Anda di halaman 1dari 35

RETINOPATI PREMATURITAS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.1 RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 2 SEPTEMBER 2019 – 5 OKTOBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PENDAHULUAN
• Retinopati prematuritas atau Retinopathy of Prematurity
(ROP) adalah suatu kondisi yang ditandai oleh perkembangan
pembuluh retina yang abnormal. Retinopati prematuritas
terjadi akibat kepekaan pembuluh darah retina di masa
perkembangan
terhadap oksigen konsentrasi tinggi

• ROP adalah penyebab utama kebutaan di seluruh dunia pada


bayi dengan berat lahir rendah

• Faktor resikonya yaitu berat lahir, usia kehamilan,


pemasangan oksigen tambahan , ventilasi mekanis yang
berkepanjangan,Skor apgar, komplikasi paru, anemia,
perdarahan intraventrikular (IVH), nekrotikans enterokolitis,
sepsis.
• Cryotherapi for Retinopathy of prematurity (CRYO-ROP)
melaporkan insiden ROP pada bayi lahir dengan berat
badan < 1251 gram adalah 65,8% dan 93% pada bayi lahir
dengan berat badan <750 gram

• Deteksi dini dan tatalaksana yang terdapat dari retinopati


pada prematuritas dapat mencegah kebutaan.
TUJUAN
Tujuan Umum
Referat ini dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Mata di RS Bhayangkara Raden Said Sukanto dan juga
sebagai bahan pengayaan materi agar mahasiswa mengetahui dan
memahami lebih jauh tentang Retinopathy of Prematurity (ROP).

Tujuan Khusus
• Untuk memahami tentang anatomi dan fisiologi retina.
• Untuk memahami tentang ROP perdefinisi, etiologi, epidemiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi, dan prognosis.

Manfaat
Sebagai referensi dalam pembelajaran, menambah ilmu pengetahuan
dan agar pembaca dapat lebih memahami tentang diagnosis dan
penatalaksanaan ROP.
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI RETINA
1. Membrana limitan interna
2. Lapis serabut saraf
3. Lapis sel ganglion
4. Lapis pleksiform dalam
5. Lapis nukleus dalam
6. Lapis pleksiform luar
7. Lapis nukleus luar
8. Membrana limitan eksterna
9. Fotoreseptor, terdiri dari sel reseptor
batang dan sel reseptor kerucut
10. Retinal pigment epithelium (RPE)
LAPISAN
RETINA
Pada masa embriologi,vaskularisasi
retina dimulai pada 16 minggu
setelah gestasi. Proses vaskularisasi
retina berlangsung secara sentrifugal
dari nervus opticus, mengikuti
gelombang mesenkimal sel spindle
dan mencapai ora serata nasalis
pada usia gestasi 32 minggu dan ora
serata temporalis pada usia gestasi
40-42 minggu atau saat aterm

Perkembangan Vaskularisasi Retina

FISIOLOGI RETINA
Retinopathy of Prematurity (ROP)
DEFINISI
Retinopati prematuritas adalah suatu keadaan dimana
terjadi gangguan pada pembentukan pembuluh darah retina
pada bayi prematur. Retinopati yang berat ditandai
dengan proliferasi pembuluh retina, pembentukan jaringan
parut dan pelepasan retina.
EPIDEMIOLOGI
• Pada penelitian di Brazil tahun 2005 sampai tahun 2015,dari 520 bayi yang
lahir dengan masa gestasi dibawah 32 minggu atau berat lahir dibawah 1500
gram, 196 (37,6%) diantaranya mengalami ROP.
• Kelahiran prematur pada bayi lahir hidup di RSUPN Cipto Mangunkusumo
tahun 2007 adalah 20,22% dan 71% dari bayi lahir prematur
mengalami ROP
• Ras kulit hitam menderita ROP yang lebih ringan dibanding ras Kaukasian.

• Insidens lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki.


EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI

Usia gestasi dan berat lahir

Kadar saturasi oksigen.

Faktor Genetik

Faktor Resiko Lain


PATOFISIOLOGI
Vaskularisasi retina mulai berkembang pada usia gestasi
kurang lebih 16 minggu. Pembuluh retina tumbuh keluar dari
optic disc sebagai perpanjangan dari sel spindle mesenkimal.
Sementara sel-sel spindel mesenkimal ini mensuplai sebagian
besar aliran darah, sehingga terjadilah proliferasi endotelial dan
pembentukan kapiler-kapiler.
Kapiler-kapiler baru ini akan membentuk pembuluh
retina yang matur. Pembuluh darah choroid (yang terbentuk pada
usia gestasi 6 minggu) mensuplai retina avascular yang tersisa.
Bagian nasal dari retina akan tervaskularisasi secara menyeluruh
sampai ke ora serrata pada usia gestasi 32 minggu. Sedangkan
bagian temporal yang lebih besar biasanya telah tervaskularisasi
seluruhnya pada usia gestasi 40-42 minggu (aterm)
PATOFISIOLOGI ROP Stadium I

Menurut Asthton dan Patz dengan teori experimental animal ROP


menyebutkan bahwa ROP terjadi dalam 2 fase, yaitu fase hipoksia dan fase
vasoploriteratif. Fase pertama, yaitu fase hipoksia, menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi pembuluh retina dan destruksi sel-sel endotel kapiler yang
Irreversibel. Keadaan hyperoxia-vasocessation ini dikenal sebagai stadium I
dari retinopati prematuritas
Keadaan tersebut akan menimbulkan daerah iskemik, sehingga
memicu pelepasan faktor angiogenik seperti vasculer endothelial growth
factor (VEGF) oleh sel spindel mesenkim maupun retina yang iskemik.
PATOFISIOLOGI
ROP STADIUM II

Segera setelah itu, nutrisi dan oksigen dapat dikirim ke retina


melalui difusi dari kapiler-kapiler yang berada pada lapisan choroid. Retina
terus tumbuh semakin tebal dan akhirnya melebihi area yang dapat
disuplai oleh pembuluhnya. Seiring waktu, terjadilah hipoksia retinal yang
pada akhirnya mengakibatkan terjadinya pertumbuhan pembuluh darah
yang berlebihan; keadaan hypoxia-vasoproliferation ini dikenal sebagai
ROP stadium II
MANIFESTASI KLINIK
ROP dikategorisasikan dalam zona-zona, dengan stadium yang menggambarkan
tingkat keparahan penyakit. Semakin kecil dan semakin muda usia bayi saat lahir, semakin besar
kemungkinan penyakit ini mengenai zona sentral dengan stadium lanjut

Zona 1 Zona 2 Zona 3


MANIFESTASI KLINIK
Pembagian Sesuai Stadium

Stadium 1

Adanya garis batas (demarkasi) yang


memisahkan retina avaskuler di anterior
dan retina tervaskularisasi di posterior,
disertai percabangan atau arkade
pembuluh darah abnormal yang mengarah
ke garis demarkasi .

Demarcation line
MANIFESTASI KLINIK
Pembagian Sesuai Stadium

Stadium 2

Adanya intraretinal ridge. Garis demarkasi


pada stadium I mengalami pelebaran dan
penebalan, serta meluas keluar dari
bidang retina.

Ridge mungkin berubah warna dari putih


menjadi merah muda. Neovaskularisasi di
permukaan retina mungkin dapat terlihat
di posterior ridge ini.
Ridge
MANIFESTASI KLINIK
Pembagian Sesuai Stadium

Stadium 3

Adanya ridge disertai proliferasi


fibrovaskuler ekstraretina. Lokasi khas
dimana proliferasi fibrovaskuler ini
ditemukan adalah bersambungan
dengan sisi posterior ridge,
sehingga tampak bergerigi

Extraretinal fibrovascular Langsung berada di posterior ridge,


proliferation namun tidak selalu tampak bersambung.
ke arah vitreus tegah lurus dengan retina
MANIFESTASI KLINIK
Pembagian Sesuai Stadium

Stadium 4

Stadium ini adalah ablasio retina subtotal


yang berawal pada ridge. Retina tertarik
ke anterior ke dalam vitreous oleh ridge
fibrovaskular.

Stadium 4A : tidak mengenai fovea


Stadium 4B : mengenai fovea
Retinal detachment
(subtotal)
MANIFESTASI KLINIK
Pembagian Sesuai Stadium

Stadium 5

Stadium ini adalah ablasio retina total


berbentuk seperti corong (funnel).

Stadium 5A : corong terbuka


Stadium 5B : corong tertutup

Ablasio retina (total)


DIAGNOSIS
01 ANAMNESIS

02 PEMERIKSAAN FISIK

03 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Persistent hyperplastic primary vitreous,
dapat mengakibatkan terlepasnya retina akibat
terjadinya tarikan.

DIAGNOSIS
BANDING
Exudative
vitreoretinopathymerupakan
kelainan genetik yang
merusak vaskularisasi retina
pada neonatus cukup bulan
PENATALAKSANAAN

TERAPI MEDIS
Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari screening
oftalmologis terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Saat ini,
belum ada standar terapi medis yang baku untuk ROP.

Penelitian terus dilakukan untuk memeriksa potensi penggunaan obat


antineovaskularisasi intravitreal, seperti bevacizumab (Avastin)

Terapi lainnya yang pernah dicoba dapat berupa mempertahankan level.


insulinlike growth factor (IGF-1) dan omega-3-polyunsaturated fatty acids
(PUFAs) dalam kadar normal pada retina yang sedang berkembang.
PENATALAKSANAAN
TERAPI BEDAH
1. Terapi bedah ablatif (Ablative surgery)
2. Krioterapi
3. Terapi Bedah Laser
4. Early Treatment for Retinopathy of Prematurity (ET-ROP)
• Tipe 1 (membutuhkan terapi)
Mata dengan zona 1, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus
Mata dengan zona 2, stadium 2 atau 3 dengan penyakit plus
• Tipe 2 (membutuhkan observasi)
Mata dengan zona 1, stadium 1 atau 2 tanpa penyakit plus
Mata dengan zona 2, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus 14
PENCEGAHAN
Bayi dengan berat lahir kurang dari 1500
atau umur  28 minggu, bayi bayi tertentu
01 dengan berat 1500-2000 gram dengan
perjalanan klinis tidak stabil yang diduga
memiliki resiko tinggi

Pemeriksaan awal dilakukan pada


02 usia kronologis 4-6 minggu atau usia
postconceptional postmentrual 31-
33 minggu

Pencegahan yang paling bermakna


adalah pencegahan kelahiran bayi
prematur. Pencegahan ini dapat dialkukan
03 dengan cara melakukan perawatan
antenatal yang baik. Semakin matur
bayi yang lahir, semakin kecil
kemungkinan bayi tersebut menderita
ROP.
KOMPLIKASI
Miopia Strabismus Ablasio retina Glaukoma sudut tertutup

80% 23-47% 3,4% 8%

Komplikasi jangka panjang dari Amblyopia, Nystagmus,


ROP antara lain : Katarak, Ruptur retina.
PROGNOSIS

Faktor yang menentukan prognosis ROP adalah zona, keberadaan plus


desease, stadium ROP, luasnya retina yang terlibat, serta kecepatan
atau progresifitas sejak onset sampai threshold disease

Prognosis makin buruk bila ROP ditemukan pada lokasi retina paling
posterior (zona I), retina yang terlibat cukup luas, serta stadium yang
paling berat.

Sebesar 90% ROP stadium 1 dan 2 serta 50% ROP stadium 3 akan
mengalami regrsi spontan. Prognosis stadium 4 dan 5 buruk, mengingat
tingginya insiden visual problem dan ablasio retina
KESIMPULAN
Retinopati prematuritas (Retinopathy of Prematurity = ROP) adalah suatu
keadaan dimana terjadi gangguan pada pembentukan pembuluh darah
retina pada bayi prematur. Retinopati prematuritas terjadi akibat
kepekaan pembuluh darah retina di masa perkembangan terhadap
oksigen konsentrasi tinggi (kondisi ketika neonatus harus bertahan akibat
ketidakmatangan paru).

Pajanan oksigen konsentrasi tinggi (hiperoksia) mengakibatkan tingginya


tekanan oksigen retina sehingga memperlambat perkembangan
pembuluh darah retina (vaskulogenesis) hal ini menimbulkan daerah
iskemia pada retina. Vaskularisasi retina mulai berkembang pada usia
gestasi kurang lebih 16 minggu. Retinopati prematuritas terutama terjadi
pada bayi dengan Berat Badan Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR).
KESIMPULAN
Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis ROP. Fase pertama,
yaitu fase hiperoksik, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh
retina dan destruksi sel-sel endotel kapiler yang irreversible. Fase kedua,
hipoksia retinal yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya
pertumbuhan pembuluh darah yang berlebihan; keadaan hypoxia-
vasoproliferation.

Untuk kepentingan tatalaksana, maka dibentuklah International


Classification of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem klasifikasi
ini membagi lokasi penyakit ini dalam zona-zona pada retina (1, 2, dan
3), penyebaran penyakit berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan tingkat
keparahan penyakit dalam stadium (0-5). Standar baku untuk
mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan menggunakan
oftalmoskopi binokular indirek.
KESIMPULAN
Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari screening
oftalmologis terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Saat ini,
belum ada standar terapi medis yang baku untuk ROP. Terapi Bedah
terdiri dari: terapi bedah ablative saat ini terdiri dari krioterapi atau terapi
laser untuk menghancurkan area retina yang avascular.

Terapi laser lebih disukai apabila dibandingkan dengan krioterapi pada


saat ini, karena dipertimbangkan lebih efektif untuk mengobati penyakit
pada zona 1 dan juga menghasilkan reaksi inflamasi yang lebih ringan.
Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ali farrukh. Retinopathy of prematurity. Department of ophthalmology
arrow park hospital.2010
2. Anjli Hussain, 2004. Management of retinopathy in a tertiary care
center. Dalam: Journal of the Bombay ophtamologists association vol.3
no.1
3. Bashour M. Retinopathy of Prematurity. Emedicine. November 3, 2008.
Available at http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis.
4. Benson C Ralph. Retinophati prematuritas. Dalam: Obsteri dan
Ginekologi. Jakarta: EGC,2004.
5. Campbell K. Intensive oxygen therapy as a possible cause for
retrolental fibroplasia. A clinical approach. Med J Austr. 1951;2:48-50.
Available at http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis
6. Csak K, Szabo V, Szabo A, et al. Pathogenesis and genetic basis for
retinopathy of prematurity. Front Biosci. Jan 1 2006;11:908-20.
[Medline].
DAFTAR PUSTAKA
7. Fielder AR, Shaw DE, Robinson J, et al. Natural history of retinopathy
of prematurity: a prospective study. Eye. 1992;6 (Pt 3):233-42.
[Medline].
8. Gargely K,2010. Retinopathy of prematurity-epidemics, incidence,
prevalence, blindness. Faculty of medicine, comenicus university
Bratistava, Slovakia
9. Goyal R, Agarwal A, et all. Retinopathy of Prematurity: Present
scenario. Available at: http://www.rostimes.com/RJO20110113.htm
10. Ilyas sidarta,2004. Retina. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Fakultas
Kedokteran Indonesia, Jakarta.
11. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology : A Systemic Approach. Fifth Edition.
New York : Elsevier Science Limited; 2003.
DAFTAR PUSTAKA
12. Kretzer FL, Hittner HM. Retinopathy of prematurity: clinical implications
of retinal development. Arch Dis Child. Oct 1988;63(10 Spec No):1151-
67. [Medline].
13. Silverman, William (1980). Retrolental Fibroplasia: A Modern Parable.
Grune & Stratton, Inc. Available at
http://en.wikipedia.org/wiki/Retinopathy_of_prematurity.
14. Tejiro B,2006. Retinopathy of prematurity. Dalam: arch soc esp
oftalmol; 81:129-130.
15. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta : Penerbit Widya Medika; 1996.
Thank you

Anda mungkin juga menyukai