Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

GLAUKOMA

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
(KMB)

Disusun oleh :
NAMA : MUHAMAD SUHAERUL
NIM : 0433131490120024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES HORIZON KARAWANG
Jalan Pangkal Perjuangan KM.01 By Pass - Karawang
Tahun 2018
A. Konsep Teori
1. Definisi
Glaukoma adalah Sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan
peningkatan tekanan intraokular ( Barbara C Long, 2000 : 262 ). Glaukoma
merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik(neoropati optik)
yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil
saraf optik. Yang menyebabkan defek lapang pandang dan hilangnya tajam
penglihatan jika lapang pandang sentral terkena (Bruce James.  et al ,
2006 : 95).

Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa,


neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandang yang khas dan
utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak normal (Sidarta
Ilyas, 2002 : 239). Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola
mata tidak normal (N = 15-20mmHg) (Sidarta Ilyas, 2004 : 135). Glaukoma
adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh peningkatan abnormal
tekanan intraokular ( sampai lebih dari 20 mmHg) (Elizabeth J.Corwin,
2009 : 382).

Glaukoma adalah kelainan yang disebabkan oleh kenaikan tekanan didalam


bola mata sehingga lapang pandangan dan visus mengalami ganggauan
secara progresif (Vera H . Darling, 1996 : 88 ). Glaukoma adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan TIO, penggaungan, dan
degenerasi saraf optik serta defek lapang pandang yang khas (Anas
Tamsuri, 2010 : 72). Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata
dengan gejala yang tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan
penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang
sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena
saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata
akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di
belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran
darah sehingga saraf mata akan mati.
2. Klasifikasi
Glaukoma dibagi atas glaukoma primer, sekunder, dan kongenital.
a. Glaukoma Primer
Pada glaukoma primer tidak diketahui penyebabnya, didapatkan bentuk :
1) Glaukoma sudut tertutup , (closed angle glaucoma, acute congestive
glaukoma).
2) Glaukoma sudut terbuka, (open angle glaukoma, chronic simple
glaucoma).

b. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder timbul sebagai akibat penyakit lain dalam bola mata,
disebabkan :
1) Kelainan lensa
a) Luksasi
b) Pembengkakan (intumesen)
c) Fakoltik
2) Kelainan uvea
a) Uveitis
b) Tumor
3) Trauma
a) Perdarahan dalam bilik mata depan (hifema)
b) Perforasi kornea dan prolaps iris, yang menyebabkan leukoma
adheren
c) Pembedahan
d) Bilik mata depan yang tidak cepat terbentuk setelah pembedahan
katarak.
4) Penyebab glaukoma sekunder lainnya
a) Rubeosis iridis (akibat trombosis vena retina sentral)
b) Penggunaan kortikosteroid topikal berlebihan
         
c. Glaukoma Kongenital
Glaukoma konginetal primer atau glaukoma infantil (Buftalmos,
hidroftalmos). Glaukoma yang bertalian dengan kelainan kongenital lain.

d. Glaukoma Absolut
Keadaan  terakhir suatu glaukoma, yaitu dengan kebutaan total dan bola
mata nyeri (Sidarta Ilyas, 2002 : 240-241).

3. Etiologi
a. Glaukoma Sudut Tertutup
Glaukoma akut hanya terjadi pada mata yang sudut bilik mata depannya
memang sudah sempit dari pembawaannya. Jadi ada faktor pre-disposisi
yang memungkinkan terjadinya penutupan sudut bilik mata depan.
1) Faktor Pre-Disposisi
Pada bilik mata depan yang dangkal akibat lensa dekat pada irirs maka
akan terjadi hambatan aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke
bilik mata depan, yang dinamakan hambatan pupil (pupillary block)
hambatan ini dapat menyebabkan meningkatnya tekanan di bilik mata
belakang. Pada sudut bilik depan yang tadinya memang sudah
sempit,dorongan ini akan menyebabkan iris menutupi jaringan
trabekulum.akibatnya akuos humor tidak dapat atau sukar mencapai
jaringan ini dan tidak dapat di salurkan keluar.terjadilah glaukoma
akut sudut tertutup. Istilah pupillary block penting untuk di ingat dan
di fahami karena mendasari alasan pengobatan dan pembedahan pada
glaukoma sudut tertutup. Keadaan-keadaan yang memungkinkan
terjadinya hambatan pupil ini ditemukan pada mata yang bersumbu
pendek dan lensa yang secara fisiologik trus membesar karena usia,iris
yang tebal pun di anggap merupakan faktor untukmempersempit sudut
bilik depan.
2) Faktor pencetus
Peningkatan jumlah akuos humor yang mendadak di bilik mata
belakang akan mendorong iris ke depan,hingga sudut bilik mata depan
yang memang sudah sempit akan mendadak tertutup. Tidak diketahui
dengan jelas apa yang menyebabkan hal tersebut.
3) Dilatasi pupil
Apabila pupil melebar, iris bagian tepi akan menebal ; sudut bilik
mata depan yang asalnya sudah sempit, akan mudah tertutup (Sidarta
Ilyas, 2002 :249-250).

b. Glaukoma Kongesif Akut


Seseorang yang datang dalam fase serangan akut glaukoma memberi
kesan seperti orang yang sakit berat dan kelihatan payah; mereka diantar
oleh orang lain atau di papah. Penderita sendiri memegang kepala nya
karena sakit, kadang-kadang pakai selimut. Hal inilah yang mengelabui
dokter umum; sering dikiranya seorang penderita dengan suatu penyakit
sistemik. Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa sudah
sekian hari penderita tidak bisa bangun, sakit kepala dan terus muntah-
muntah, nyeri dirasakan di dalam dan sekitar mata. Penglihatanya kabur
sekali dan dilihatnya warna pelangi di sekitar lampu.

Apabila mata diperiksa, ditemukan kelopak mata bengkak,konjungtiva


bulbi yang sangat hiperemik (kongesif), injeksi siliar dan kornea yang
suram. Bilik mata depan dangkal dapat dibuktikan dengan
memperhatikan bilik mata depan dari samping. Pupil tampak melebar,
lonjong miring agak vertikal atau midriasis yangg hampir total. Refleks
pupil lambat atau tidak ada. Tajam penglihatan menurun sampai hitung
jari. Sebenarnya dengan tanda-tanda luar ini ditambah anamnesis yang
teliti sudah cukup untuk membuat suatu diagnosis persangkaan yang
baik. Glaukoma Absolut adalah istilah untuk suatu glaukoma yang sudah
terbengkalai sampai buta total. Bola mata demikian nyeri, bukan saja
karena tekanan bola mata yang masih tinggi tetapi juga karena kornea
mengalami degenerasi hingga mengelupas (keratopati bulosa) (Sidarta
Ilyas, 2002 : 252).

c. Glaukoma Sudut Terbuka


Hambatan pada glaukoma sudut terbuka terletak di dalam jaringan
trabekulum sendiri, akuos humor dengan leluasa mencapai lubang-lubang
trabekulum,tetapi sampai di dalam terbentur celah-celah trabekulum yang
sempit, hingga akuos humor tidk dapat keluar dari bola mata dengan
bebas ( Sidarta Ilyas, 2002 : 257 ).

d. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder ialah suatu jenis glaukoma yang timbul sebagai
penyulit penyakit intraokular.
1) Glaukoma sekunder karena kelainan lensa mata
Beberapa contoh adalah luksasi lensa ke depan maupun ke belakang,
lensa yang membengkak karena katarak atau karena trauma, protein
lensa yang menimbulkan uveitis yang kemudian mengakibatkan
tekanan bola mata naik.
2) Glaukoma sekunder karena kelainan uvea
Uveitis dapat menimbulkan glaukoma karena terbentuknya perlekatan
iris bagian perifer ( sinekia ) dan eksudatnya yang menutup celah –
celah trabekulum hingga outflow akuos humor terhambat. Tumor yang
berasal dari uvea karena ukuranya dapat menyempitkan rongga bola
mata atau mendesak iris ke depan dan menutup sudut bilik mata
depan.
3) Glaukoma sekunder karena trauma atau pembedahan
Hifema di bilik mata depan karena trauma pada bola mata dapat
memblokir saluran outflow tuberkulum. Perforasi kornea karena
kecelakaan menyebabkan iris terjepit dalam luka dan karenanya bilik
mata depan dangkal. Dengan sendirinya akuos humor tidak dapat
mencapai jaringan trabekulum untuk jaringan keluar. Pada
pembedahan katarak kadang – kadang bilik mata depan tidak
terbentuk untuk waktu yang cukup lama, ini mengakibatkan
perlekatan iris bagian perifer hingga penyaluran akuos humoer
terhambat.

4) Glaukoma Karena Rubeosis Iris


Trombosis vena retina sentral dan retinopati diabetik acapkali disusul
oleh pembentukan pembuluh darah di iris. Di bagian iris perifer
pembuluh darah ini mengakibatkan perlekatan – perlekatan sehingga
sudut bilik mata depan menutup. Glaukoma yang ditimbulkan biasnya
nyeri dan sulit diobati.
5) Galukoma karena kortikosteroid
Dengan munculnya kortikosteroid sebagai pengobatan setempat pada
mata, muncul pula kasus glaukoma pada penderita yang memang
sudah ada bakat untuk glaukoma. Glaukoma yang ditimbulkan
menyerupai glaukoma sudut terbuka. Mereka yang harus diobati
dengan kortikosteroid jangka lama, perlu diawasi tekanan bola
matanya secara berkala.
6) Glaukoma kongesif
Glaukoma konginental primer atau glaukoma infantil. Penyebabnya
ialah suatu membran yang menutupi jaringan trabekulum sehingga
menghambat penyaluran keluar akuos humor. Akibatnya kornea
membesar sehingga disebut Buftalmos atau “mata sapi”.
7) Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut menurapakan stadium terakhir semua jenis
glaukoma disertai kebutaan total. Apabila disertai nyeri yang tidak
tertahan, dapat dilakukan cyclocryo therapy untuk mengurangi nyeri.
Setingkali enukleasi merupakan tidakan yang paling efektif. Apabila
tidak disertai nyeri, bola mata dibiarkan (Sidarta Ilyas, 2002 : 259-
261)
4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga)
b. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu
c. Mual, muntah, berkeringat
d. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar
e. Visus menurun
f. Edema kornea
g. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut
terbuka)
h. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya
i. TIO meningkat (Anas Tamsuri, 2010 : 74-75)

5. Patofisiologi
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor
aquelus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran
keluar humor aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada
keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan episklera. Tekanan
intraokular dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan
dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan
intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara
fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan
terhambatannya aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina.
Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila
terjadi peningkatan tekanan intraokular, akan timbul penggaungan dan
degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas
serabut saraf pada papil saraf optik.
b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf
optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola
mata. Bagian tepi papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian
tengah sehingga terjadi penggaungan pada papil saraf optik.
c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih
belum jelas.
d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan
serabut saraf optik (Anas Tamsuri, 2010 : 72-73)
Pathway Glaukoma

Penyakit mata lain Kelainan anatomis, kegagalan Glaukoma sudut terbuka


(Trauma, uveitis) perkembangan organ mata (obstruksi aliran aqueus humor) &
glaukoma sudut tertutup (drainase
aqueus humor terganggu)

Penyakit sudut Gangguan aliran


mata/obstruksi aliran drainage
drainage aqueus humor

Nyeri mata Bola mata terlihat Peningkatan Tekanan Tekanan pada sel
dikepala menonjol Intra Okuler (TIO) ganglion dan saraf optik

Kerusakan retina,
Nyeri
gangguan fungsi
& penglihatan
Gangguan Citra Tubuh

Penurunan fungsi Gangguan


penglihatan , penurunan Kebutaan persepsi
lapang pandang, fotofobia sensori

Risiko
Cedera
6. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan bukan merupakan pemeriksaan khusus
untuk glaukoma.
2) Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal
empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :
 Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
 Indentasi dengan tonometer schiotz
 Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
 Nonkontak pneumotonometri

Tonomerti Palpasi atau Digital


Cara ini adalah yand aling mudah, tetapi juga yang paling tidak
cermat, sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat
digunakan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya
adalah dengan dua jari telunjuk diletakan diatas bola mata sambil
pendertia disuruh melihat kebawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab
menutup mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah
ke depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini
selalu memberi kesan perasaan keras. Dilakukan dengann palpasi :
dimana satu jari menahan, jari lainnya menekan secara bergantian.
Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut:
N : normal
N + 1 : agak tinggi
N + 2 : untuk  tekanan yang lebih tinggi
N – 1 : lebih rendah dari normal
N – 2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
3) Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma
gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata
depan.
4) Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan
papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang
kronik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik
dan lebarnya ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak
dapat dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.
5) Pemeriksaan lapang pandang
a) Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma
sudah lebih lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang
pandang akan ditemukan di daerah tepi, yang kemudian meluas ke
tengah.
b) Pemeriksaan lapang pandang sentral : mempergunakan tabir
Bjerrum, yang meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan-
kerusakan dini lapang pandang ditemukan para sentral yang
dinamakan skotoma Bjerrum (Sidarta Ilyas, 2002 : 242-248).

b. Terapi Farmakologi

Obat Efek Terhadap Glaukoma

Agen Kolinergik (Miotik) : Merangsang reseptor kolinergik,


Pilocarpine mengkontraksikan otot-otot iris
Carbachol ( Carbacel ) untuk mengecilkan pupil dan
menurunkan tahanan terhadap aliran
humor aqueous, juga
mengkontraksikan otot-otot ciliary
untuk meningkatkan akomodasi.
menghambat pepenghancuran
Kolinesterase Inhibitors asetylchloline yang berefek sebagai
(Miotik) : kolinergik. Jangan menggunakan
Physostigmine (Eserine) obat kolinesterase pada glaukoma
Demecarlum bromide sudut tertutup (meningkatkan
(Humorsol) tahanan pupil).
Isoflurophate (Floropryl)
Echotiophate Iodide
(Phospoline Iodide)
Memblok – impuls adrenergik
Edrenergic Beta Bloker : ( Sympathetik ) yang secara normal
Timolol meleate (Timoptic) menyebabkan mydriasis, mekanisme
Betaxolol hydrochloride yang bisa menurunkan IOP, tidak
(Betaoptic) jelas.
Levobunolol hydrochloride
(Betagan)
Menurunkan produksi humor
Agen  adrenergik : aqueous dan meningkatkan aliran
Epinephryl borate (Eppy) aqueous. Jangan menggunakan untuk
Epinephrine hydrochloride glaukoma sudut tertutup.
(glaucom, Epifrin)
Epinephrine bitatrate (Epitrate,
Mucocoll)
Dipivefrin (Propine)
Menghambat produksi humor
Carbonic anhydrase aqueous
inhibitors :
Acetazolamide (Diamox)
Ethoxzolamide (Cardrase)
Dichlorhenamide (Daramide)
Methazolamide (Neptazane)
Meningkatkan osmolaritas plasma
Agen Osmotik : darah, meningkatkan aliran cairan
Glycerine (Glycerol, dari humor aqueous ke plasma
Osmoglyn)
Mannitol (Osmitrol)
Urea (Ureaphil, Urevert)
( Barbara C. Long, 2000 : 267 )

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Riwayat Okular
a) Tanda peningkatan TIO : nyeri tumpul, mual, muntah, pandangan
kabur
b) Pernah mengalami infeksi : uveitis, trauma, pembedahan
2) Riwayat Kesehatan
a) Menderita diabetes mellitus, hipertensi, penyakit kardiovaskular,
cerebrovaskular, gangguan tiroid
b) Keluarga menderita glaukoma
c) Penggunaan obat kortikosteroid jangka lama : topikal atau sistemik
d) Penggunaan antidepressant trisiklik, antihistamin, venotiazin
3) Psikososial
Kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh, berkendaraan
b. Pengkajian umum
1) Usia
2) Gejala penyakit sitemik : Diabetes mellitus, hipertensi, gangguan
kardiovaskular , hipertiroid
3) Gejala gastrointestinal : mual muntah
c. Pengkajian Khusus
1) Mata
2) Pengukuran TIO dengan tonometer (TIO > 23 mmHg)
3) Nyeri tumpul orbital
4) Perimetri : menunjukkan penurunan luas lapang pandang
5) Kemerahan (hiperemia mata)
6) Gonioskopi menunjukkan sudut mata tertutup atau terbuka

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Risiko cedera
c. Defisit Pengetahuan

3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut Manajemen Nyeri
Definisi : mengidentifikasi dan
mengelola pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau fungsional
dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat
dan konstan
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri,
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
5) Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik
1) berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresur, terapi
musik, blofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyari (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

1) Jelaskan penyebab, periode, dan


pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5) Anjurkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

1) Kolaborasi dalam pemberian


analgetik, jika perlu

2. Risiko cedera Manajemen Keselamatan Lingkungan


Definisi : mengidentifikasi dan
mengelola lingkungan fisik untuk
meningkatkan keselamatan
Observasi
- Identifikasi kebutuhan
keselamatan (mis, kondisi fisik,
fungsi kognitif, dan riwayat
perilaku)
- Monitor perubahan status
keselamatan lingkungan
Terapeutik
- Hilangkan bahaya keselamatan
lingkungan (mis, fisik, biologi,
kimia), jika memungkinkan
- Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya dan risiko
- Sediakan alat bantu keamanan
lingkungan (mis, commode chair
dan pegangan tangan)
- Gunakan perangkat pelindung
(mis, pengekang fisik, rel
samping, pintu terkunci, pagar)
- Hubungi pihak berwenang sesuai
dengan masalah komunitas (mis,
puskesmas, polisi, damkar)
- Fasilitasi relokasi lingkungan
yang aman
- Lakukan program skrining
bahaya lingkungan (mis, timbal)
Edukasi
- Ajarkan individu, kelurga dan
kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
3. Defisit pengetahuan Edukasi kesehatan
Definisi : mengajarkan pengelolaan
faktor risiko penyakit dan perilaku
hidup bersih dan sehat
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
- Identifikasi faktor faktor yang
dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat
Terapeutik
- Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
- Jelaskan faktor risiko yang dapat
memperngaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
- Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Arsculapiks.


Corwin, Elizabeth J. , Buku saku Patofisiologi, Ed. 3, 2009, Jakarta : EGC.
Darling, Vera H, 1996, Perawatan Mata, Yogyakarta : Yayasan Esentia Medika.
Ilyas, Ramatjandra, Sidarta Ilyas, 1991, Klasifikasi dan Diagnosis Banding
Penyakit Mata, 1991, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Ilyas, Sidarta, 2002, Ilmu Penyakit Mata, Ed. 2, Jakarta : CV. Sagung Seto.
Ilyas, Sidarta, 2004, Ilmu Perawatan Mata, Jakarta : CV. Sagung Seto.
James, Bruce, 2006, Lecture Notes : Oftalmologi, Jakarta : Erlangga.
Long, Barbara C. , 2000, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Oka, P.N, 1993, Buku Penuntun – Ilmu Perawatan Mata, Surabaya : Airlangga
University Press.
Smeltzer, Suzzane C. , 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Ed. 8, Jakarta : EGC.
Tamsuri, Anas, 2010, Klien Gangguan Mata dan Penglihatan, Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai