Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KRITIS

(Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas ujian mata kuliah keperawatan kritis)

Disusun oleh:

MUHAMAD SUHAERUL

433131490120024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA KARAWANG
JL. PANGKAL PERJUANGAN KM. 1 BY PASS KARAWANG 41316
TAHUN 2020/2021
A. Pengertian

Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh

bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau virus (Soemarmo,2010).

Ensefalitis bisa juga terjadi pada pasca infeksi campak, influenza,

varisella, dan pascavaksinasi Pertusis (Muttaqin, 2008). Kerusakan otak

terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan

kematian.

B. Etiologi

Bakteri penyebab ensefalitis adalah staphylococcus aureus,

streptokous, E. Coli, M. tuberculosa dan T. Paliidum. Tiga bakteri yang

pertama merupakan penyebab ensefalitis bacterial akut yang

menimbulkan pernanahan pada korteks serebri sehingga terbentuk

abses serebri. Ensefalitis bakterial akut sering disebut ensefalitis

supuratif akut (Mansjoer, 2000) Sedangkan menurut Riyadi (2010)

menyebutkan penyebab terjadinya ensefalitis yaitu:

a.Berupa bakteri (LDH serum meningkat)

b.Virus

c.Jamur

C. Tanda dan Gejala

Secara umum, gejala berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam,

kejang, dan kesadaran menurun. Suhu badan meningkat, fotofobia,

sakit kepala, muntah letargi, kadang disertai kaku kuduk jika mengenai

meningen (Muttaqin, 2008).

Pada ensefalitis supuratif akut yang berkembang menjadi abses serebri,

akan timbul gejala-gejala sesuai dengan proses patologis yang terjadi di


otak. Gejala-gejala tersebut adalah infeksi umum, tanda-tanda

meningkatnya tekanan intracranial yaitu nyeri kepala yang kronik,

muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun. Pada

pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda deficit

neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses (Mansjoer, 2000).

D. Patofisiologi

Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran pernafasan dan saluran

cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh

tubuh dengan secara local: aliran virus terbatas menginfeksi selaput

lendir permukaan atau organ tertentu, penyebaran hematogen primer:

virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke organ dan

berkembang biak di organ tersebut dan menyebar melalui syaraf: virus

berkembang biak di permukaan selaput lender dan menyebar melalui

system persyarafan (Muttaqin, 2008).

Setelah terjadi penyebaran ke otak timbul manifestasi klinis

ensefalitis. Masa Prodromal berlangsung selama 1-4 hari ditandai

dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorok,

malaise, nyeri ekstremitas dan pucat.


Gambar 1-2 : patofisiologi masalah keperawatan(muttaqin,2010)
Peradangan otak

Virus/Bakteri masuk jaringan otak secara local,Hematogen dan


Pembentukan Reaksi kuman Iritasi kortek serebral Kerusakan syaraf Kerusakan saraf IX
Transudat dan patogen area fokal V
eksudat

melalui saraf-saraf
Suhu Tubuh Kesulitan Sulit makan
Edema serebral Kejang,Nyeri Mengunyah
kepala
Faktor-faktor predisposisi pernah mengalami campak,cacar

1.Gangguan perfusi
E. PATHWAYS

Defisit cairan dan


Hipovolemik Resiko tinggi trauma 4.Pemenuhan Nutrisi kurang dari
jaringan serebral
kebutuhan
air,Herpes dan bronchopneumonia

Resiko kejang berulang


Nyeri
3.Resiko tinggi
defisit cairan dan
hipovolemik
F. Komplikasi

1. Akut

a. Edema Otak

b. SIADH

c. Status Konvulsi

2. Kronik

a. Cerebral Palsy

b. Epilepsy

c. Gangguan visus dan pendengaran

G. Pemeriksaan Penunjang
Kesadaran 8.Gangguan mobilitas fisik

Penumpukan 9.Gangguan persepsi


1. Biakan darisensori
darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja
Sekret
Koping individu tidak efektif
sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif. Biakan
Kecemasan
2.Gangguan bersihan Nafas
dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi),

akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas


2.Gangguan bersihan
Nafas terhadap antibiotika. Biakan dari feses, untuk jenis enterovirus

sering didapat hasil yang positif.

2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi

hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis

dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM dapat dijumpai pada

awal gejala penyakit timbul.

3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.

4. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal,

kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar

protein atau glukosa.


5. EEG/ Electroencephalography

EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai

dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor,

infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak,

dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola

normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002)

6. CT scan

Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi

bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus

seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif

pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal (Anania,

2002).

H. Penatalaksanaan Medis

1. Isolasi : Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar

dan sebagai tindakan pencegahan.

2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin

dianjurkan oleh dokter:

a. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis

b. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis

c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus, agen antiviral

acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas

dan morbiditas encephalitis. Acyclovir diberikan secara

intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan

selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan.

d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan

antibiotika secara polifragmasi.


3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema

otak

a. Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan; jenis dan

jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.

b. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari

disuntikkan untuk menghilangkan edema otak.

c. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga

digunakan untuk menghilangkan edema otak.

4. Mengontrol kejang

Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.

Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.

a. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali

b. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan

dosis yang sama

c. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang,

berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.

5. Mempertahankan ventilasi: Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai

kebutuhan (2-3 lt/menit).

6. Penatalaksanaan shock septik

7. Mengontrol perubahan suhu lingkungan

8. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan

tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan

kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di

atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2

mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena

atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga

diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila


keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral (Erfandi,

2002).

I. Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji meliputi (Doenges, 1999) :

1. Biodata

Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis

kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit,

nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas

ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain.

2. Keluhan utama

Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk

RS. keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit

kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran, demam dan kejang.

3. Riwayat penyakit sekarang

Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat

dan hebatnya keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari

penyakit yang pernah dialami sebelumnya. Biasanya pada masa

prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan

demam,sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan,

malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda

ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan

luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah, irritable,

screaning attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan

kejang kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa

afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.


4. Riwayat kehamilan dan kelahiran

Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post

natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang

pernah diderita oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal

perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm

atau tidak karena mempengaruhi system kekebalan terhadap

penyakit pada anak. Trauma persalinan juga

mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban

untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui

keadaan anak setelah lahir. Contoh : BBLR, & apgar score.

5. Riwayat penyakit yang lalu

Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan

meningkatkan kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi

pada jaringan otak. Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui

bagaimana kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak perlu

diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan.

6. Riwayat kesehatan keluarga

Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada

kaitannya dengan penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini

status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada anggota

keluarga yang menderita penyakit menular yang ada

hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien

(Soemarno marram, 1983).

7. Riwayat sosial

Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap

pertumbuhan dan perkembangan anak. Perjalanan klinik dari

penyakit sehingga mengganggu status mental, perilaku dan


kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien atau keluarga

agar dapat memprioritaskan maslaah keperawatnnya.

8. Kebutuhan dasar (aktifitas sehari-hari)

Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada

kebiasaan sehari-hari antara lain: gangguan pemenuahan

kebutuhan nutrisi karena mual muntah, hipermetabolik akibat

proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola istirahat

pada penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi

penderita. Pola kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat

tidur karena penderita lemah atau tidak sadar dan cenderung

tergantung pada orang lain perilaku bermain perlu diketahui

jika ada perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada

anak.

9. Pemeriksaan fisik

Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad

apemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik

keperawatan secara umum meliputi :

a. Keadaan umum.

Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena

mengalami perubahan atau penurunan tingkat kesadaran.

Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh

gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan

dengan kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.

b. Gangguan system pernafasan.

c. Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial

menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan


pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai

pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan.

d. Gangguan system kardiovaskuler.

Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi

iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang

vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat.

Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya

transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.

e. Gangguan system gastrointestina

l. Penderita akan merasa mual dan muntah karena

peningkatan tekanan intrakranial yang menstimulasi

hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga

meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula terjadi diare

akibat terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme.

f. Pertumbuhan dan perkembangan.

Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya

kronis atau mengalami hospitalisasi yang lama,

kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan

perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada keadaan

sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi social anak.

Tahun-tahun pertama pada anak merupakan “tahun emas”

untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang

terjadi saat ini harus diatasi untuk mencapai tugas–tugas

pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhan dan

perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah

awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat

dilakukan dengan menggunakan format DDST.


J. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi b.d. penyakit: infeksi.

2. Mual b.d. peningkatan tekanan intrakranial, peradangan otak

3. Gangguan sensori persepsi (tipe: penglihatan, pendengaran, kinestetik,

taktil, olfaktori) b.d. ketidakseimbangan biokimia.

4. Resiko trauma b.d. penurunan koordinasi otot.

K. Perencanaan keperawatan

No. Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana


1 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Demam (I.03099)
keperawatan selama 1 x 24 jam Observasi
masalah keperawatan hipertermia - Monitor tanda-tanda vital (suhu
membaik dengan kriteria hasil: tubuh, frekuensi nadi, frekuensi
Termoregulasi [L.14134] nafas, dan tekanan darah)
- Suhu tubuh membaik dari - Monitor intake dan output cairan
cukup memburuk [2] ke - Monitor komplikasi demam
cukup membaik [4] Terapeutik
- RR membaik dari cukup - Tutupi badan dengan selimut atau
memburuk [2] ke cukup pakaian
membaik [4] - Lakukan tapid sponge atau kompres
hangat, jika perlu
- Berikan oksigen
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan memperbanyak minum
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intra vena
- Kolaborasi pemberian antipiretik
- Kolaborasi pemberian antibiotik

Anda mungkin juga menyukai