Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan


ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi) (Black, 2014).
Penyakit diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe,
tergantung dari penyebab dan perjalanan penyakitnya, Diabetes melitus tipe 1
(Insulin Dependent Diabetes Melitus) yaitu terjadi penurunan sekresi insulin
yang disebabkan oleh karena kerusakan sel beta pankreas akibat reaksi autoimun
atau dipicu oleh infeksi virus (Soegondo, 2009). Diabetes melitus tipe 2 (Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus) adalah penyakit gangguan metabolik yang
di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Fatimah, 2015).
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme
menahun/kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemi) yang disebabkan karena jumlah insulin yang kurang atau jumlah
insulin cukup bahkan kadang-kadang lebih akan tetapi kurang efektif, kondisi ini
disebut dengan resistensi insulin (Waspadji, 2012 dalam Muflihatin, 2015).

1
B. Etiologi
Pada umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau
sebagian besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau Langerhans pada pankreas
yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin.
Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap
fungsi insulin dalam memasukkan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat
terjadi karena kegemukan atau penyebab lain yang belum diketahui (Hasdianah,
2012 dalam Maine, 2014).
Ada beberapa faktor pemicu penyakit Diabetes Melitus tersebut, antara lain:
1. Pola Makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan
oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Komsumsi makanan
yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah
yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan
pastinya akan menyebabkan diabetes melitus (Sutiawati, 2013).
2. Obesitas (Kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan yang lebih dari 90 kg cenderung
memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes melitus.
Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes
melitus. Status nutrisinya adalah melebihi kebutuhan metabolisme karena
kelebihan asupan kalori dan penurunan dalam penggunaan kalori (Hidayat,
2012).
3. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial.
Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai
enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami penyakit ini
(Fatimah, 2015).

2
4. Bahan-bahan Kimia dan Obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pada pankreas. Radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas
menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses
metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang
terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas (Hidayat,
2012).
5. Penyakit dan Infeksi pada Pankreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan
radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun
sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh
termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol dengan nilai yang tinggi dan
dislipedemia dapat meningkatkan resiko terkena diabetes melitus (Hidayat,
2012).
6. Pola Hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes melitus.
jika orang malas untuk berolahraga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena
penyakit diabetes melitus karena olahraga berfungsi untuk membakar kalori
yang berlebihan di dalam tubuh. kalori yang tertimbun di dalam tubuh
merupakan faktor utama penyebab diabetes melitus selain disfungsi pankreas
(Hidayat, 2012).
a. Kadar Kortikosteroid yang tinggi.
b. Kehamilan gestasional, akan hilang setelah melahirkan.
c. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
d. Racun yang memepengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

3
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada penyakit diabetes melitus yaitu yang ditandai dengan
hiperglikemia kronis. Pada penderita diabetes melitus akan ditemukan dengan
berbagai tanda dan gejala seperti : Poliuria (banyak berkemih), Polidipsia
(banyak minum), dan polifagia (banyak makan) dengan penurunan berat badan.
Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena penyakit diabetes melitus tidak
menimbulkan gejala (asimptomatik) dan sering disebut sebagai pembunuh
manusia secara diam-diam “silent killer” dan menyebabkan kerusakan vaskular
sebelum penyakit ini terdeteksi. diabetes melitus dalam jangka panjang dapat
menimbulkan gangguan metabolik yang menyebabkan kelainan patologis
makrovaskular dan mikrovaskular (Gibney, dkk, 2008 dalam Putri, 2013).
Gejala klasik diabetes melitus adalah poliuria, polidipsia, dan penurunan berat
badan meskipun terdapat polifagia. Manifestasi sebagian besar kasus diabetes
melitus tipe 1 bersifat akut dan terdiagnosis segera setelah onset penyakit. Pasien
sering tidak stabil secara metabolis dan berkembang menjadi ketoasidosis
diabetik jika dibiarkan tidak diobati. Manifestasi diabetes melitus tipe 2 jauh
lebih tersembunyi dan berbahaya. penting untuk diingat bahwa gejala pertama
untuk diabetes melitus dapat berupa ketoasidosis (Greenberg, dkk, 2012).
Adapun gejala lain yang dapat muncul pada pasien diabetes melitus seperti
kesemutan, gatal-gatal, mata kabur, dan gatal pada daerah kemaluan (Nuraini,
2016).
D. Patofisiologi
Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 berbeda signifikan dari diabetes mellitus tipe
Respons terbatas sel beta terhadap hiperglikemia tampak menyaji faktor mayor
dalam perkembangannya. Sel beta terpapar secara kronis terhadap kadar gula
darah tinggi menjadi secara progresif kurang efisien ketika merespons
peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai desensitisasi, dapat
kembali dengan menormalkan kadar glukosa. Rasio proinsulin (prekursor
insulin) terhadap insulin tersekresi.

4
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik DM Tipe II antara lain:
1. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa dapat diukur dari sample berupa darah biasa atau plasma.
Pemeriksaan kadar glukosa darah lebih akurat karena bersifat langsung dan
dapat mendeteksi kondisi hiperglikemia dan hipoglikemia. Pemeriksaan kadar
glukosa darah menggunakan glukometer lebih baik daripada kasat mata
karena informasi yang diberikan lebih objektif kuantitatif. (FKUI,2011)
2. Pemeriksaan Kadar Glukosa Urine
Pemeriksaan kadar glukosa urin menggambarkan kadar glukosa darah
secara tidak langsung dan tergantung pada ambang batas rangsang ginjal yang
bagi kebanyakan orang sekitar 180 mg/dl. Pemeriksaan ini tidak memberikan
informasi tentang kadar glukosa darah tersebut, sehingga tak dapat
membedakan normoglikemia atau hipoglikemia. (FKUI, 2011)
3. Kadar Glukosa Serum Puasa dan Pemeriksaan Toleransi Glukosa
Memberikan diagnosis definitif diabetes. Akan tetapi, pada lansia,
pemeriksaan glukosa serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan toleransi
glukosa oral lebih membantu menegakan diagnosis karena lansia mungkin
memiliki kadar glukosa puasa hampir normal tetapi mengalami hiperglikemia
berkepanjangan setelah makan. Diagnosis biasanya dibuat setelah satu dari
tiga kriteria berikut ini terpenuhi:
a. Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi.
b. Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi.
b. Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 200 mg/dl atau
lebih. (Jaime Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2008)
4. Pemeriksaan Hemoglobin Terglikosilasi (hemoglobin A atau HbA1c)
Menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum dalam 3 bulan sebelumnya,
biasanya dilakukan untuk memantau keefektifan terapi antidiabetik.
Pemeriksaan ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil telah ditemukan

5
pada lansia dengan toleransi glukosa normal. (Jaime Stockslager L dan Liz
Schaeffer, 2008)
5. Fruktosamina serum
Menggambarkan kadar glukosa serum rata-rata selama 2 sampai 3 minggu
sebelumnya, merupakan indicator yang lebih baik pada lansia karena kurang
menimbulkan kesalahan. Sayangnya pemeriksaan ini tidak stabil sehingga
jarang dilakukan. Namun pemeriksaan ini dapat bermanfaat pada keadaan
dimana pengukuran AIC tidak dapat dipercaya, misalnya pada keadaan
anemia hemolitik. (Jaime Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2008)
6. Pemeriksaan keton urine
Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dan kurang hormone insulin
menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energy. Keton urin
dapat diperiksa dengan menggunkan reaksi kolorimetrik antara benda keton
dan nitroprusid yang menghasilkan warna ungu. (FKUI,2011)
7. Pemeriksaan Hiperglikemia Kronik (Test AIC)
Pada penyandang DM, glikosilasi hemoglobin meningkat secara
proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 8-10 minggu
terakhir. Bila kadar glukosa darah dalam keadaan normal antara 70-140 mg/dl
selama 8-10 minggu terakhir, maka test AIC akan menunjukkan nilai normal.
Pemeriksaan AIC dipengaruhi oleh anemia berat, kehamilan, gagal ginjal dan
hemoglobinnopati. Pengukuran AIC dilakukan minimal 4 bulan sekali dalam
setahun. (FKUI, 2011)
8. Pemantauan Kadar Glukosa Sendiri (PKGS)
PKGS memberikan informasi kepada penyandang DM mengenai kendali
glikemik dari hai kehari sehingga memungkinkan klien melakukan
penyesuaian diet dan pengobatan terutama saat sakit, latihan jasmani dan
aktivitas lain. PKGS memberikan feedback cepat kepada pasien terhadap
kadar glukosa setiap hari. (FKUI,2011).

6
9. Pemantauan Glukosa Berkesinambungan (PGB)
Merupakan metode sample glukosa cairan intestinal ( yang berhubungan
dengan glukosa darah) telah banyak digunakan untuk mengetahui kendali
glikemik. Caranya adalah menggunakan sistem mikrodialisis yang dinsersi
secara subkutan, konsentrasi glukosa kemudian diukur dengan detector
elektroda oksidasi glukosa. Sensor glukosa pada PGB memiliki alaram untuk
mendeteksi kondisi hipoglikemi dan hiperglikemi. (FKUI)
10. Pemeriksaan DM
a. Glukosa darah: meningkat 100-200 mg/dL, atau lebih.
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330mOsm/l.
c. Elektrolit:
-Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
-Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
-Fosfor : lebih sering menurun.
-Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
(lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan
DKA dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan
dengan insiden.
-Pemeriksaan mikroalbumin : Mendeteksi komplikasi pada ginjal dan
kardiovaskular
-Nefropati Diabetik. Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit
diabetes adalah terjadinya nefropati diabetic, yang dapat menyebabkan
gagal ginjal terminal sehingga penderita perlu menjalani cuci darah atau
hemodialisis.

7
-Nefropati diabetic ditandai dengan kerusakan glomerolus ginjal yang
berfungsi sebagai alat penyaring.Gangguan pada glomerulus ginjal dapat
menyebabkan lolosnya protein albumin ke dalam urine
-Adanya albumin dalam urin (=albuminoria) merupakan indikasi terjadinya
nefropati diabetic.
Manfaat pemeriksaan Mikroalbumin (MAU)
-Diagnosis dini nefropati diabetic
-Memperkirakan morbiditas penyakit kardiovaskular dan mortalitas pada
pasien DM
Jadwal pemeriksaan Mikroalbumin
-Untuk DM Tipe 1, diperiksa pada masa pubertas atau setelah 5 tahun
didiagnosis DM
-Untuk DM tipe 2
Untuk pemeriksaan awal setelah diagnosis ditegakkan
Secara periodic setahun sekali atau sesuai petunjuk dokter
Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C
Dapat Memperkirakan Risiko Komplikasi Akibat DM
HbA1c atau A1C
-Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara glukosa dengan
hemoglobin (glycohemoglobin)
-Jumlah A1C yang terbentuk, tergantung pada kadar glukosa darah-Ikatan
A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan sel darah
merah)
-Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-rata dalam jangka
waktu 2-3 bulan sebelum pemriksaan
Manfaat pemeriksaan A1C
-Menilai kualitas pengendalian DM
-Menilai efek terapi atau perubahan terapi setelah 8-12 minggu dijalankan

8
Tujuan Pemeriksaan A1C
Mencegah terjadinya komplikasi (kronik) diabetes karena :
-A1C dapat memperkirakan risiko berkembangnya komplikasi Diabetes
-Komplikasi diabetes dapat muncul jika kadar glukosa darah terus menerus
tinggi dalam jangka panjang
-Kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka panjang (2-3 bulan) dapat
diperkirakan dengan pemeriksaan A1C
Jadwal pemeriksaan A1C
-Untuk evaluasi awal setelah diagnosis DM dipastikan
-Secara periodic (sebagai bagian dari pengelolaan DM) yaitu :
-Setiap 3 bulan (terutama bila sasaran pengobatan belum tercapai)
-Minimal 2 kali dalam setahun.
Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa Buka Belum DM
dengan metode enzimatik sebagai patokan n DM Pasti DM
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu:
Plasma vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 – 199 >200
Kadar glukosa darah puasa:
Plasma vena <110 110 - 125 >126
Darah kapiler <90 90 – 109 >110

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Primer
1. Airway

9
Adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan refleks batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
a. Chin lift atau jaw trust
b. Suction atau hisap
c. Guedel airway
d. Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral
2. Breathing
Breathing: hiperventilasi, napas bau aseton
3. Circulation lemah, tampak pucat ( disebabkan karena glukosa Intra Sel
menurun sehingga Proses Pembentukan ATP/Energi Terganggu)
4. Dissability perubahan kesadaran (jika sudah terjadi ketoasidosis metabolik)
5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan (Muttaqin, 2010).
B. Pengkajian Skunder
1. Anamnesa
Identitas pasien, keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang
tua membawa, anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas
badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
2. Riwayat penyakit saat ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui jenis kuman penyebab
Pada pengkajian klien dengan meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan gejala
awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit kepala dihubungkan
dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan
dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya
merupakan awal adanya penyakit.
3. Riwayat penyakit dahulu

10
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkingkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernahkah klien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf,
riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada masa
sebelumnya.
C. Pemiksaan Fisik
Head to toe
1. Kepala : Bentuk simetris, warna rambut hitam, persebaran rambut merata,
kebersihan cukup, benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak ada.
2. Muka : Bentuk simetris, agak pucat, edema tidak ada, nyeri tidak ada.
3. Mata : Konjungtiva anemis, reflek pupil ishokor, benjolan tidak ada, nyeri
tekan tidak ada.
4. Hidung : Bentuk simetris, secret tidak ada
5. Telinga : Serumen tidak ada, bentuk simetris, nyeri tekan tidak ada.
6. Mulut dan Gigi
Bentuk simetris, mukosa mulut kering, kebersihan cukup, lidah bersih,
pembesaran tonsil tidak ada.
7. Leher : Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, distensi vena jugularis tidak ada.
8. Thorak : Bentuk dada simetris, suara nafas wheezing dan krekel tidak ada,
retraksi otot dada tidak ada
9. Abdomen
Bentuk simetris, lesi tidak ada, peristaltic usus 8 x/menit, pembesaran hati
tidak ada, nyeri lepas dan nyeri tekan tidak ada, asites tidak ada.
10. Ekstermitas Edema tidak ada, sianosis tidak ada, pergerakan terkoordinir
tetapi lemah.

D. Pemeriksaan Penunjang Dan Laboraterium


1. Glukosa darah: meningkat 100-200 mg/dL, atau lebih.

11
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330mOsm/l.
5. Elektrolit:
a. Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
b. Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
c. Fosfor : lebih sering menurun.
d. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali
lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4
bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam
membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden.
6. Pemeriksaan mikroalbumin
7. Mendeteksi komplikasi pada ginjal dan kardiovaskular
Nefropati Diabetik
Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes adalah
terjadinya nefropati diabetic, yang dapat menyebabkan gagal ginjal terminal
sehingga penderita, perlu menjalani cuci darah atau hemodialisis. Nefropati
diabetic ditandai dengan kerusakan glomerolus ginjal yang berfungsi sebagai
alat penyaring. Gangguan pada glomerulus ginjal dapat menyebabkan
lolosnya protein albumin ke dalam urine.
8. Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C
Dapat Memperkirakan Risiko Komplikasi Akibat DM HbA1c atau A1C
Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara glukosa dengan
hemoglobin (glycohemoglobin) Jumlah A1C yang terbentuk, tergantung pada
kadar glukosa darah Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan
(sesuai dengan sel darah merah) Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa
darah rata-rata dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemriksaan.
E. Masalah Keperawatan Yang Muncul

12
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Nyeri akut berhubungan dengan angen injury biology
3. Intoleransi ativitas berhubungan dengan imobilitas

No Tujuan Intervensi
1 Kekurangan volume Noc: Nic: Manajemen cairan
cairan berhubungan Tujuan:Keseimbangan
1) Kaji tanda-tanda vital
dengan kehilangan cairan
2) Observasi intake/asupan yang
cairan aktif ditandai Kriteria hasil:
adekuat
DO/DS : 1. Turgor kulit dengan
3) Berikan cairan iv sesuai kebutuhan
-Berat badan meningkat indikator 2
4) Arahkan pasien sesuai status npo
pada waktu yang singkat 2. kelembapan merman
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan
-Asupan berlebihan mukosa dengan indikator 3
lain mengenai asupan cairan
dibanding output 3. Berat badan stabil
-Distensi vena jugularis dengan indikator 3
-Perubahan pada pola
nafas, dyspnoe/sesak
nafas, orthopnoe, suara
nafas

Nic: Manajemen nyeri


2 Nyeri akut berhubungan Noc:
dengan angen injury Tujuan : pain level,  1) Kaji tingkat nyeri
biology Pain control 2) Observasi reaksi nonverbal dari
DS: comfort level ketidaknyamanan
-Laporan secara verbal Kriteria hasil: 3) Ajarkan tentang teknik non
DO: Mampu mengontrol nyeri farmakologi
-Posisi untuk menahan (tahu penyebab nyeri, 4) Berikan informasi tentang nyeri
nyeri mampu menggunakan seperti penyebab nyeri, berapa
-Tingkah laku berhati- tehnik nonfarmakologi lama nyeri akan berkurang dan

13
hati untuk mengurangi nyeri, antisipasi ketidaknyamanan dari
-Gangguan tidur (mata mencari bantuan), prosedur
sayu, tampak capek, melaporkan bahwa nyeri 5) Kolaborasi pemberian analgetik
sulit atau gerakan kacau, berkurang dengan
menyeringai) menggunakan manajemen
-Terfokus pada diri nyeri, mampu mengenali
sendiri nyeri (skala, intensitas,
-Fokus menyempit frekuensi dan tanda nyeri),
(penurunan persepsi menyatakan rasa nyaman
waktu, setelah nyeri berkurang.

3 Noc: Nic:
Intoleransi ativitas
Tujuan : Manajemen energi
berhubungan dengan
Toleransi aktivitas
imobilitas ditandai 1) Kaji adanya penyebab terjadinya
Criteria hasil:
DS: aktivitas
Klien akan menunjukkan
-Melaporkan secara 2) Observasi asupan nutrisi/gizi yang
toleransi aktivitas yang
verbal [[ adanya masuk untuk mendapatkan /
ditandai dengan daya tahan
kelelahan atau memastikan keadekuatan sumber –
tubuh meningkat
kelemahan. sumber energi.
tidak tampak lemah dan
-Adanya dyspneu atau 3) Bantu dengan aktivitas fisik teratur
adl tidak dibantu lagi.
keti daknyamanan saat (misal : ambulasi, transfer, berubah
beraktivitas. posisi dan perawatan personal )
DO : sesuai kebutuhan
-Respon abnormal dari 4) Ajar kepada pasien terhadap tanda
tekanan darah atau nadi & gejala yang penting dikenal dari
terhadap aktifitas kelelahan yang diperlukan dalam
-Perubahan ECG : aktivitas.
aritmia, iskemia 5) Kolaborasikan dengan ahli gizi

14
tentang cara untuk meningkatkan /
menambah intake yang tinggi
untuk kebutuhan energi.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). 2012. Medical advice for people with
diabetes in emergency situations. American Diabetes Association Journal

15
Arma, R.A. 2011. Diagnosis dan manajemen koma hipoglikemik pada pasien
dengan hipertensi dan anemia. Diakses pada tanggal 14 November 2012.

Baradero, M. 2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan endokrin.


Jakarta: EGC

Diskesjatengprov. 2011. Profil kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 2011.


Diakses pada tanggal 17 Oktober 2012.

Ernawati. 2012. Asuhan keperawatan Ny S dengan diabetes mellitus di Instalasi


gawat darurat Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta

16

Anda mungkin juga menyukai