit
pusar yang berlebihan. Kelainan wajah termasuk hipertelorisme, telecanthus, hipoplasia rahang atas, dan
jembatan hidung datar yang lebar. Kelainan gigi meliputi mikrodontia, oligodontia, atau hipodontia. Selain
itu, pasien mungkin mengalami hipospadia, stenosis anal, kelainan hipofisis, retardasi pertumbuhan, dan
kelainan katup jantung. Glaukoma terlihat pada sekitar 50% kasus ARS. Henti perkembangan sel krista
neural dengan retensi di sudut ruang anterior selama kehamilan mengakibatkan perkembangan trabekuler
meshwork atau kanal Schlemm yang tidak lengkap. Luasnya defek iris dan sudut iris tidak berkorelasi baik
dengan beratnya glaukoma. Namun, insersi iris yang tinggi tampak lebih jelas pada mata dengan glaukoma.

45. Seorang wanita umur 65 tahun dengan keluhan mata kanan merah, lakrimasi dan pada pemeriksaan
Oftalmologi ditemukan adanya uveitis ringan pada mata kanan.Selain itu juga ditemukan adanya nuklear
katarak dengan visus 6/60. Kalau pasien ini berkenan dilakukan operasi kataraknya maka yang paling
tepat adalah :
a. Penempatan IOL pada posterior chamber pada pasien dengan rheumatoid arthritis dan iridocyclitis
b. Idealnya operasi kataraknya dilakukan 3 bulan setelah uveitisnya tenang
c. Pasien dengan Fuchs’ heterochromic iridocyclitis mempunyai prognose yang jelek
d. IOL silicon lebih baik digunakan daripada IOL acrylic

Pembahasan : Jawaban B. Idealnya operasi kataraknya dilakukan 3 bulan setelah uveitisnya


tenang
Operasi katarak pada pasien dengan uveitis membutuhkan pertimbangan khusus. Pasien katarak dengan
uveitis tidak boleh diperlakukan sebagai pasien katarak biasa. Kegagalan dalam mengambil tindakan
pencegahan kekambuhan uveitis akibat trauma operasi katarak dapat menyebabkan terjadinya komplikasi.

Tindakan profilaksis:
1. Tiga bulan setelah mata tenang. Dilakukan untuk mengeliminasi edema makula sebelum
melakukan operasi katarak.
2. Mengobati inflamasi. Pada uveitis aktif perlu dilakukan pengendalian inflamasi dengan
kortikosteroid topical ditambah dengan kortikosteroid oral sebelum dan sesudah operasi untuk
menekan inflamasi yang dapat menyebabkan flare atau pseudophakic macular edema. Biasanya
dilakukan pemberian kombinasi tetes mata steroid 1 minggu sebelum operasi, steroid oral 2-7 hari
sebelum operasi, dan seringkali diberikan steroid intravena dan periokular atau intravitreal pada
saat operasi. Setelah operasi diberikan kombinasi steroid topikal dan oral, kemudian dilakukan
tapering-off tergantung pada derajat inflamasi.
3. Pemeriksaan menyeluruh. Untuk mengetahui etiologi yang penting dari uveitis. Skrining dapat
dilakukan dengan spectral-domain optical coherence tomography (SD-OCT), yang diketahui
efektif dalam menemukan edema retina subklinis.
4. Pertimbangkan pemberian NSAID. Karena uveitis memberikan risiko pseudophakic cystoid
macular edema, NSAID topikal seperti ketorolac 0,5% (4 x 1 gtt) dapat diberikan, dimulai dari 1
minggu sebelum operasi untuk mencegah penggunaan NSAID dalam minggu pertama post-operasi
selama pemulihan epitel, kemudian NSAID dilanjutkan selama 1-2 bulan post-operasi.
5. Menemukan PCO segera. Posterior capsular opacification (PCO) terjadi pada mata dengan
uveitis awal. Kapsulotomi laser Nd:YAG dapat dibutuhkan segera setelah operasi pada pasien
dengan gejala dibandingkan pada mata pseudofakia nonuveitis. Namun kapsulotomi harus ditunda
apabila uveitis masih aktif ataf terdapat CME.
6. IOL acrylic. Saat ini, fakoemulsifikasi invasi minimal dengan implantasi acrylic foldable
intraocular lens adalah standar perawatan sebagian besar pasien dengan uveitis.
Penggunaan plate-haptic IOL dapat menyebabkan dibutuhkannya tindakan kapsulotomi Nd:YAG,
yang meningkatkan risiko lensa jenis ini mengalami dislokasi secara posterior melalui jalan masuk
kapsul. Penggunaan multifocal/diffractive IOL juga biasanya tidak direkomendasikan karena pupil
ireguler atau desentralisasi IOL yang sering terjadi pada mata dengan uveitis dapat menyebabkan
glare dan halo. Penggunaan IOL silicon dihindari apabila terdapat kelainan retina yang
membutuhkan vitrektomi dengan oil nantinya, seperti sindrom ARN (acute retinal necrosis).

46. Seorang pasien datang ke poli mata dengan mata kanan merah dan nyeri. Pasien baru saja menjalani
operasi katarak 1 minggu yang lalu. Dari pemeriksaan didapatkan sisa lensa, sel flare dan keratik
precipitate di BMD. TIOD 35 mmHg. Terapi definitif pada pasien tersebut adalah?
a. Antiglaucoma
b. Ekstraksi sisa lensa
c. Steroid topikal
d. NSAID
e. Steroid sistemik

Pembahasan : Jawaban B. Ekstraksi sisa lensa


Retained lens fragment (RLF) adalah komplikasi operasi katarak yang jarang terjadi. Sisa lensa korteks
dapat menyebabkan reaksi inflamasi pada bilik mata depan dan edema kornea dengan berbagai tingkat
keparahan.
Pada ekstraksi katarak, sisa lensa dapat tertinggal di sudut bilik anterior atau di bilik posterior di belakang
iris, dapat juga bermigrasi ke dalam rongga vitreous jika terjadi rupturnya zonula atau ruptur kapsul
posterior. Material lensa yang tertahan di bilik akuos diperkirakan terjadi lebih sering pada fakoemulsifikasi
dibandingkan dengan ECCE; prevalensi post-operasi yang dilaporkan adalah 0,45% -1,70%, tetapi angka
kejadian yang sebenarnya mungkin lebih tinggi karena kasus yang tidak diketahui. Turbulensi intraokular
selama fakoemulsifikasi dapat mendorong fragmen kecil dari lensa menempel di sudut atau di belakang
iris, sehingga tidak terlihat oleh ahli bedah. Dispersive OVD dapat menjebak dan menahan lebih banyak
fragmen lensa daripada cohesive OVD. Material lensa yang tertahan dapat terlihat di ruang anterior inferior
selama pemeriksaan slit-lamp pertama post-operasi, atau mungkin muncul berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun kemudian dari posisi tersembunyi di ruang posterior.
RLF harus dipertimbangkan sebagai salah satu penyebab uveitis anterior pada pasien pseudofakia. Ekstraksi
lensa adalah terapi definitif dari uveitis akibat RLF. Edema kornea dan uveitis mereda setelah ekstraksi sisa
lensa.
Material korteks lensa yang tertinggal atau fragmen kapsuler tidak selalu memerlukan intervensi bedah.
Secara umum, material korteks ditoleransi dengan lebih baik dan lebih mungkin untuk diserap kembali dari
waktu ke waktu daripada bahan nukelus, yang bahkan dalam jumlah kecil dapat bertahan lebih lama dan
lebih mungkin untuk memicu reaksi inflamasi yang signifikan, edema kornea, atau peningkatan TIO.
Peradangan harus dikendalikan dengan obat tetes antiradang kortikosteroid dan nonsteroid. Peningkatan
TIO dapat diobati dengan obat tetes hipotensif atau carbonic anhydrase inhibitor oral. Intervensi bedah
mungkin diperlukan untuk menghilangkan material lensa sisa dalam situasi berikut:
• Adanya material lensa dalam jumlah besar atau signifikan secara visual
• Peningkatan inflamasi yang tidak dapat dikendalikan dengan obat topical
• Peningkatan TIO akibat peradangan yang tidak responsif dengan obat
• Edema kornea
• Ablasio retina terkait
• Endophthalmitis terkait

47. Seorang laki-laki,20th datang dengan keluhan pengelihatan kedua mata menurun sejak kurang lebih
1 bulan, pengelihatan dirasakan gelap (+), nyeri (-),mata merah(-), tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Keluhan dirasakan semakin bertambah berat sejak 1 minggu terakhir. Dari hasil pemeriksaan didapatkan
VODS :1/60,pupil : B,C,RC (+) Menurun pada kedua mata,defek lapang pandang (+). FODS : Fundus
Hiperemis(+), pseudoedema(+). Diagnosis yang mungkin pada pasien ini adalah :
a. LHON
b. Optic Neuropaty
c. Tyroid Eye disease
d. Retinopathy

Pembahasan : Jawaban A. LHON


Leber Hereditary Optic Neuropathy (LHON) adalah kelainan mitokondria bawaan yang paling umum dan
biasanya menyerang pria muda usia 20-40 tahun (dengan onset usia tersering pada 22-24 tahun). LHON
biasanya dimulai sebagai neuropati optik progresif unilateral dengan keterlibatan sekuensial dari mata yang
lain setelah beberapa bulan hingga tahun kemudian.
Gejala yang umum terjadi yaitu: penglihatan menurun unilateral, progresif lambat, tidak nyeri. Dibedakan
dengan optic neuritis karena tidak adanya nyeri. Beberapa pasien datang setelah adanya keterlibatan mata
lainnya, sehingga mengeluhkan penurunan penglihatan bilateral. Keterlibatan mata kedua biasanya muncul
setelah beberapa minggu hingga bulan, namun kehilangan penglihatan bisa bersamaan. Riwayat penyerta,
disfungsi neurologis atau jantung terkait "LHON Plus" harus diperiksa, seperti distonia, tremor, neuropati,
gangguan gerakan, kelemahan, miopati nonspesifik, dan aritmia. Sindrom Leigh juga dapat dikaitkan
dengan LHON.
Pada pemeriksaan, ketajaman penglihatan dapat sedikit berkurang pada tahap awal, dan dapat berlanjut ke
hitung jari pada satu atau kedua mata. Defek pupil aferen dapat ditemukan jika aktivitas penyakit asimetris,
seringkali dalam interval antara hilangnya penglihatan unilateral dan progresi ke mata sebelahnya.
Pengujian warna menunjukkan penurunan diskriminasi merah-hijau. Motilitas ekstraokuler biasanya baik.
Tes konfrontasi lapang pandang dapat menunjukkan penglihatan perifer yang baik. Namun, skotomata
sentral atau sekosentral dapat ditunjukkan lebih jelas pada pemeriksaan lapang pandang formal (Humphrey,
Goldmann). Pada pasien dengan gejala unilateral, pemeriksaan lapang pandang formal dapat menunjukkan
defisit visual subklinis pada mata yang tampak normal. Penurunan sensitivitas kontras dan
elektroretinogram subnormal juga dapat ditemukan.
Pemeriksaan slit lamp segmen anterior biasanya normal. Pemeriksaan fundus dapat normal atau
menunjukkan saraf optikus hiperemis, "pseudo-edema" dengan telangiektasis peripapiler. Tortuositas
arteriol retina juga dapat ditemukan. Meskipun kepala saraf optik tampak terangkat dan edema, tidak ada
kebocoran pada angiogram fluoresens, dibandingkan dengan mata pada penyakit inflamasi.

Riwayat sakit kepala yang memberat, trauma, defisit nutrisi (penyalahgunaan alkohol), penyakit
demielinasi sebelumnya, kanker, penyakit paru atau orbital infiltratif, penyakit menular seksual, riwayat
perjalanan baru-baru ini atau paparan penyakit dapat mengidentifikasi penyebab lain dari neuropati optik.

Thyroid eye disease (TED) adalah penyakit autoimun yang disebabkan oleh aktivasi fibroblast orbita oleh
autoantibodi yang menyerang reseptor tiroid. TED seringkali berkaitan dengan hipertiroidism (90% kasus).
Namun sekitar 10% pasien TED adalah euthyroid atau hipotiroidism. Pasien mengeluhkan sensasi berpasir,
fotofobia, lakrimasi, mata kering, tidak nyaman, dan mata menonjol ke depan. Dalam kasus yang lebih
lanjut, pasien mungkin mengeluh nyeri rongga mata/ mata, penglihatan ganda, atau penglihatan kabur.
Tanda utama TED adalah retraksi palpebra (Dalrymple's sign) yaitu pada 90% pasien, palpbera superior
lambat pada gerakan melirik ke bawah (Von Graefe’s sign), edema palpebra, exophthalmos, injeksi
konjungtiva (Goldzeiher’s sign).

48. 42-year-old woman with a history of 4 bowel resections who presented with bilateral blurred vision
and trouble recognizing colors. Visual acuity was 20/70 OD and 20/200 OS, without an afferent puppilary
defect. Fundus appearance shows mild temporal optic atrophy in both eyes, with papillomacular nerve
fiber layer dropout. What is the diagnosis for this patient?
a. Optic neuropathy caused by nutritional deficiency
b. Retinopathy DM
c. Optic Neuritis
d. Catharact

Pembahasan : Jawaban a. Optic neuropathy caused by nutritional deficiency


Nutritional optic neuropathy terjadi akibat defisiensi nutrisi merupakan kondisi yang umumnya ditandai
dengan muncul secara bertahap, progresif, dan kehilangan penglihatan tanpa rasa sakit yang bilateral
dan simetris. Temuan awal yang mungkin ditemukan adalah penurunan sensitivitas penglihatan sentral
pada pemeriksaan Amsler grid atau perimetri. Ketika gangguan semakin parah, penglihatan sentral akan
memburuk, disertai dengan penurunan tajam penglihatan dan penglihatan warna dan skotoma
sentral. Kadang-kadang, onset penurunan penglihatan yang lebih cepat dapat terjadi. Jika penyebabnya
tidak diperbaiki, akan mengakibatkan Optic atrophy. Diagnosis membutuhkan riwayat pasien yang
menyeluruh untuk menentukan pengobatan seperti defisiensi makanan (atau setelah operasi bariatric
surgery or colectomy). Penyebab biasanya multifaktorial, dan bukti pasti defisiensi nutrisi jarang terjadi.
Pada beberapa kasus, pasien diterapi dengan pemberian multivitamin dan injeksi hidroksikobalamin, defek
lapang pandangan dapat teratasi sepenuhnya dan ketajaman visual kembali sampai 20/20. (AAO Neuro-
opthalmology, 166)

49. Bayi usia 3 hari dengan keluhan chemosis, secret yang berlebihan, and ulkus kornea. Apa diagnosis
yang paling memungkinkan?
a. chemicalconjunctivitis
b. herpes simplex virus conjunctivitis
c. Neisseriagonorrhoeaeconjunctivitis
d. chlamydial conjunctivitis

Pembahasan : Jawaban c. Neisseriagonorrhoeaeconjunctivitis


• Neisseria gonorrhoeae Ophthalmia neonatorum disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae muncul
dalam 3–4 hari setelah lahir. Pasien mungkin datang dengan hiperemia konjungtiva ringan dan
sekret mata. Dalam kasus yang parah, dapat ditandian dengan adanya kemosis, secret yang
berlebihan, ulserasi dan perforasi kornea. Infeksi sistemik bias menyebabkan sepsis, meningitis,
dan artritis. Pewarnaan gram dari eksudat konjungtiva menunjukkan diplokokus intraseluler gram
negative memungkinkan diagnosis dugaan infeksi N gonorrhoeae; pengobatan harus dimulai
segera. Diagnosis pasti didasarkan pada kultur cairan konjungtiva. Pengobatan gonococcal
ophthalmia neonatorum adalah dengan pemberian ceftriaxone sistemik dan irigasi dengan larutan
saline. Antibiotik topikal juga dapat diindikasikan jika ada keterlibatan kornea.
• Chemicalconjunctivitis : adalah peradangan ringan yang sembuh sendiri yang terjadi dalam 24
jam pertama kehidupan dengan pemberian silver nitrate perlahan – lahan.
• Konjungtivitis virus herpessimplex : biasanya muncul kemudian, seringkali pada minggu kedua
kehidupan.
• Chlamydial conjunctivitis : biasanya terjadi sekitar usia 1 minggu dan berhubungan dengan
discharge minimal sampai sedang dan kemungkinan pembentukan pseudomembran. (AA0 PO,
238)

50.Bayi usia 3 hari dengan keluhan chemosis, secret yang banyak, and ulkus kornea. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium, apa hasil yang kita harapkan?
a. gram-negative intracellular diplococci
b. gram- positive intracellular cocci
c. gram- positive intracellular bacilli
d. gram- negative intracellular bacilli

Pembahasan : Jawaban A. gram-negative intracellular diplococci


Diagnosa paada kasus ini adalah Neisseria gonorrhoeae Ophthalmia neonatorum, disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae muncul dalam 3–4 hari setelah lahir. Pasien mungkin datang dengan hiperemia konjungtiva
ringan dan sekret mata. Dalam kasus yang parah, dapat ditandian dengan adanya kemosis, secret yang
berlebihan, ulserasi dan perforasi kornea. Infeksi sistemik bias menyebabkan sepsis, meningitis, dan artritis.
Pewarnaan gram dari eksudat konjungtiva menunjukkan diplokokus intraseluler gram negative
memungkinkan diagnosis dugaan infeksi N gonorrhoeae; pengobatan harus dimulai segera. Diagnosis
pasti didasarkan pada kultur cairan konjungtiva. Pengobatan gonococcal ophthalmia neonatorum adalah
dengan pemberian ceftriaxone sistemik dan irigasi dengan larutan saline. Antibiotik topikal juga dapat
diindikasikan jika ada keterlibatan kornea. (AA0 PO, 238)
51. Seorang wanita 75 tahun, terdapat keluhan nyeri pada kedua mata sejak 1 bulan terakhir, disertai mata
berair, terasa ada yang mengganjal dan agak kemerahan. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan
palpebra & margo palpebra inferior berputar ke arah dalam dan bulu mata bergesekan dengan permukaan
mata, konjungtivalisasi margo (+). Konjungtiva didapatkan hiperemis, segmen anterior dalam batas
normal. Pada distraction testing didapatkan 10 mm pada kedua mata. Snapback test kembali secara
perlahan setelah mengedip. Schirmer test 24 mm pada kedua mata, TBUT 13 detik pada kedua mata.
Paisen mengatakan tidak pernah menjalani operasi pada matanya maupun mengalami trauma pada
kelopak mata. Diagnosis yang paling tepat untuk pasien ini adalah:
a. Dermatochalasis
b. Steatoblepharon
c. Entropion sikatrikal
d. Entropion spastik akut
e. Entropion involusional

Pembahasan : Jawaban e. Entropio Involusional

Dermatochalasis mengacu pada redundansi (berlebihnya) kulit kelopak mata dan sering dikaitkan dengan
lemak orbital prolaps. Meskipun lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut, dermatochalasis juga
terjadipada orang paruh baya, terutama jika ada kecenderungan keluarga. Dermatochalasis mungkin juga
menyertai ptosis pada kelopak mata atas. Pasien dengan dermatochalasis signifikan pada kelopak mata atas
mungkin melaporkan perasaan berat di sekitar mata, sakit alis, bulu mata di sumbu visual, dan pengurangan
penglihatan bidang superior. Dermatochalasis sering diperburuk oleh ptosis alis.
Steatoblepharon→ herniasi lemak orbita
Entropion sikatrisial entropion yang terjadi akibat pemendekan lamella posterior relatif terhadap lamella
anterior sehingga menarik margo palpebra ke arah dalam walaupun tidak dijumpai adanya kelemahan
horizontal palpebra. Berbagai keadaan yang dapat menjadi etiologi entropion sikatrikal adalah ocular
cicatrical pemphigoid, Steven Johnson Syndrome, infeksi trachoma, infeksi herpes zoster, post enukleasi,
post koreksi ptosis dengan pendekatan posterior, pasca tindakan transkonjungtiva, trauma termal, trauma
kimia, penggunaan obat glaukoma seperti miotikum dan prostaglandin.
Entropion akut spastik adalah yang diawali oleh iritasi dan inflamasi okular sehingga terjadi kontraksi otot
orbikularis okuli terus menerus dan mendorong margo palpebra sehingga melipat ke arah dalam. Hal ini
akan menyebakan iritasi dan inflamasi okular berulang hingga siklus terus berlanjut jika penyebab dasar
iritasi dan inflamasi okular tidak diatasi.
Entropion involusional adalah entropion yang berhubungan dengan perubahan terkait usia dan merupakan
bentuk entropion yang sering dijumpai. Perubahan involusional yang mendasari adalah kelemahan
horizontal palpebra
inferior, kelemahan atau disinsersi retraktor palpebra inferior dan overriding otot orbikularis okuli
preseptal.

52. Bagaimana mekanisme terjadinya gangguan tersebut?


a. Overriding muskulus protraktor palpebra inferior
b. Disinsersi muskulus retraktor palpebra inferior
c. Horizontal eyelid laxity
d. Prolaps lemak orbita
e. Semua benar

Pembahasan : Jawaban c. Horizontal Eyelid Laxity

Kelemahan horizontal palpebra dapat dinilai dengan pemeriksaan snap bact test, distraction test, lateral
canthal laxity test dan medial canthal laxity test.
a. Snap back test
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menarik palpebra inferior ke bawah dengan jari kemudian
dilepas dan diperhattikan waktu kembalinya margo palpebra ke posisi normal. Interpretasi
pemeriksaan ini adalah normal apabila palpebra inferior kembali ke posisi normal dengan cepat,
kelemahan palpebra ringan apabila kembali ke posisi normal dengan lambat, kelemahan palpebra
sedang jika dapat kembali normal hanya dengan berkedip, dan kelemahan palpebra berat jika tidak
dapat kembali ke posisi normal walaupun dengan berkedip.

b. Distraction test
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menarik palpebra inferior lalu diukur jarak dari permukaan
okular hingga jarak terjauh margo palpebra inferior tersebut. Normalnya palpebra inferior dapat
ditarik hingga maksimal 6 mm dan kelemahan palpebra inferior terjadi jika palpebra inferior dapat
ditarik lebih dari 6 mm.

c. Lateral canthal laxity test (medial traction test)


Traksi medial palpebra dilakukan untuk menilai kelemahan tendon kantus lateral. Normalnya
kantus lateral berada 1-2 mm medial dari rima orbita lateral dan hanya dapat ditari k hingga 1-2
mm. Jika tendon kantus dapat ditarik ke medial lebih dari 2 mm dan ujung kantus lateral berbentuk
bulat menunjukkan adanya kekenduran tendon kantus lateral.

d. Medial canthal laxity test (lateral traction test)


Traksi lateral palpebra dilakukan untuk menilai kekenduran tendon kantus medial. Normalnya
pungtum lakrimalis tepat berada di lateral karunkula dan dapat ditarik ke lateral hingga 1-2 mm.
Jika ketika dilakukan traksi lateral pungtm lakrimalis dapat ditarik lebih 2 mm menunjukkan
adanya kekenduran tendon kantus medial.
Overriding muskulus protraktor palpebra inferior
Blink test atau squeeze test adalah pemeriksaan untuk menilai adanya overriding otot orbukularis preseptal.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mereposisi manual terlebih dahulu palpebra inferior yang entropion,
kemudian pasien diminta untuk memejamkan mata secara kuat, lalu pasien dimanta untuk membuka mata
secara perlahan. Kemudian apabila palpebra inferior menjadi
entropion kembali menunjukkan bahwa terdapat overriding otot orbikularis okuli preseptal.
Disinsersi muskulus retraktor palpebra inferior
Vertical laxity test adalah pemeriksaan untuk penialaian fungsi retraktor palpebra inferior dengan meminta
pasien menggerakkan bola mata dari saat melirik ke atas kemudian melirik ke bawah. Normalnya margo
palpebra inferior akan ikut bergerak ke bawah, namun margo palpebra tidak akan ikut bergerak jika terdapat
kelemahan pada retraktor palpebra inferior.

53. Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang dengan keluhan kedua mata kabur sejak 4 bulan lalu.
Riwayat menderita Diabetes Melitus dan Hipertensi sejak 7 tahun lalu dengan kadar gula darah saat ini
terkontrol. Pemeriksaan Visus didapatkan VODS 6/30 tidak maju dengan Pinhole. Pemeriksaan segmen
anterior dalam batas normal. Dari pemeriksaan funduskopi didapatkan media jernih, papil normal,
mikroaneurisma (+) cotton wool spot (+), neovaskularisasi (-), dot haemorrhages (+), hard exudates (+),
macula edema (-) dan foveal reflex normal. Diagnosis yang tepat untuk kasus tersebut adalah?
a. Proliferative Diabetic Retinopathy
b. Non Proliferative Diabetic Retinopathy
c. Central Retinal Vein Occlusion
d. Central Retinal Artery Occlusion
e. Hipertensi Retinopathy Grade 3

Pembahasan : Jawaban b. NPDR


Perubahan mikrovaskular retina yang terjadi pada NPDR terbatas pada retina dan tidak melampaui Internal
Limiting Membrane (ILM). Temuan karakteristik di NPDR termasuk perdarahan intraretinal,
mikroaneurisma, cotton wall spot, kelainan mikrovaskular intraretinal (IRMA), dan dilatasi serta beading
vena retinal. Tingkat keparahan NPDR (ringan, sedang, berat) dinilai berdasarkan luas dan keparahan
temuan ini dibandingkan dengan foto standar dari Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS).
Tingkat perkembangan ke penyakit yang lebih lanjut lebih tinggi dengan peningkatan tingkat keparahan
retinopati ETDRS awal.

PDR ditentukan oleh adanya neovaskularisasi retina akibat iskemia akibat diabetes dan secara klinis
ditetapkan sebagai PDR dini atau PDR dengan karakteristik risiko tinggi.
Pada CRVO, kehilangan penglihatan paling sering terjadi secara tiba-tiba, dengan tingkat keparahan yang
berkisar dari ringan (noniskemik) sampai berat (iskemik). Lebih jarang, pasien mungkin mengalami gejala
penglihatan kabur sementara sebelum manifestasi retinal yang jelas muncul.

CRVO noniskemik (ringan), ditandai dengan ketajaman visual 20/200 atau lebih baik, defek pupil aferen
ringan atau tidak ada, dan perubahan lapang pandang ringan. Ophthalmoscopy menunjukkan dilatasi ringan
dan tortuosity dari semua cabang vena retinal sentral serta perdarahan berbentuk dot dan flame shaped di
semua kuadran retina. Edema makula dengan penurunan ketajaman visual dan pembengkakan kepala saraf
optik ringan dapat ditemukan. Angiografi fluoresensi biasanya menunjukkan perpanjangan waktu sirkulasi
retinal dengan kerusakan permeabilitas kapiler tetapi area nonperfusi minimal. Neovaskularisasi segmen
anterior jarang terjadi pada CRVO ringan. Perubahan noniskemik kronis dari CRVO termasuk
telangiektasis, mikroaneurisma, dan perubahan pigmen macula
CRVO iskemia (parah) didefinisikan sebagai memiliki setidaknya 10 area optic disk nonperfusi kapiler
retina pada angiografi fluoresens. Kasus iskemik biasanya berhubungan dengan penglihatan yang buruk,
defek pupil yang berbeda, skotoma sentral yang padat, dan penyempitan bidang perifer. Pelebaran vena
yang jelas, perdarahan 4 kuadran yang lebih luas, edema retina, dan jumlah cotton wall spot juga sering
ditemukan. Waktu sirkulasi angiografi fluorescein biasanya memanjang dan ditunjukkan adanya nonperfusi
kapiler yang meluas.

Kehilangan penglihatan yang tiba-tiba, lengkap, dan tanpa rasa sakit pada satu mata adalah karakteristik
CRAO. Retina menjadi opak dan edema, terutama di polus posterior/ Refleks oranye dari pembuluh darah
koroid yang utuh di bawah foveola sangat kontras dengan neural retina yang opak, menghasilkan bintik
merah ceri. Bahkan sebelum munculnya bintik merah ceri, pencitraan OCT menunjukkan profil makula
normal dengan hiperflektivitas difus dan hilangnya definisi lapisan internal.

Hipertensi mempengaruhi arteriol dan kapiler, lokus anatomi dari autoregulasi dan nonperfusi. Episode
hipertensi akut dapat menyebabkan fokal intraretinal periarteriolar transudates (FIPTs) di tingkat
prekapiler. Adanya cotton wall spot (juga disebut sebagai eksudat lunak) menunjukkan iskemia pada
lapisan serat saraf retinal. Hipertensi sistemik yang tidak terkontrol menyebabkan nonperfusi di berbagai
tingkat retinal serta hilangnya saraf dan skotoma terkait. Lesi retina hipertensi lain yang lebih kronis
termasuk mikroaneurisma, kelainan mikrovaskuler intraretinal (IRMA), perdarahan blot, eksudat lipid
(juga disebut sebagai eksudat keras atau residu edema), venous beading, dan neovaskularisasi.
Klasifikasi Scheie Modifikasi Retinopati Hipertensi:
Grade 0 Tidak ada perubahan
Grade 1 Penyempitan arteriol yang hampir tidak terdeteksi
Grade 2 Penyempitan arteri yang jelas dengan penyimpangan fokal
Grade 3 Grade 2 plus perdarahan retinal dan / atau eksudat
Grade 4 Grade 3 plus pembekakan optic nerve head

54. Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang dengan keluhan kedua mata kabur sejak 4 bulan lalu.
Riwayat menderita Diabetes Melitus dan Hipertensi sejak 7 tahun lalu dengan kadar gula darah saat ini
terkontrol. Pemeriksaan Visus didapatkan VODS 6/30 tidak maju dengan Pinhole. Pemeriksaan segmen
anterior dalam batas normal. Dari pemeriksaan funduskopi didapatkan media jernih, papil normal,
mikroaneurisma (+) cotton wool spot (+), neovaskularisasi (-), dot haemorrhages (+), hard exudates (+),
macula edema (-) dan foveal reflex normal. Dibawah ini merupakan terapi yang sesuai untuk pasien
diatas adalah ?
a. Laser Fotokoagulasi
b. Injeksi Steroid Intravitreal
c. Pars Plana Vitrectomy
d. Injeksi Anti VEGF
e. Ocular Massage

Pembahasan : Jawaban A. Laser Fotokoagulasi

Diagnose pada kasus ini adalah Non Proliferative diabetic Retinopathy tanpa DME (Diabetic Macular
Edema), yang mana terapinya selain control penyakit sistemik adalah, Fotokoagulasi Panretinal yang
merupakan terapi awal kasus ini. Sementara anti-VEGF sebaiknya diberikan pada kasus dengan DME.
Intravitreal steroid juga diberikan pada kasus DME yang mana diyakini memperbaiki diabetic retinopati.
55. Seorang laki-laki, 36 tahun, datang dengan keluhan benjolan di kelopak atas mata kiri. Sejak 10 tahun
yang lalu dirasakan tampak benjolan di mata kiri sebesar biji jagung yang perlahan-lahan semakin lama
sekamin membesar, terdapat hambatan gerak bola mata dan penurunan tajam penglihatan pada mata kiri
dengan VOD 6/6 dan VOS 4/60. Pada pemeriksaan palpebra didapatkan massa ukuran 30x25x25 mm,
warna sama dengan kulit, konsistensi kenyal. Pada pemeriksaan Ct scan di dapatkan gambaran mas sa
extrakonal anterosuperolateral cavum orbita kanan yang mencapai kutis, melibatkan musculus rectus
lateral dan menekan bulbus okuli yang terdorong ke anteroinfero medial. Apa langkah awal dalam
penanganan pasien?

a. FNAB
b. Biopsi Insisi
c. Biopsi Eksisi komplit
d. Radiotherapy dilanjutkan dengan Biopsi Eksisi komplit
e. Kemoterapi

Pembahasan : Jawaban C. Biopsi Eksisi Komplit

Diagnosa Kasus adalah Pleomorphic Adenoma, yang mana pada kasus ini Tindakan yang dilakukan adalah
mengeluarkan seluruh massa dengan pseudocapsulenya secara intact melalui orbiotomi lateral.

56. Apa kemungkinan diagnosis pasien?


a. Dacryoadenitis
b. Adenoid Cystic Carcinoma
c. Ductal Epithelial Cyst
d. Pleomorphic adenoma
e. Pleomorphic adenocarcinoma

Pembahasana : Jawaban D. Pleomorphic Adenoma


- merupakan tumor epithelial kelenjar lakrimal
- muncul pada usia 40-50 tahun, perempuan : laki-laki hampir sama
- adanya proptosis axial yang tidak nyeri, namun benjolan bersifat progresif
- pada palpasi terab massa lobular pada daerah superolateral, dan gambaran scan orbita menunjukkan
adanya pembesaran dari fossa kelenjar lakrimal, dan biasanya menunjukkan gambaran bulat sempurna.
- pemeriksaan mikroskopis, didapati proliferasi sel epitel jinak dan stroma yang disusun oleh sel spindle-
shaped.
Pada Dakrioadenitis, biasanya dijumpai eritema, nyeri tekan dan pembengkakan di superotemporal.
Kemudian dapat juga dijumpai pembengkakan KGB di sekitar telinga, Serita mata berair.
Pada kasus Adenoid Cyctic Carcinoma, massa tumor bersifat nyeri, yang mana hal ini merupakan
perbedaan yang khas dengan Pleomorphic Adenoma, dan juga tuot ini membesar kea rah posterior orbita.

57. Seorang wanita berusia 68 tahun datang ke klinik dokter dengan keluhan mata kanan merah berair,
keluhan sudah dirasakan sejak 3 minggu yang lalu. Pasien merasa seperti kemasukan benda asing, namun
pasien tidak dapat menemukan benda tersebut. Mata merah terutama ditemukan pada bagian bawah mata.
Riwayat trauma disangkal, riwayat infeksi disangkal. Dokter memutuskan untuk melakukan pemeriksaan
lanjutan..

a. Snap back test, pinch test, lateral distraction test


b. Funduskopi, Snap back test, pinch test
c. Schirmer test 1, schirmer test 2, Tear-break-Up-Time
d. Ultrasonography, Schirmer test 1, schirmer test
e. Anel test, probing dan irigasi, jones test
Pembahasan : Jawaban A. Snap back test, pinch test, lateral distraction test
Pada kasus didapati gejala mata berair, mata merah, terasa seperti ada benda asing, dari gejala klinis tersebut
dicurigai pasien menderita entropion. Maka pemeriksaan lanjutan yang dilakukan adalah Snap back test,
pinch test, lateral distraction test.

Snap back test dan Pinch Test - Menguji Kelemahan Umum


Horizontal lid laxity dapat dievaluasi dengan uji snap back Uji snap-back dilakukan dengan menarik tutup
bawah tengah dari globe dan kemudian membiarkannya kembali ke posisinya. Saat dilepaskan, kelopak
mata normal akan langsung menempel ke globe tanpa berkedip. Kelopak mata yang sangat lemah mungkin
memerlukan satu atau lebih kedipan untuk kembali ke posisi normal. Jarak yang bisa ditarik tutupnya dari
globe dengan ibu jari dan telunjuk juga bisa diukur dalam milimeter dengan menggunakan penggaris
(“Pinch” test). Kelopak mata bawah yang normal dapat teralihkan tidak lebih dari 6 sampai 8 mm dari
globe.

Lateral distraction test


Sudut canthal lateral bisa membulat akibat kelemahan tendon canthal lateral, dehiscence, atau pembedahan
sebelumnya. Dalam tes distraksi lateral, canthus ditarik ke medial dan derajat perpindahan diukur; hingga
2 mm gerakan normal.

58. Penyakit ini disebabkan oleh


a. Atrofi lemak orbita
b. Disinsersi musculus retractor palpebra inferior
c. Kekenduran kelopak mata horizontal dan enoftalmos
d. Prolaps lemak orbita ke anterior.
e. semua benar
Pembahasan : Jawaban E. Semua Benar
Entropion disebabkan oleh kombinasi faktor penyebab: hilangnya dukungan kelopak mata horizontal
dengan kelemahan tendon canthal; disinsersi, atrofi atau dehiscence retraktor kelopak mata bawah;
overriding preseptal di atas pretarsal orbicularis oculi; hilangnya dukungan tutup vertikal dengan atrofi
tarsal; dan atrofi lemak orbital yang mengarah ke enophthalmos yang memungkinkan inversi dari tepi
kelopak mata.
59. Pada glaukoma kongenital primer, perkembangan abnormal defek patologisnya ditemukan pada
struktur:
a. Jaringan sudut COA
b. Descemet membrane
c. Iris
d. N. Optikus
Pembahasan : Jawaban A. Jaringan sudut COA
Glaukoma kongenital primer terjadi sejak lahir atau pada tahun pertama setelah lahir. Kelainan ini terjadi
karena berhentinya pertumbuhan struktur sudut iridokorneal sejak kandungan kira-kira saat janin berumur
7 bulan. Pada glaukoma kongenital primer, iris mengalami hipoplasia dan berinsersi ke permukaan
trabekula di depan taji sklera yang kurang berkembang, sehingga jalinan trabekula terhalang dan timbul
gambaran suatu membran (Barkan Membrane) yang menutupi sudut. Banyaknya cairan akuos yang terus
menerus diproduksi tetapi tidak bisa didrainase karena tidak berfungsinya saluran drainase secara tepat.
Oleh karena itu, jumlah cairan di dalam mata meningkat dan meningkatkan tekanan intraokular. Serat optik
mata dapat rusak akibat tekanan intraokular yang terlalu tinggi

60. Katarak subkapsular posterior bilateral didiagnosis pada seorang anak usia 9 tahun. Pemeriksaan yang
akan mengungkapkan penyebab dari kataraknya adalah:
a. Riwayat obat-obatan
b. Pemeriksaan muskuloskeletal
c. Riwayat keluarga
d. Riwayat penyakit lainnya

Pembahasan : Jawaban A. Riwayat Obat-obatan


Pasien dengan posterior subcapsular cataracts (PSCs) seringkali terjadi pada usia muda
dibandingkan dengan pasien dengan katarak nuclear atau kortikal. PSC adalah salah satu tipe
katarak yang berkaitan dengan penuaan. Namun, hal ini juga dapat terjadi akibat trauma, inflamasi,
paparan sinar pengion, konsumsi alcohol berkepanjangan, penggunaan steroid topikal, sistemik
ataupun intraocular.
Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan PSC. Perkembangan dari PSC
yang dinduksi oleh kortikosteroid biasanya berkaitan dengan dosis serta durasi pengobatan.
Pembentukan katarak dapat terjadi setelah pemberian kortikosteroid secara oral, topical atau
inhalasi. Penggunaan steroid intraocular dosis tinggi untuk mengobati neovaskularisasi retinal dan
inflamasi juga bisa menjadi sebab terbentuknya PSC dan hipertensi okuli.

61. Seorang wanita 39 tahun datang dengan keluhan timbul lesi berwarna putih pada bagian putih mata
kanan sejak 4 bulan yang lalu, disertai rasa mengganjal dan kemerahan. Pada pemeriksaan didapatkan
massa berwarna putih pada konjungtiva mencapai limbus berukuran 4 mm X 2 mm X 0.3 mm, feeding
vessel (-). Riwayat bergonta-ganti pasangan dengan CD4 420. Setelah dilakukan eksisi tumor didapatkan
gambaran PA sel squamous displastik meluas hingga ke superfisial epitel konjungtiva. Diagnosis pada
kasus ini adalah:
a. CIN I
b. CIN II
c. CIN III
d. CIS
e. Squamous cell carcinoma

Pembahasan : Jawaban c. CIN III

Conjunctival intraepithelial neoplasia (CIN) menunjukkan derajat suatu dysplasia epitel konjungtiva yang
bervariasi. CIN I artinya derajat ringan, CIN II derajat sedang, and CIN III menunjukkan keterlibatan epitel
yang hampir full-thickness. CIN yang melibatkan seluruh epitel disebut sebagai carcinoma-in-situ. Secara
histologis, lesi CIN mengandung campuran dari sel spindle dan sel epidermoid. Terjadi disorganisasi dari
sel, polaritas abnormal, dan adanya peningkatan dari rasio nucleus dan sitoplasma. Secara patologis,
terdapat karakteristik berupa garis demarkasi tajam antara epitel normal dan abnormal. Ciri-ciri ini tidak
ditemukan pada papilloma squamous. Pada dismaturasi epitel kornea, mungkin terdapat diskeratosis dan
rasio abnormal nucleus dan sitoplasma. CIN seringkali merupakan precursor dari Squamous cell carcinoma
konjungtiva.

62. Untuk mencegah rekurensi dapat dilakukan, kecuali :


a. IFNα-2b
b. Fluorouracil 1%
c. MMC 1%
d. Cryotherapy
e. Brachytherapy
Pembahasan : Jawaban c. MMC 1%
Topical mitomycin C (MMC) telah terbukti menjadi pengobatan efektif terhadap OSSN. Mitomycin C
adalah antimetabolit yang meng-alkalisasi DNA dan mengganggu produksi RNA. Beberapa studi telah
melaporkan tingkat kesuksesan dari 80-100% MMC tersedia dengan konsentrasi 0.02% atau 0.04%.
Konsentrasi yang lebih rendah biasanya diresepkan secara kontinu selama sebulan. Sedangkan, konsentrasi
yang lebih tinggi dapat digunakan selama seminggu dengan jeda 2-3 minggu. Obat ini harus diletakkan di
pendingin. Kelemahan dari MMC ini adalah nyeri okular, kehilangan limbal stem sel, dan toksisitas
permukaan mata serta tingkat rekurensi yang tinggi.
Interferon-α2b (IFNα2b) adalah sitokin yang diproduksi oleh sel imun untuk melawan mikroba dan virus.
Mekanisme aksinya sering dikaitkan dengan sifat-sifat antiproliferative, sitotoksik dan antigenik. Obat ini
dapat diinjeksinya secara subkonjungtiva atau dengan obat tetes. Konsentrasi untuk tetes mata biasanya 1
juta IU/mL. Tingkat efikasi setelah penggunaan IFNα2b topikal berkisar antara 80% sampai 100%.
Walaupun mudah di toleransi, IFNα2b hanya tersedia di farmasi yang khusus, memerlukan pendinginan
dan harganya mahal.

63. Perempuan 60 tahun mengeluhkan adanya benjolan berwarna hitam yang mudah berdarah di bagian
putih mata kanan sejak 3 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan terdapat hambatan gerak bola mata dan
massa hiperpigmentasi yang hipervaskular di konjungtiva bulbi, meluas ke forniks inferior. Ct scan
didapatkan perluasan massa ke rongga orbita. Pada kasus ini penyebaran tumor umumnya TIDAK
meliputi ?
a. kelenjar getah bening regional
b. rongga sinonasal regional
c. tulang
d. otak
e. paru

Pembahasan : Jawaban B. Rongga sinonasal regional


Konjungtival melanoma merupakan subtipe melanoma mukosa yang timbul dari sel melanosit atipikal di
lapisan basal epitel konjungtiva. Konjungtival melanoma merupakan tumor yang jarang ditemui yaitu hanya
sekitar 2% dari kasus okular tumor, 5% dari melanoma okular, dan 0,25% dari semua kasus melanoma.
Insidensi konjungtival melanoma 0,2 hingga 0,8 kasus per juta orang. Konjuntival melanoma paling banyak
ditemukan pada populasi kaukasian. 1–3 Manifestasi klinis pada konjungtival melanoma bervariasi, dapat
berupa nodul berpigmen tanpa rasa sakit pada konjungtiva bulbar, palpebral, forniks, atau limbal, maupun
muncul sebagai lesi datar dan amelanotik. Lesi amelanotik sulit untuk 2 didiagnosa secara klinis sebagai
konjungtival melanoma
Konjungtival melanoma dapat bermetastasis ke kelenjar limfa regional pada 25% pasien, serta ke
paru-paru, hati, otak, tulang, dan kulit

64. Pada kasus di atas, tatalaksana definitif yang diperlukan setelah dilakukan biopsy dan tidak
didapatkan adanya metastasis tumor berupa ?
a. wide excision dengan frozen section
b. eksentrasi orbita
c. enukleasi
d. eviserasi

Pembahasan : Jawaban B. Eksentrasi Orbita

Terapi standar untuk konjungtival melanoma yaitu eksisi lokal luas yang diikuti dengan cryotherapy di
sepanjang margin tumor. Eksisi dilakukan dengan teknik “No Touch” melanoma untuk menghindari
terjadinya penyemaian sel tumor, penyebaran dan rekurensi. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh
Shield et al. Margin tumor minimal lebih dari 2 mm, yang disarankan sekitar 4-7 mm jika memungkinkan.
Pada kasus dengan keterlibatan sklera dan kornea, dilakukan sklerektomi parsial atau alkohol
epitheliectomy ke kornea. Lesi [ada forniks harus direseksi dengan margin lebar dan cryotherapy diterapkan
pada perbatasan konjungtiva. Lesi yang melibatkan konjungtiva tarsal mungkin memerlukan reseksi
kelopak mata lamelar posterior dengan kemungkinan penggantian dengan membran mukosa atau amniotic
membrane graft. Pada stadium lebih lanjut atau pada kasus tumor luas yang sulit direseksi secara lokal
dengan eksisi bedah dan cryotherapy diperlukan tindakan yang lebih ekstensif, seperti enukleasi atau
eksenterasi. Cryotherapy bekerja dengan membekukan sel dan kemudian menghasilkan iskemia dari
gangguan microvascular

65. Seorang laki-laki usia 65 tahun datang ke poliklinik mata dengan keluhan mata kanan nyeri dan merah
sejak 3 bulan yang lalu. Sekitar 1 tahun yang lalu pasien operasi katarak pada mata kanannya. Setelah
operasi penglihatan mata kanannya membaik, namun hanya bertahan sekitar 6 bulan, kemudian perlahan -
lahan kabur kembali. Dari pemeriksaan segmen anterior didapatkan gambaran berikut:Terapi
medikamentosa utama pada pasien ini , yaitu:
a. Hypertonic saline drops and ointment (Sodium Chloride 5%)
b. Antibiotic drop
c. Analgesic oral
d. Steroid oral
e. Artificial eye tear frekuen

Pembahasan : Jawaban A. Hypertonic saline drops and ointment (Sodium Chloride 5%)
Keratopati Bulosa adalah pembengkakan kornea yang paling sering terjadi padausia lanjut.Ada 2
macam keratopati bulosa

Keratopati Bulosa Afakik : jika lensa alami telah diangkat dan tidak digantidengan lensa buatan
Keratopati Bulos Pseudofakik: jika lensa alami telah diganti oleh lensa buatan.
PENYEBAB Kesehatan kornea berhubungan erat dengan jumlah sel endotelial. Sel endotelial
adalah sel-sel yang terletak di kornea bagian belakang dan berfungsimemompa cairan dari kornea
sehingga kornea relatif tetap kering dan bersih.Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadi
pengikisan sel-sel endotel yang terjadisecara bertahap. Kecepatan hilangnya sel endotel ini
berbeda pada setiap orang.Setiap pembedahan mata (termasuk operasi katarak dengan atau tanpa
pencangkokan lensa buatan), bisa menyebabkan berkurangnya jumlah sel endotel.Jika cukup
banyak sel endotel yang hilang, maka kornea bisa membengkak

PENGOBATAN Tujuan pengobatan adalah mengurangi pembengkakan kornea. Karena itu


diteteskan larutan garam (natrium klorida 5%) untuk membantu menarik cairan dari kornea. Jika
tekanan di dalam mata meningkat, diberikan obat glaukoma untuk mengurangi tekanan yang juga
berfungsi meminimalkan pembengkakan kornea.

66. Tindakan berikut dapat dilakukan pada pasien ini, kecuali:


a. Corneal transplantation
b. Collagen Cross Linking (CXL)
c. Amniotic Membrane Transplant (AMT)
d. Anterior Stromal Puncture (ASP)
e. IOL Exchange

Pembahasan : Jawaban E. IOL Exchange

Diagnosis pasien tersebut adalah Fusch Endotheliat Corneal Dystrophy (FECD)

Manaejemen : Initial treatment ditujukan untuk mengurangi edema kornea, yang biasanya dimulai di pagi,
dan menghilangkan nyeri. Penggunaan tetes dan salep natrium klorida (5%), sekaligus tindakan yang diambil
untuk menurunkan tekanan intraokular (TIO), dapat membantu sementara mengurangi edema. Kontak lensa
bandage mungkin berguna untuk mengobati rupture bula. Pada kasus advanced, Anterior Stromal Puncture (ASP)
, placement of amniotic membrane (AMT) , atau Conjunctival Flap dapat dipertimbangkan untuk meredakan
nyeri, tetapi pemulihan penglihatan membutuhkan transplantasi kornea. Dulu, Full Thickness (penetrating)
Keratoplasti adalah prosedur standar, tetapi sebagian besar telah digantikan oleh Keratoplasti endotel (EK),
karena targetnya adalah sel endotel patologis. Sebuah case series yang baru, pengangkatan area yang relatif
kecil dari membran Descemet abnormal dan endotelium (descemetorhexis) mengakibatkan mitosis sel
endotel normal dari perifer, mengarah ke resolusi edema dan peningkatan penglihatan.
Kedepannya,tradisional keratoplasti dapat diganti dengan descemetorhexis yang dikombinasikan dengan Rho
kinase inhibitor topikal dan / atau intracameral (ROCK) untuk merangsang proliferasi endotel. Perawatan
lain di masa depan mungkin injeksi sel endotel yang dikultur pasien sendiri. Dalam kasus lanjutan di mana
telah ada jaringan parut kornea anterior, prosedur Full Thickness mungkin masih diindikasikan. Prognosis
baik untuk graft procedur, terutama jika prosedur dilakukan sebelum vaskularisasi terjadi.
67. The following drug may affect the occurrence of changes in the lens is characterized by pigment
deposits on the epithelial surface of the lens in an axial configuration, the drug in question is..
a. Corticosteroids
b. Phenothiazines
c. Miotics
d. Amiodarone
e. Statins

Pembahasan : Jawaban B. Phenothiazines

Drug-Induced Lens Changes


Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan PSC. Perkembangan PSC yang diinduksi
kortikosteroid terkait dengan dosis dan durasi pengobatan. Katarak dapat terjadi setelah pemberian
kortikosteroid secara oral, topikal, atau inhalasi. Menggunakan steroid intraokular dosis tinggi untuk
mengobati neovaskularisasi retina dan inflammasi menyebabkan PSC dan hipertensi okular.
Secara histologis dan klinis, PSC yang terjadi setelah penggunaan kortikosteroid tidak bisa dibedakan dari
PSC senile. Beberapa PSC yang diinduksi steroid pada anak-anak mungkin dapat diatasi dengan
penghentian obat.
Phenothiazines
Fenotiazin, kelompok utama obat psikotropika, dapat menyebabkan deposit pigmen di epitel lensa anterior
dalam konfigurasi aksial. Terjadinya deposit tersebut tampaknya bergantung pada dosis obat dan durasi
pengobatan. Perubahan penglihatan yang terkait dengan penggunaan fenotiazin umumnya tidak signifikan.
Miotik
Antikolinesterase topikal, digunakan dalam pengobatan glaukoma, tetapi dapat menyebabkannya
pembentukan katarak. Jenis katarak ini jarang terjadi,karena obat-obatan ini sekarang jarang digunakan.
Insiden katarak telah dilaporkan sebesar 20% pada pasien dengan durasi 55 bulan menggunakan pilocarpine
dan 60% pada pasien yang menggunakan echothiophate iodide.
Biasanya, jenis katarak ini pertama kali muncul vakuola kecil di dalam dan di posterior hingga anterior
kapsul lensa dan epitel. Katarak dapat berkembang ke kortikal posterior dan nukleus lensa berubah.
Pembentukan katarak lebih sering terjadi pada pasien yang mendapat terapi antikolinesterase dalam waktu
lama dan dosis lebih sering.
Amiodarone
Amiodarone, obat antiaritmia, telah dilaporkan menyebabkan deposit stellate pigmen di axis kortikal
anterior. Tidak menyebabkan gangguan visual yang signifikan. Amiodarone juga dideposit pada epitel
kornea (kornea verticillata) dan dapat menyebabkan neuropati optik.
Statin
Studi yang dilakukan pada anjing telah menunjukkan bahwa koenzim A 3-hidroksi-3-metilglutaril (HMG-
CoA) reduktase inhibitor, yang dikenal sebagai statin, berhubungan dengan katarak saat dikonsumsi dengan
dosis berlebihan. Studi pada manusia yang bertentangan telah menunjukkan bahwa statin merupakan faktor
risiko pengembangan katarak sklerotik nuklear dan sekaligus memberi efek protektif. Namun, penggunaan
bersamaan simvastatin dan eritromisin, yang meningkatkan kadar statin dalam sirkulasi, dikaitkan dengan
peningkatan risiko katarak sekitar dua kali lipat.
Tamoxifen
Katarak dan penggunaan tamoxifen pernah dianggap berhubungan; tapi belum ada pembuktiannya. Kristal
makulopati telah dilaporkan pada pasien yang diterapi tamoxifen dosis tinggi.

68. A man 40 yo, consulted from internist department with cirrosis hepatis and found copper
progressively accumulates within the hepatocytes on measure copper concentration in percutaneous liver
biopsy specimens. Ocular exam were finding Kayser-Fleischer ring. Diagnose about this patient is :
a. Galactosemia
b. Chalcosis
c. Myotonic dystrophy
d. Hypokalemia
e. Wilson disease

Pembahasan : Jawaban E. Wilson Disease

Wilson Disease
Wilson Disease (degenerasi hepatolentikuler) adalah kelainan resesif autosom bawaan dari metabolisme
copper. Manifestasi okular khas penyakit Wilson adalah Kayser-Fleischer ring, perubahan warna coklat
keemasan pada membran Descemet di sekitar pinggiran kornea. Selain itu, terbentuknya sunflower katarak
sering dijumpai. Reddish-browm pigmen (cuprous oxide) disimpan di kapsul lensa anterior dan korteks
subkapsular dengan bentuk seperti stellata yang menyerupai kelopak bunga matahari. Dalam kebanyakan
kasus, sunflower katarak tidak menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.
Galaktosemia
Galaktosemia adalah ketidakmampuan resesif autosom inherited untuk mengubah galaktosa menjadi
glukosa. Akibat dari ketidakmampuan ini, galaktosa yang berlebihan terakumulasi dalam tubuh, selanjutnya
konversi metabolik galaktosa menjadi galaktitol (dulcitol), alkohol gula galaktosa. Galaktosemia dapat
terjadi akibat defek pada 1 dari 3 enzim yang terlibat dalam metabolisme galaktosa: (1) galaktosa-1-fosfat
uridiltransferase (Gal-1-PUT), (2) galaktokinase, atau (3) uridin difosfat galaktosa 4-epimerase (UDP-
galaktosa 4-epimerase). Yang paling umum dan bentuk paling parah, yang dikenal sebagai galaktosemia
klasik, disebabkan oleh kerusakan pada Gal-1-PUT.
Pada galaktosemia klasik, gejala malnutrisi, hepatomegali, ikterus, dan defisiensi intelektual muncul dalam
beberapa minggu pertama kehidupan. Penyakit ini berakibat fatal jika tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Diagnosis galaktosemia klasik dapat dikonfirmasi dengan dijumpai galaktosa urin.
Biasanya, nukleus dan korteks menjadi semakin buram, menyebabkan tampilan "oil droplet" saat
pemeriksaan retroiluminasi. Katarak dapat berkembang menjadi kekeruhan total. Pengobatan galaktosemia
termasuk eliminasi susu dan produk susu dari makanan. Penampakan oil droplet ini mirip dengan oil droplet
katarak pada central nuclear sklerosisi tetapi sangat berbeda dengan oil droplet katarak lentikonus posterior.
Pada lentikonus posterior, bulging di kapsul posterior menyebabkan munculnya oil droplet pada
pemeriksaan red refleks .
Hipokalsemia
Katarak dapat berkembang seiring dengan kondisi apa pun yang menyebabkan hipokalsemia. Hipokalsemia
mungkin idiopatik, atau dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan yang tidak disengaja dari kelenjar
paratiroid selama operasi tiroid. Biasanya katarak bilateral, hipokalsemik (tetanik) kekeruhan warna-warni
dan belang-belang di korteks anterior dan posterior. Terletak di bawah kapsul lensa dan biasanya
dipisahkan oleh zona lensa yang clear. Kekeruhan diskrit ini mungkin tetap stabil atau mungkin matang
menjadi katarak kortikal komplit.
Distrofi Miotonik
Distrofi miotonik adalah kondisi inherited autosomal dominan yang ditandai dengan keterlambatan
relaksasi otot yang berkontraksi, ptosis, kelemahan otot wajah, defek konduksi jantung , dan kebotakan
frontal yang menonjol pada pasien pria yang terkena. Penderita kelainan ini biasanya terbentuk kristal
warna-warni polikromatik di korteks lensa, dengan sekuensial PSC berkembang menjadi kekeruhan
kortikal lengkap. Secara ultrastruktur, Warna-warni polikromatik kristal tersusun dari ulir plasmalemma
dari serat lensa. Kristal itu kadang-kadang terlihat di korteks lensa pasien yang tidak memiliki distrofi
miotonik; kristal tersebut diduga disebabkan oleh pengendapan kristal kolesterol di lensa.
Chalchosis
Chalchosis terjadi ketika benda asing intraokular deposit copper pada membran Descemet, kapsul lensa
anterior, atau membran basal intraokular lainnya. Hasil "sunflower" Katarak adalah deposisi pigmen kuning
atau coklat berbentuk kelopak di dalam kapsul lensa dari kutub aksial anterior lensa ke ekuator. Biasanya
katarak ini tidak menyebabkan gangguan penglihatan yang signifikan. Namun, intraocular foreign bodies
yang mengandung copper hampir murni (lebih dari 90%) dapat menyebabkan reaksi inflamasi yang parah
dan nekrosis intraokular.

69. A 22 year old man came to our clinic with the complain of blur when he saw far object. VOD 6/21
ph 6/6. VOS 6/21 ph 6/6. Anterior segment was normal. From OD BCVA we found S+2,25 C -1,00 X
75--> 6/6. OS BCVA S+2.00 C -0,75 X 150 --> 6/6. The diagnose of this patient was :
a. Mixed myopic astigmatism ODS
b. Compound myopic astigmatism ODS
c. Mixed hyperopic astigmatism ODS
d. Compound hyperopic astigmatism ODS
e. Simple myopic ODS

Pembahasan : Jawaban C. Mixed Hyperopic Astigmatism ODS


Astigmatisme reguler dapat dibagi menjadi titik lokasi bayangan yang jatuh, bila salah satu bayangan pada
jatuh di retina dan bayangan lain jatuh di depan retina disebut juga astigmatisme miopia simpleks dan bila
bayangan lain jatuh pada belakang retina disebut dengan astigmatisme hiperopia simpleks. Kedua bayangan
jatuh di depan retina maka disebut astigmatisme miopia kompositus, bila kedua bayangan jatuh di belakang
retina dapat disebut dengan astigmatisme hiperometropia kompositus dan bila satu bayangan jatuh di depan
retina dan bayangan berikutnya jatuh di belakang retina dapat disebut dengan astigmatisme mixtus. Pada
kedua mata pasien setelah dilakukan transposisi kedua meridian jatuh di belakang retina, sehingga
membentuk astigmatisme hiperometropia kompositus.

70. The best correction for this case after transposition are:
a. OD S-1,25 C-1,00 X 165, OS S-1,25 C-0,75 X 60
b. OD S-1,25 C+1,00 X 165, OS S+1,25 C+0,75 X 60
c. OD S+1,25 C+1,00 X 165, OS S+1,25 C+0,75 X 60.
d. OD S+1,25 C-1,00 X 165, OS S+1,25 C-0,75 X 60
e. OD S+1,25 C-1,00 X 165, OS S-1,25 C-0,75 X 60

Pembahasan : Jawaban B. OD S-1,25 C+1,00 X 165, OS S+1,25 C+0,75 X 60


Rumus transposisi
1. Spheris baru = nilai spheris lama + nilai silinder lama
2. silinder baru = nilai silinder lama namun berubah tanda
3. sudut baru = apabila ≤ 90° -> + 90°
apabila ≤ 90° -> - 90°

OD = S+2,25 C-1,00 X 75
Koreksi : S = (+2,25) + (-1,00) = +1,25
C = + 1,00
Sudut = 75 + 90 = 165

OS = S+2.00 C -0,75 X 150


Koreksi : S = (+2,00) + (-0,75) = +1,25
C = + 0,75
Sudut = 150 - 90 = 60

71. Seorang bayi laki-laki berusia 9 bulan dibawa oleh ibunya ke poliklinik RS dengan keluhan bola mata
membesar keluar dan berwarna kebiruan. Diketahui sebelumnya bayi sering mengeluarkan air mata
walau tidak sedang menangis, dan sering menutup mata ketika melihat cahaya. Apa diagnosis yang paling
mungkin dari kasus diatas?

a. Glaukoma Sekunder
b. Glaukoma Primer
c. Glaukoma Primer Sudut Terbuka
d. Glaukoma Kongenital
e. Glaukoma Fakomorfik
Pembahasan : Jawaban D. Glaukoma Kongenital
Primary Congenital Glaucoma pada masa bayi hadir dengan tiga serangkai klasik epifora, fotofobia, dan
blepharospasm. Sampai usia 3 tahun, peningkatan TIO menyebabkan kornea meregang, menyebabkan
peningkatan kornea diameter dan pembesaran globe (buphthalmos). Peregangan kornea menghasilkan
Haab striae, atau kerusakan pada membran Descemet, dan dapat menyebabkan edema kornea dan kornea
kekeruhan. Saat kornea membengkak, anak mungkin menjadi mudah tersinggung dan fotofobia. Setelah
usia 3 tahun, kornea berhenti membesar lebih jauh. Peregangan skleral juga berhenti sekitar usia 3–4 tahun.
Namun, peningkatan TIO yang terus-menerus dapat mengakibatkan kerusakan saraf optik yang berlanjut.
Pembedahan adalah pengobatan definitif yang lebih disukai untuk sebagian besar kasus PCG; obat-obatan
terbatas nilai jangka panjang. Goniotomy dan ab externo trabekulotomi adalah prosedur pilihan untuk
pengobatan PCG. Salah satu prosedurnya sesuai jika kornea bersih. Jika kornea keruh, goniotomi sulit
dilakukan karena buruk visualisasi struktur target; trabekulotomi lebih mudah dilakukan.

72. Mr. A is receiving trabeculectomy therapy for a preoperative IOP of 57 mm Hg, which crystalline
lens status and postoperative IOP level pose the greatest risk for development of a suprachoroidal
hemorrhage?
a. aphakic eye with a postoperative IOP in the mid teens
b. aphakic eye with a postoperative IOP in the single digits
c. phakic eye with a postoperative IOP in the mid teens
d. phakic eye with a postoperative IOP in the single digits

Pembahasan : Jawaban B. Aphakic Eye with a Postoperative IOP in the single digits

Suprachoroidal hemorrhage (SCH) is a rare but potentially devastating complication of intraocular


surgery. It is defined as the accumulation of blood within the potential space between the choroid and sclera,
with the source of the blood being the long or short posterior ciliary artery. 1
• Risk Factors
Factors that increase the risk for SCH include the following:
o Systemic
1. Advanced age
2. Cardiovascular conditions, including hypertension and peripheral vascular disease
3. Medications, including anticoagulation and antiplatelet agents and cardiovascular
drugs
o Ocular
1. High myopia
2. Aphakia
3. Glaucoma
4. Elevated preoperative intraocular pressure (IOP)
5. Previous intraocular surgery such as PK or vitrectomy
o Intraoperative
1. Retrobulbar anesthesia
2. Failure to administer ocular compression to reduce IOP before and after retrobulbar
anesthesia
3. General anesthesia (“bucking” on tube)
4. Posterior capsular rupture with vitreous loss
5. Elective extracapsular cataract extraction (ECCE)
6. Conversion from phacoemulsification to ECCE
7. Longer duration of intraocular surgery
o Postoperative
1. Hypotony
2. Valsalva maneuvers, including coughing and straining

Glaucoma Surgery
The incidence of intraoperative SCH during incisional glaucoma surgery has been reported to be about
0.15%.6 However, glaucoma surgery–related SCH is more likely to occur postoperatively, with an
incidence ranging from 1.6% to 6.1%,7,8 than intraoperatively. The later onset is likely due to the possible
occurrence of hypotony after glaucoma filtration surgery and postoperative inflammation.
Signs and symptoms. SCH in the postoperative period may include the following signs and symptoms:
• Severe eye pain
• Headache, nausea, and vomiting
• Decreased visual acuity
• Anterior chamber shallowing
• Loss of the red reflex
• Elevated IOP
• Prolapse of vitreous into the anterior chamber
• Choroidal elevation

Anda mungkin juga menyukai