Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN KAD

A. Konsep Dasar
Pengertian
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan
metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis,
terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan
hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitrus (DM) yang serius
dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD
biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan
syok (Sudoyono, 2006). Sedangkan menurut (Tandra, 2008) mengemukakan
bahwa ketoasidosis diabetik (diabetic ketoacidosis) atau KAD adalah keadaan
gawat darurat akibat hiperglikemia di mana banyak asam terbentuk dalam
darah.
KAD merupakan komplikasi akut diabetes mellitus type I yang ditandai
oleh hiperglikemia, lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak),
ketogenesis (produksi keton), keseimbangan nitrogen negatif, depresi volume
vaskular, hiperkalemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta
asidosis metabolik.
Akibat defisiensi insulin absolut atau relatif, terjadi penurunan uptake
glukosa oleh sel otot, peningkatan produksi glukosa oleh hepar dan terjadi
peningkatan metabolisme asam lemak bebas menjadi keton. Walaupun
hiperglikemia, sel tidak mampu menggunakan glukosa sebagai sumber energi
sehingga memerlukan konversi asam lemak dan protein menjadi badan keton
untuk energi.
Diuresis osmotik terjadi mengakibatkan dehidrasi sel, hipotensi,
kehilangan elektrolit dan asidosis metabolik gap anion. Kalium intraselular
bertukar dengan ion hidrogen ekstraseluler yang berlebihan sebagai usaha
untuk engoreksi asidosis yang menyebabkan hiperkalemia.
Kebanyakan kasus KAD dicetuskan oleh infeksi umum antara lain
influenza dan infeksi saluran kemih. Infeksi tersebut menyebabkan
peningkatan kebutuhan metabolik dan peningkatan kebutuhan insulin.
Penyebab umum KAD lainnya adalah kegagalan dalam mempertahankan
insulin yang diresepkan dan/atau regimen diet dan dehidrasi (Stillwell, 2011).
A. Etiologi

Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia


dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :

1. Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong


peningkatan proses katabolik, insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis
yang dikurangi, ataupun menolak terapi insulin
2. Infeksi

Penurunan kadar insulin dapat diresepkan tidak adekuat atau pasien tidak
menyuntikkan insulin dengan dosis yang cukup. Kesalahan yang menyebabkan
dosis insulin yang harus diberikan berkurang, terjadi pada pasien-pasien yang
sakit dan menganggap jika mereka kurang makan atau menderita muntah-muntah,
maka dosis insulinnya juga harus dikurangi. (karena keadaan sakit khususnya
infeksi dapat meningkatkan kadar glukosa darah, maka pasien tidak perlu
menurunkan dosis insulin yang mengimbangi asupanmakanan yang berkurang
ketika sakit dan bahkan mungkin harus meningkatkan dosis insulinnya).

Penyebab potensial lainnya yang menurunkan kadar insulin mencakup


kesalahan pasien dalam menganspirasi atau menyuntikkan insulin (khususnya
pada pasien dengan gangguan penglihatan); sengaja melewati pemberian insulin
(khususnya pada pasien remaja yang menghadapi kesulitan dalam mengatasi
diabetes atau aspek kehidupan yang lain); masalah peralatan (misalnya,
penyumbatan selang pompa insulin).

Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin. Sebagai


respons terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi peningkatan kadar hormon-
hormon “stres”—yaitu, glukogon, epinefrin, norepinefrin, kortisol dan hormone
pertumbuhan.

C.      Manifestasi Klinis

Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam darah,
antara lain :
1.      Napas yang cepat dan dalam (napas kussmaul)

2.      Napas bau keton atau aseton (seperti harumnya buah atau sweet, fruity
smell)

3.      Nafsu makan turun

4.      Mual, muntah

5.      Demam

6.      Nyeri perut

7.      Berat badan turun

8.      Capek, lemah

9.      Bingung, mengantuk

10.  Kesadaran menurun sampai koma.

Di samping itu, sebelumnya ada tanda-tanda hiperglikemia, yaitu rasa haus,


banyak kencing, capek, lemah, luka sulit sembuh, dan lain-lain.

Tanda – tanda hiperglikemia :

1.      Rasa lelah

2.      Nafsu makan bertambah

3.      Rasa haus berlebihan

4.      Penglihatan kabur

5.      Kulit kering

6.      Sering kencing

7.      Luka yang sukar sembuh

8.      Berat badan menurun


D.      Patofisiologis

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel


akan berkurang pula. Di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresi osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuria) ini
akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita ketoasidosis
diabetik yang berat dapat kehilangan kirakira 6,5 liter air dan sampai 400
hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama priode waktu 24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)


menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah
menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi
badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang
secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk menimbulkan asidosis metabolik (Smeltzer,
2001).
.

E.       Pemeriksaan Penunjang

1.         Pemeriksaan Laboratorium

a.         Glukosa.

Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan
sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau
lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa
ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah.
Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.

b.        Natrium.

Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler.


Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium
serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat
natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.

c.         Kalium.

Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.

d.        Bikarbonat.

Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH


yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap
asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan
tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai
derajat asidosis.

e.         Sel darah lengkap (CBC).

Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.

f.         Gas darah arteri (ABG).

pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang


pH measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat
gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03
pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari
signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih
menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara
untuk menilai asidosis juga.

g.        Keton.

Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,


ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.

h.        β-hidroksibutirat.

Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti


respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L
dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan
untuk ketoasidosis diabetik (KAD).

i.          Urinalisis (UA)

Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi
infeksi saluran kencing yang mendasari.

j.          Osmolalitas

Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN


(mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam
keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H 2O. Jika
osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada
kondisi koma.

k.        Fosfor

Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,


alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.

l.          Tingkat BUN meningkat.

Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.

m.      Kadar kreatinin

Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga


dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar
kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang
mengalami insufisiensi renal.

2.         Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik ketoasidosis diabetik dilakukan dengan cara:

a.  Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari


200mg/dl).Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan
kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.

b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.

c.  Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.

d.  Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.

e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan


ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.

f. Aseton plasma: Positif secara mencolok

g. As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat


h. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun

i. Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal

j. Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik) dengan


kompensasi alkalosis respiratorik

k. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi

l.  Ureum/creatinin: meningkat/normal

m.  Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut

F.       Penatalaksaan

Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaiki tiga permasalahan utama :


dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.

1.         Dehidrasi

Rehidrasi merupakan tindakan yang penting untuk mempertahankan


perfusi jaringan. Di samping itu, penggantian cairan akan menggalakkan
ekskresi glukosa yang berlebihan melalui ginjal. Pasien mungkin memerlukan
6 hingga 10 liter cairan infus yang menggantikan kehilangan cairan yang
disebabkan oleh poliuria, hiperventilasi, diare, dan muntah.

Pada mulanya, larutan saline 0,9% diberikan dengan kecepatan yang


sangat tinggi biasanya 0,5 hingga 1 L/jam selama 2 hingga 3 jam. Larutan
normal saline hipotonik (45%) dapat digunakan pada pasien-pasien yang
menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko mengalami gagal
jantung kongestif. Setelah beberapa jam pertama, larutan normal saline 45%
merupakan cairan infuse pilihan untuk terapi rehidrasi selama tekanan darah
pasien tetap stabil dan kadar natriumnya tidak terlalu rendah. Infuse dengan
kecepatan sedang hingga tinggi (200 hingga 500 ml/jam) dapat dilanjutkan
untuk beberapa jam berikutnya.

2.         Kehilangan elektrolit.

Masalah elektrolit utama selama terapi diabetes ketoasidosis adalah


kalium. Meskipun konsentrasi kalium plasma pada awalnya rendah, kadar
kalium akan menurun selama proses penanganan diabetes ketoasidosis
sehingga perlu dilakukan pemantauan kalium yang sering.

Beberapa faktor yang berhubungan dengan terapi diabetes ketoasidosis


yang menurunkan konsentrasi kalium serum mencakup:

a) Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan volume plasma dan


penurunan konsentrasi kaliumserum

b) Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan ekskresi kalium kedalam


urine

c) Pemberian insulin yang menyebabkan peningkatan perpindahan kalium


dari cairan ekstrasel ke dalam sel.

d) Untuk pemberian infus kalium yang aman, perawat harus memastikan


bahwa:

e) Tidak ada tanda-tanda hiperkalemia (berupa gelombang T yang tinggi,


lancip atau bertakik pada hasil pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)

f) Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium memberikan hasil yang


normal atau rendah.

g) asien dapat berkemih (dengan kata lain, tidak mengalami gangguan


fungsi ginjal.

Pembacaan hasil EKG dan pengukuran kadar kalium yang sering (pada
awalnya setiap 2 hingga 4 jam sekali) diperlukan selama 8 jam pertama terapi.
Penggantian kalium ditunda hanya jika terdapat hiperkalemia atau jika pasien
tidak dapat berkemih. Namun, kadar kalium dapat turun dengan cepat akibat
terapi rehidrasi dan pemberian insulin, penggantian kalium harus segera
dimulai hingga kadarnya mencapai nilai normal.

3.         Asidosis

· Asidosis pada KAD pulih dengan insulin, yang menghambat pemecahan lemak.

· Infuskan insulin dengan kecepatan lambat, kontinue, misal 5 unit per jam.
· Pantau nilai gula darah per jam.

· Tambahkan dextrosa kedalam cairan IV untuk menghindari penurunan glukosa


yang tepat.

· Campuran IV mungkin digunakan hanya dengan insulin reguler.

· Insulin IV harus di infuskan secara terus menerus sampai pemberian sub cutan
diberlakukan.

· Insulin IV harus dilanjutkan sampai kadar bikarbonat mengalami perbaikan dan


pasien dapat makan; kadar glukosa yang menjadi normal tidak menjadi indikasi
bahwa asidodis telah teratasi (Hackley, 2000).

G.      Pencegahan

Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi
insulin yang tidak adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju
keduanya dapat diatasi dengan memberikan hotline/akses yang mudah bagi
penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan, komunikasi yang efektif antara
petugas kesehatan dan penderita dan keluaranya di saat sakit, serta edukasi.

Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada


penderita DM tipe 1 agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya
dekompensasi metabolik dan penanganan yang tepat.

Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah :

a. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak


menghentikan pemberian insulin, managemen insulin yang tepat di
saat sakit.)

b. Menghindari strees

c. Menghindari puasa berkepanjangan

d. Mencegah dehidrasi

e. Mengobati infeksi secara adekuat

f. Melakukan pemantauan kadar gula darah/ keton secara mandiri.


H.      Komplikasi

Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:

1.         Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )

Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup


dini. Bila penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air
kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan
disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita
nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus
melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan
gagal jantung kongesif.

2.         Kebutaan ( Retinopati Diabetik )

Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab


pada lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan
kebutaan.

3.         Syaraf ( Neuropati Diabetik )

Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf.


Penderita bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang
tidak dapat dirasakan (mati rasa).

4.         Kelainan Jantung.

Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya


aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai
komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot
jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini
merupakan penyebab kematian mendadak.

5.         Hipoglikemia.

Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila


penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi
dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala
yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-
kejang.

6.         Hipertensi.

Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni,


ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat
kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-
kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis
syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah.

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN


Kasus Kelompok

Seorang laki-laki berusia 55 tahun dibawa ke IGD karena mengalami


penurunan tingkat kesadaran. Hasil pengkajian didapatkan data terdengar suara
snoring dan nafas berbau aseton, RR 34 x/menit, dalam, irregular, retraksi dinding
dada. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 120 x/menit x/menit, lemah, irregular, CRT
<3 detik, SpO2 89%, urine output 500 cc / jam, keringat dingin, akral dingin, pucat,
letargi. Turgor kulit jelek, Sebelum datang ke rumah sakit pasien mengeluh sakit
kepala disertai mual dan muntah. Hasil pemeriksaan GDS 310 mg/dl, keton dalam
urin +, BGA pH 7.2 ,pCO2 50 mmHg, pO2 70 mmHg, HCO3 28 BB 80 kg, TB 150
cm, riwayat DM tipe I 10 tahun

I. Pengkajian
1.   Pengkajian Primer
a. Airways : - terdengar suara snoring RR 34 x/menit
- SpO2 89%
b. Breathing : irregular,
- retraksi dinding dada.
- Tekanan darah 90/60 mmHg
c. Circulation: - nadi 120 x/menit x/menit
- lemah, irregular
- CRT <3 detik

d. Disability pemeriksaan neurologi : (sakit kepala, kesadaran menurun).

2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas pasien : Seorang laki-laki berusia 55 tahun dibawa ke IGD karena
mengalami penurunan tingkat kesadaran
b. Keluhan utama
Klien dibawa ke IGD karena mengalami penurunan tingkat kesadaran
Riwayat Kesehatan Sekarang
KAD
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apa riwayat kesehatan klien terdahulu
- riwayat DM tipe I 10 tahun
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti klien
sebelumnya.
-
e. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit: Turgor kulit jelek , suhu teraba dingin
2) Tekanan darah: 90/60 mmHg
3) Status jantung : irregular, lemah, SpO2 89%, akral teraba dingin.
4) Status respirasi : suara snoring , RR 34 x/menit, dalam, irregular, retraksi
dinding dada
5) Status Mental: tidak ada respon
6) Fungsi Ginjal: -
7) Fungsi Metabolik: mual / muntah,
8) Sirkulasi: nadi 120 x/menit x/menit
- lemah, irregular
- CRT <3 detik
9) Keseimbangan Asam Basa : -

f. Pemeriksaan Penujang

GDS 310 mg/dl, keton dalam urin +, BGA pH 7.2 ,pCO2 50 mmHg, pO2 70
mmHg, HCO3 28 BB 80 kg, TB 150 cm, SpO2 89%, akral teraba dingin.

II.      Diagnosis

1.         Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat


hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake
akibat mual.

2.         Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan respirasi


ditandai dengan pernafasan kusmaul.

III. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA
HASIL
1 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
berhubungan dengan - Fluid balance   Fluid management
diuresis osmotik akibat Hydration ·  Pertahankan catatan intake
hiperglikemia,  Nutritional Status : dan output yang akurat
pengeluaran cairan Food and Fluid Intake ·  Monitor status hidrasi
berlebihan Kriteria Hasil : ( kelembaban membran
v  Mempertahankan mukosa, nadi adekuat,
urine output sesuai tekanan darah ortostatik ),
dengan usia dan BB, jika diperlukan
BJ urine normal, HT ·    Monitor vital sign
normal ·  Monitor masukan makanan /
v  Tekanan darah, nadi, cairan dan hitung intake
suhu tubuh dalam kalori harian
batas normal ·   Kolaborasikan pemberian
v  Tidak ada tanda cairan IV
tanda dehidrasi, ·  Monitor status nutrisi
Elastisitas turgor ·  Berikan cairan IV pada suhu
kulit baik, membran ruangan
mukosa lembab, ·  Dorong masukan oral
tidak ada rasa haus · Berikan penggantian
yang berlebihan nesogatrik sesuai output
· Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
· Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
· Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
meburuk
· Atur kemungkinan tranfusi
·  Persiapan untuk tranfusi

2 Pola Nafas tidak NOC : NIC :


efektif berhubungan -Respiratory status :
Airway Management
dengan peningkatan Ventilation
respirasi ditandai Respiratory status :
·Buka jalan nafas, guanakan
dengan pernafasan Airway patency  Vital
teknik chin lift atau jaw
kusmaul. sign Status
thrust bila perlu
Kriteria Hasil :
·Posisikan pasien untuk
v  Mendemonstrasikan
memaksimalkan ventilasi
batuk efektif dan
· Identifikasi pasien perlunya
suara nafas yang
pemasangan alat jalan nafas
bersih, tidak ada
buatan
sianosis dan
· Pasang mayo bila perlu
dyspneu (mampu
· Lakukan fisioterapi dada jika
mengeluarkan
perlu
sputum, mampu
·Keluarkan sekret dengan
bernafas dengan
batuk atau suction
mudah, tidak ada
·Auskultasi suara nafas, catat
pursed lips)
adanya suara tambahan
v  Menunjukkan jalan
· Lakukan suction pada mayo
nafas yang paten
·  Berikan bronkodilator bila
(klien tidak merasa
perlu
tercekik, irama
·  Berikan pelembab udara
nafas, frekuensi
Kassa basah NaCl Lembab
pernafasan dalam
·  Atur intake untuk cairan
rentang normal,
mengoptimalkan
tidak ada suara
keseimbangan.
nafas abnormal)
· Monitor respirasi dan status
v  Tanda Tanda vital
O2
dalam rentang
Terapi oksigen
normal (tekanan
- Bersihkan mulut, hidung dan
darah, nadi,
secret trakea
pernafasan)
-  Pertahankan jalan nafas
yang paten
-  Atur peralatan oksigenasi
-  Monitor aliran oksigen
-  Pertahankan posisi pasien
-  Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
-  Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi,


suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

IV. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan tujuan spesifik. Implementasi
dilakukan pada klien dengan KDA adalah dengan tindakan sesuai intervensi yang
telah dilakukan sebelumnya. Dalam tindakan ini diperlukan kerja sama antara perawat
sebagai pelaksana asuhan keperawatan, tim kesehatan, klien dan keluarga agar asuhan
keperawatan yang diberikan mampu berkesinambungan sehingga klien dan keluarga
dapat menjadi mandiri.

V. Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
HT normal, Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada
tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang berlebihan,
b. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips) , Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal),   Tanda Tanda vital dalam rentang
normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.

Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3.


Jakarta: EGC.

Ramainah, Savitri. 2003. Diabetes. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.

Smeltzer, Suszanne, C. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC.

Price Sylvia, A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jilid 2 Edisi 4. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai