Anda di halaman 1dari 28

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus: Jumat, 28 November 2014

SMF ILMU PENYAKIT MATA

Rumah Sakit Mata“Dr. Yap”

Nama : Yulius

NIM : 11-2013-242

Dr. Pembimbing : dr. Rinanto Prabowo, SpM, MSc.

Fak. Kedokteran : UKRIDA

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. Y
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Terban Gondokusuman Jogya Rt 26 rw 06

II. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis dan Alloanamnesis pada tanggal 28 November 2014

Keluhan Utama:
Mata kanan dan kiri buram sejak 1tahun yang lalu

1
Keluhan tambahan:
-
Riwayat Penyakit Sekarang:
Mata kanan dan kiri buram sejak 1tahun yang lalu. Keluhan mata kabur ini berlangsung
perlahan-lahan dan dirasakan semakin parah. Pasien mengaku sulit untuk melihat dengan
jelas dan pasien juga melihat seperti ada kabut pada mata kirinya. Pasien juga merasa
silau terutama apda saat siang hari dan pada malam hari pasien merasa penglihatannya
sedikit lebih jelas. Pasien mengeluhkan terdapat pusing dan gatal. Pasien sudah pergi ke
puskesmas 1 minggu yang lalu diberi tetes mata belum membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Umum
- DM : ada
- Asma : tidak ada
- Maag : tidak ada
- Alergi obat : tidak ada
- Hipertensi : ada
b. Mata
- Riwayat penggunaan kaca mata : (-)
- Riwayat operasi mata : (-)
- Riwayat trauma mata : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:

Di anggota keluarga tidak pernah menderita hal serupa. Tidak ada yang menderita
diabetes melitus dan hipertensi.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 170/100 mmHg
Nadi : 68 x/menit

2
Respirasi : 26 x/menit
Suhu : 36,5 0C
Kepala : Normocephali
Mulut : T1-T1 tenang, tidak hiperemis, tidak ada tanda radang
THT : tidak ada tanda radang
Jantung : BJ1-2 murni, reguler, tidak ada murmur dan gallop
Paru : vesikuler+/+. Rhonki-/-, wheezing-/-
Abdomen : datar, supel, tidak ada nyeri tekan, BU normal
Ekstremitas : normal, hangat, tidak ada edema
KGB : Tidak ada pembesaran

B. STATUS OFTALMOLOGIKUS

KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Aksis Visus 6/60 6/60

Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Distansia Pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Kacamata Lama Tidak ada Tidak ada

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada

Enoftalmos Tidak ada Tidak ada

Deviasi Tidak ada Tidak ada

3
Gerakan Bola Mata Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

3. SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam

Simetris Simetris Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

Edema Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Ektropion Tidak ada Tidak ada

Entropion Tidak ada Tidak ada

Blefarospasme Tidakada Tidak ada

Trikiasis Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Fissura palpebra Normal normal

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Hordeolum Tidak ada Tidak ada

Kalazion Tidak ada Tidak ada

4
5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR

Hiperemis Tidak ada Tidak ada

Folikel Tidak ada Tidak ada

Papil Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Anemis Tidak ada Tidak ada

Kemosis Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI

Sekret Tidak ada Tidak ada

Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak ada

Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada

Injeksi Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada

Pterigium Tidak ada Tidak ada

Pinguekula Tidak ada Tidak ada

Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada

Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada

5
7. SISTEM LAKRIMALIS

Punctum Lakrimalis Normal normal

Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8. SKLERA

Warna Putih Putih

Ikterik Tidak Ada Tidak ada

Nyeri Tekan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9. KORNEA

Kejernihan Jernih jernih

Permukaan Licin Licin

Ukuran 10 mm 10 mm

Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Infiltrat Tidak ada Tidak ada

Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Ulkus Tidak ada Tidak ada

Perforasi Tidak ada Tidak ada

Arkus Senilis Tidak ada Tidak ada

6
Edema Tidak ada Tidak ada

Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. BILIK MATA DEPAN

Kedalaman Dalam Dalam

Kejernihan Jernih Jernih

Hifema Tidak ada Tidak ada

Hipopion Tidak ada Tidak ada

Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan

11. IRIS

Warna Coklat Coklat

Kripte Tidak ada Tidak ada

Sinekia Tidak ada Tidak ada

Koloboma Tidak ada Tidak ada

12. PUPIL

Letak Ditengah Ditengah

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran 3 mm 3 mm

7
Refleks Cahaya
Positif Positif
Langsung

Refleks Cahaya Tak


Positif Positif
Langsung

13. LENSA

Kejernihan Keruh sebagian Keruh sebagian

Letak Di tengah Di tengah

Shadow Test Positif Positif

14. BADAN KACA

Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

15. FUNDUS OKULI

Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Rasio Arteri :Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan

C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

16. PALPASI

Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

Massa Tumor Tidak ada Tidak ada

Tensi Okuli Normal Normal

Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan

17. KAMPUS VISI

Tes Konfrontasi Normal Normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


USG Biometri
Retinometri

V. RESUME
Mata kanan dan kiri buram sejak 1tahun yang lalu. Keluhan mata kabur ini berlangsung
perlahan-lahan dan dirasakan semakin parah. Pasien mengaku sulit untuk melihat dengan
jelas dan pasien juga melihat seperti ada kabut pada mata kirinya. Pasien juga merasa silau
terutama apda saat siang hari dan pada malam hari pasien merasa penglihatannya sedikit
lebih jelas. Pasien mengeluhkan terdapat pusing dan gatal. Pasien sudah pergi ke puskesmas
1 minggu yang lalu diberi tetes mata belum membaik.

9
Dari pemeriksaan fisik mata :

OD

- Visus: 6/60
- Lensa : Kejernihan :Keruh, sebagian
- Tes Shadow : Positif

OS
- Visus: 6/60
- Lensa : Kejernihan :Keruh, sebagian
- Tes Shadow : Positif

VI. DIAGNOSIS KERJA


1. ODS Katarak imatur

Dasar:

 Dari anamnesis : mata kanan kiri buram seperti melihat kabut, perlahan-lahan dan
menetap
 Dari pemeriksaan fisik mata : terdapat penurunan visus, penurunan visus 6/60, lensa
keruh sebagian dan tes shadow positif, ODS

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Katarak insipien

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


1. USG Biometri
2. Retinometri

IX. PENATALAKSANAAN

Medika Mentosa

10
- Ciptrofloksasin 500mg 2x1
- Asam mefenamat 500 mg 3x1
- Levocin ed strip 6x1 tetes
- Vosama ed strip 6x1 tetes

Non medika mentosa


ODS phacoemulsi +IOL
IX. PROGNOSIS
OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)
Ad Vitam : Bonam Bonam
Ad Fungsionam : Bonam Bonam
Ad Sanationam : Bonam Bonam

Tinjauan Pustaka

Lensa berfungsi memfokuskan gambar pada retina. Posisinya tepat di sebelah posterior
iris dan disangga oleh serat-serat zonula, yang berasal dari corpus siliare. Serat-serat ini menyisip
pada bagian ekuator kapsul lensa. Kapsul lensa adalah suatu membran basalis yang mengelilingi
substansi lensa. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan terus
berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa yang lebih tua
dimampatkan ke nukleus sentral; serat-serat muda, yang kurang padat, di sekeliling nukleus,
menyusun korteks lensa. Karena lensa bersifat avaskular dan tidak mempunyai persarafan,
nutrisi lensa didapat dari aqueous humor. Metabolisme lensa terutama bersifat anaerob akibat
rendahnya kadar oksigen terlarut di dalam aqueous.

Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat karena kemampuan
lensa untuk mengubah bentuknya, suatu fenomena yang dikenal sebagai akomodasi.
Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau kurang bulat (sferis),
tergantung besarnya tegangan serat-serat zonula pada kapsul lensa. Tegangan zonula
dikendalikan oleh aktivitas musculus ciliaris yang bila dikontraksikan akan mengendurkan
tegangan zonula. Dengan demikian, lensa menjadi lebih bulat dan dihasilkan daya dioptri yang
lebih kuat untuk memfokuskan objek-objek yang lebih dekat. Relaksasi musculus ciliaris akan

11
menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa-peristiwa tersebut, membuat lensa mendatar dan
memungkinkan objek-objek jauh terfokus. Dengan bertambahnya usia, daya akomodasi lensa
akan berkurang secara perlahan-lahan seiring dengan penurunan elastisitasnya.

Gejala-gejala yang berhubungan dengan kelainan lensa pada umumnya berupa gangguan
penglihatan. Gejala-gejala presbiopia disebabkan oleh berkurangnya kemampuan akomodasi
pada penuaan dan berakibat pada berkurangnya kemampuan melakukan pekerjaan-pekerjaan
dekat. Hilangnya transparansi lensa menimbulkan penglihatan kabur (tanpa nyeri), baik
penglihatan dekat maupun jauh. Hal ini disebut sebagai katarak.1

Anamnesis

Pengambilan riwayat penyakit yang teliti penting untuk menentukan progresivitas penyakit dan
gangguan fungsional penglihatan yang dihasilkan karena katarak dan untuk mengidentifikasi
penyebab lain pada kekeruhan lensa. Seorang pasien katarak senilis sering kali ditemukan
dengan riwayat penurunan dan gangguan penglihatan progresif yang terjadi secara bertahap.
Gangguan penglihatan demikian bervariasi bergantung pada jenis katarak yang dialami oleh
pasien.

 Keluhan utama digolongkan menurut lama, frekuensi, hilang-timbul, dan cepat timbulnya
gejala. Lokasi, berat, dan keadaan lingkungan saat timbulnya keluhan harus diperhatikan,
demikian pula setiap gejala yang berkaitan. Obat mata yang dipakai belakangan ini dan
semua gangguan mata yang pernah maupun yang sedang terjadi harus dicatat. Selain itu,
semua gejala mata lain yang berhubungan perlu dipertimbangkan. Keluhan yang sering
diungkapkan pasien katarak antara lain:
o Penurunan ketajaman visual
o Cahaya yang menyilaukan
o Pergeseran miopik
 Riwayat kesehatan terdahulu berpusat pada kondisi kesehatan pasien secara umum dan,
bila ada, penyakakit sistemik yang penting. Gangguan vaskular yang biasanya menyertai
manifestasi mata, seperti diabetes dan hipertensi, harus ditanyakan secara spesifik. Selain

12
itu, seperti halnya riwayat medik umum, harus diketahui obat-obat mata yang dipakai dan
obat-obatan sistemik pasien. Hal ini menunjukkan keadaan kesehatan umum dan dapat
diketahui obat-obatan yang mempengaruhi kesehatan mata, seperti kortikosteroid. Setiap
alergi obat juga harus dicatat.
 Riwayat keluarga berhubungan dengan sejumlah gangguan mata, seperti strabismus,
ambliopia, glaukoma, atau katarak, serta kelainan retina, seperti ablatio retina atau
degenerasi makula. Penyakit diabetes juga mungkin relevan.

Gejala mata yang umum dapat dibagi dalam tiga kategori dasar, yaitu kelainan penglihatan,
kelainan tampilan mata, dan kelainan sensasi mata seperti nyeri dan rasa tidak nyaman. Gejala
dan keluhan harus terinci lengkap, mulai dari onset atau munculnya gejala (perlahan, cepat atau
asimptomatik misalnya penglihatan kabur di satu mata tidak diketahui sampai mata sebelahnya
ditutup), durasinya (singkat, menetap atau hilang timbul), lokasi (setempat/fokal atau difus,
unilateral atau bilateral) dan derajat gejala (ringan, sedang, berat). Kemudian, hal yang perlu
diketahui adalah tindakan pengobatan yang telah dijalani dan seberapa besar efeknya, keadaan
yang memicu atau memperberat gejala, riwayat kejadian sebelumnya (apakah pasien pernah
mengalami keadaan serupa) dan gejala tambahan lainnya.1,2

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan mata lengkap perlu dilakukan dimulai dengan ketajaman visual untuk penglihatan
dekat maupun jauh. Ketika pasien mengeluhkan silau, ketajaman visual perlu diuji pada ruangan
dengan cahaya terang. Sensitivitas terhadap kontras juga perlu diperiksa, terutama jika riwayat
penyakit menunjuk pada kemungkinan masalahnya.

Pemeriksaan adneksa mata dan struktur intraokular dapat memberikan petunjuk terhadap
penyakit pasien dan akhirnya prognosis untuk penglihatannya. Pemeriksaan prabedah juga
mencakup apakah ada infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat menjadi penyulit
yang berat berupa panoftalmitis pascabedah dan fisik umum.

Pemeriksaan sinar celah (slitlamp) hendaknya tidak hanya berpusat pada mengevaluasi
kekeruhan lensa tetapi juga struktur mata lainnya (seperti konjungtiva, kornea, iris, bilik depan).

13
Penebalan kornea dan adanya kekeruhan kornea seperti kornea guttata juga perlu diperiksa
dengan teliti. Tampilan lensa perlu diperhatikan dengan cermat sebelum ataupun setelah pupil
berdilatasi.

Pada pupil yang berdilatasi, ukuran nukleus dan adanya brunescence sebagai indikator terhadap
densitas katarak dapat diperiksa sebelum operasi dilaksanakan. Posisi lensa dan keutuhan serat-
serat zonular juga perlu diperiksa karena subluksasi lensa dapat mengindikasikan adanya riwayat
trauma mata, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur.

Perlu ditekankan pentingnya oftalmoskopi langsung dan tidak langsung dalam mengevaluasi
keutuhan kutub posterior. Masalah pada saraf optik dan retina dapat menjadi penyebab gangguan
penglihatan yang dialami oleh pasien. Lebih jauh, prognosis setelah ekstraksi lensa dipengaruhi
secara signifikan oleh deteksi patologis pada kutub posterior sebelum operasi dilakukan
(misalnya, edema makular, degenerasi makular terkait umur). Pada pemeriksaan dengan
oftalmoskop, katarak terlihat seperti bintik hitam dengan latar merah karena memblokir pantulan
cahaya dari retina. Bentuk katarak yang paling sering ditemukan merintangi cahaya di bagian
sentral lebih besar daripada di bagian perifer. Katarak tidak pernah mengganggu persepsi cahaya
secara total. Jika hilangnya persepsi cahaya merupakan keluhan utama, adanya katarak tidak
cukup untuk menjelaskan kelainan tersebut sehingga harus dilakukan pemeriksaan selanjutnya.2,3

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan lab dilakukan sebagai bagian uji tapis sebelum pembedahan untuk mendeteksi ada
tidaknya penyakit penyerta seperti diabetes mellitus (pemeriksaan gula darah puasa dan tes
urine), hipertensi, kelainan jantung. Trombositopenia juga perlu diperhatikan karena dapat
mengarah pada perdarahan perioperatif, dengan demikian, perlu dideteksi dan ditangani sebelum
operasi dilaksanakan.2

Differential Diagnosis

14
 Katarak traumatic
Katarak traumatik terjadi akibat benda asing, trauma tumpul, maupun trauma tusuk.
Penyebab lain yang jarang misalnya sinar infra merah, kejut listrik, dan radiasi ionik.
Katarak yang disebabkan trauma tumpul biasanya menyebabkan kekeruhan di sumbu
posterior berbentuk bintang atau rosette (seperti mawar) yang bisa stabil atau progresif,
sementara trauma tusuk dengan gangguan pada kapsul lensa membentuk perubahan
kortikal yang dapat tetap setempat jika kerusakannya kecil atau dapat berkembang cepat
menjadi kekeruhan kortikal total. Benda asing yang mengganggu kapsul lensa membuat
humor akuos dan vitreus bisa masuk ke dalam lensa dan menyebabkan terbentuknya
katarak. Lensa muda lebih rentan terhadap trauma.2,4

 Katarak diabetika
Katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes melitus. Katarak pada
pasien diabetes melitus dapat terjadi dalam 3 bentuk :
1. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan terlihat kekeruhan
berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan
akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
2. Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol, di mana terjadi katarak serentak pada kedua mata
dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular.
3. Katarak pada pasien diabetes dewasa di mana gambaran secara histologik dan biokimia sama dengan
katarak pasien nondiabetik.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa pada keadaan hiperglikemia dapat penimbunan sorbitol dan fruktosa
di dalam lensa yang meningkatkan tekanan osmotik dan menyebabkan cairan bertambah dalam lensa. Pada
mata terlihat meningkatkan insidens maturasi katarak yang lebih ada pasien diabetes. Adalah jarang
ditemukan "true diabetik" katarak. Pada lensa akan terlihat kekeruhan tebaran salju subkapsular yang
sebagian jernih dengan pengobatan. Diperlukan pemeriksaan tes urine dan pengukuran darah gula puasa. 3

 Katarak komplikata

Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses degenerasi
seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intra okular, iskemia okular, nekrosis anterior
segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan
oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi)
dan keracunan obat (tiotepa intra vena, steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septik dan miotika
antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan tanda khusus di mana mulai katarak selamanya di

15
daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun linear. Dapat
berbentuk rosete, retikulum dan biasanya terlihat vakuol.

Dikenal 2 bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus posterior mata dan akibat kelainan
pada polus anterior bola mata. Katarak pada polus posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis
pigmentosa, ablasi retina, kontusio retina dan miopia tinggi yang mengakibatkan kelainan badan kaca.
Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan cepat di dalam nukleus, sehingga sering
terlihat nukleus lensa tetap jernih. Katarak akibat miopia tinggi dan ablasi retina memberikan gambaran
agak berlainan.

Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan komea berat, iridoksiklitis,
kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada iridosiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior.
Pada katarak akibat glaukoma akan terlihat katarak disiminata pungtata subkapsular anterior (katarak
Vogt).

Katarak komplikata selamanya mulai di daerah korteks atau di bawah kapsul yang menuju di daerah
korteks atau di bawah kapsul yang menuju ke serah sentral. Katarak komplikata akibat hipokalsemia
berkaitan dengan tetani infantil, hipoparatiroidisma. Pada lensa terlihat kekeruhan titik subkapsular yang
sewaktu-waktu menjadi katarak lamelar. Pada pemeriksaan darah terlihat kadar kalsium turun. 3

 Glaukoma
Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh peningkatan abnormal tekanan intraokular (sampai lebih dari 20 mm
Hg). Tekanan yang tinggi, kadang-kadang mencapai 60-70 mmHg, menyebabkan kompresi saraf optikus ketika saraf tersebut keluar
dari bola mata sehingga terjadi kematian serabut saraf. Pada beberapa kasus, glaukoma dapat terjadi walaupun tekanan intraokular
normal. Jenis glaukoma ini berkaitan dengan penyebab lain kerusakan saraf optikus. Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan di
Amerika Serikat dan penyebab tersering kedua kebutaan di seluruh dunia.

Kebutaan akibat glaukoma biasanya terjadi secara bertahap apabila tekanan intraokular secara perlahan meningkat, namun dapat
terjadi dalam beberapa hari apabila tekanan intraokular mendadak menjadi tinggi. Mula-mula biasanya terjadi gangguan penglihatan
perifer, yang diikuti oleh gangguan penglihatan sentral. Kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma bersifat ireversibel. Dua jenis
utama glaukoma adalah glaukoma penutupan sudut akut dan glaukoma sudut terbuka primer.

Glaukoma biasanya disebabkan oleh obstruksi aliran aqueous humor keluar dari ruang mata. Glaukoma penutupan sudut akut
disebabkan oleh obstruksi aliran secara mendadak melalui sudut antara kornea dan iris, yang dapat terjadi pada infeksi atau cedera
atau bahkan tanpa alasan yang jelas. Sebaliknya, glaukoma sudut terbuka primer terjadi lebih bertahap, biasanya akibat fibrosis yang
berhubungan dengan usia di sudut tersebut atau obstruksi bertahap saluran lain yang bcrperan dalam aliran aqueous humor. Pada
kasus tersebut, terdapat peningkatan progresif tekanan intraokular. Kadang-kadang, peningkatan produksi aqueous humor dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Faktor risiko glaukoma adalah usia (10% pada usia >80), riwayat keluarga positif,
berasal dari Karibia-Afrika, kornea tipis, miopia, dan mutasi genetik.

Glaukoma dapat didiagnosis dari riwayat dan pemeriksaan fisik. Penurunan lapang pandang secara mcndadak
atau bertahap dapat dilaporkan. Hasil pemeriksaan tekanan intraokular biasanya akan tinggi. dan inspeksi
ketat saraf optikus dapat menunjukkan perubahan warna yang khas dan pelengkungan pinggiran retina.
Diagnosis dini glaukoma sangat penting untuk mcngurangi risiko kebutaan. 5

16
 Retinopati
Retinopati memaksudkan kelainan non-inflamasi yang mengenai retina, sering
disebabkan karena penyakit/kelainan lain di luar terutama diabetes, bisa juga karena
hipretensi, prematuritas, hemoglobinopati. Kelainannya terutama terjadi pada pembuluh
darah retina, yang dapat berupa mikroaneurisma, neovaskularisasi, perdarahan, dan
pembentukan kekeruhan pada retina. Gejalanya pandangan kabur dengan seperti ada
benda melayang dalam penglihatan. Mikroaneurisma adalah penonjolan pembuluh retina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi, terlihat seperti titik merah kecil yang tidak berubah yang
berhubungan dengan pembuluh darah. Mikroaneurisma ini cenderung untuk mengalami
kebocoran plasma, menghasilkan edema terlokalisasi yang memberi retina tampilan
berkabut/samar. Mikroaneurisma dapat menurunkan ketajaman visual jika melebar ke
macula dan menyebabkan degenerasi sebelum diabsorbsi.

Neovaskularisasi pada retina berkembang mulai dari koriokapilaris, meluas di antara


lapisan pigmen dan sensoris, atau dari vena-vena retina, meluas ke antara jaringan
sensoris retina dan kavum vitreus dan kadang-kadang ke dalam vitreus. Pembuluh-
pembuluh darah yang baru ini bersifat rapuh, mudah berdarah, dan mengalami kebocoran
protein.

Perdarahan dapat terjadi pre-retinal (antara retina dan vitreus, biasanya perdarahan besar
karena hanya dibatasi longgar, akan diserap tanpa komplikasi jika tidak menembus ke
dalam vitreus), intraretinal (terjadi karena ketidaknormalan pembuluh retina, peningkatan
tekanan pembuluh darah, atau tarikan vitreus), atau subretinal (antara koroid dan lapisan
pigmen retina, biasanya karena neovaskularisasi).

Cahaya dalam keadaan normal melewati bagian dalam retina yang transparan sebelum
mencapai fotoreseptor. Kekeruhan seperti karena perdarahan, eksudat, edema, dan lain-
lain, dapat menyebabkan hilangnya kejernihan terlokalisir yang dapat dilihat pada
oftalmoskopi.4.

Working Diagnosis

17
Katarak senilis
Katarak senilis merupakan jenis yang paling umum terjadi di seputar dunia dan merupakan
penyebab utama menurunnya penglihatan akibat usia. Dengan penuaan normal, nukleus dan
korteks lensa melebar seraya serat-serat baru dibentuk di bagian kortikal lensa. Pada nukleus,
serat yang tua menjadi lebih tertekan dan terdehidrasi. Perubahan metabolik terjadi dan protein
lensa menjadi lebih sukar larut, dan konsentrasi kalsium, natrium, kalium, dan fosfat meningkat.
selama stadium awal pembentukan katarak, pigmen kuning dan vakuol berakumulasi di serat
lensa. Molekul protein yang tidak melipat, persilangan kelompok-kelompok sulfhidril, dan
konversi dari protein larut menjadi tak larut membuat hilangnya kejernihan lensa. Onsetnya
bertahap, dan satu-satunya gejala ialah meningkatnya penglihatan kabur dan kelainan
penglihatan.

Diagnosis katarak didasarkan pada pemeriksaan oftalmoskopi dan derajat gangguan penglihatan
pada uji penglihatan Snellen. Pada pemeriksaan oftalmoskopi, katarak dapat terlihat sebagai
kekeruhan besar yang memenuhi celah pupil atau sebagai bayangan hitam berlawanan dengan
latar merah pada fundus.4

Perubahan terkait usia pada lensa mempengaruhi kekuatan lensa dan kemampuan transmisi
cahaya sehingga menyebabkan fluktuasi pada penglihatan dan terhamburnya cahaya.
Pemeriksaan celah sinar (slitlamp), metode yang biasa digunakan untuk mengamati lensa, dapat
digunakan untuk mengelompokkan dan membedakan kekeruhan lensa. Masing-masing tipe
kekeruhan memiliki perbedaan secara klinis, dan sering terjadi kombinasi dari tipe yang berbeda.

Katarak senilis dapat dibagi menjadi 3 jenis utama:

 Katarak nuclear
Katarak nuclear dihasilkan dari sklerosis nuclear dan perubahan menjadi kuning, dengan
konsekuensi pembentukan kekeruhan lentikular sentral. Kekeruhan nuklear disebabkan
oleh peningkatan densitas lensa secara bertahap pada lapisan paling dalam dari nukleus,
berjalan perlahan untuk melibatkan lapisan-lapisan yang lebih luar. Nukleus juga
mungkin berubah warna dari bening (tidak berwarna) menjadi kuning hingga coklat dan
kadang-kadang hitam. Nukleus yang sangat keruh dan coklat dinamai brunescent nuclear
cataract. Pasien mungkin mengalami peningkatan myopia (dikarenakan peningkatan

18
indeks bias lensa) dan penurunan yang progresif lambat pada ketajaman visual dan
hilangnya sensitivitas terhadap kontras.
 Katarak kortikal
Perubahan komposisi ionik dari korteks lensa dan mungkin juga perubahan pada
pengairan serat-serat lensa menghasilkan katarak kortikal. Kekeruhan kortikal
menyebabkan beberapa gejala pada awalnya karena sumbu visual tetap jernih, tetapi
belakangan kekeruhan meliputi sebagian besar dari korteks lensa.
 Katarak subkapsular posterior.
Pembentukan granul dan kekeruhan seperti plak pada korteks subkapsular posterior
sering memperlihatkan pembentukan katarak subkapsular posterior. Kekeruhan
subkapsular posterior dimulai di daerah kutub posterior, kemudian menyebar ke perifer.
Pasien mengalami gangguan silau yang signifikan karena cahaya berhamburan pada titik
dekat mata.

Pada akhirnya, seluruh lensa akan menjadi keruh. Lensa mungkin kemudian membengkak
(katarak intumescent). Materi kortikal akan mencair (katarak Morgagnian) dan kemudian
diabsorbsi kembali menyebabkan nukleus yang padat menjadi “tenggelam” ke bawah kantung
kapsular.

Katarak dibagi menjadi 4 stadium:

1. Stadium insipient  stadium paling dini, yang belum menimbulkan gangguan visus. Dengan
koreksi, visus masih dapat 5/5 – 5/6. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa
bercak-bercak seperti baji (jari-jari roda), terutama mengenai korteks anterior, sedang aksis
relatif masih jernih. Gambaran inilah yang disebut spokes of a wheel, yang nyata bila pupil
dilebarkan. Pada stadium yang lanjut, gambaran baji dapat dilihat pula pada pupil normal.
2. Stadium imatur  kekeruhan belum mengenai seluruh lensa. Kekeruhan itu terutama
terdapat di bagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di
lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanoa ada yang dipantulkan. Oleh karena
kekeruhan di bagian posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini
akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, dilihat di pupil, ada daerah yang terang
sebagai refleks pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan daerah yang gelap,
akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+).

19
3. Stadium matur  pada stadium ini lensa telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga semua
sinar yang mengenai pupil akan dipantulkan kembali di permukaan anterior lensa. Tak ada
bayangan iris. Shadow test (-). Di pupil tampak lensa yang seperti mutiara. Shadow test
membedakan stadium matur dari imatur dengan syarat harus diperiksa lebih lanjut dengan
midriatika, oleh karena pada katarak polaris anterior juga terdapat shadow test yang (-), oleh
karena kekeruhan terletak di daerah pupil. Dengan melebarkan pupil, akan tampak bahwa
kekeruhan hanya terdapat pada daerah pupil saja. Kadang-kadang, walaupun masih stadium
imatur (shadow test (+)), dengan koreksi, visus tetap buruk, hanya dapat menghitung jari,
bahkan dapat lebih buruk lagi 1/300 atau 1/∞, hanya ada persepsi cahaya, walaupun lensanya
belum keruh seluruhnya. Keadaan ini disebut stadium vera matur.
4. Stadium hipermatur (katarak Morgagni)  korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur
telah mencair, sehingga nukleus lensa turun ke bawah oleh karena daya beratnya. Melalui
pupil, pada daerah yang keruh, nukleus ini terbayang sebagai setengah lingkaran di bagian
bawah, dengan warna yang lain, dari pada bagian yang di atasnya yaitu kecoklatan. Pada
stadium ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa, yang menjadi lebih permeable, sehingga isi
korteks yang cair dapat keluar dan lensa menjadi kempis, yang di bawahnya terdapat nukleus
lensa. Keadaan ini disebut katarak Morgagni. Pada pemeriksaan, didapatkan iris yang
tremulans, di mana camera oculi anterior (coa) menjadi dalam sekali dan iris yang
membentuk sudut coa, sekarang tergantung bebas, tak menempel pada lensa, sehingga pada
pergerakan bola mata, iris bergetar.
Pada perjalanan dari stadium I ke stadium IV, dapat timbul suatu keadaan, yang disebut
intumesensi, yaitu penyerapan cairan akuos oleh lensa sehingga lensa menjadi cembung dan iris
terdorong ke depan, coa menjadi dangkal. Hal ini tidak selalu terjadi. Pada umumnya terjadi
pada stadium II. 2,6

Epidemiologi

Katarak senilis terus menjadi penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia. Pada
penelitian baru-baru ini di Cina, Kanada, Jepang, Denmark, Argentina, dan India, katarak
diidentifikasi sebagai penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan dengan rentang

20
statistic 33,3% (Denmark) sampai 82,6% (India). Ada perkiraan sekitar 1,2% dari seluruh
populasi di Africa yang mengalami kebutaan, 36% disebabkan oleh katarak.2

Etiologi

 Penyakit sistemik
Katarak senilis banyak dihubungkan dengan penyakit sistemik seperti diabetes,
hipertensi, dan lain-lain. Hipertensi baru-baru ini ditemukan secara signifikan
meningkatkan resiko untuk katarak subkapsular posterior. Kemungkinan jalur bagi
peranan hipertensi dan glaucoma pada pembentukan katarak senilis ialah dengan
menginduksi perubahan struktur konformasi protein pada kapsul lensa yang
menyebabkan gangguan pada transport membran dan permeabilitas ion, dan akhirnya
meningkatkan tekanan intraokular yang mengakibatkan kekambuhan dalam pembentukan
katarak.
 Sinar Ultra Violet (UV)
Sinar UV kemungkinan berpengaruh pada pembentukan katarak melalui peningkatan
kerusakan yang bersifat oksidatif. Mata yang menua lebih rentan terhadap kerusakan
karena UV karena “filter bebas UV” yang menurun seraya penuaan dan hasil pemecahan
dari “filter” ini dapat berperan sebagai perangsang terhadap cahaya, yang menyebabkan
terbentuknya oksigen yang reaktif dan proses oksidasi terhadap protein. Resiko katarak
nuklear dan kortikal ditemukan paling tinggi di antara populasi yang sering terpajan sinar
matahari pada usia yang lebih muda.
 Faktor lain
Transparansi/kejernihan lensa bergantung pada pengaturan yang baik sel-sel lensa dan
protein intraseluler pada lensa. Kelainan genetik, metabolik, nutrisi, dan lingkungan, serta
penyakit mata dan penyakit sistemik dapat menimbulkan katarak dengan mempengaruhi
kejernihan lensa. 2,6

Patofisiologi

21
Lensa sebagian besar terbuat dari air dan protein. Proteinnya tersusun pada tempat yang tepat
sehingga menjaga lensa tetap jernih sehingga bisa dilalui cahaya. Namun, seraya proses penuaan,
beberapa protein dapat menggumpal satu sama lain dan mulai menghalangi sebagian kecil area
di lensa. Seraya waktu berlalu, katarak dapat menjadi lebih luas dan lebih menghalangi lensa
sehingga semakin sulit untuk melihat dengan baik. 7

Lecture’s notes: Oftalmologi

Patofisiologi katarak senilis rumit dan belum sepenuhnya dipahami. Pada semua
kemungkinannya, patogenesisnya multifaktorial melibatkan interaksi yang rumit dalam berbagai
proses fisiologis. Seraya lensa menua, beratnya dan ketebalannya meningkat sementara
kemampuan akomodasinya menurun. Karena lapisan korteks yang baru bertambah secara
konsentris, nukleus sentral tertekan dan mengeras, mengalami sebuah proses yang disebut
nuclear sclerosis.

Berbagai mekanisme turut berperan dalam hilangnya kejernihan lensa secara progresif. Epitel
lensa dipercaya mengalami perubahan yang berkaitan dengan penuaan, khususnya penurunan
pada densitas sel epitel lensa dan kelainan diferensiasi dari sel-sel serat lensa. Meskipun epitel
dari lensa katarak mengalami laju apoptosis yang rendah, yang sepertinya tidak menyebabkan
penurunan densitas sel yang signifikan, akumulasi dari hilangnya epitel dalam skala kecil dapat
berakibat pada gangguan pembentukan serat lensa dan homeostasis, yang pada akhirnya
mengarah pada hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh, seraya lensa menua, penurunan ambang

22
di mana air dan, mungkin, metabolit larut air dengan berat molekul yang rendah dapat masuk ke
dalam sel-sel nukleus lensa melalui epithelium dan korteks, terjadi dengan diikuti oleh
penurunan transportasi air, nutrisi, dan antioksidan.

Sebagai akibatnya, kerusakan oksidatif yang progresif terhadap lensa bersamaan dengan
penuaan, mengarah pada perkembangan dari katarak senilis. Berbagai penelitian memperlihatkan
peningkatan hasil oksidasi (seperti glutation teroksidasi) dan penurunan vitamin antioksidan dan
enzim superoxide dismutase menekankan peranan penting dari proses oksidatif pada
pembentukan katarak.

Mekanisme lainnya yang terlibat ialah perubahan dari protein sitoplasmik lensa berat molekul
rendah yang larut menjadi gumpalan protein larut dengan berat molekul tinggi, fase tidak larut,
dan matriks protein membrane yang tak larut. Perubahan protein yang dihasilkan menyebabkan
fluktuasi mendadak pada indeks bias, terhamburnya cahaya, dan menurunnya kejernihan. Bagian
lain yang juga diperiksa mencakup peranan nutrisi pada perkembangan katarak, terutama
keterlibatan glukosa dan mineral serta vitamin.2

Manifestasi Klinis

Gejala yang muncul bergantung pada apakah katarak terjadi unilateral atau bilateral, dan derajat
serta letak dari kekeruhan. Jika katarak terjadi unilateral, pasien bisa jadi tidak menyadarinya
sampai katarak juga menutupi mata yang masih baik. Pasien mungkin mengeluh kesulitan saat
membaca (yang perlu dibedakan dari presbiopia yang normal pada orang tua), kesulitan
mengenali wajah (yang juga terjadi pada degenerasi makular), dan kesulitan saat menonton
televisi. Mereka mungkin mengeluh bahwa penglihatan mereka memburuk pada cahaya terang,
terutama jika kekeruhan mereka terdapat di sentral.

Kadang-kadang, pasien mengalami monokular diplopia dan melihat halo disekeliling lampu; hal
ini terjadi karena kekeruhan lensa terganggu dengan sinar cahaya yang melewatinya menuju
bagian belakang mata. Beberapa pasien mungkin bahkan mengatakan bahwa mereka dapat
melihat tanpa kacamata. Ini terjadi ketika katarak sklerosis nuklear meningkatkan kekuatan
penyebaran lensa, sehingga membuat pasien menjadi miopi (tidak mampu melihat jauh).

23
Gangguan penglihatan demikian bervariasi bergantung pada jenis katarak yang dialami oleh
pasien.

 Penurunan ketajaman visual


Merupakan keluahan paling umum dari pasien katarak senilis. Katarak dapat
dipertimbangkan jika ketajaman visual dipengaruhi secara signifikan. Lebih jauh, jenis
lain katarak menghasilkan efek yang berbeda pada ketajaman visual.
Sebagai contoh, katarak subkapsular posterior derajat ringan dapat menghasilkan
penurunan ketajaman visual dengan ketajaman penglihatan dekat lebih terganggu
daripada ketajaman penglihatan jauh, kemungkinan sebagai akibat miosis akomodatif.
Namun, sklerosis nuklear sering dihubungkan dengan menurunnya ketajaman
penglihatan jarak jauh dan penglihatan dekat yang baik.
Derajat gangguan penglihatan dapat bervariasi pada keadaan berbeda. Misalnya,
gangguan refraksi miopia (nearsighted) yang tidak dikoreksi tampak lebih berat di
lingkungan yang gelap. Hal ini terjadi karena dilatasi pupil memungkinkan lebih banyak
berkas cahaya yang tak terfokus jatuh di retina dan makin mengaburkan pandangan.
Katarak setempat di sentral tampak lebih parah di bawah sinar matahari. Dalam hal ini,
konstriksi pupil mengurangi jumlah cahaya yang dapat melintasi lensa yang keruh.
Pandangan kabur akibat edema kornea semakin membaik saat siang karena adanya
dehidrasi kornea akibat penguapan dari permukaan.
 Cahaya yang menyilaukan
Meningkatnya kesilauan adalah keluhan umum lainnya pada pasien katarak senilis.
Keluhan dapat mencakup seluruh spektrum mulai dari menurunnya sensitivitas kontras
pada lingkungan dengan cahaya terang.
Gangguan penglihatan seperti itu terutama khas pada katarak subkapsular posterior dan,
pada tingkat yang lebih rendah, pada katarak kortikal. Hal ini lebih jarang dihubungkan
dengan sklerosis nuklear. Banyak pasien dapat menoleransi kesilauan derajat sedang
tanpa banyak kesulitan, dan dengan demikian, kesilauan itu sendiri tidak memerlukan
tindakan operasi.
 Pergeseran miopik
Perkembangan katarak kadang-kadang mungkin meningkatkan kekuatan dioptri lensa
menghasilkan miopi ringan sampai sedang atau disebut pergeseran miopik. Sebagai
24
akibatnya, pasien presbiopi melaporkan adanya peningkatan pada penglihatan dekat dan
kurang memerlukan kacamata baca yang disebut penglihatan kedua. Namun, kejadian ini
hanya sementara, dan seraya kualitas penglihatan lensa menurun, penglihatan kedua ini
akhirnya menghilang.
Khasnya, pergeseran miopi dan penglihatan kedua tidak ditemukan pada katarak kortikal
dan subkapsular posterior. Lebih jauh, perkembangan asimetrik miopia yang diinduksi
lensa dapat berakibat pada anisometropi simptomatik yang signifikan yang mungkin
memerlukan penanganan operasi.
 Monokular diplopia
Kadang-kadang, perubahan nuklear terkonsentrasi pada lapisan dalam dari lensa,
menghasilkan area refraktil di tengah lensa, yang sering terlihat jelas dalam refleks merah
melalui retinoskopi atau oftalmoskopi langsung.
Fenomena demikian dapat mengarah pada monokular diplopia yang tidak dikoreksi
dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak.1,2

Komplikasi

Kegagalan dalam menangani katarak secara bedah dapat mengarah pada akibat yang merugikan
seperti lensa membengkak dan menggembung, glaukoma sekunder, dan akhirnya kebutaan.

Pembedahan katarak juga dapat diikuti dengan komplikasi walaupun jarang. Kesulitan yang
umum muncul setelah pembedahan ialah peradangan yang menentap, perubahan pada tekanan
bola mata, infeksi, pembengkakan retina, dan retinal detachment. Lensa yang baru ditanam juga
bisa jadi berpindah atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan mungkin perlu untuk diatur
kembali posisinya, diganti, atau diangkat. Komplikasi-komplikasi ini sangat jarang terjadi namun
dapat mengarah pada kehilangan penglihatan yang signifikan jika tidak ditangani dengan baik,
oleh karena itu, pemantauan ketat diperlukan sesudah pembedahan.2,8

Penatalaksanaan

25
 Phacoemulsification cataract extraction untuk mengeluarkan lensa tetapi meninggalkan
kapsul lensa pada tempatnya:
o Phacoemulsification untuk memecah lensa dengan getaran ultasonik
o Potongan-potonganya dikeluarkan
o Penanaman lensa intraokular.
 Extracapsular cataract extraction:
o Lensa dihilangkan dalam satu potongan, kapsul dibiarkan utuh
o Lensa intraokular ditanam.
 Intracapsular cataract extraction pada seluruh lensa dan kapsul:
o Jarang dilakukan; mungkin diperlukan pada kasus traumatik
o Lensa intraokular dipasang di depan iris.
 Pembedahan laser untuk mengembalikan ketajaman visual jika membran sekunder
terbentuk di capsul lensa posterior yang utuh setelah dilakukan extracapsular cataract
extraction.
 Insisi dan aspirasi mungkin masih dilakukan pada anak-anak dengan katarak yang lunak.
 Lensa kontak atau lensa tanam setelah pembedahan untuk memperbaiki ketajaman visual,
penglihatan binokular, dan persepsi kedalaman.

Preventif

Gunakan kacamata hitam dan topi dengan tepi lebar untuk menghalangi sinar UV dari matahari
bisa jadi dapat membantu menunda perkembangan katarak. Berhentilah merokok dan pada ahli
percaya bahwa nutrisi yang baik dapat membantu mengurangi resiko katarak senilis ini. Mereka
merekomendasikan sayuran hijau, buah, dan makanan lain dengan kandungan antioksidan.

Bagi yang berusia 60 tahun ke atas dianjurkan melakukan pemeriksaan mata yang menyeluruh
setidaknya dua tahun sekali. Di samping katarak, pemeriksaan tersebut juga dapat menganisipasi
tanda-tanda kelainan mata lainnya seperti degenerasi macula terkait usia, glaukoma, dan kelainan
penglihatan lainnya. Dengan deteksi cepat, pengobatan segera dapat diberikan dan sering kali
menyelamatkan mata dari hal buruk termasuk kebutaan.8

26
Prognosis

Pada keadaan di mana tidak terdapat penyakit mata lain yang menyertai sebelum pembedahan,
yang dapat mempengaruhi penglihatan secara signifikan, seperti degenerasi macular atau atrofi
saraf optik, pembedahan katarak yang sukses sangat menjanjikan perbaikan pada ketajaman
penglihatan, seperti yang terlihat pada uji Snellen. Pada awalnya penglihatan bisa jadi masih
buram karena mata memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri agar dapat berfokus sesuai
dengan mata yang lain.2,8

27
Daftar Pustaka

1. Riordan-Eva P, Whitcher J P. Vaughan & Asbury – Oftalmologi umum; alih bahasa:


Brahm U Pendit. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009.
2. Ocampo V V D Jr, Foster S. eMedicine – Senile Cataract. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview. 21 Maret 2010.
3. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2010.
4. Carroll E W, Jens S A, Curtis R. Disorder of visual function. Dalam: Port C M, Matfin G.
Pathophysiology – concepts of altered health states. China: Lippincott William’s &
Wilkins; 2009.
5. Corwin E J. Buku saku patofisiologi; alih bahasa: Nike Budhi Subekti. Edisi 3. Jakarta:
EGC; 2009.
6. Wevill M. Epidemiology, pathophysiology, causes, morphology, and visual effects of
cataract. Dalam: Yanoff M, Duker J S. Ophtalmology. Edisi 2. China: Mosby Elsevier.
2009.
7. National Eye Institute – National Institute of Health. Facts about cataract. Diunduh dari:
http://www.nei.nih.gov/health/cataract/cataract_facts.asp#top. 22 Maret 2010.
8. Cataract. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com/cataracts/page11_em.htm. 22
Maret 2011.

28

Anda mungkin juga menyukai