Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS KETOASIDOSIS DIABETIKUM


433131490120024
A. Konsep Ketoasidosis Diabetikum
1. Definisi
Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah keadaan kegawatan atau akut dari diabetes
tipe I, dsebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat
kekurangan atau defisiensi insulin (Krisyanti, et all., 2016).

KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus tipe 1 yang ditandai oleh
hiperglikemia, lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak), ketogenesis
(produksi keton), keseimbangan nitrogen negatif, deplesi volume vaskuler,
hiperkalemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta asidosis metabolik.
Akibat defisiensi insulin absolut atau relatif, terjadi penurunan uptake glukosa oleh
sel otot, peningkatan produksi glukosa oleh hepar, dan terjadi peningkatan
metabolisme asam lemak bebas menjadi keton. Walaupun hiperglikemia, sel tidak
mampu menggunakan glukosa sebagai sumber energi sehingga memerlukan
konversi asam lemak dan protein menjadi badan keton untuk energi (Stillwell,
2012).

Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi akut yang di tandai dengan


perburukan semua gejala diabetes, ketoasidosis diabetikes merupakan keadaanyang
mengancam jiwa dan memerlukan perawatan di rumah sakit agar dapat dilakukan
koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolitnya (Corwin, 2012).

Ketoasidosis diabetikum adalah dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai


trias hiperglikemik, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi insulin
absolut atau relative. KAD dan hiperglikemia merupakan komplikasi akut diabetes
melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. akibat diuresis
osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan menyebabkan syok
(Jase, & Gregors, 2017).

Diuresis osmotik terjadi sehingga mengakibatkan dehidrasi sel, hipotensi,


kehilangan elektrolit, dan asidosis metabolik gap anion. Kalium intraselular
bertukar dengan ion hidrogen ekstraselular yang berlebihan sebagai usaha untuk
mengoreksi asidosis yang menyebabkan hiperglikemia (Corwin, 2012).

2. Etiologi
Dalam 50% efisode kasus KAD, kekurangan insulin, peningkatan konsumsi atau
produksi glukosa, atau infeksi adalah faktor pencetus. Faktor risiko lain termasuk
farmakoterapi dengan beberapa obat (misalnya steroid, phentytoin sodium atau
dilantin, thiazide diuretics) dan peristiwa yang membawa stress berat (misalnya
pembedahan, infark miokard) (Krisyanti, et all., 2016).

3. Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya
jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila
hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh
akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak
mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu
bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya
seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.

Faktor-faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis


diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan
insulin. Semua gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan
insulin.

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan


hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan
menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya
akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis
metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang
menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium,
magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi  bila terjadi secara hebat, akan
menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis
metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajad
ventilasi (peranfasan Kussmaul).

Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air
dan mempercepat kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD
adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus
diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik
yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq
natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi
badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang
berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan
mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila
bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolic.

Pada ketoasidosis diabetic, kadar glukosa darah meningkat dengan cepat akibat,
glukoneogenesis dan peningkatan penguraian lemak yang progresif. Terjadi
poliuria dan dehidrasi. Kadar keton juga meningkat (ketosis) akibat penggunaan
asam lemak yang hampir total untuk menghasilkan ATP. Keton keluar melalui
urine (ketonouria) dan menyebabkan bau napas seperti buah. Pada ketosis, pH turun
di bawah 7,3. pH yang rendah menyebabkan asidosis metabolic dan menstimulasi
hiperventilasi, yang disebut pernapasan kussmaul, karena individu berusaha untuk
mengurangi asidosis dengan mengeluarkan karbon dioksisa (asam volatile).

Individu dengan ketoasidosis diabetika sering mengalami mual dan nyeri abdomen.
Dapat terjadi muntah, yang memperparah dehidrasi ekstrasel dan intrasel. Kadar
kalium total tubuh turun akibat poliuria dan muntah berkepanjangan dan untah-
muntah.

4. Manifestasi Klinis
Respons neurologis dapat berkisar dari sadar sampai koma. Frekuensi pernapasan
mungkin cepat, atau pernapasan mungkin dalam dan cepat (kussmaul) dengan
disertai napas aseton berbau buah. Pasien akan mengalami dehidrasi dan dapat
mengeluh sangat haus, poliuria, dan kelemahan. Mual, muntah, nyeri hebat pada
abdomen, dan kembung sering kali terjadi dan dapat keliru dengan gambaran
kondisi akut abdomen. Sakit kepala, kedutan otot, atau tremor dapat juga terjadi.

Manifestasi klinis yang dapat timbul pada ketoasidosis diabetikum seperti:


a. Poliuri (sering buang air kecil)
b. Polidipsi (peningktan rasa haus)
c. Penglihatan yang kabur
d. Kelemahan
e. Sakit kepala
f. Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan
menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20
mmHg atau lebih pada saat berdiri).
g. Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut
nadi lemah dan cepat.
h. Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
i. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi
asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
j. Hiperventilasi.
k. Kadar glukosa darah tinggi (> 240 mg/dl).
l. Nafas bau aseton.
m. Perubahan status mental (sadar, latergik atau coma).
n. Terdapat keton di urin.
o. Asidosis metabolik.
p. Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit.
q. Hipotensi dan syok.
r. Koma atau penurunan kesadaran.
(Krisyanti, et all., 2016)

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kadar glukosa darah > 300 mg/dl tetrapi tidak > dari 800 mg/dl
b. Elektrolit darah (tentukan correctet Na) dan osmolalitas serum
c. Analisa gas darah, BUN dan kreatinin
d. Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis), HbA1c,
urinalisi (dan kultur urine bila ditemukan indikasi)
e. Ketosis (ketonemia dan ketonuria)
f. Aseton plasma (keton): positif secara mencolok
g. Osmolalitas serum meningkat terapi biasanya < 330 mOsm/L
h. Pemeriksaan osmolalitas = 2(Na+K)+(GDR/18)+(UREUM/6)
i. Hemoglobin glikosat: kadar meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan
j. Keton serum > 3 mOsm/L
k. PH darah < 7,30
l. Serum birkabonat < 15 mEq/L
(Krisyanti, et all., 2016)

6. Penatalaksanaan
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, setra mengatasi penyebab yang ada.
Fase I/Gawat:
a. Rehidrasi
1) Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam
pertama, lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6 L/24
jam)
2) Atasi stok (cairan 20 ml/kg BB/jam)
3) Bila stok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi
4) Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari hermiasi batang otak (24-
48 jam)
5) Bila gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%
6) Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5 mEq/kg BB/jam)
7) Monitor keseimbangan cairan
b. Insulin
1) Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kg BB (iv/im/sc)
2) Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1 /kb BB dalam cairan isotonic
3) Monitor gula darah tiap 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam sekali
4) Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila AGD < 15 mEq/L, 250 mg
%, perbaikan hidrasi, kadar HCO3.
5) Infus K (tidak boleh bolus)
a) Bila K+ < 3 mEq/L, beri 75 mEq/L
b) Bila K+ 3-3,5 mEq/L, beri 50 mEq/L
c) Bial K+ 3,5-4 mEq/L, beri 25 mEq/L

Masukan dalam Nacl 500 cc/24 jam

c. Infus bikarbonat
Bila PH 7,1 tidak diberikan
d. Antibiotik dosis tinggi

Batas fase I dan fase II sekitae GDR 250 mg/dl atau reduksi

Fase II/Maintenence:
a. Cairan maintenence
1) Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
2) Sebelum maltose berikan insulin reguler 4 iu
b. Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/dl atau badan terasa tidak enak
c. Saat sakit makan sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan
boleh makan bubur atau minuman berkalori lainnya
d. Minum yang cukup untuk mencegah dehidrasi
(Krisyanti, et all., 2016).

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat KAD, yaitu:
a. Edema paru
b. Hipertrigliserida
c. Infark miokard akut
d. Hipoglikemia
e. Hipokalsemia
f. Hiperkloremia
g. Edema otak
h. Hipokalemia
(Stillwell, 2012)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Primary Survey
a. Airways
Pengkajian mengenail kepatenan jalan nafas. Kajia adanya obstruksi pada jalan
nafas karena ada dahak, lendir pada hidung atau yang lainnya.
b. Breathing
Kaji adanya dispnea, kaji pola pernafasan yang tidak teratur, suaran nafas
kedalaman nafas, frekuensi nafas, ekspansi paru dan pengembangan dada, serta
ada nya krepitasi pada saat di palpasi.
c. Circulatin
Meliputi pengkajian nilai status mental, kualitas nadi, kecepatan nadi, dan
irama nadi, warna kulit, akral, tugor kulit, volume darah dan curah jantung
(cardiac output)
d. Disability
Meliputi penilaian kesadaran, Gaslow Coma Scale (GCS), ukuran serta reaksi
pupil
e. Exposure
Membuka semua pakaian pasien dan mencari jejas serta luka tersembunyi.
Selimuti korban untuk mencegah terjadinya hipotermi pada korban.

2. Secondary Survey
a. Anamnesis
1) Riwayat DM
2) Poli uria, polidipsi
3) Berhenti menyuntik insulin
4) Demam atau infeksi
5) Nyeri perut, mual dan muntah
6) Penglihatan kabur
7) Lemah dan sakit kepala

b. Pemeriksaan fisik
1) Ortostaltik hipotensi
2) Hipotensi, syok
3) Nafas bau aseton
4) Hiperventilasi: kusmaul
5) Kesadaran compos mentis, latergi atau koma
6) Dehidrasi

3. Diagnosa Keperawatan Dan Rencana Tindakan


Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Intervensi
Keperawatan Hasil
1 Pola nafas tidak Pola Nafas (L.01004) Manajemen Jalan Napas ( I. 01011 )
efektif 1. Dispnea Tindakan :
2. Penggunaan otot Observasi
bantu nafas a. Monitor pola napas ( frekuensi,
3. Pemanjangan fase kedalaman, usaha napas)
ekspirasi b. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
4. Ortopnea Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
5. Pernafasan pursed- c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
lip Terapeutik
6. Pernafasan cuping a. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
hidung head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika
7. Frekuensi nafas curiga trauma servikal)
8. Kedalaman nafas b. Posisikan semi-fowler atau fowler
9. Ekskursi dada c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
e. Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
g. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
h. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

Dukungan Ventilasi ( I.01002 )


Tindakan :
Observasi
a. Indentifikasi adanya kelelahan otot bantu
napas
b. Identifikasi efek perubahan posisi
terhadap status pernapasan
c. Monitor status respirasi dan oksigenasi
(mis. Frekuensi dan kedalaman nafas,
penggunaan otot bantu nafas, bunyi nafas
tambahan, syatus oksigen)
Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b. Berikan posisi semi fowler atau fowler
c. Vasilitasi mengubah posisi senyaman
mungkin
d. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
( mis. Nassal canul, masker wajah, masker
reabriting atau non reabriting )
e. Gunakan bag-valve mask, jika perlu
edukasi

Edukasi
a. Ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas
dalam
b. Ajarkan menggubah posisi secara mandiri
c. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
a. Pemberian bronkhodilator , jika perlu

2 Perfusi perifer Perfusi Perifer Perawatan Sirkulasi ( I.02079)


tidak efektif (L.02011) Tindakan
Observasi
1. Kekutan nadi perifer
a. Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer,
2. Sensasi
edema, pengisian kapiler, warna, suhu,
3. Warna kulit pucat
anklebrachial indeks)
4. Edema perifer
b. Identifikasi faktor resiko gangguan
5. Nyeri ekstremitas
sirkulasi (mis: diabetes, perokok, orang
6. Parastesia
tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
7. Nekrosis
c. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
8. Pengisian kapiler
bengkak pada ekstermitas
9. Akral
Terapeutik
10. Turgor kulit
a. Hindari pemasangan infus atau
11. Tekanan darah
pengambilan darah di area keterbatasan
sistolik
perfusi
12. Tekanan darah
b. Hindari pengukuran tekanan darah pada
diastolik
ekstermitas dengan keterbatasan perfusi
13. Tekanan arteri rata-
c. Hindari penekanan dan pemasangan
rata
tourniquet pada area yang cedera
14. Indeks ankle-
d. Lakukan pencegahan infeksi
brachial
e. Lakukan perawatan kaki dan kuku
f. Lakukan hidrasi
Edukasi
a. Anjurkan berhenti merokok
b. Anjurkan berolahraga rutin
c. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
d. Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
e. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
darah secara teratur
f. Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
g. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat (mis: melembabkan kulit kering pada
kaki)
h. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler

Manajemen Asam-Basa (I02036)


Tindakan:
Observasi
a. Identifikasi penyebab ketidakseimbangan
asam-basa
b. Monitor frekuensi dan kedalaman napas
c. Monitor status neurologis (mis. Tingkat
kesadaran, status mental)
d. Monitor irama dan frekunsi jantung
e. Monitor perubahan pH, PaCO2, dan
HCO3
Terapeutik
a. Ambil specimen darah arteri untuk
pemeriksaan AGD
b. Berikan oksigen, sesuai indikasi
Edukasi
a. Jelaskan penyebab dan mekanisme
terjadinya gangguan asam-basa
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian ventilasi mekanik

3 Resiko Sirkulasi Spontan Manajemen Asam Basa : Asidosis Metabolik


gangguan (L.02015) (I.03096)
sirkulasi spontan 1. Tingkat kesadaran Tindakan :
2. Frekuensi nadi Observasi
3. Tekanan darah a. Identifikasi penyebab terjadinya asidosis
4. Frekuensi nafas metabolic (mis. Diabetes mellitus, GGA,
5. Suhu tubuh GGK, diare berat, alkoholisme, kelaparan,
6. Saturasi oksigen overdosis sallsilat, fistula pancreas)
7. Gambaran EKG b. Monitor pola napas (frekuensi dan
aritmia kedalaman)
8. ETCO2 c. Monitor intake dan output cairan
9. Produksi urine d. Monitor dampak susunan saraf pusat (mis.
Sakit kepala, gelisah, defisit mental,
kejang, koma)
e. Monitor dampak sirkulasi pernapasan
(mis. Hipotensi, hipoksia, aritmia,
kusmaull klien)
f. Monitor dampak saluran pencernaan (mis.
Nafsu makan menurun, mual, muntah)
g. Monitor hasil analisa gas darah
Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b. Berikan posisi semi fowler untuk
mempasilitasi ventilasi yang adekuat
c. Pertahankan akses intra vena
d. Pertahankan hidrasi sesuai dengan
kebutuhan
e. Berikan oksigen, sesuai indikasi
Edukasi
a. Jelaskan penyebab dan mekanisme
terjadinya asidosis metabolik

Kolaborasi
a. kolaborasi pemberian bikarbonat, jika
perlu

4 Defisit nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi (I.03119)


(L.06053) Tindakan:
1. porsi makan yang Observasi
dihabiskan a. Identifikasi status nutrisi
2. Berat badan b. Identifikasi alergi dan inteloransi makanan
3. Indeks masa tubuh c. Identifikasi identifikasi makanan yang
(IMT) disukai
4. Frekuensi makan d. Identifikasi kebutuhan kalori dan nutris
5. Nafsu makan e. Identifikasi perlunya penggunaan selang
6. Bising usus nasogastrik
7. Membrane mukosa f. Monitor asupan makanan
g. Monitor berat badaan
h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
a. Lakukan oral hygiene sebelum makan
b. Fasilitasi menentukan pedoman diet
c. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
d. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah kontifasi
e. Berikan makan tinggi kalori dan tinggi
protein
f. Berikan suplemen makanan

Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk
b. Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
Pemantauan Nutrisi (I.03123)
Tindakan:
Observasi
a. Identifikasi faktor yang mempengaruhi
asupan gizi(mis: pengetahuan, ketersediaan
makanan, agama/kepercayaan, budaya,
mengunyah tidak adekuat, gangguan
menelan, penggunaan obat-obatan atau
pasca oprasi)
b. Identifikasi perubahan berat badan
c. Identifikasi kelainan pada kulit(mis: memar
yang berlebihan, luka yang sulit sembuh
dan pendarahan)
d. Identifikasi kelainan pada rambut (mis:
kering, tipis, kasar dan mudah patah)
e. Identifikasi pola makan (mis:
kesukaan/ketidaksukaan makanan,
konsumsi makanan cepat saji, makan
terburu-buru)
f. Identifikasi kelainan pada kuku (mis:
berbentuk sendok,retak mudah patah, dan
bergerigi)
g. Identifikasi kemampuan menelan(mis:
fungsi motorik wajah, reflek menelan dan
reflek gag)
h. Identifikasi kelainan rongga mulut (mis:
peradangan, gusi berdarah, bibir kering dan
retak, luka)
i. Identifikasi kelainan eliminasi (mis: diare,
darah, lender, dan eliminasi yang tidak
teratur)
j. Monitor mual dan muntah
k. Monitor asupan oral
l. Monitor warna kinjungtiva
m. Monitor hasil laboratorium (mis: kadar
kolesterol, albumin serum,transfernin,
kreatinin, hemoglobin, hematokrit,
danelektrolit darah
Terapeutik
a. Timbang berat badan
b. Ukur antropometrik komposisi tubuh (mis:
indeks masa tubuh,pengukuran
pinggangdan ukuran lipatan kulit)
c. Hitung perubahan berat badan
d. Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
e. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

5 Hipovolemia Status Cairan Manajemen Hipovolemia (I. 03116)


(L.0030280 Tindakan:
1. Kekuatan nadi Observasi
2. Turgor kulit a. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
3. Output urine (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi
4. Pengisian vena teraba lemah, tekanan darah menurun,
5. Ortopnea tekanan nadi menyempit, turgor kulit
6. Dispnea menurun, membran mukosa kering,
7. Paroxysmal volume urin menurun, hematokrit
noctunal dyspnea meningkat, haus, lemah).
(PND) b. Monitor intake dan output cairan.
8. Edema anasarka Terapeutik
9. Edema perifer a. Hitung kebutuhan cairan
10. Berat badan b. Berikan posisi Modified Trendelenburg
11. Perasaan lemah c. Berikan asupan cairan oral
12. Keluhan haus Edukasi
13. Konsentrasi urine a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
14. Frekuensi nadi oral
15. Tekanan darah b. Anjurkan menghindari perubahan posisi
16. Tekanan nadi mendadak
17. Membran mukosa Kolaborasi
18. Kadar Hb a. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
19. Kadar Ht ( mis. NaCl, RL)
20. Hepatomegali b. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
21. Intake cairan (mis. Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
22. Status mental c. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.
Albumin, plasmanate)
d. Kolaborasi pemberian produk darah

Pemantauan Cairan (I. 03121)


Tindakan :
Observasi :
a. monitor frekuensi dan kekuatan nadi
b. monitor frekuensi napas
c. monitor tekanan darah
d. monitor waktu pengisian kapiler
e. monitor elastisitas atau turgor kulit
f. monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
g. monitor kadar albumin dan protein total
h. monitor hasil pemeriksaan serum (mis.
Osmolaritas serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
i. monitor intake dan output cairan
j. identifikasi tanda-tanda hipovolemi (mis.
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan
darah menyempit, turgor kulit menurun,
membramukosa kering, volume urin
menurun, hematokrit meningkat, haus,
lemah, konsentrasi urine meningkat, berat
badan menurun dalam waktu singkat)
k. identifikasi tanda-tanda hipervolemia (mis.
Dyspnea, edema perifer, edema anasarka,
JVP meningkat, CVP meningkat, refleks
hepatojugular positif, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
l. identifikasi faktor resiko
ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan,
luka bakar, aferesis, obstruksi intestinal,
peradangan pancreas, penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
a. atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
b. dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. informasikan hasil pemantauan, jika perlu

6 Ketidakstabilan Kestabilan Kadar Manajemen Hiperglikemia (I. 03115)


kadar glukosa Glukosa Darah Tindakan:
darah (L.03022) Observasi
1. Kesadaran a. Identifikasi kemungkinan penyebab
2. Mengantuk hiperglikemia
3. Pusing b. Identifikasi situasi yang menyebabkan
4. Lelah/Lesu kebutuhan insulin meningkat (mis.
5. Keluhan Lapar Penyakit kambuh)
6. Gemetar c. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
7. Berkeringat d. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
8. Mulut kering (mis. Poliuria, polydipsia, polifagia,
9. Rasa Haus kelemahan, malaise, pandangan kabur,
10. Kadar glukosa sakit kepala)
dalam darah e. Monitor intake dan output cairan
11. Kadar glukosa f. Monitor keton urin, kadar analisa gas
dalam urin darah, elektrosit, tekanan darah ortostastik,
12. Palpitasi dan frekuensi nadi.
13. Jumlah urine Teraupetik
a. Berikan asupan cairan oral
b. Konsultasi dengan medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
c. Fasilatasi ambulasi jika ada hipotensi
ortostatik
Edukasi
a. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 250 mg/dl
b. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri
c. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga
d. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian
keton urine, jika perlu
e. Ajarkan pengelolahan diabetes (mis.
Penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidra, dan
bantuan profesional keshatan)

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. (2012). Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Global Training Center. (2017). Basic trauma & cardiac life support. Jakarta: GTC.

Krissanty, P., et. all. (2016). Asuhan keperawatan: Gawat darurat. Jakarta: CV. Trans
Info Media.

Stillwell. (2012). Pedoman keperawatan kritis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosa keperawatan indonesia: Definisi
dan indikator diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia: Definisi
dan tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar luaran keperawatan indonesia: Definisi
dan kriteria hasil keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai