Anda di halaman 1dari 25

KATARAK SEKUNDER ODS

Disusun Oleh :
Margarita Terfina Masneno
112017171

Dosen Pembimbing :
dr. Michael Indra Lesmana, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT FMC
PERIODE 26 November 2018 – 12 Januari 2019
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Umur : 41 tahun (13-04-1977)

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jalan Kandang Roda Kota Bogor

Tanggal Pemeriksaan : 29 November 2018

II. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

Autoanamnesis terhadap pasien.

Tanggal : 29 November 2018

Keluhan Utama : Mata kanan dan kiri kabur

Keluhan Tambahan : Pengelihatan buram, mata silau

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Seorang perempuan usia 41 tahun datang ke RS FMC dengan keluhan mata kanan dan
kiri kabur. Keluhan lain adalah pengelihatan yang buram, tampak seperti berkabut, dan
pengelihatan silau. Pengelihatan silau terutama dirasakan saat siang hari jika ada sumber
cahaya. Keluhan seperti nyeri, gatal, mata berair, mata merah, bengkak, pusing dan muntah
disangkal.

Pasien memiliki riwayat operasi katarak mata kanan bulan November 2017 dan mata
kiri bulan Desember 2017. Pasien menyangkal riwayat diabetes dan hipertensi.
Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat hipertensi : Tidak ada


- Riwayat diabetes : Tidak ada
- Riwayat trauma mata : Tidak ada
- Riwayat operasi mata : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis

Tanda Vital : TD: 120/80 mmHg, HR 84 x/menit

Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.

Mulut : Normal

THT : Normal

Thoraks : Tidak dilakukan

Abdomen : Tidak dilakukan

Ekstremitas : Normal
Status Oftalmologis

Keterangan OD OS

1. VISUS

Aksis Visus 0,63 0,63

Koreksi Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Addisi Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Distansia Pupil Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Kacamata Lama S-13 S -13

2. KEDUDUKAN BOLA MATA

Eksofthalmus Tidak ada Tidak ada

Enopthalmus Tidak ada Tidak ada

Deviasi Tidak ada Tidak ada

Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

3. SUPERSILIA

Warna Hitam Hitam


Simetris Simetris Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

Edema Tidak ada Tidak ada

Nyeri Tekan Tidak ada T idak ada

Ektropion Tidak ada Tidak ada

Entropion Tidak ada Tidak ada

Blepharospasme Tidak ada Tidak ada

Trichiasis Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Punctum Lakrimal Normal Normal

Fissura Palpebra Normal Normal

Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR

Hiperemis Tidak ada Tidak ada

Folikel Tidak ada Tidak ada


Papil Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Hordeolum Tidak ada Tidak ada

Kalazion Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI

Sekret Tidak ada Tidak ada

Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak Ada

Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada

Perdarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada

Pterigium Tidak ada Tidak ada

Pinguecula Tidak ada Tidak ada

Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada

Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada


7. SKLERA

Warna Putih Putih

Ikterik Tidak ada Tidak ada

Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

8. KORNEA

Kejernihan Jernih Jernih

Permukaan Licin Licin

Ukuran ±10 mm ±10 mm

Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Infiltrat Tidak ada Tidak ada

Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Ulkus Tidak ada Tidak ada

Perforasi Tidak ada Tidak ada

Arcus Senilis Tidak ada Tidak ada

Edema Tidak ada Tidak ada


Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9. BILIK MATA DEPAN

Kedalaman Dalam Dalam

Kejernihan Jernih Jernih

Hifema Tidak ada Tidak ada

Hipopion Tidak ada Tidak ada

Efek Tyndal Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. IRIS

Warna Cokelat kehitaman Cokelat kehitaman

Kripte Normal Normal

Sinekia Tidak ada Tidak ada

Koloboma Tidak ada Tidak ada


11. PUPIL

Letak Di tengah Di tengah

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran ±3 mm ±3 mm

Refleks Cahaya Langsung Positif Positif

Refleks Cahaya Tidak Langsung Positif Positif

12. LENSA

Kejernihan Keruh Keruh

Letak Di tengah Di tengah

Shadow Test Negatif Negatif

13. BADAN KACA

Kejernihan Sulit dinilai Sulit dinilai

14. PALPASI

Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

Massa Tumor Tidak ada Tidak ada


Tensi Okuli Normal Normal

Tonometri Schiots Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Non contact tonometry 18,0 mmHg 16,7 mmHg

16. KAMPUS VISI

Tes Konfrontasi Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan dengan Slit lamp

V.RESUME

Seorang perempuan usia 41 tahun datang ke RS FMC dengan mata kanan dan kiri
perlahan-lahan kabur. Keluhan lain adalah pengelihatan yang buram, tampak seperti
berkabut, dan pengelihatan silau. Pengelihatan silau terutama dirasakan saat siang hari jika
ada sumber cahaya dan membaik saat malam. Pasien memiliki riwayat operasi katarak mata
kanan dan kiri.

Berdasarkan hasil pemeriksaan mata, didapatkan sebagai berikut:

OD KETERANGAN OS
0.63 Visus 0.63
Keruh Kejernihan Lensa Keruh
Negatif Shadow Test Negatif
Tidak Funduskopi Tidak dilakukan
dilakukan
VI. DIAGNOSIS KERJA

 Katarak Sekunder atau PCO (Posterior Capsular Opacity)

VII. PENATALAKSANAAN

 Laser Nd-YAG
 Polidemicin ED fl No.I S4 dd gtt 1 ODS

VIII. PROGNOSIS

OD OS

Ad Vitam Bonam Bonam

Ad Functionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Ad Sanationam Dubia ad bonam Dubia ad bonam


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Posterior Capsule Opacity atau Posterior Capsule Opacification (PCO)
atau dikenal juga sebagai katarak sekunder adalah katarak yang terjadi akibat
terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal. PCO merupakan
komplikasi jangka panjang yang paling utama setelah dilaksanakannya operasi
katarak. Pada anak-anak, PCO dapat timbul setelah dilakukan operasi katarak
pada kasus-kasus katarak pediatrik.1,2
II. Etiologi
Katarak sekunder merupakan fibrin sesudah suatu operasi EKEK atau
sesudah trauma yang memecah lensa. PCO paling cepat dapat terlihat setelah 2
hari prosedur Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK). PCO terjadi akibat
proliferasi, pertumbuhan, migrasi dan trandiferensiasi dari sisa lensa yang
terdapat pada kapsul posterior. Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel
lensa pada katarak sekunder berupa mutiara Elsching dan cincin Soemmering.3,4
Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh karena daya
regenerasi epitel yang terdapat di dalamnya. Cincin Soemmering terjadi akibat
kapsul anterior yang pecah dan traksi kearah pinggir-pinggir melekat pada
kapsula posterior meninggalkan daerah yang jernih di tengah, membentuk
gambaran cincin. Pada cincin ini tertimbun serabut lensa epitel yang
berproliferasi.5,6
Mutiara Elschnig adalah epitel subkapsular yang berproliferasi dan
membesar sehingga tampak sebagai busa sabun atau telur kodok, Elsching
pearl ini mungkin akan menghilang dalam beberapa tahun oleh karena pecah
dindingnya. Katarak sekunder merupakan fibrin sesudah suatu operasi Ekstraksi
Katarak Ekstra Kapsular (EKEK) atau sesudah trauma yang memecah lensa.
PCO paling cepat dapat terlihat setelah 2 hari prosedur EKEK. PCO terjadi
akibat proliferasi, pertumbuhan, migrasi dan trandiferensiasi dari sisa lensa
yang terdapat pada kapsul posterior. Bentuk lain yang merupakan proliferasi
epitel lensa pada katarak sekunder berupa mutiara Elsching dan cincin
Soemmering.6,7

III. Patogenesis
Pada lensa yang normal, sel epitel lensa terbatas pada permukaan anterior
didaerah pertengahan lensa (Gambar 2.1). Baris tunggal sel kuboid ini dibagi
dalam 2 zona biologis yang berbeda, yaitu:8,9

A. Zona anterior-sentral (sama dengan zona kapsul anterior), terdiri atas


selapis sel kuboid datar, sel epitel dengan aktivitas mitosis minimal sebagai
respon terhadap berbagai stimulus, sel epitel anterior ini (sel ’A’)
berproliferasi dan mengalami metaplasia fibrosa. Keadaan ini dinamakan
sebagai ‘pseudofibrous metaplasia’.
B. Zona kedua ini penting dalam patogenesis pembentukan dari ‘mutiara’ atau
pearl. Lapisan ini merupakan kelanjutan dari sel lensa anterior disekitar
daerah garis tengah(equatorial), yang membentuk bagian busur lensa ( sel
‘E’). Tidak seperti lapisan sel A, pada bagian ini sel melakukan mitosis,
pembelahan, dan multiplikasi secara cukup aktif. Serat lensa yang baru
diproduksi secara terus menerus pada zona ini sepanjang hidup.
Gambar 2.1Anatomi lensa dan kapsul lensa 10

Meskipun kedua tipe sel (sel zona anterior-sentral dan sel pada daerah
busur equatorial) sama-sama berpotensi menghasilkan kekeruhan visual, namun
kasus PCO klasik tersering disebabkan oleh proliferasi dari sel equatorial.

Proses kekeruhan biasanya mengambil satu dari dua bentuk morfologi.


Salah satu bentuk terdiri atas ‘mutiara kapsular’, yang bisa terdiri atas
sekelompok epitel ‘mutiara’ yang mengalami kekeruhan dan bengkak atau sel E
yang bermigrasi ke posterior (sel bladder atau sel wedl) seperti pada Gambar
2.2. Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan kedua tipe sel epitel lensa juga dapat
berkontribusi dalam pembentukan serat/fibrous pada kekeruhan.
Gambar 2.2 Mutiara kapsular10

Epitel anterior atau sel A kemungkinan berperan dalam patogenesis dari


fibrosis PCO, oleh karena respon primer dari tipe sel ini adalah mengalami
metaplasia fibrosa. Meskipun pertumbuhan dari sel E lebih kearah
pembengkakan, pembentukan sel serupa bulosa (sel wedl), sel ini juga dapat
berkontribusi dalam pembentukan fibros PCO dengan mengalami metaplasia
fibrosa.

Berbeda dengan lesi dari kapsul anterior (sel A) yang disebabkan oleh
fenomena yang berhubungan dengan fibrosis, sel E cenderung membentuk sel
yang berdiferensiasi menjadi mutiara (sel bladder) dan korteks. Sel E juga
berperan dalam pembentukan cincin soemmering’s. Cincin soemmering’s
merupakan lesi berbentuk donat yang biasanya terbentuk akibat ruptur dari
kapsul anterior, yang pertama kali dijelaskan dalam kaitannya terhadap
trauma okular. Dasar patogenesis dari cincin soemmering’s adalah ruptur
kapsul anterior lensa diikuti keluarnya nukleus dan sebagian material pusat
lensa. Sisa-sisa dari korteks yang dikeluarkan berubah menjadi mutiara
Elsching. Cincin soemmering’s sebenarnya terbentuk setiap kali dilakukan
EKEK baik secara manual maupun secara otomatis atau
denganfakoemulsifikasi. Material ini berasal dari proliferasi sel E di daerah
busur lensa pada garis pertengahan(equatorial). Sel ini mampu untuk
berproliferasi dan bermigrasi ke posterior melalui axis visual sehingga
menimbulkan kekeruhan pada kapsul posterior.

Jenis sel lain selain sel epitel lensa bisa jadi berperan dalam PCO, seperti
halnya EKEK selalu berhubungan dengan kerusakan beberapa sawar darah
aqueous, sel inflamasi, eritrosit, dan banyak mediator inflamasi lainnya yang
dilepaskan ke cairan aqueous/aqueous humor. Keparahan dari respon inflamasi
ini dapat dieksaserbaasi oleh IOL. Benda asing ini memicu respon imun tipe 3
yang melibatkan banyak tipe sel berbeda, termasuk leukosit polimorfonuklear,
sel giant, dan fibroblast. Deposit kolagen pada IOL dan kapsul dapat
menyebabkan kekeruhan dan juga kerut halus pada kapsul posterior. Namun
demikian pada kebanyakan kasus, respon inflamasi ini tidak signifikan secara
klinis.

IV. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien setelah menjalani operasi EKEK
ataupun setelah suatu trauma pada mata, yang mengakibatkan penglihatan
menjadi semakin kabur, juga rasa silau bila melihat cahaya. Dan jika dilakukan
pemeriksaan, melalui pupil yang didilatasikan dengan menggunakan
oftalmoskop, kaca pembesar, atau slit lamp, akan tampak gelembung-
gelembung kecil pada daerah belakang lensa, atau dapat ditemukan gambaran
mutiara Elsching maupun cincin Soemmering pada kapsul posterior lensa. Pada
tes tajam penglihatan didapatkan visus yang menurun.11

Dari anamnesis di dapatkan gejala sebagai berikut :12

a. Penglihatan kabur (seperti berkabut atau berasap), mungkin dapat lebih


buruk daripada sebelum di operasi.
b. Fotofobia, yaitu rasa silau bila melihat cahaya.
c. Tajam penglihatan menurun
Sedangkan dari pemeriksaan klinis di dapatkan sebagai berikut :12
a. Pada awal gejala akan tampak gelembung-gelembung kecil dan debris
pada kapsul posterior.
b. Pada tahap selanjutnya akan ditemukan gambaran Mutiara Elsching pada
kapsul posterior lensa. Mutiara Elsching ini mungkin akan menghilang
dalam beberapa tahun oleh kerena dindingnya pecah.
c. Dapat juga ditemukan cincin Soemmering pada daerah tepi kapsul
posterior lensa.

V. Terapi

PCO disebabkan oleh terbentuknya formasi mutiara atau fibrosis yang


biasanya muncul setelah operasi katarak. Manajemen PCO mengalami
pergeseran paradigma dalam strategi dan teknik pengobatan. Macam-macam
terapi PCO pada dewasa antara lain:1,13,14

1. Kapsulotomi dengan pisau dan jarum, sebelum munculnya laser


penatalaksanaan PCO telah dilakukan menggunakan prosedur
pembedahan dimana sebuah irisan dibuat pada kapsul posterior dengan
pisau Ziegler atau jarum bent . Kapsulotomi posterior sekunder dibuat
untuk PCO mengikuti EKEK dan mungkin juga dilakukan pada PCO yang
sangat tipis.

2. Pengelupasan dan aspirasi dari mutiara menggunakan krioterapi.


Riebsamen dan kawan-kawan mendeskripsikan sebuah teknik
pengelupasan pada epitel muatiara dimana pengelupasan dengan alat yang
digenggam dibelakang IOL dari limbus terhubungan dengan sebuah mesin
penghisap (suction). Teknik ini tidak terlalu efektif untuk mengobati
robekan fibrosis kapsul. Bhargava dan kawan-kawan mengevaluasi efikasi
dari operasi dengan cara pengelupasan dan aspirasi dari mutiara PCO
menggunakan sebuah desain kanula khusus dan menemukan bahwa
tindakan pengelupasan dan aspirasi dari mutiara dapat menjadi salah satu
alternatif dari kapsulotomi laser Nd: YAG untuk PCO membranosa.
Rekurensi munculnya lapisan mutiara, uveitis dan udem macula cystoid
adalah penyebab tersering berkurangnya penglihatan. Beberapa penulis
juga menyarankan krioterapi untuk mencegah PCO.

3. Laser kapsulotomi Neodymium Yttrium Aluminium Garnet (Nd:


YAG) adalah sebuah alat oftalmik dimana aplikasinya menggunakan
konversi teknik operasi dari intrakapsular ke ekstrakapsular pada operasi
katarak. Cara ini akan meningkatkan ukuran dengan memperhalus sudut
dari kapsul yang diretraksi dan menjadikan kapsul lebih berbentuk
sirkular. Saat ini kapsulotomi Nd: YAG telah mengganti posisi tindakan
operasi invasif sebagai modalitas terapi yang paling sering dilakukan
untuk tatalaksana PCO.

Kebutuhan untuk dilakukannya kapsulotomi tergantung dari gangguan


fungsi penglihatan yang diderita pasien, rasa tidak nyaman,
ketergantungan dan munculnya faktor resiko yang berhubungan dengan
penyakit seperti myopia, riwayat detachment retina, resiko tinggi udem
cystoid macular dan hanya sebelah mata yang berfungsi untuk melihat.
Bhargava dan kawan-kawan memperkirakan tingkat kebutuhah energi
rata-rata untuk subtype PCO dan menemukan bahwa rata-rata energi yang
dibutuhkan untuk membentuk kapsulotomi pada jaringan fibrosa dan
mutiara untuk membentuk PCO sangat signifikan. Berbeda PCO fibrosa
lebih tipis dan membutuhkan lebih banyak energi jika dibandingkan
dengan PCO membranosa yang lebih tipis.

Stager dan kawan-kawan meneliti keefektifan laser kapsulotomi Nd: YAG


untuk terapi PCO pada anak dengan IOL akrilik. Dari total 51 mata (70%)
yang di evaluasi setelah menjalani prosedur Nd: YAG tunggal didapatkan
penglihatan yang jernih, 10 mata (84% kumulatif) setelah dilakukan 2
prosedur, dan 3 mata lainnya (88% kumulatif) setelah 3 prosedur (rentang
periode followup: 3–92 bulan; median: 25 bulan). Mereka menyimpulkan
laser kapsulotomi Nd: YAG adalah salah satu pilihan yang dapat diterima
untuk menatalaksana PCO setelah pemasangan IOL akrilik pada anak.
Pada penelitian prospektif pada 474 pasien dengan PCO yang menjalani
laser kapsulotomi,Bhargava dan kawan-kawan menemukan hubungan
yang signifikan antara rata-rata energi laser total dan komplikasi lain
seperti lubang IOL, naiknya IOL, CME dan detachment retina. Peneliti
menyimpulkan bahwa subtype PCO dan fiksasi IOL secara signifikan
mempengaruhi kebutuhan energy laser yang dibutuhkan untuk
kaspulotomi, sedangkan biometri IOL tidak. Komplikasi seperti
terbentuknya lubang, uveitis peningkatan TIO, RD dan CME secara
signifikan lebih banyak ketika diberikan energi laser total untuk
tatalaksana.

Laser capsulotomy Nd YAG diindikasikan untuk terapi PCO yang


menyebabkan berkurangnya tajam penglihatan atau fungsi penglihatan
atau keduanya pada pasien. Kontraindikasi capsulotomy laser Nd YAG
dibagi menjadi kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi
absolutnya yaitu skar pada kornea, iregularitas atau udem diperberat
dengan visualisasi target atau gangguan optic yang tidak dapat
diprediksikan dan stabilita inadekuat pada mata. Sedangkan
kontraindikasi relative nya adalah lensa intraokuler kaca dicurigai adanya
udem macular cystoid, inflamasi intraokuler aktif, risiko tinggi terjadi
lepasnya retina. 15

Sebelum dilakukannya laser capsulotomy indirek persiapan yang harus


dilakukan untuk mengukur opasitas kapsul secara signifikan adalah : 15

1. Edukasi kepada pasien bahwa tindakan ini menyebabkan rasa nyeri


yang minimal, prosedur siap dalam beberapa menit. Saat tindakan
mungkin akan terdengar suara klik, hal tersebut berguna untuk
mempertahankan posisi pasien yang tepat.
2. Visualisasi menggunakan oftalmoskop direk dari struktur fundus
3. Retinoskopi evaluasi reflek merah menggunakan slit lamp dan
oftalmoskop direk atau indirek
4. Evaluasi menggunakan laser interferometer.
5. Evaluasi tajam penglihatan potensial
6. Angiografi fluorescein
7. Evaluasi fundus menggunakan Hruby lens

Prosedur laser capsulotomy Nd YAG : 15

1. Digunakan kontak lensa peyman atau central Abraham untuk


menstabilkan mata, meningkatkan optic sinar laser, dan memfasilitasi
daya fokus yang akurat. Laser ini berguna untuk :
i. Meningkatkan sudut konvergensi dari 160 menjadi 240
ii. Mengurangi area laser pada kapsula posterior dari 21 µm
menjadi 14 µm
iii. Meningkatkan diameter sinar pada kornea dan retina
2. Gunakan energi seminimal mungkin ( jika mungkin 1 mJ )
3. Identifikasi dan potong melewati tension line
4. Lakukan cruciate opening dimulai dari arah jam 12 pada perifer
lanjutkan dengan melewati arah jam 6 dan potong dari arah jam 3 dan
9.
5. Bersihkan semua sisa-sisanya.
6. Hindari potongan-potongan bebas yang mengambang

4. Vitrektomi dan kapsulotomi posterior primer, Guo dan asisten peneliti


menelaah kembali sumber kepustakaan yang berhubungan dengan operasi
katarak pada anak dan menemukan bahwa terdapat konsensu untuk
melakukan PCCC dengan vitrektomi anterior pada anak-anak yang berusia
dibawah 6-7 tahun. PCCC sendiri dapat menghambat onset PCO tetapi
tidak menghilangkannya.
Terapi PCO yang dapat diberikan pada anak-anak adalah membranektomi
pars plana. Menurut Mitra dan kawan-kawan yang mengusulkan
kapsulovitrektomi pars plana pada PCO dimana laser Nd: YAG tidak terlalu
efektif untuk menjernihkan axis penglihatan dan mereka menemukan
keberhasilan dalam penetrasi pada membrane yang tipis. Penelitian Lee dan
kawan-kawan pada tahun 2004 melaporkan kasus sebuah kasus mengenai
kepadatan PCO dan opaksitas hialoid anterior setelah ekstraksi katarak
kongenital yang berhasil dan dengan mudah dihilangkan menggunakan sistem
TSC dan melakukan perawatan rutin terhadap axis penglihatan yang sudah
bersih.

Lam dan kawan-kawan mengevaluasi keamanan dan efikasi


membranektomi pars plana menggunakan jarum sistem TSV 25-gauge didalam
manajemen operasi PCO pada 10 mata pseudofakia dari 6 orang anak (mean
usia: 35.1 ± 37.8 bulan; rentang usia: 6–93 bulan). Semua mata menunjukkan
perbaikan tajam penglihatan dari rata-rata 6/67 sebelum tindakan menjadi 6/29
setelah operasi (p = 0.001). Satu mata pada pasien dengan uveitis menyebabkan
terbentuknya PCO rekuren dan kapsulotomi kedua dilakukan kembali
menggunakan sistem TSV dan jarum 25-gauge. Lam dan kawan-kawan
menyimpulkan operasi PCO menggunakan jarum 25 G sistem TSV adalah
salah satu cara yang paling aman dan evektif. Keuntungan tindakan ini meliputi
manipulasi yang mudah dengan peralatan yang sangat kecil di mata anak-anak.

Hasil penelitian Wasserman dan kawan-kawan terhadap 367 Nd:YAG


kapsulotomi laser posterior dan hubungan perubahan Tekanan Intra Okuler
(TIO), integritas sel endotel kornea dan tajam penglihatan. Rata-rata nilai
maksimal yang menginduksi peningkatan TIO adalah 1.4 mmHg dan hal ini
muncul dalam satujam pertama kapsulotomi. Angka rata-rata kehilangan sel
endotel kornea adalah 7%. Tajam penglihatan meningkta lebih baik sekitar
20/30 pada 87.5% pasien.
Menurut penelitian Mitra dan kawan-kawan yang melakukan
kapsuloviterktomi pars plana dalam kasus PCO dimana laser Nd:YAG tidak
terlalu efektif untuk mengkoreksi axis penglihatan dan mereka menemukan cara
untuk melakukan penetrasi kedalam membran tipis pupil.

Penelitian Xie dan kawan-kawan yang mengevaluasi hasil kapsulotomi


pars plana dan vitrektomi dengan infuse melewati limbus untuk menghilangkan
PCO pada 51 anak (57 mata pseudofakia) dimana hal ini mungkin dilakukan
menggunakan prosedur kapsulotomi Nd:YAG. Inti kapsul posterior yang opak
dan vitreous anterior berhasil dihilangkan pada semua pasien tanpa disertai
komplikasi. Sebuah lubang bulat dengan diameter 3–4 mm diletakkan pada
bagian tengah dari kapsul posterior dengan tajam penglihatan ≥0.3 pada 51.9%
mata dibulan ke 3 dan axis visual yang jernih didapatkan selama periode follow
up selama 30 bulan. Pada penelitian lainnya Xie dan kawan-kawan juga
menemukan bahwa kapsulektomi pars plana dan vitrektomi adalah tindakan
yang aman dan efektif untuk PCO pada anak-anak dengan pseudofaki dimana
penglihatan setelah penyembuhan menjadi lebih baik, TIO postoperasi normal
dan rata-rata kehilangan sel endothelial secara keseluruhan adalah sebesar
3.4%.1

VI. Pencegahan
Dr. Apple telah mengidentifikasi enam faktor penting dalam pencegahan
PCO :5,7
1. Tiga faktor bedah :
a. Pembersihan kortikal dengan peningkatan hydrodissection
b. Diameter curvilinear capsulorhexis lebih kecil dibandingkan
dengan optic IOL
c. Fiksasi posterior chamber IOL
2. Tiga faktor terkait IOL :
a. Geometri IOL: bentuk persegi, tepi terpotong
b. Biokampatibilitasa dari biomaterial IOL (stimulasi dari
proliferasi IOL)
c. Kontak maksimal antara IOL dengan kapsul posterior

Dr. Apple menemukan bahwa pembersihan kortikal dengan peningkatan


hydrodissection faktor terpenting. Pada pembersihan sel yang baik tanpa
adanya bagian yang tertinggal pada kantung kapsular akan mencegah terjadinya
pembentukan katarak sekunder.

Beberapa peneliti lainnya menemukan bahwa pemberian infuse farmako


seperti lidokain bebas preserfatif 1% dapat meningkatkan pembersihan korteks,
meskipun belum diteliti dalam jangka panjang.

VII. Komplikasi
a. Naiknya tekanan intraokuler sementara
b. Kerusakan lensa intraokuler
c. Ruptur muka hialoid anterior dengan penggeseran depan vitreous
menuju kamera anterior
d. Pada mata afakia, ruptur muka vitreous dengan pergeseran vitreous ke
anterior cenderung menimbulkan abrasi retina regmatogen atau edema
makula sistoid

VIII. Prognosis
Operasi katarak umumnya aman. Tetapi bagimanapun hasil dan
komplikasi operasi tidak dapat dipastikan. Penglihatan setelah operasi
tergantung dengan kondisi kesehatan mata. Umumnya pasien merasa puas
karena penglihatan membaik, tetapi sebagian kecil pasien merasa terganggu
dengan adanya efek samping pada lensa intraokular yang ditanam karena
adanya halo, merasa ada banda asing yang berterbangan, atau bayangan.15
DAFTAR PUSTAKA

1. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol.


2011.
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010.
3. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)
4. Ilyas, H.S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2004. Hal : 200-10.
5. Secondary Cataract. http://www.atlasofophthalmology.com. Diunduh tanggal
2 Desember 2018.
6. Vaughan DG, Asbury T, Eva , Riordan P. Oftalmologi Umum. 17th
ed.Jakarta: Widya Medika; 2007.
7. Posterior Capsular Opacity. http://www.jakarta-eye-centre.com. Diunduh
tanggal 2 Desember 2018.
8. Hapsari RI, Prahasta A, Enus S. Penurunan Tekanan Intraokular Pasca bedah
Katarak pada Kelompok Sudut Bilik Mata Depan Tertutup dan
Terbuka. MKB. 2013; 45(1): p. 56-61.
9. Gupta VB, Rajagopala M, Ravishankar B. Etiopathogenesis of Cataract: An
Appraisal. Indian J Ophthalmol. 2014; 62(2): p. 103-110.
10. Association AO. Optometric Clinical Practice Guideline: Care of The Adult
Patient With Cataract USA: American Optometric Association; 2010.
11. Bowling B. Kanski's Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 8th
ed.China: Elsevier; 2016.
12. James, B. Chew, C. Bron, A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Penerbit
Erlangga. Jakarta. 2005. Hal : 82.
13. Sinha R. Etiopathogenesis of Cataract: Journal Review.
Indian Journal Ophtalmology 2009; 57(3): p. 248-249.
14. Singh S, Singh S. First Post Operative Day Visual Outcome Following 6mm
Manual Small Incision Cataract Surgery (MSICS) Using Intratunnel
Phacofracture Technique. Rajasthan Journal of Ophtalmology 2013;: p. 1-11.

15. Voughan, D.G.Asbury, T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Penerbit Widya


Medika. Jakarta. 2000. Hal : 175-81.

Anda mungkin juga menyukai