Anda di halaman 1dari 17

Ketoasidosis Akibat Penyakit Diabetes Mellitus

Surya Dharma
102012390
suryadharmabaharudin@gmail.com
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Ketoasidosis diabetikum adalah salah satu komplikasi metabolik akut pada diabetes mellitus
dengan perjalanan klinis yang berat dalam angka kematian yang masih cukup tinggi. Ketoasidosis
diabetikum dapat ditemukan baik pada mereka dengan diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Tetapi lebih
sering pada diabetes melitus tipe 1.

Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif disirkulasi yang terkait
dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth
hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak
dengan Diabetes Melitus tipe 1 (IDDM).Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang
terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.

Resiko KAD pada IDDM adalah 1-10% per pasien per tahun.Risiko meningkat dengan kontrol
metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD.Angka kematian ketoasidosis
menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai, seperti : sepsis, syok yang berat, infark
miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah yang tinggi, uremia, kadar keasaman
darah yang rendah.

Gejala yang paling menonjol pada ketoasidosis adalah hiperglikemia dan ketosis. Hiperglikemia
dalam tubuh akan menyebabkan poliuri dan polidipsi. Sedangkan ketosis menyebabkan benda-benda
keton bertumpuk dalam tubuh, pada sistem respirasi benda keton menjadi resiko terjadinya gagal nafas.

Oleh sebab itu penanganan ketoasidosis harus cepat, tepat dan tanggap. Mengingat masih
sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur atau konsensus yang terus
berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis diabetik. Maka, perlu adanya pembahasan mengenai
bagaimana metode tatalaksana terkini dalam menangani ketoasidosis diabetik.

Pembahasan

Anamnesis
Terdiri dari nama, umur (Usia : anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I) tanggal lahir, jenis
kelamin, agama.Riwayat penyakit sekarang : datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Poliphagi,
lemas, luka sukar sembuh atau adanya koma atau penurunan kesadaran dengan sebab
tidakdiketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati serta penyakit
pembuluh darah.Riwayat penyakit sebelumnya : mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa
lama dengan atau tanpa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta
penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dapat memperberat kondisi klinis. Riwayat penyakit
keluarga:penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan (herediter) walaupun gejala tidak
selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil (kongenital). Genogram mungkin diperlukan
untuk menguatkan diagnosis.

Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran bisa CM, letargi atau koma.
b. Keadaan umum (Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun).
c. Sistem pernafasan (nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang paru).
d. Sistem integument (turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering).
e. Sistem kardiovaskuler (hipertensi, Ortostatik hipotensi/sistole turun 20 mmHg atau lebih saat
berdiri).
f. Sistem gastrointestinal (nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia).
g. Sistem neurologi (sakit kepala, kesadaran menurun).
h. Sistem penglihatan (penglihatan kabur).

Pengkajian gawat darurat :

1. Airways: kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang
menghalangi jalan nafas.
2. Breathing: kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu
pernafasan.
3. Circulation: kaji nadi, capillary refill.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya
mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya
bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak
selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami
asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara
sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun
kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
b. Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk
setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan
oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat
dengan jumlah yang sesuai.
c. Kalium
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat
potasium.
d. Bikarbonat
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah
(6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi
respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan
keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam
darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion
untuk menilai derajat asidosis.
e. Sel darah lengkap (CBC)
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f. Gas darah arteri (ABG)
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements.
Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien
dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif
dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk
melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai
cara untuk menilai asidosis juga.
g. Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria
dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
h. β-hidroksibutirat
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons
terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan
tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
i. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi
saluran kencing yang mendasari.
j. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8.
Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya
memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg
H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
k. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme
kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
l. Tingkat BUN meningkat
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
m. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi
pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN
serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi
renal.
2. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ketoasidosis diabetik dilakukan dengan cara:
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi
stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan
kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
f. Aseton plasma: Positif secara mencolok
g. As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
h. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
i. Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
j. Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik
k. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
l. Ureum/creatinin: meningkat/normal
m. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut

Didasarkan atas adanya "trias biokimia" yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis.
Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :

 Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
 Asidosis, bila pH darah < 7,3.
 kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :

 Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.


 Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
 Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.

Gejala Klinis
Gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien KAD adalah:
 Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
 Terdapat keton di urin
 Banyak buang air kecil sehingga dapat dehidrasi
 Sesak nafas (nafas cepat dan dalam)
 Nafas berbau aseton
 Badan lemas
 Kesadaran menurun sampai koma
 KU lemah, bisa penurunan kesadaran
 Polidipsi, poliuria
 Anoreksia, mual, muntah, nyeri perut
 Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotik
 Kulit kering
 Keringat <<<
 Kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolik
Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya KAD adalah:
 Infeksi, stres akut atau trauma
 Penghentian pemakaian insulin atau obat diabetes
 Dosis insulin yang kurang

Diagnosis Kerja
Ketoasidosis Diabetikum
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes melitus yang serius,
suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi.KAD memerlukan pengelolaan yang
cepat dan tepat, mengingat angka kematiannya yang tinggi.Pencegahan merupakan upaya
penting untuk menghindari terjadinya KAD.
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.Keadaan ini terkadang disebut
“akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada
diabetes ketergantungan insulin.
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan
oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita
IDDM (atau DM tipe II)
Diagnosis Banding
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi akut dari
diabetes melitus di mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa
menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma.
Ini terjadi pada penderita diabetes tipe II.
Hyperglikemia Hiperosmolar Non Ketogenik adalah sindrom berkaitan dengan
kekurangan insulin secara relative, paling sering terjadi pada panderita NIDDM. Secara
klinik diperlihatkan dengan hiperglikemia berat yang mengakibatkan hiperosmolar dan
dehidrasi, tidak ada ketosis/ada tapi ringan dan gangguan neurologis.
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari
komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan:
kadar gula darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai
ketosis serum, biasa terjadi pada DM tipe II.
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik ialah suatu sindrom yang ditandai
dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai
penurunan kesadaran (Mansjoer, 2000).
Krisis Tiroid
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
olehdemam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran
cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala
akibatpeningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi
kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala
yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis.
Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap
tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya terjadi pada pasiendengan tirotoksikosis yang tidak
terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskanoleh tindakan operatif, infeksi, atau
trauma.
Pankreatitis Akut
Pankreatitis Akut adalah peradangan pankreas yang terjadi secara tiba-tiba, bisa
bersifat ringan atau berakibat fatal. Secara normal pankreas mengalirkan getah pankreas
melalui saluran pankreas (duktus pankreatikus) menuju ke usus dua belas jari duodenum
Getah pankreas ini mengandung enzim-enzim pencernaan dalam bentuk yang tidak aktif
dan suatu penghambat yang bertugas mencegah pengaktivan enzim dalam perjalanannya
menuju ke duodenum.
Sumbatan pada duktus pankreatikus (misalnya oleh batu empedu pada sfingter
Oddi) akan menghentikan aliran getah pankreas. Biasanya sumbatan ini bersifat
sementara dan menyebabkan kerusakan kecil yang akan segera diperbaiki. Namun bila
sumbatannya berlanjut, enzim yang teraktivasi akan terkumpul di pankreas, melebihi
penghambatnya dan mulai mencerna sel-sel pankreas, menyebabkan peradangan yang
berat.
Kerusakan pada pankreas bisa menyebabkan enzim keluar dan masuk ke aliran
darah atau rongga perut, dimana akan terjadi iritasi dan peradangan dari selaput rongga
perut (/peritonitis/) atau organ lainnya. Bagian dari pankreas yang menghasilkan hormon,
terutama hormon insulin, cenderung tidak dihancurkan atau dipengaruhi.

Etiologi
Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung insulin
disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan non insulin
dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus tidak tergantung insulin disebabkan
kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya.
Artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi
insulin pada perangsangan sekresi insulin, berarti sel B pankreas mengalami desensitisasi
terhadap glukosa.
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan
akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
1. Infeksi
2. Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan
proses katabolik . Menolak terapi insulin
Epidemiologi
Ketoasidosis Diabetikum merupakan komplikasi akut yang paling serius yang terjadi
pada anak-anak pada DM tipe 1, dan merupaka kondisi gawat darurat yang menimbulkan
morbiditas dan mortalitas, walaupun telah banyak kemajuan yang diketahui baik dari
patogenesisnya maupun dalam hal diagbosis dan tata laksananya.
Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80 % pada penderita anak baru dengan DM tipe 1,
tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan Amerika Utara angkanya berkisar 15-67 %, sedangkan
di Indonesia dilaporkan antara 33-66 %
Prevalensi KAD di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 4,6 – 8 per 1000 pebderita
diabetes, dengan mortalitas kurang dari 5 % atau sekitar 2-5 %. KAD juga merupakan penyebab
kematian tersering pada anak dan remaka dengan DM tipe 1, yang diperkirakan setengah dari
penyebab kematian penderita DM di bawah usia 24 tahun. Sementara itu di Indonesia belum
didapatkan angka yang pasti mengenai hal ini. Diagnosis dan tata laksana yang tepat sangat
diperlukan dalam pengelolaan kasus-kasus KAD untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.

Patofisiologi
Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini kan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis yang berat dapat
kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg natrium, kalium serta klorida
selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam –
asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton oleh hati.
Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan
asidosis metabolik

Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:
o Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
o Penggantian cairan dan garam yang hilang
o Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian
insulin.
o Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
o Mencegah komplikasi dan mengembalikan keadaan fisiologis normal serta menyadari
pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
 Penilaian Klinik Awal
 Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis
(hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
 Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), kadar
glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah.
 Resusitasi
 Pertahankan jalan napas.
 Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
 Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB bolus.
 Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube untuk
menghindari aspirasi lambung.
 Observasi Klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
 Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam.
 Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
 Pengukuran balans cairan setiap jam.
 Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
 Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri, seperti sakit kepala, perubahan
frekuensi jantung, perubahan status neurologis, peningkatan tekanan darah.
 EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo/hiperkalemia.
 Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
 Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan
resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
 Tentukan derajat dehidrasi penderita.
 Gunakan cairan normal salin 0,9%.
 Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na)
rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
 Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
 Penggantian Natrium
 Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
 Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
 Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang
terjadi.
 Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap
peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
 Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
 Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan
NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
 Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko
edema serebri.
 Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi
di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke
ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan
asidosis teratasi.
 Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan
pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L
cairan.
 Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda, pemberian
kalium segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat.
 Penggantian Bikarbonat
 Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.Pemberian bikarbonat
hanya dianjurkan pada KAD yang berat.
 Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:
 Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat.
 Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan
 Hipertonis dan kelebihan natrium
 Meningkatkan insidens hipokalemia
 Gangguan fungsi serebral
 Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.
 Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7,1 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang
persistent. walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang
mengancam tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
 Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1
jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari
kebutuhan.
 Pemberian Insulin
 Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
 Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
 Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun
insulin belum diberikan.
 Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak
< 2 tahun.
 Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml
atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam
500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
 Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
 Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.
 Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
 Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 ½
Salin.
 Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
 Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
 Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk
menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
 Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi
penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian
insulin.
 Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau
subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk memulai diet
per-oral dan peralihan insulin drip menjadi subkutan.
 Memulai diet per-oral.
o Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL,
pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
o Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit
sesudah snack berakhir.
o Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
o Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60
menit sesudah makan utama berakhir.
 Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
o Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak
dapat menghabiskan makanan utama.
o Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv
diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
o Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar
gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau
disesuaikan dosis basal sebelumnya.
o Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang,
2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.

Terapi KAD
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.Pengawasan ketat, KU
jelek masuk HCU/ICU
Fase I/Gawat :
 Rehidrasi
NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-
50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
 Insulin
4-8 U/jam sampai GDR 250 mg/dl atau reduksi minimal
 Infus K (TIDAK BOLEH BOLUS)
o Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
o Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
o Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
o Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
 Infus Bicarbonat
o Bila pH<7,0 atau bicarbonat < 12mEq/L
o Berikan 44-132 mEq dalam 500cc NaCl 0.9%, 30-80 tpm
Pemberian Bicnat = [ 25 - HCO3 TERUKUR ] x BB x 0.4
 Antibiotik dosis tinggi
Batas fase I dan fase II s ekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
Fase II/maintenance:
 Cairan maintenance
o Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
o Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4U
 Kalium
o Perenteral bila K+ <4mEq
o Peroral (air tomat/kaldu 1-2 gelas, 12 jam
 Insulin reguler 4-6U/4-6jam sc
 Makanan lunak karbohidrat komlek perasü

Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
 Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini.Bila penderita mencapai
stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya
fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita
nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain
itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
 Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata.Penglihatan
menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
 Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres, perasaan
berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa).
 Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada
pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner dan
mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa
nyeri.Ini merupakan penyebab kematian mendadak.
 Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa
darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan
kematian.Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
 Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal penderita
diabetes harus bekerja ekstra berat.Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga
lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan
yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah
takanan darah.

Prognosis
Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pada
pasien ini bukan disebabkan oleh sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh penyakit yang
mendasar atau menyertainya. Angka kematian masih berkisar 30-50%. Di negara maju dapat
dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang
sangat tinggi. Di negara maju angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%.
Ketoasidosis diabetik sebesar 14% dari seluruh rumah sakit penerimaan pasien dengan
diabetes dan 16% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan diabetes. Angka kematian
keseluruhan adalah 2% atau kurang saat ini. Pada anak-anak muda dari 10 tahun, ketoasidosis
diabetikum menyebabkan 70% kematian terkait diabetes.

Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak
adekuat dan infeksi.Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan memberikan
hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan, komunikasi yang
efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluaranya di saat sakit, serta edukasi.
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1
agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi metabolik dan penanganan
yang tepat.
Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah :
1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian
insulin, managemen insulin yang tepat di saat sakit.)
2. Menghindari strees
3. Menghindari puasa berkepanjangan
4. Mencegah dehidrasi
5. Mengobati infeksi secara adekuat
6. Melakukan pemantauan kadar gula darah/ keton secara mandiri.

Kesimpulan
Keto Asidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu kompliasi akut DM akibat defisiensi
hormone insulin yang tidak dikenal dan bila tidak mendapat pengobatan segera akan menyebabakan
kematian. Etiologi dari KAD adalah Insulin tidak diberikan dengan dosis yang kurang, keadaan sakit atau
infeksi pada DM, manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan
elektrolit dan asidosis. Dehidrasi disebabkan mekanisme ginjal dimana tubuh terjadi hiperglikemia,
sehingga ginjal mensekresikan dengan natrium dan air yang disebut poliuri. Kehilangan elektrolit
merupakan kompensasi dari defisiensi insulin. Sedangkan asidosis adalah peningkatan pH dan diiringi
oleh penumpukan benda keton dalan tubuh. Keadaan ketoasidosis merupakan keadan yang
memerlukan banyak pengontrolan dan pemantauan insulin dan cairan elektrolit, karena bila kekurangan
atau malah terjadi kelebihan akan mengakibatkan komplikasi yang sulit untuk ditanggulangi.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai