Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN


KRITIS PADA KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)

Disusun guna untuk memenuhi tugas


Keperawatan Gawat Darurat Profesi Ners

Disusun oleh:
WARIH MAHARDINI
NIM. 202102040053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
TAHUN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR DAN
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA
KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)

A. Pengertian Ketoasidosis Diabetik


Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan
disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini
terkadang disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang
paling serius pada diabetes ketergantungan insulis (Price & Sylvia, 2000).
Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi atau kekacauan metabolik
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
difesiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglekemia merupakan komplikasi
akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat
darurat (Sudoyo, 2007).
B. Etiologi Ketoasidosis Diabetik
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama
kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya
faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan
pencegahan ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati
Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah (Samijean Nordmark,2008):
1. Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa jumlah
sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari infeksi.
2. Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
3. Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
4. Kardiovaskuler : infark miokardium
5. Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteroid and adrenergik.
C. Patofisiologi Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya
jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila
hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh
akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi
perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya
sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian
otot jantung, stroke, dan sebagainya.
Menurunnya transpor glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan
menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis
akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya
akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis
metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang
menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium,
magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat, akan
menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis
metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi
(peranfasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan
air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari
siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu
pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik
yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq
natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat defisiensi insulin
yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan
gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada
ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.
Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton
akan menimbulkan asidosis metabolik.
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi glikogen dan 20 %
sampai 40 % diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut
terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet
dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa
tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat
menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg%
sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang
menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut
glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine
yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga
pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa
ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam
tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang
disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi
penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau
asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita
berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera
diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price, 1995).
D. Manifestasi Klinis Ketoasidosis Diabetik
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa
hari menjelang KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut
sering disalah-artikan sebagai 'akut abdomen'. Asidosis metabolik diduga menjadi
penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan menghilang dengan sendirinya
setelah asidosisnya teratasi.
Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10% kasus), dehidrasi dan
syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor, hipotensi dan
takikardi). Tanda lain adalah napas cepat dan dalam (Kussmaul) yang merupakan
kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton pada
napasnya. Berikut merupakan manifestasi klinis lain dari KAD:
1. Poliuria dan polidipsi
2. Penglihatan kabur
3. Lemah
4. Sakit kepala
5. Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau > pada saat
berdiri)
6. Anoreksia, Mual, Muntah
7. Nyeri abdomen
8. Hiperventilasi
9. Perubahan status mental (sadar, letargik, koma)
10. Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
11. Terdapat keton di urin
12. Nafas berbau aseton
13. Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotic
14. Kulit kering
15. Keringat
16. Kussmaul (cepat, dalam) karena asidosis metabolik
E. Pemeriksaan Penunjang Ketoasidosis Diabetik
1. Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl tetapi tidak > 800 mg/dl
2. Elektrolit darah (tentukan corrected Na) dan osmolalitas serum.
3. Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.
4. Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis), HbA1c,
urinalisis (dan kultur urine bila ada indikasi).
5. Foto polos dada.
6. Ketosis (Ketonemia dan Ketonuria)
7. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
8. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
9. Pemeriksaan Osmolalitas = 2[Na+K] + [GDR/18] + [UREUM/6]
10. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
11. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH < 7,3 dan penurunan pada HCO3
250 mg/dl.

F. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik


Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.
Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
1. Fase I/Gawat
a. Rehidrasi
1) Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam
pertama, lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-
6L/24jam).
2) Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam).
3) Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi.
4) Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak
(24 – 48 jam).
5) Bila gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%.
6) Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam).
7) Monitor keseimbangan cairan.
b. Insulin
1) Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (IV/IM/SC).
2) Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonik.
3) Monitor gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam
sekali.
4) Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 15 mEq/L
³250mg%, Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3.
5) Infus K (tidak boleh bolus)
a) Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
b) Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
c) Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
d) Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
c. Infus bikarbonat, bila pH 7,1 tidak diberikan.
d. Antibiotik dosis tinggi
Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi.
2. Fase II/Maintenance
a. Cairan maintenance
1) Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian.
2) Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4IU.
b. Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak.
c. Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu
makan, boleh makan bubur atau minuman berkalori lain.
d. Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.
G. Komplikasi pada Ketoasidosis Diabetik
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian akibat KAD adalah:
1. Terlambat didiagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma.
2. Pasien belum tahu bahwa ia menyandang DM.
3. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti
renjatan (syok), stroke, dll.
4. Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya penatalaksanaan
KAD.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat KAD yaitu:
1. Edema paru
2. Hipertrigliserida
3. Infark miokard akut
4. Hipoglikemia
5. Hipokalsemia
6. Hiperkloremia
7. Edema otak
8. Hipokalemia.

H. Pengkajian Fokus pada Ketoasidosis Diabetik


1. Pengkajian Primer
a. Airway: adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan:
1) Chin lift/jaw trust
2) Suction/hisap
3) Guedel airway
4) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
b. Breathing: kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi
/aspirasi, wheezing, sonor, stidor/ngorok, ekspansi dinding dada.
c. Circulation: TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
d. Disability: Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur
GCS. Adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah
1) Awake: A
2) Respon bicara :V
3) Respon nyeri : P
4) Tidak ada respon : U
e. Exposure: Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua
cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang
belakang, maka imobilisasi in line harus dikerjakan
2. Pengkajian Sekunder
a. Anamnesis :
1) Riwayat DM
2) Poliuria, Polidipsi
3) Berhenti menyuntik insulin
4) Demam dan infeksi
5) Nyeri perut, mual, mutah
6) Penglihatan kabur
7) Lemah dan sakit kepala
b. Pemeriksan Fisik :
1) Data subyektif
a) Riwayat penyakit sekarang
Datang dengan atau tanpa keluhan poliuria, poliphagi, lemas, luka
sukar sembuh atau adanya koma atau penurunan kesadaran dengan
sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati,
neurophati atau retinophati serta penyakit pembuluh darah.
b) Riwayat penyakit sebelumnya
Mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama
dengan atau tanpa menjalani program pengobatan. Penyakit paru,
gangguan kardiovaskuler serta penyakit neurologis serta infeksi
atau adanya luka dapat memperberat kondisi klinis.
c) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan
(herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap
keturunan atau timbul sejak kecil (kongenital). Genogram mungkin
diperlukan untuk menguatkan diagnosis.
d) Status metabolik
Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau
penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan
faktor-faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi lain yang
mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti
hiperglikemik oral.
2) Data Obyektif :
a) Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas,
letargi /disorientasi, koma
b) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit
panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
c) Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
d) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang,
nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin
berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising
usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
e) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan
lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik
(Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis,
bau buah (napas aseton)
f) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon
dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
g) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
h) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)\
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi
pernapasan meningkat
i) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya
kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk
otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup
tajam).
j) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi) Masalah impoten pada
pria, kesulitan orgasme pada wanita
k) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid,
diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan
kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik
sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan
bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan terhadap glukosa darah.
l)
I. Fokus Intervensi pada Ketoasidosis Diabetik
DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
Defisit volume Kriteria Hasil : 1. Kaji riwayat durasi/intensitas 1. Membantu memperkirakan pengurangan volume total.
cairan 1. TTV dalam mual, muntah dan berkemih Proses infeksi yang menyebabkan demam dan status
berhubungan batas normal. berlebihan. hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan
dengan diuresis 2. Pulse perifer 2. Monitor vital sign dan perubahan insensibel.
osmotik akibat dapat teraba. tekanan darah orthostatic 2. Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi
hiperglikemia, 3. Turgor kulit 3. Observasi ouput dan kualitas urin dan takikardia. Hipovolemia berlebihan dapat
pengeluaran dan capillary 4. Timbang BB ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg
cairan refill baik. 5. Pertahankan cairan 2500 ml/hari dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri
berlebihan : 4. Keseimbangan jika diindikasikan 3. Menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan
diare, muntah; urin output. 6. Ciptakan lingkungan yang keefektifan terapi
pembatasan 5. Kadar elektrolit nyaman, perhatikan perubahan 4. Menunjukkan status cairan dan keadekuatan rehidrasi
intake akibat normal emosional 5. Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume
mual. 7. Catat hal yang dilaporkan seperti 6. Mengurangi peningkatan suhu yang menyebabkan
mual, nyeri abdomen, muntah pengurangan cairan, perubahan emosional
dan distensi lambung menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan hipoksia
8. Obsevasi adanya perasaan 7. Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas
kelelahan yang meningkat, lambung, sering menimbulkan muntah dan potensial
edema, peningkatan BB, nadi menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit
tidak teratur dan adanya distensi 8. Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin
pada vaskuler sangat berpotensi menimbulkan beban cairan dan GJK
Kolaborasi: 9. Pemberian tergantung derajat kekurangan cairan dan
1. Pemberian NS dengan atau tanpa respons pasien secara individual. Plasma ekspander
dextrose, Albumin, plasma, dibutuhkan saat kondisi mengancam kehidupan atau
dextran TD sulit kembali normal
2. Pertahankan kateter terpasang 10. Memudahkan pengukuran haluaran urin
3. Pantau pemeriksaan lab : 11. Hematokrit : Mengkaji tingkat hidrasi akibat
a. Hematokrit. hemokonsentrasi.
b. BUN/Kreatinin 12. BUN/Kreatinin : Peningkatan nilai mencerminkan
c. Osmolalitas darah kerusakan sel karena dehidrasi atau awitan kegagalan
d. Natrium ginjal
e. Kalium 13. Osmolaritas darah : Meningkat pada hiperglikemi dan
4. Berikan bikarbonat jika pH <7,0 dehidrasi
5. Pasang NGT dan lakukan 14. Natrium : Menurun mencerminkan perpindahan cairan
penghisapan sesuai dengan dari intrasel (diuresis osmotik), tinggi berarti
indikasi kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi
natrium dalam berespons terhadap sekresi aldosterone
15. Kalium : Kalium terjadi pada awal asidosis dan
selanjutnya hilang melalui urine, kadar absolut dalam
tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis
teratasi kekurangan kalium terlihat
16. Memperbaiki asidosis pada hipotensi atau syok
17. Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan
muntah
Perubahan Kriteria hasil : 1. Pantau berat badan setiap hari 1. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk
nutrisi : kurang 1. Klien mencerna atau sesuai indikasi absorpsi dan utilitasnya
dari jumlah kalori/ 2. Tentukan program diet dan pola 2. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan nutrien yang makan pasien dan bandingkan kebutuhan terapetik
berhubungan tepat dengan makanan yang dihabiskan 3. Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan
dengan 2. Menunjukkan 3. Auskultasi bising usus, catat elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung
ketidakcukupan tingkat energi adanya nyeri abdomen/perut (distensi atau ileus paralitik)yang akan mempengaruhi
insulin, biasanya kembung, mual, muntahan pilihan intervensi.
penurunan 3. Mendemonstrasi makanan yang belum dicerna, 4. Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien
masukan oral, kan berat badan pertahankan puasa sesuai indikasi sadar dan fungsi gastrointestinal baik
status stabil atau 4. Berikan makanan yang 5. Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami
hipermetabolis penambahan mengandung nutrien kemudian kebutuhan nutrisi pasien
me. sesuai rentang upayakan pemberian yang lebih 6. Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya
normal padat yang dapat ditoleransi metabolisme karbohidrat yang berkurang sementara
5. Libatkan keluarga pasien pada tetap diberikan insulin, hal ini secara potensial dapat
perencanaan sesuai indikasi mengancam kehidupan sehingga harus dikenali
6. Observasi tanda hipoglikemia 7. Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi
Kolaborasi : urine untuk mendeteksi fluktuasi
1. Pemeriksaan GDA dengan finger 8. Memantau efektifitas kerja insulin agar tetap terkontrol
stick. 9. Mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat
2. Pantau pemeriksaan aseton, pH dan menurunkan insiden hipoglikemia
dan HCO3. 10. Larutan glukosa setelah insulim dan cairan membawa
3. Berikan pengobatan insulin gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan mertabolisme
secara teratur sesuai indikasi. karbohidrat mendekati normal perawatan harus
4. Berikan larutan dekstrosa dan diberikan untuk menhindari hipoglikemia
setengah salin normal.

Gangguan pola Kriteria hasil : Kaji pola nafas tiap hari. 1. Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status
nafas tidak 1. Pertahanan pola 1. Kaji kemungkinan adanya secret asam basa, status hidrasi, status cardiopulmonal dan
efektif nafas efektif. yang mungkin timbul. sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat
berhubungan 2. Tampak rileks. 2. Kaji pernafasan kusmaul atau diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang
dengan
peningkatan 3. Frekuensi nafas pernafasan keton berpengaruh/paling berpengaruh.
respirasi normal 3. Pastikan jalan nafas tidak 2. Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran
ditandai dengan tersumbat. sputum berlebih akibat kerja reflek parasimpatik dan
pernafasan 4. Baringkan klien pada posisi atau penurunan kemampuan menelan.
kusmaul nyaman, semi fowler. 3. Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui
5. Berikan bantuan oksigen. pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis
6. Kaji Kadar AGD setiap hari respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasan
yang berbau keton berhubungan dengan pemecahan
asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus
terkoreksi.
4. Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui
pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis
respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasan
yang berbau keton berhubungan dengan pemecahan
asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus
terkoreksi.
5. Pada posisi semi fowler paru – paru tidak tertekan oleh
diafragma.
6. Pernafasan kusmaul sebagai kompensasi keasaman
memberikan respon penurunan CO2 dan O2, Pemberian
oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan
dapat mempertahankan level CO2.
7. Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2dan O2
merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap
keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen.
Resiko infeksi Kriteria Hasil: 1. Observasi tanda – tanda infeksi 1. Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya
berhubungan 1. Menurunkan dan peradangan, seperti demam, telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat
dengan kadar resiko infeksi kemerahan, adanya pus pada mengalami infeksi nosokomial.
glukosa tinggi, 2. Merubah gaya luka, sputum purulen, urine 2. Mencegah timbulnya infeksi silang (infeksi
penurunan hidup untuk berwarna keruh atau berkabut. nosokomial)
fungsi leukosit, mencegah 2. Tingkatkan upaya pencegahan 3. Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan
perubahan pada terjadinya dengan melakukan cuci tangan pasien pada peningkatan risiko terjadinya kerusakan
sirkulasi infeksi yang baik pada semua orang pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
yang berhubungan dengan pasien 4. Membantu dalam memventilasikan semua daerah paru
termasuk pasiennya sendiri. dan memobilisasi secret. Mencegah agar sekret tidak
3. Berikan perawatan kulit dengan statis dengan dengan terjadinya peningkatan terhadap
teratur, mesase daerah tulang resiko infeksi.
yang tertekan, jaga kulit tetap 5. Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut/gusi.
kering (tidak berkerut). 6. Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
4. Lakukan perubahan posisi dan Meningkatkan aliran urine untuk mencegah urine yang
anjurkan pasien untuk batuk statis dan membantu dalam mempertahankan
efektif/napas dalam jika pasien pH/keasaman urine, yang menurunkan pertumbuhan
sadar dan kooperatif. bakteri dan pengeluaran organisme dari sistem organ
5. Lakukan pengisapan lendir pada tersebut.
jalan napas dengan menggunakan 7. Penanganan awal dapat membantu mencegah
teknik steril sesuai keperluannya. timbulnya sepsis
6. Bantu pasien melakukan hiegene
oral
7. Anjurkan untuk makan dan
minum adekuat (pemasukan
makanan dan cairan yang
adekuat, kira-kira 3000 ml/hari,
jika kontraindikasi).
Kolaborasi:
1. Berikan obat antibiotik yang sesuai

Kelelahan Kriteria hasil : 1. Identifikasi aktivitas yang 1. Mencegah kelelahan yang berlebihan
berhubungan 1. Mengungkapkan menimbulkan kelelahan. 2. Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat
dengan peningkatan 2. Berikan aktivitas alternative ditoleransi secara fisiologi.
penurunan tingkat energi. dengan periode istirahat yang 3. Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan
produksi 2. Menunjukkan cukup/tanpa diganggu. dengan penurunan kebutuhan akan energy pada setiap
energy perbaikan 3. Pantau nadi, frekuensi pernapasan kegiatan
metabolik, kemampuan dan tekanan darah
perubahan untuk sebelum/sesudah melakukan
kimia darah, berpartisipasi aktivitas.
insufisiensi dalam aktivitas
insulin, yang diinginkan
peningkatan
kebutuhan
energy
DAFTAR PUSTAKA

Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik &
Riwayat Kesehatan (p. 49). p. 49.
Burkitt, and R. (2007). Appendicitis. In: Essential Surgery Problems, Diagnosis, &
Management . (4th ed.). London: Elsevier Ltd.
Elizabeth J. Corwin. (2011). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Adityamedi.
Mansjoer, A. (2011). Kapita Selekta Kedokteran (ketiga jil). Jakarta.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Potter, P., & Perry, A. (2014). Fundamentals of Nursing (7th ed.). Philadelphia:
Elsevier Ltd.
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brurner &
Suddarath (8th ed.). Jakarta: EGC.
Wilkinson.M.J. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi
Keperawatan : Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai