Anda di halaman 1dari 11

Definisi

Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan yang disebabkan oleh


defisiensi relaif atau absolut. Ketoasidosis diabetik juga merupakan
komplikasi akut diabetes militus yang ditandai dengan dehidrasi,kehilangan

elektrolit, dan asidosis (Societies 2013).


Ketoasidosis diabetikum merupakan akibat dari defisiensi insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keaadaan ini
merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes

ketergantungan insulin.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi

insulin absolut ataurelatif.


KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD
biasanyamengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan
syok.

Etiologi

Infeksi tetap merupakan faktor pencetus paling sering untuk KAD dan
KHH.Infeksi yang paling sering diketemukan adalah pneumonia dan infeksi
saluran kemih yang mencakup antara 30% sampai 50% kasus. Penyakit
medis lainnya yang dapat mencetuskan KAD adalah penyalahgunaan alkohol,
trauma, emboli pulmonal dan infark miokard. Beberapa obat yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat juga dapat menyebabkan KAD atau
KHH, diantaranya adalah: kortikosteroid, pentamidine, zat simpatomimetik,
penyekat alpha dan beta serta penggunaan diuretik berlebihan pada pasien

lansia
Peningkatan penggunaan pompa insulin yang menggunakan injeksi insulin
kerja pendek dalam jumlah kecil dan sering telah dikaitkan dengan
peningkatan insidens KAD secara signifikan bila dibandingkan dengan
metode

suntikan

insulin

konvensional.

Studi

Diabetes

Control

and

Complications Trial menunjukkan insidens KAD meningkat kurang lebih dua


kali lipat bila dibandingkan dengan kelompok injeksi konvensional. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh penggunaan insulin kerja pendek yang bila


terganggu tidak meninggalkan cadangan untuk kontrol gula darah.
Manifesasi Klinis

Sebelum penggunaan protokol insulin dosis rendah, kedua komplikasi ini


dapat dijumpai pada kurang lebih 25% pasien yang diterapi dengan insulin
dosis tinggi. Kedua komplikasi ini diturunkan secara drastis dengan
digunakannya terapi insulin dosis rendah. Namun, hipoglikemia tetap
merupakan salah satu komplikasi potensial terapi yang insidensnya kurang
dilaporkan secara baik. Penggunaan cairan infus menggunakan dekstrosa
pada saat kadar glukosa mencapai 250 mg/dL pada KAD dengan diikuti
penurunan laju dosis insulin dapat menurunkan insidens hipoglikemia lebih
lanjut. Serupa dengan hipoglikemia, penambahan kalium pada cairan hidrasi
dan pemantauan kadar kalium serum ketat selama fase-fasePolidipsia,
poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering yang ditemukan, dimana
beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya hiperglikemia dan lamanya

penyakit.
Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-anak) dapat
dijumpai dan ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan
sebagai penyebab dari sebagian besar gejala ini. Beberapa penderita
diabetes bahkan sangat peka dengan adanya keton dan menyebabkan mual

dan muntah yang berlangsung dalam beberapa jam sampai terjadi KAD.
Ileus (sekunder akibat hilangnya kalium karena diuresis osmotik) dan dilatasi

lambung dapat terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi.


Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai kompensasi

terhadap asidosis metabolik dan terjadi bila pH < 7,2.


Pemeriksaan fisis dapat menunjukkan temuan-temuan lain seperti bau napas
seperti buah atau pembersih kuteks (aseton) sebagai akibat dari ekskresi
aseton melalui sistem respirasi dan tanda-tanda dehidrasi seperti kehilangan
turgor kulit, mukosa membran yang kering, takikardia dan hipotensi. Status
mental dapat bervariasi mulai dari kesadaran penuh sampai letargi yang
berat; meskipun demikian kurang dari 20% pasien KAD yang diperawatan
dengan penurunan kesadaran

Secara neurologis, 20% penderita tanpa perubahan sensoris, sebagian


penderita lain dengan penurunan kesadaran dan 10% penderita bahkan
sampai koma.

Faktor Resiko
Faktor resiko dari keoasidosis diabetikum antara lain :

Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus


Penyakit jantung
Obesitas
Gaya hidup yang tidak baik(merokok)
Hipertensi ( TD > 140/90 mmHg)
Penggunaan obat kortikosteroid, pentamidine, zat simpatomimetik pada
pasien lansia

Pemeriksaan Diagnostik

Glukosa
Glukosa serum biasanya > 250 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan
derajat kehilangan cairan ekstraseluler. Kehilangan cairan yang berat
menyebabkan aliran darah ginjal berkurang dan menurunnya ekskresi
glukosa. Diuresis osmotik akibat hiperglikemia menyebabkan hilangnya
cairan dan elektrolit, dehidrasi, dan hiperosmolaritas (umumnya sampai

340 mOsm/kg).
Keton
Glukosa serum biasanya > 250 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan
derajat kehilangan cairan ekstraseluler. Kehilangan cairan yang berat
menyebabkan aliran darah ginjal berkurang dan menurunnya ekskresi
glukosa. Diuresis osmotik akibat hiperglikemia menyebabkan hilangnya
cairan dan elektrolit, dehidrasi, dan hiperosmoTiga benda keton utama
adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton. Kadar keton total
umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L (nilai
normal adalah sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 3-4
kali dari kadar asetoasetat, namun berbeda dengan keton lainnya aseton
tidak berperan dalam terjadinya asidosis. Betahidroksibutirat dan
asetoasetat menumpuk dalam serum dengan perbandingan 3:1 (KAD

ringan) sampai 15:1 (KAD berat).


Asidosis

Asidosis metabolik ditandai dengan kadar bikarbonat serum di bawah 15


mEq/l dan pH arteri di bawah 7,3. Keadaan ini terutama disebabkan oleh

penumpukan betahidroksibutirat dan asetoasetat di dalam serum.


Elektrolit
Kadar natrium serum dapat rendah, normal, atau tinggi. Hiperglikemia
menyebabkan masuknya cairan intraseluler ke ruang ekstraseluler. Hal ini
menyebabkan
hiperosmolaritas.

hiponatremia

walaupun

Hipertrigliseridemia

terjadi

dapat

juga

dehidrasi

dan

menyebabkan

menurunnya kadar natrium serum.Kadar kalium serum juga dapat rendah,


normal, dan tinggi. Kadar kalium mencerminkan perpindahan kalium dari
sel akibat asidosis dan derajat kontraksi intravaskuler. Karena hal di atas
dan hal lain, kadar kalium yang normal atau tinggi tidak mencerminkan
defisit kalium tubuh total sesungguhnya yang terjadi sekunder akibat
diuresis osmotik yang terus menerus. Kadar kalium yang rendah pada
awal pemeriksaan harus dikelola dengan cepat. Kadar fosfat serum dapat
normal pada saat masuk rumah sakit. Seperti halnya kadar kalium kadar
fosfat tidak mencerminkan defisit tubuh yang sesungguhnya, walaupun
terjadi perpindahan fosfat intraseluler ke ruang ekstraseluler, sebagai
bagian dari keadaan katabolik. Fosfat kemudian hilang melalui urin akibat

diuresis osmotik
Pemeriksaan penunjang lain
Kadar nitrogen ureum darah (BUN) biasanya sekitar 20-30 mg/dl. Lekosit
sering meningkat setinggi 15.000-20.000/ml pada KAD, maka dari itu
tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya bukti adanya infeksi.

Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pada pasien dengan KAD meliputi pengkajian menyeluruh, monitor TTV
dan kesadaran pasien secara teratur menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Hal yang
penting dalam manajemen KAD meliputi:
1. Mengembalikan volume peredaran darah
Penggantian cairan adalah salah satu hal yang paling penting dalam penatalaksanaan
pasien KAD. Pasien KAD biasanya mengalami dehidrasi dan mengoreksi deficit cairan
yang terjadi dapat meningkatkan perbaikan metabolic. Tujuan dari resusitasi cairan
adalah:

mengembalikan

volume

darah,

membersihkan

keton

dan

mengoreksi

ketidakseimbangan cairan. Terapi Normal saline (NaCl 0.9%) sangat direkomendasikan


untuk resusitasi cairan.
Nadi dan tekanan darah pasien digunakan untuk menilai keparahan dehidrasi yang
terjadi, hipotensi (TD sistolik<90mmHg) terjadi karena volume darah yang rendah.
Penyebab yang lainnya seperti gagal jantung, sepsis dan faktor usia, jenis kelamin serta
pengobatan juga harus diperhatikan.
2. Terapi insulin
Tujuan dari terapi insulin pada pasien KAD adalah untuk menekan ketogenesis,
menurunkan gula darah dan mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit. Terapi insulin
dapat meningkatkan penggunaan glukosa perifer dan menurunkan produksi glukosa
hepra, yang akhirnya dapat menurukan konsentasi gula darah. Hal tersebut dapat
menghambat pelepasan asam lemak bebas dari jaringan adipose dan menurukan
ketogenesis.
Terapi insulin melalui intravena secara terus menerus dan teratur yaitu 0,1 unit/kg/jam
sangat direkomendasikan. Rekomendasi untuk pengenceran insulin adalah dengan
mencampurkan 50 unit insulin dengan 50ml NaCL 0.9%. Terapi insulin harus dilakukan
terus menerus sampai KAD teratasi. Saat keton dalam darah <0,6mmol/L, pH >7,3 dan
pasien dapat makan dan minum, makan dilanjutkan dengan pemberian insulin melalui
subkutan.
3. Memantau adanya asidosis metabolic dan ketidakseimbangan elektrolit
JDBS (2010) merekomendasikan target dari manajemen metabolic sebagai berikut:
- Menurunkan jumlah keton dalam darah minimal 0.5mmol/L/jam
- Meningkatkan vena bikarbonat sebanyak 3mmol/L/jam
- Menurunkan gula darah kapiler sebanyak 3mmol/L/jam
- Mempertahan serum kalium dalam 4,5-5mmol/L
Gula darah, keton, elektrolit termasuk bikarbonat, serta pH vena harus dimonitor
disamping atau dekat dengan tempat tidur pasien. Jika target keton dan atau bikarbonat
tidak dapat dicapai maka dosis insulin harus dinaikkan sebanyak 1 unit setiap jam
sampai target metabolic dapat tercapai.
Kalium
Mempertahankan kadar serum kalium dalam batas normal dan mencegah terjadinya
hipoglikemia adalah hal yang penting dalam manajemen pasien KAD karena

hipokalemia dan hiperkalemia adalah kondisi yang dapat mengancam nyawa dan
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien KAD. Serum kalium sering tinggi
saat pasien masuk RS tetapi akan cepat menurun saat diberikan terapi insulin, sehingga
pemantauan secara teratur sangat penting dan harus diberikan serum kalium pada infus
IV jika serum kalium <5,5mmol/L.
Gula Darah Kapiler
Pencegahan terjadimya hipoglikemia sangatlah penting, pemantauan gula darah harus
dilakukan setiap 1-2jam sekali. Biasanya diperlukan terapi dextrose melalui selang
infuse untuk menstabilkan gula darah. Untuk mencegah terjadinya komplikasi yang
berhubungan dengan kecepatan infuse harus dilakukan pemantauan keseimbangan
cairan dan elektrolit terus-menerus. Pengkajian secara berkala pada edema serebral
dan kelebihan cairan adalah hal yang sangat penting dilakukan.
4. Mengidentifikasi dan mengobati faktor presipitasi
5. Melibatkan tim spesialis diabetes
Tim spesialis diabetes harus selalu dilibatkan pada pasien dengan KAD dan rujukan
harus dibuat sesegera mungkin selama fase akut.

Komplikasi

Hipoglikemia dan Hipokalemia


Sebelum penggunaan protokol insulin dosis rendah, kedua komplikasi ini
dapat dijumpai pada kurang lebih 25% pasien yang diterapi dengan
insulin dosis tinggi. Kedua komplikasi ini diturunkan secara drastis
dengan digunakannya terapi insulin dosis rendah. Namun, hipoglikemia
tetap merupakan salah satu komplikasi potensial terapi yang insidensnya
kurang dilaporkan secara baik. Penggunaan cairan infus menggunakan
dekstrosa pada saat kadar glukosa mencapai 250 mg/dL pada KAD
dengan diikuti penurunan laju dosis insulin dapat menurunkan insidens
hipoglikemia lebih lanjut. Serupa dengan hipoglikemia, penambahan
kalium pada cairan hidrasi dan pemantauan kadar kalium serum ketat
selama fase-fase awal KAD dan KHH dapat menurunkan insidens
hipokalemia. (Stevent, 2009)

Edema Serebral
Peningkatan tekanan intrakranial asimtomatik selama terapi KAD telah
dikenal lebih dari 25 tahun. Penurunan ukurnan ventrikel lateral secara
signifikan, melalu pemeriksaan eko-ensefalogram, dapat ditemukan pada

9 dari 11 pasien KAD selama terapi. Meskipun demikian, pada penelitian


lainnya, sembilan anak dengan KAD diperbandingkan sebelum dan
sesudah terapi, dan disimpulkan bahwa pembengkakan otak biasanya
dapat ditemukan pada KAD bahkan sebelum terapi dimulai. Edema
serebral simtomatik, yang jarang ditemukan pada pasien KAD dan KHH
dewasa, terutama ditemukan pada pasien anak dan lebih sering lagi pada
diabetes awitan pertama.
Tidak ada faktor tunggal yang diidentifikasikan dapat memprediksi
kejadian edema serebral pada pasien dewasa. Namun, suatu studi pada
61 anak dengan KAD dan serebral edema yang dibandingkan dengan
355 kasus matching KAD tanpa edema serebral, menemukan bahwa
penurunan kadar CO2 arterial dan peningkatan kadar urea nitrogen darah
merupakan salah satu faktor risiko untuk edema serebral. Untuk kadar
CO2 arterial ditemukan setiap penurunan 7,8 mmHg PCO2 meningkatkan
risiko edema serebral sebesar 3,4 kali (OR 3,4; 95% CI 1,9 6,3,
p<0,001). Sedangkan untuk kadar urea nitrogen darah setiap penurunan
kadar sebesar 9 mg/dL meningkatkan risiko sebesar 1,7 kali (OR 1,7;
95% CI 1,2 2,5, p=0,003).
Suatu pengalaman lebih dari 20 tahun penanganan pasien KAD dengan
edema serebral pada sebuah rumah sakit Australia menyimpulkan
langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah KAD. Disarankan protokol
yang

menggunakan

hidrasi

lambat

dengan

cairan

isotonik

direkomendasikan untuk menangani pasien dengan KAD. Beberapa studi


lain juga menemukan hubungan antara edema serebral dengan laju
pemberian cairan yang tinggi, terutama pada jam-jam pertama resusitasi
cairan. Rekomendasi terkini adalah membatasi pemberian cairan pada 4
jam pertama terapi dengan <50 ml/kgBB cairan isotonik. (Glaser, 2001)

Sindrom distres napas akut dewasa (adult respiratory distress syndrome)


Suatu komplikasi yang jarang ditemukan namun fatal adalah sindrom
distres napas akut dewasa (ARDS). Selama rehidrasi dengan cairan dan
elektrolit, peningkatan tekanan koloid osmotik awal dapat diturunkan
sampai kadar subnormal. Perubahan ini disertai dengan penurunan
progresif tekanan oksigen parsial dan peningkatan gradien oksigen

arterial alveolar yang biasanya normal pada pasien dengan KAD saat
presentasi. Pada beberapa subset pasien keadaan ini dapat
28 berkembang menjadi ARDS. Dengan meningkatkan tekanan atrium kiri
dan menurunkan tekanan koloid osmotik, infus kristaloid yang berlebihan
dapat menyebabkan pembentukan edema paru (bahkan dengan fungsi
jantung yang normal). Pasien dengan peningkatan gradien AaO2 atau
yang mempunyai rales paru pada pemeriksaan fisis dapat merupakan
risiko untuk sindrom ini. Pemantauan PaO2 dengan oksimetri nadi dan
pemantauan gradien AaO2 dapat membantu pada penanganan pasien
ini. Oleh karena infus kristaloid dapat merupakan faktor utama,
disarankan pada pasien-pasien ini diberikan infus cairan lebih rendah
dengan penambahan koloid untuk terapi hipotensi yang tidak responsif

dengan penggantian kristaloid. (Glaser, 2001)


Trombosis vaskular
Banyak karakter pasien dengan KAD dan KHH mempredisposisi pasien
terhadap trombosis, seperti: dehidrasi dan kontraksi volume vaskular,
keluaran jantung rendah, peningkatan viskositas darah dan seringnya
frekuensi aterosklerosis. Sebagai tambahan, beberapa perubahan
hemostatik dapat mengarahkan kepada trombosis. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada saat osmolalitas sangat tinggi. Heparin dosis rendah
dapat dipertimbangkan untuk profilaksis pada pasien dengan risiko tinggi
trombosis, meskipun demikian belum ada data yang mendukung
keamanan dan efektivitasnya. (Glaser, 2001)

Daftar Pustaka
Joint

British Diabetes Societies (2013) TheManagement of Diabetic

Ketoacidosis in Adults.Malmesbury: JBDS. tinyurl.com/JBDS-2013-adults


Joint British Diabetes Societies (2010) TheManagement of Diabetic
Ketoacidosis in Adults.Malmesbury: JBDS. tinyurl.com/JBDS-2010-adults
Management of hyperglycemic crises in patients with diabetes. Kitabchi, AE, 2001,
Vol. 24
PERKENI. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta. 2002
Risk factors for cerebral edema in children with diabetic ketoacidosis. Glaser, N, et al.
4, 2001, New England Journal of Medicine, Vol. 344

Sjaifoellah, Noer., Waspadji S, Rahman AM. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,
edisi III, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2006
Stevent, Soementri MD,Pendekatan diagnostik dan tatalaksana ketoasidosis
diabetikum, 2009

Anda mungkin juga menyukai