Anda di halaman 1dari 24

Evaluasi Ketebalan Makula dan Koroid

Pada Wanita Pemakai Pil Kontrasepsi Kombinasi


di Kota Medan Tahun 2020

Oleh :
IBNU GILANG SYAWALI

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan sepsi. Kontra berarti” melawan”
atau “mencegah”, dan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang
dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan.1
Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Pil
kontrasepsi kombinasi adalah satu cara kontasepsi untuk wanita yang berbentuk
pil atau tablet di dalam strip yang berisi gabungan hormon estrogen dan
progesteron atau yang hanya terdiri dari hormon progesteron saja.1
Pil kontrasepsi kombinasi merupakan salah satu dari alat kontrasepsi yang
banyak digunakan oleh para peserta Keluarga Berencana (KB). Hal tersebut
terungkap dari data KB aktif melalui mini survei oleh badan kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2014 yang menyatakan
bahwa prevalensi penggunaan KB di indonesia sebesar 18.957.650 peserta.
Dimana pengguna kontrasepsi pil sebesar 14,99%. Menurut Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2013, Sedangkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2012, penggunaan kontrasepsi pil sebesar 14%. Menurut World Health
Organization (WHO), tahun 2014 hampir 471 juta pasang yang menjalankan
program KB dan 65-75 juta diantaranya di negara berkembang menggunakan
kontrasepsi hormonal yaitu pil KB.2,3
Pasangan usia subur adalah pasangan suami istri yang istrinya telah
berumah tangga dan masih dapat menjalankan fungsi reproduksi dan
menghasilkan keturunan yang dibatasi pada usia istrinya 20 sampai 45 tahun.
Masa reproduksi wanita dibagi dalam 3 preode yaitu reproduksi muda (15-19
tahun), reproduksi sehat (20-35 tahun), reproduksi tua (36-45 tahun).
(Siswosudarsono, 2001).
Pil kontrasepsi kombinasi memiliki beberapa risiko dan efek samping yang
berkaitan dengan beberapa organ, salah satunya adalah mata. Reseptor estrogen
dan progesteron berhubungan dengan kelainan retina termasuk perubahan

1
2

fungsional dan struktural di makula dan perubahan aliran darah pada pembuluh
darah makula.4
Hubungan antara hormon estrogen dan progesteron sebagai faktor risiko
terjadinya penipisan makula dan koroid yaitu melalui reseptor estrogen dan
progesteron yang ditemukan pada sel ganglion di retina dan epitel siliar. dimana
reseptor tersebut berfungsi untuk metabolisme estrogen, progesteron dan
androgen Selain itu estrogen dan progesteron dikaitkan mempengaruhi
perkembangan saraf di retina yang berfungsi mengatur aliran darah kekoroid
sehingga adanya ganggu perkembangan mengakibatkan perfusi jaringan di retina
akan berkurang dan menyebabkan penipisan pada makula dan koroid.5,6,7
Berdasarkan WHO perkiraan pada tahun 2002, salah satu penyebab
terbanyak kebutaan di dunia adalah degenerasi makula terkait usia yang
menempati urutan ke-4 sebesar 8,7%.1 Degenerasi makula terkait usia (Age
related Macular Degeneration, AMD) merupakan penyebab utama hilangnya
ketajaman penglihatan pada satu atau dua mata pada orang berusia di atas 50
tahun di Amerika Serikat. Diperkirakan 15 juta warga negara Amerika Utara
menderita AMD. Di Indonesia sendiri, hingga saat ini belum ada data pasti
tentang insidens dan angka morbiditas AMD. Salah satu penelitian dari Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia periode 03 Maret 2008 - 05 Januari 2009 di
Jakarta Timur, yang menggunakan 1259 responder didapati prevalensi non
eksudatif dan eksudatif AMD didapatkan pada 52 orang (4,1%) and 3 orang
(0,2%). Prevalensi AMD didapatkan semakin meningkat dengan bertambahnya
usia, dimana 3,4% pada kelompok usia 40-49 tahun, 4,8% pada kelompok usia
50-59 tahun, dan 7,4% pada usia > 70 tahun.8
Menurut data Kayseri, Turki tahun 2014 sampai dengan tahun 2016,
Reseptor estrogen telah terbukti dapat menyebabkan perubahan dalam berbagai
struktur mata, seperti konjungtiva, kornea, kelenjar Meibomian, Koroid, retina,
dan lensa.9
Dari penelitian Madendag et al tahun 2017 dalam perbandingan daerah
makula dan koroid antara kelompok kontrol menemukan bahwa semua variabel
kecuali ketebalan pusat foveal dan koroid secara signifikan lebih tipis pada
kelompok pil kontrasepsi.10
3

Acmaz et al tahun 2017 mengatakan bahwa koroid lebih tipis pada wanita
dengan sindrom ovarium polikistik dibandingkan dengan wanita yang sehat, hal
ini disebabkan oleh peningkatan estrogen tergantung vasodilatasi di arteri
oftalmik, terkait dengan peningkatan estrogen yang tinggi.10
Nixon et al 2014 estrogen memiliki peranan menghambat transporter
sistein/ glutamat, yang mengurangi produksi gluthatione, antioksidan. Penurunan
ini menyebabkan peningkatan produksi oksigen reaktif, karena kerusakan
oksidatif mengakibatkan penipisan makula. 11,12
Yusuf Madendag et al tahun 2017, mengatakan bahwa semua wanita yang
mengkonsumsi pil kontrasepsi ditemukan terjadinya penipisan pada makula dan
koroidnya.13
Menrut Yasmin Maher et al tahun 2019, mengatakan wanita yang
mengkonsumsi pil kontrasepsi ditemukan lapisan koroidnya menips disebabkan
oleh atrofi makula.14
Tamer abdul Fattah badran et al tahun 2019, mengatakan bahwa wanita
yang menggunakan pil kontrasepsi selama lebih dari satu tahun memberikan efek
pada mata terutama pada penglihatan sentralnya.15
Hubungan antara hormon wanita dengan perkembangan saraf di retina
telah lama di ketahui. Namun laporan tentang gangguan perkembangan saraf di
retina pada wanita yang menggonsumsi pil kontrasepsi selama satu tahun atau
lebih yang memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki hubungan kausal
antara estrogen, progesterone dan gangguan perkembangan saraf diretina.16
Berdasarkan beberapa penelitian dan landasan teoritis ini, maka peneliti
terdorong ingin mengetahui lebih lanjut faktor risiko terjadinya gangguan makular
dan koroid pada pemakai pil kontrasepsi kombinasi di Indonesia khususnya di
Medan.
4

1.2. Rumusan Masalah


Apakah terdapat perbedaan ketebalan makula dan koroid pada wanita
pemakai pil kontrasepsi kombinasi dan tidak pemakai pil kontrasepsi di kota
medan tahun 2020?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan ketebalan makula dan koroid
pada wanita pemakai pil kontrasepsi kombinasi dan tidak pemakai pil kontrasepsi
di kota medan tahun 2020

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Untuk menilai ketebalan makula pada wanita pemakai pil kontrasepsi
kombinasi
2. Untuk menilai ketebalan makula pada wanita yang bukan pemakai pil
kontrasepsi kombinasi
3. Untuk menilai ketebalan lapisan koroid pada wanita pemakai pil
kontrasepsi kombinasi
4. Untuk menilai ketebalan koroid pada wanita yang bukan pemakai pil
kontrasepsi kombinasi
5. Untuk menilai ketebalan makula dan koroid berdasarkan kelompok usia
produktif yaitu: 20-35 tahun 36-45 tahun.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai terjadinya
perubahan ketebalan makula dan koroid pada wanita menggunakan pil
kontrasepsi
2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai adanya perubahan pada saraf mata akibat
penggunaan pil kontrasepsi kombinasi
3. Sebagai referensi kepada peneliti selanjutnya tentang kondisi ketebalan
5

makula dan koroid pada pemakai pil kontrasepsi dan tidak pemakai pil
kontrasepsi.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Kontrasepsi
Kontrasepsi ideal harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: dapat
dipercaya, tidak ada efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur
menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus,
tidak memerlukan motivasi terus menerus, mudah pelaksanaannya, murah
harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dapat
diterima penggunanya oleh pasangan yang bersangkutan. 15

2.1.1. Kontrasepsi Hormonal


2.1.1.1. Definisi Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal merupakan metode kontrasepsi yang paling efektif
dan reversibel untuk mencegah terjadinya kehamilan. Jenis hormon yang
terkandung di dalam kontrasepsi adalah jenis hormon alamiah misalnya depo
medroksi progesteron asetat (depo MPA), tetapi kebanyakan berisi hormon
sintetik. Sedangkan kontrasepsi hormonal yang berisi hormon estrogen dan
progesteron adalah dalam bentuk injeksi dan oral. Kontrasepsi oral adalah jenis
kontrasepsi yang paling banyak digunakan karena memang bentuk inilah yang
paling efektif mencegah kehamilan.16
Dua jenis pil kontrasepsi oral yang tersedia di pasar, kontrasepsi oral
kombinasi yang mengandung estrogen dan progesteron dan progestin yang hanya
berisi progesteron.15 Berikut adalah hormon-hormon yang terkandung dalam
kontrasepsi:
6. Estrogen sintetik
Estrogen alamiah (estradiol) jarang digunakan dikarenakan jenis hormon
ini cepat sekali diserap oleh usus dan mudah dihancurkan oleh hati. Agar tidak
mudah hancur maka di tambahkanlah gugusan etinil sehingga terbentuk jenis
estrogen sintetik dengan nama etinilestradiol. Semua jenis kontrasepsi oral dewasa
ini hampir semua menggunakan jenis estrogen sintetik dengan jenis
etinilestradiol.16

6
7

7. Progesteron/gestagen sintetik Progesteron/gestagen sintetik yang umumnya


digunakan dalam kontrasepsi oral dapat berasal dari turunan progesteron dan
turunan testoteron. Masingmasing dari gestagen sintetik tersebut mempunyai
cara kerja dan kelebihan serta kelemahan berbeda-beda sehingga setiap
kontrasepsi dipertimbangkan untuk menggunakan sintetik yang sesuai dengan
maksud dan tujuan dari kontrasepsi tersebut.16

2.1.1.2. Sejarah Kontrasepsi Pil Hormonal


Perkembangan penggunaan pil kontrasepsi sebagai pencegah kehamilan
diawali ketika pada tahun 1940 Sturgis dan Albright menjelaskan tentang efek
hambatan ovulasi pada wanita yang mengkonsumsi preparat estrogen.
Selanjutnya, dengan adanya perkembangan penemuan preparat progesteron oral
yang kuat, maka kemungkinan untuk menghambat ovulasi secara konsisten dan
membuat suatu periode menstruasi yang baru, telah menjadi kenyataan.17
Penggunaan preparat progesteron untuk menghambat ovulasi ini pertama
kali dilakukan oleh Rock, Pincus dan Gracia. Preparat yang digunakan adalah
derivat dari 19-nortestosteron, yang diberikan selama 20 (dua puluh) hari, dimulai
dari hari ke 5 (lima) menstruasi sampai dengan hari ke 25 (dua puluh lima) dalam
satu siklus menstruasi. Secara intensif, penelitian tentang penggunaan pil
kombinasi dilakukan dibawah pimpinan Pincus dan Rock yang melakukan
percobaan lapangan di Puerto Rico. Pil tersebut mengandung progestin
noretinodrel dan estrogen mestranol, ternyata pil tersebut memiliki daya yang
sangat tinggi untuk mencegah kehamilan. Ini permulaan terciptanya pil
kombinasi. Pil yang terdiri dari kombinasi antara etinilestradiol atau mestranol
dengan salah satu jenis progestagen (progesteron sintetik) kini banyak digunakan
untuk kontrasepsi. Kemudian, sebagai hasil penelitian lebih lanjut, ditemukan pil
sekuensial, mini pill, morning after pill, dan DepoProvera yang diberikan sebagai
suntikan. Dewasa ini masih terus dilakukan kegiatan penelitian lebih lanjut untuk
menemukan suatu cara kontrasepsi hormonal yang mempunyai daya guna tinggi
dan dengan efek samping yang sekecil mungkin. 17

2.1.1.3. Mekanisme Kerja Pil Hormonal


8

Efek pil kontrasepsi untuk dapat mencegah kehamilan adalah merupakan


kerja aktif dari komponen-komponen yang ada dalam pil tersebut. Pada pil
kombinasi, komponen estrogen dan komponen progesteron bekerja sama untuk
menghambat terjadinya ovulasi. Aktifitas tersebut terjadi pada tingkat
hipotalamus, yaitu dengan menghambat Gonadotropin Releasing Hormone
(GnRH), sehingga pelepasan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan
Luteinizing Hormone (LH) yang berasal dari kelenjar hipofisa anterior akan
terhambat, dan hal tersebut akan menimbulkan hambatan pada ovarium secara
sekunder. 17
8. Mekanisme kerja esterogen
Estrogen mempunyai khasiat kontrasepsi dengan jalan mempengaruhi
ovulasi, perjalanan sel telur atau implantasi. Di samping itu penambahan
estrogen dalam pil kombinasi bertujuan untuk menjamin berlangsungnya
siklus haid dan mengurangi insidensi breakthrough bleeding. Ovulasi
dihambat melalui pengaruh estrogen terhadap hipothalamus dan selanjutnya
menghambat FSH dan LH. Ovulasi tidaklah selalu dihambat oleh pil
kombinasi yang berisi estrogen 50 mikrogram atau kurang, tetapi oleh
pengaruh progesteron disamping estrogen.25,17 Implantasi ovum yang telah
dibuahi dapat dihambat oleh estrogen dosis tinggi yang diberikan pada
pertengahan siklus haid, karena akan menimbulkan efek anti progesteron,
sehingga terjadi pertumbuhan endometrium yang menghambat implantasi.
Perjalanan sel telur dipercepat dengan pemberian estrogen.18,19,20
9. Mekanisme kerja progesteron
Walaupun fungsi progesteron sebenarnya adalah menyiapkan endometrium
untuk implantasi dan mempertahankan kehamilan, namun dalam dosis
tertentu yang diatur baik, progesteron mempunyai khasiat kontrasepsi dengan
menghalangi penetrasi dan transportasi sperma karena lendir serviks menjadi
lebih pekat cervical prop, dan menghambat kapasitas sperma untuk
membuahi dan menembus sel telur. Jika progesteron diberikan sebelum
konsepsi, maka perjalanan ovum dalam saluran telurnya akan terhambat. Bila
sebelum ovulasi, maka implantasi akan terhalangi. Selain itu penghambatan
ovulasi juga terjadi melalui jalur hipotalamus hipofisis.18,19,20
Efek progesteron dan estrogen bersama-sama dapat dilihat pada
9

endometrium, dimana endometrium menjadi sukar untuk mengalami implantasi


dan menjadi lebih tipis, yang mengakibatkan para pemakai pil kontrasepsi jarang
mengalami menstruasi. Dengan banyaknya modifikasi dalam rumus kimia dan
dosis dari progesteron dan estrogen, maka aktifitas biologik dari berbagai jenis pil
juga berbeda-beda. Untuk membandingkan khasiat farmakologi dari pil-pil
kombinasi, selain dilihat dosisnya, juga harus dilihat dari jenis hormon yang
terkandung dalam pil tersebut. Sebagai contoh, noretindron dan noretinodrel
memiliki kekuatan yang sama, sedangkan noretindron asetat dua kali lebih kuat
daripada noretindron, atau noretinodrel. Etinodiol diasetat 15 kali lebih kuat
daripada norgestrel dan kira-kira 30 kali lebih kuat dari pada noretindron atau
noretinodrel. Etinil estradiol memiliki kekuatan 1,7 sampai 2 kali lebih kuat
daripada mestranol. Hal ini penting untuk diketahui, apabila akan memberikan pil
kontrasepsi, perlu dilakukan evaluasi terlebih dahulu tentang dosis dan jenis
kedua hormon yang dipakai dalam pil kombinasi tersebut.17

2.1.2. Kontrasepsi Oral Kombinasi


Kontrasepsi oral kombinasi merupakan pil kontrasepsi berisi estrogen
maupun progesteron (progestagen, gestagen). Dosis estrogen ada yang 0,05; 0,08;
dan 0,1 mg per tablet. Sedangkan dosis dan jenis progesteronnya bervariasi dari
masing-masing pabrik pembuatnya.15

2.1.2.1. Jenis Kontrasepsi Oral Kombinasi


 Pil Kombinasi
Mengandung estrogen dan progesteron, diminum 1 tablet setiap hari, dan
harus dimulai pada hari ke 5 (lima) saat menstruasi, dan diminum selama 20
(dua puluh) atau 21 (dua puluh satu) hari. Dengan memakai pil kombinasi
maka pengeluaran LH akan dihambat, sehingga ovulasi tidak terjadi.
Disamping itu, motilitas tuba Falopi dan uterus juga ditinggkatkan, sehingga
fertilisasi akan sulit terjadi. Efek yang lain terhadap traktus urogenitalis
adalah modifikasi pematangan endometrium sehingga implantasi menjadi
sukar, dan terjadi pula pengentalan dari lendir serviks uteri sehingga
pergerakan sel sperma menjadi terhalang.17

 Pil Kontrasepsi 2 Fase


10

Pil ini terdiri dari 21 tablet, yang kesemuanya mengandung ethinylestradiol


35 Ug, tetapi 10 tablet pertama mengandung progesteron 0.5 mg, dan 11
tablet berikutnya mengandung progesteron sebesar 1 mg. Model pil ini lebih
mendekati siklus menstruasi yang normal, sehingga dapat lebih menurunkan
terjadinya efek samping yang tidak diinginkan. Khasiat pil ini untuk
mencegah kehamilan tetap sama dengan pil lain yang mengandung jumlah
estrogen yang sama.17
 Pil Kontrasepsi 3 Fase
Dalam pil kontrasepsi 3 fase, kadar estrogen dan progesteron bervariasi
sedemikian rupa, sehingga mirip sekali dengan keadaan alamiah dalam tubuh
penggunanya. Kadar hormon-hormon tersebut dalam pil adalah sebagai
berikut:
- 6 tablet berisi ethynilestradiol 30 Ug dan levonorgestrel 50 U
- 5 tablet berisi ethynilestradiol 40 Ug dan levonorgestrel 75 Ug
- 10 tablet berisi ethynilestradiol 30 Ug dan levonorgestrel 125 Ug
Pil kontrasepsi jenis ini memiliki efek samping yang paling minimal apabila
dibanding dengan jenis yang lain, tetapi efek untuk mencegah kehamilan
tetap sebanding.17
 Pil Pasca Sanggama
Pil ini hanya mengandung estrogen saja, namun dalam dosis yang besar. Cara
mengkonsumsi pil ini adalah diberikan selama 5 (lima) hari berturut-turut,
dan harus mulai diberikan paling lama 72 (tujuh puluh dua) jam setelah
sanggama. Cara kerja pil ini adalah dengan menghambat terjadinya
implantasi/penempelan blastokist kedalam endometrium.17
 Pil Berurutan
Dosis pil ini merupakan campuran antara pil estrogen dan pil kombinasi.
Estrogen diberikan selama 15 hari pertama, selanjutnya diikuti dengan
pemberian pil kombinasi estrogen dan progesteron selama 5 hari berikutnya.
Khasiat pil ini sebagian besar tergantung pada/komponen estrogennya yang
bekerja menghambat Lutein Hormone Releasing Hormone (LHRH), sehingga
FSH dan LH tidak dikeluarkan. Akibatnya, proses ovulasi akan menjadi
terhambat.17
 Mini Pil
11

Pil jenis ini merupakan pil tunggal yang hanya mengandung progesteron saja,
dan diberikan setiap hari. Cara kerja pil ini ialah dengan meningkatkan
kekentalan lerdir serviks uteri sehingga sperma menjadi sulit untuk bergerak.
Pil ini juga menyebabkan adanya perubahan pada endometrium, sehingga
implantasi dapat dihambat.17

2.2. Anatomi Dasar


2.2.1. Anatomi Makula
Makula terletak di retina bagian polus posterior diantara arteri retina
temporal superior dan inferior dengan diameter berkisar 5,5 mm. Makula
merupakan suatu daerah cekungan di sentral berukuran 1,5 mm, dimana
mempunyai diameter sama besar dengan diskus dan lebih dikenal dengan sebutan
fovea. Secara histologis makula terdiri dari 5 lapisan yakni membran limitan
interna, lapisan fleksiformis luar. Secara pembagian area makula terbagi atas tiga
yakni centre, inner dan, outer 21,22,23
Penyerapan suatu foton cahaya oleh sebuah foto reseptor menimbulkan
suatu reaksi fotokimia di fotoreseptor yang melalui suatu cara akan memicu
timbulnya sinyal listrik ke otak, yang disebut potensial aksi. Foton harus di atas
energi minimum untuk dapat menimbulkan suatu reaksi. Terdapat 2 tipe umum
reseptor cahaya di retina, yaitu sel batang dan sel kerucut. Sel kerucut berjumlah
±120 juta pada setiap mata. Sel kerucut digunakan untuk penglihatan pada siang
hari dan juga untuk melihat detail halus dan mengenali beragam warna. Sel
kerucut tersebar di seluruh retina, terutama pada fovea sentralis. Sel batang
berjumlah ± 6,5 juta pada masing-masing mata. Sel batang digunakan melihat
pada malam hari dan juga berguna untuk penglihatan perifer. Sel batang tidak
tersebar merata di retina namun memiliki kepadatan maksimum di sudut. 21,22,23
12

Gambar 2.1. Area Makula dan Sel Batang dan Sel Kerucut. 21,22,23

Sel-sel tersebut diatas memiliki dua segmen yakni segmen luar dan
segmen dalam. Segmen luar fotoreseptor mengandung fotopigmen dan merupakan
tempat berlangsungnya proses fototransduksi, yang merupakan suatu proses
pengubahan energi cahaya menjadi sinyal-sinyal elektrik. Sel batang sensitif
terhadap cahaya karena mengandung rodopsin yang mampu menangkap foton.
Substansi ini merupakan kombinasi protein skotopsin dengan senyawa protein
retinol. Retinol secara kimiawi berhubungan erat dengan vitamin A dan
merupakan tipe khusus yang disebut 11-cis retinal. 11-cis retinal sangat penting
dikarenakan satu satunya tipe yang dapat berikatan dengan opsin agar dapat
mensintesis rhodopsin. 21,22,23
Molekul penyerap cahaya pada sel kerucut hampir sama dengan komposisi
kimiawi rhodopsin dalam sel batang. Perbedaan hanya terletak pada fotopsin pada
sel kerucut, yang berbeda dengan skotopsin dalam sel batang. Bagian retinal
semua pigmen visual sama persis dengan yang di dalam sel batang ataupun sel

kerucut. 21,22,23
Dua morfologi yang membedakan segmen dalam adalah daerah ellipsoid
dan mioid. Ellipsoid pada segmen dalam fotoreseptor memiliki ciri adanya
agregrasi mitokondria, sedangkan pada daerah mioid terdapat kompleks golgi
dengan komponen vesikel dan ribosom. Nukleus terletak di bagian bawah segmen
dalam pada bagian yang melebar. Perluasan axon berakhir pada badan terminal
13

yang bersinaps dengan prosesus sel-sel bipolar dan horizontal.21,22,23


Sel epitel pigmen retina memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi,
dengan bertambahnya usia, pigmen lipofusin makin bertambah, akibatnya akan
mengganggu pergerakan nutrien dari pembuluh darah koroid ke epitel pigmen
retina dan sel fotoresptor. 21,22,23
Table 2.1. Ketebalan Makula Normal.24

2.2.2. Anatomi Koroid


Koroid adalah membran tipis tapi mengandung banyak vaskular yang
melapisi permukaan dalam sklera. Memanjang dari anterior ora serrata ke saraf
optik di posterior. Memiliki permukaan luar kasar yang melekat sklera di saraf
optik dan ujung vena vortex. Permukaan bagian dalam halus dari koroid melekat
pada epitel berpigmen retina (RPE). Koroid kemudian berlanjut menjadi piamater
dan arakhnoid di saraf optik. Koroid biasanya ketebalan 100-220 μm, ketebalan
tertinggi pada makula 500-1000 μm.25

Gambar 2.2. Anatomi Koroid.25


14

Koroid terdiri dari pembuluh darah yang dikelilingi oleh melanosit, saraf
dan jaringan ikat. Koroid dapat dibagi menjadi beberapa lapisan secara histologis
yang meliputi lamina suprachoroid, stroma, lamina choriocapilaris, dan membran
Bruch. Lamina Suprachoroid (lamina fusca) terdiri dari serat kolagen, fibroblas
dan melanosit. Lamina suprachoroid berada diatas ruang potensial antara sklera
dan koroid dikenal sebagai ruang suprachoroidals. Ruang potensial ini berisi arteri
siliaris posterior panjang dan saraf. 25
Stroma koroid adalah jaringan ikat longgar berpigmen. Pembuluh darah
dari koroid tersusun berlapis-lapis. Pembuluh yang lebih besar yang terletak di sisi
luar dari lapisan medial yang disebut lapisan Haller. Lalu pembuluh lapisan
bercabang, lapisan ini memiliki struktur pembuluh berukuran sedang. Lapisan ini
dikenal sebagai lapisan sattler. Pembuluh darah akan berlanjut dan bercabang,
lalu membentuk pembuluh yang lebih kecil dan kapiler. Vena dari koroid akan
mengalir menuju pembuluh darah yang akhirnya mengalir ke tempat vena vortex
(satu dari masing-masing kuadran mata). 25
Nerve fiber merupakan unsur penyusun koroid selain pembuluh darah.
Unsur lainya yaitu sel melanosit, Fibrocytes, sel mast dan sel plasma adalah sel
yang dominan ditemukan di stroma koroid. Melanosit didistribusikan lebih dari
bagian luar dari lapisan dan dekat disc optic. Diantara sel-sel non berpigmen,
fibroblast adalah yang sel paling umum dapat ditemukan. Jaringan ikat berupa
kolagen fibril terbesar ke segala arah dan mengelilingi pembuluh darah. Lapisan
selanjutnya penyusun koroid yaitu lapisan koriokapilaris. Lapisan ini adalah satu
lapisan kapiler yang lebih besar dari kapiler normal tubuh kita. Diperkirakan
bahwa lumen kapiler ini tiga sampai empat kali lebih besar dari kapiler normal
tubuh kita. Diperkirakan bahwa lumen kapiler ini tiga sampai empat kali lebih
besar dari kapiler normal. Didinding kapiler yang yang menyerupai lumen dan
berisi perisit. Koriokapilaris mengandung membrane basal. Koriokapilaris yang
tebal dan paling melimpah berbeda di daerah submacular. 25
Tidak seperti jaringan iris, di mana stroma menempati bagian utama dari
jaringan. Stroma koroidal jarang sebagai penyusun utama koroid yang terdiri dari
choriocapillaries. Stroma koroidal adalah jaringan ikat longgar berpigmen yang
mengandung beberapa unsur. Pembuluh darah dari koroid tersusun berlapis-lapis.
15

Pembuluh yang lebih besar yang terletak di sisi luar dari lapisan medial yang
disebut lapisan Hallers. Pembuluh lapisan cabang lapisan.25
Ini memiliki struktur pembuluh berukuran sedang. Lapisan ini dikenal
sebagai lapisan Sattler. Pembuluh darah akan berlanjut bercabang membentuk
pembuluh yang lebih kecil dan kapiler. Venus dari koroid akan mengalir menuju
pembuluh darah yang akhirnya mengalir ke empat vena vortex (satu dari masing-
masing kuadran mata). Serat saraf merupakan unsur penyusun setelah pembuluh
darah. Unsur selanjutnya yaitu sel Melanosit, fibrocytes, sel mast dan sel plasma
adalah sel yang dominan ditemukan di stroma choroidal. Melanosit
didistribusikan lebih di bagian luar dari lapisan dan dekat disc optik. Di antara sel-
sel non berpigmen, fibroblas adalah yang sel paling umum dapat ditemukan.
Jaringan ikat berupa kollagen fibril tersebar ke segala arah dan mengelilingi
pembuluh darah.25
Lapisan selanjutnya penyusun koroid yaitu lapisan koriokapilaris. Lapisan
ini adalah satu lapisan kapiler yang lebih besar dari kapiler normal tubuh kita.
Diperkirakan bahwa lumen kapiler ini tiga sampai empat kali lebih besar dari
kapiler normal. Dinding kapiler yang menyerupai lumen dan berisi pericytes.
Koriokapilaris mengandung membran basal. Koriokapilaris yang tebal dan paling
melimpah berada di daerah submakular. Studi menemukan bahwa
choriocapillaries tersusun membentuk struktur lobular dimana feeding arteriol
adalah di pusat vena drainase berada di pinggir. Lapisan terdalam dari koroid
yaitu membran Bruch adalah lapisan terdalam dari koroid dan juga dikenal
sebagai lamina vitrea. Membran Bruch memiliki bagian paling tebal di dekat disk
optik (2-4 mikro meter) dan ketebalan makin berkurang menuju pinggiran.
Membran Bruch terdiri dari 5 lapisan dan dari internal ke eksternal, yang bila
diurutkan adalah membran basal dari RPE, zona kolagen dalam, lapisan jaringan
elastis, zona kolagen luar serta membran basal dari koriokapilaris. 25

2.3. Optical Coherence Tomography (OCT)


Optical Coherence Tomography (OCT) merupakan teknologi pencitraan
yang menampilkan gambaran resolusi mikron, cross sectional, pada jaringan
invivo, termasuk mikrosutruktur okuli. Seperti pada CT-scan yang menggunakan
sinar X, MRI yang menggunakan resonasi electron, OCT dapat dianalogikan
16

dengan ultrasonografi.2 OCT dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang


untuk meneggakan diagnose karena kemudahannya pada mata baik pada segmen
anterior maupun segmen posterior.26
Secara umum telah dikenal mesin OCT yang dikelompokkan menjadi 2
tipe yaitu OCT tipe Stratus (2D) atau disebut Time Domain OCT (TD-OCT) dan
OCT tipe Cirrus (3D) atau Spectral/Fourier Domain OCT (SD-OCT).27
Optical coherence tomography (OCT) merupakan suatu alat pemeriksaan
imaging dengan prinsip kerja mirip dengan pemeriksaan ultrasonografi B-mode,
namun OCT lebih sensitif dan akurat. OCT dan Ultrasonografi memiliki beberapa
perbedaan, antara lain Ultrasonografi dengan resolusi 150 mikron, sedangkan
OCT 10 mikron untuk time-domain OCT (TD-OCT) dan 1-6 mikron untuk
spectral-domain OCT (SD-OCT). Alat ini memakai gelombang cahaya, berbeda
dengan ultrasonogafi yang memakai gelombang suara, sehingga OCT tidak
memerlukan kontak dengan mata. Pemeriksaan OCT ini hanya memerlukan waktu
beberapa detik, OCT mudah dilakukan dan mudah interpretasinya, cepat, reliabel,
sensitif, reproducible, dan non-kontak.27

Gambar 2.3. Stratus OCT 28


Gambaran koroid yang diperoleh dengan OCT dilengkapi dengan modul
pencitraan kedalaman. Choroidal thickness adalah jarak vertikal garis
hyperreflective dari membran Bruch ke garis hyperreflective daripermukaan
bagian dalam sklera. Choroidal thickness diukur pada subfovea, bagian temporal
pada 500, 1.000, dan1.500 μm dan pada bagian nasal pada 500, 1000, dan 1.500
μm dari pusat fovea. Ketebalan foveal pusat juga diukur.29
17

Gambar 2.4. Gambaran OCT Choroidal Thickness.29

Interpretasi gambaran OCT normal di perlihatkan 7 hingga 11 tempat


pengukuran, dimana bagian dari koroid yang paling tebal adalah Foveadan bagian
yang paling tipis adalah pada daerah nasal.
Menurut Spaide et al tahun 2009 dan Ikuno et al tahun 2010 choroidal
thickness normal memiliki suatu pola, dimana choroidal thickness yang paling
tebal pada daerah subfovea, kemudian menipis pada bagian temporal dan tampak
paling tipis pada daerah nasal, tetapi mendapatkan nilai choroidal thickness
normal yang berbeda-beda, oleh karena itu peneliti terdahulu hanya menggunakan
ketebalan sub fovea sebagai parameter untuk menilai seluruh choroidal
thickness.30,31
Penelitian Spaide et al tahun 2009 menyatakan rata-rata choroidal
thickness normal pada sub fovea adalah 287 μm, pada 3000 μm arah nasal adalah
145 μm dan 3000 μm temporal adalah 216 μm.30
Penelitian Ikuno et al tahun 2010, rata-rata choroidal thickness normal
pada sub fovea adalah 354 μm, 3000 μm nasal dan 3000 μm temporal adalah 227
μm dan 337 μm.30
Adapun penelitian penilaian nilai koroid normal terbaru, seperti Penelitian
Enzetari et al tahun 2018 menyatakan rata-rata choroidal thickness normal pada
sub fovea adalah 366 μm, pada 1500 μm dan 3000 μm kearah nasal adalah 293
μm dan 195 μm, sedangkan temporal pada 1500 μm dan 3000 μm adalah 314 μm
dan 268 μm.
Adapun grafik untuk mendeskripsikan choroidal thickness normal adalah
seperti ini :
18

Gambar 2.5. Grafik OCT Choroidal Thickness.30

Prinsip kerja OCT dimulai dari adanya cahaya koheren rendah yang
berasal dari diode superluminan (SLD) digabungkan dengan interferometer fiber,
kemudian dipisahkan oleh serabut splitter pada suatu coupler menjadi ke dalam
jalur reference dan measurement. Sinar dikombinasikan dalam coupler dengan
cahaya pantulan dari mata penderita. Kemudian kembali melalui sample retina
dan mencapai detektor. Sinar yang terkirim ke reference arm dipancarkan dengan
sejajar oleh lensa pada keluaran reference arm, direfleksikan dari cermin, dan
ditangkap kembali oleh lensa dan dikombinasi dengan sinar. Sinyal yang
terbentuk diamati hanya bila panjang lintasan optik sesuai dengan panjang
koheren dari sumber cahaya oto diode yang kemudian diproses. Didapatkan
gambaran serupa dengan ultrasound A-scan.31

2.3.1. Kontraindikasi Optical Coherence Tomography (OCT)


Kontraindikasi untuk dilakukannya pemeriksaan OCT antara lain media
refraksi yang buruk, tajam penglihatan < 1/60 dan pasien yang tidak kooperatif.32

2.3.2. Cara penggunaan Optical Coherence Tomography (OCT)


Disaat melakukan pemeriksaan pasien dengan menggunakan OCT
sebaiknya pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang prosedur yang akan
dilakukan. Pasien diberi gambaran tentang alat yang akan digunakan. Bila perlu
dengan menggunakan kaset video atau poster, hal ini dimaksudkan untuk
memberikan pengertian kepada pasien dengan demikian mengurangi stress
sebelum waktu prosedur dilakukan. Tata laksana penggunaan OCT antara lain:
19

1. Dilatasi pupil guna mengoptimalkan pemeriksaan. Pemindaian dapat


diperoleh secara memadai melalui pupil yang tidak berdilatasi, namun
gambar yang dihasilkan terkadang kurang jelas atau terpotong.
2. Pasien duduk dan meletakkan dagu di tempat dagu pada mesin OCT.
3. Saat pasien duduk dengan nyaman, mesin OCT secara perlahan digerakkan
terhadap mata pasien, dengan menggunakan joystick sampai gambar terlihat
jelas pada monitor.
4. Selama prosedur berlangsung pasien diharapkan untuk dapat kooperatif
dalam pemeriksaan.34,35

Gambar 2.6. OCT pada Mata Normal.36

Gambar 2.7. Gambaran Makula Normal pada OCT.36


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


Rancangan pada penelitian ini adalah studi observasional analitik dan
metode pengambilan data secara cross sectional dan data diambil dari subjek
dengan kelompok pemakai pil kontrasepsi kombinasi 1 tahun dan kelompok tanpa
kontrasepsi hormonal dianalisa.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara yang
berada di kota Medan. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Januari hingga
bulan Mei 2020

3.3. Populasi Dan Sample Penelitian


Populasi penelitian adalah seluruh wanita usia subur yang tercatat sebagai
pemakai dan tidak pemakai pil kontrasepsi kombinasi RS USU Tahun 2019-2020.
Sampel penelitian adalah sebagian dari wanita usia subur yang tercatat sebagai
pemakai dan tidak pemakai pil kontrasepsi kombinasi dari RS USU pada 2019-
2020 yang memenuhi kriteria inklusi.
Sampel penelitian ditentukan sesuai rumus untuk penelitian ini:
2
( Z (1−α/2) √ Po (1−Po )+Z( 1− β) ) √ P a(1−P a ))
n1=n2≥ 2
( Po −Pa )
Dimana :
Z (1−α/2)
= deviat baku alpha. utk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96
Z (1−β ) β = 0,10 maka nilai baku normalnya
= deviat baku betha. utk
1,282
P0 = proporsi penipisan makula pada aseptor pil kb, sebesar = 0,50
(50,0%) (sumber)
Pa = perkiraan penipisan makula pada aseptor pil kb yang diteliti, sebesar
= 0,75 (75,0%)
P0 −Pa = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,25

20
21

Maka sampel minimal untuk penelitian ini sebanyak 62 mata.

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.4.1. Kriteria Inklusi
1. Wanita usia subur
2. Bersedia menjadi sampel penelitian

3.4.2. Kriteria Eksklusi


1. Wanita hamil
2. Pasien yang mengalami penyakit infeksi mata seperti: uveitis, keratitis
3. Pasien yang menderita glaucoma, katarak dan kelainan segmen anterior
4. Pasien yang menderita penyakit sistemik seperti: diabetes mellitus, hipertensi
5. Pasien perokok

3.5. Identifikasi Variabel


Variable terikat adalah:
1. Ketebalan makula
2. Ketebalan koroid
Variable bebas adalah :
- Pemakai Pil kontrasepsi kombinasi

3.6. Bahan dan Alat


1. Alat tulis
2. Snellen chart
3. Slit lamp Appasamy
4. Direk Ophthalmoscope Neitz
5. Tono Schiotz
6. OCT (Optical Coherens Tomography) Optovue

3.7. Metode Pengumpulan Data


Mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian di bagian ilmu
kesehatan mata fakultas kedokteran universitas sumatera utara/rumah sakit
universitas sumatera utara dan rumah sakit jejaring
22

- Mengajukan surat izin penelitian “ethical clearance” dari komite etika


penelitian etika penelitian kesehatan fakultas kedokteran USU ketempat
penelitian di rumah sakit universitas sumatera utara dan rumah sakit jejaring
- Melakukan pengumpulan data penelitian di poliklinik Mata Rumah Sakit
Universitas Sumatera utara

3.8. Alur Penelitian

Wanita pemakai pil kontrasepsi kombinasi


1 tahun dan wanita sehat usia subur yang
tidak memakai pil kontrasepsi kombinasi
yang bersedia mengikuti penelitian

Kriteria inklusi

Anamnesa
Visus
Slit Lamp Appasamy
Tono Schiotz

Pemeriksaan OCT

Pengumpulan data

Penghitungan statistik

Hasil

Gambar 3.1. Alur Penelitian


23

Penilaian dan interprestasi dari snellen chart, slit lamp, Funduskopi direk
Neitz, tono pen dan Optical Coherens Tomography (OCT), di kumpulkan sebagai
data penelitian untuk selanjutnya dijadikan sebagai hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai