DISUSUN OLEH :
INDRIYANI EKA LANI OEMATAN
NIM : 01.2.17.00609
1
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
“DIABETIKUM KETOASIDOSIS (DKA)”
1.1 Definisi
Diabetikum Ketoasidosis (DKA) adalah komplikasi akut dari diabetes mellitus tipe 1 yang paling
sering terjadi pada anak dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Beberapa faktor yang
menjadi penyebabnya adalah kesalahan pengelolaan dosis insulin atau stress, system regulasi
pengiriman insulin, dan ketidakpatuhan akan terapi insulin (Nusantara,dkk.2019).
Diabetikum Ketoasidosis (DKA) merupakan suatu komplikasi akut diabetes melitus (DM) yang
sering ditemukan dan mengancam jiwa. Biasanya DKA terjadi pada individu yang sudah
menyandang diabetes sebagai akibat dari infeksi, infark miokard, stroke, pankreatitis, trauma, atau
tidak patuh berobat (Suwita,dkk.2018).
Menurut Jurnal Conference on Research & Community Services, Diabetikum Ketoasidosis (DKA)
adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis,
terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. DKA dan hipoglikemia merupakan
komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat.
Diabetikum Ketoasidosis (DKA) disebabkan oleh penurunan insulin efektif di sirkulasi yang
disertai peningkatan hormon regulator kontra seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon
pertumbuhan. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh hati dan ginjal, serta
gangguan penggunaan glukosa perifer dengan akibat hiperglikemia dan hiperosmolalitas.
1.2 Etiologi
Ada sekitar 20% pasien Diabetikum Ketoasidosis (DKA) yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya adalah kesalahan pengelolaan dosis
insulin atau stress, sistem regulasi pengiriman insulin, dan ketidakpatuhan akan terapi insulin Pada
pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus. Tidak
adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
2
1.3 Manifestasi Klinis
Tanda-tanda pasien mengalami Diabetikum Ketoasidosis (DKA), adalah :
1. Sekitar 80% pasien DM ( komplikasi akut )
2. Pernafasan cepat dan dalam ( Kussmaul )
3. Dehidrasi ( tekanan turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering )
4. Kadang-kadang hipovolemi dan syok
5. Bau aseton dan hawa napas tidak terlalu tercium
6. Didahului oleh poliuria, polidipsi.
7. Riwayat berhenti menyuntik insulin
8. Demam, infeksi, muntah, dan nyeri perut
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam. Poliuri, polidipsi dan
penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang Diabetikum
Ketoasidosis (DKA), dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering disalah-
artikan sebagai 'akut abdomen'. Asidosis metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala nyeri
abdomen, gejala ini akan menghilang dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi. Sering
dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10% kasus), dehidrasi dan syok hipovolemia
(kulit/mukosa kering dan penurunan turgor, hipotensi dan takikardi).
1.4 Patofisiologi
Ketoasidosis terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan lemak
untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita
koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri
suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit
berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya. Faktor faktor pemicu yang
paling umum dalam perkembangan Diabetikum Ketoasidosis (DKA), adalah infeksi, infark
miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang
ditemukan pada Diabetikum Ketoasidosis (DKA), adalah tergolong konsekuensi langsung atau
tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan
hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan
kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi
keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan
diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium,
kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi terjadi bila terjadi secara hebat, akan
menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik
yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi (pernafasan Kussmaul).
3
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan
elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking
vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat
dan lipid normal. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor
ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan
dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat
kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida
selama periode waktu 24 jam.Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan
keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai
akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.
Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.
1.5 Pathway
4
1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin
memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki
kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa
darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar
dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis
diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
2. Natrium.
5
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100 mg /
dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L.
Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
3. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat
digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.
4. Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik
(pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat
asidosis.
5. Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri
mungkin menyarankan mendasari infeksi.
6. Gas darah arteri (AGD).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements. Brandenburg
dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan DKA adalah
lebih rendah dari pH 0,03 pada AGD.
7. Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat
berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
8. ß-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat ß kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap
pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3
mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk DKA.
9. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran kencing
yang mendasari.
10. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien
dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis
> 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien
jatuh pada kondisi koma.
11. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis), maka
tingkat fosfor serum harus ditentukan.
6
12. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
13. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada
dehidrasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang
terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
Tabel Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian)
metabolik pada diabetes.
7
2. Asidosis, bila pH darah < 7,3.
3. kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
2. Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
3. Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
Diagnosis Banding
Diabetikum Ketoasidosis (DKA) juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, sesak,
dan koma yang lain termasuk : hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis metabolik,
asidosis laktat, intoksikasi salisilat, bronkopneumonia, ensefalitis, dan lesi intrakranial.
1.8 Komplikasi
Komplikasi dari Diabetikum Ketoasidosis (DKA) dapat berupa:
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai
stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi
ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati
diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati
diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan
menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres, perasaan berkurang
sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa).
4. Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada pembuluh
darah jantung. Bila diabetes mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan
kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan
penyebab kematian mendadak.
5. Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa darah
terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian.
Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
6. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal penderita diabetes
harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi.
Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara
otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah tekanan darah.
8
1.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi),
2. Menghentikan ketogenesis (insulin),
3. Koreksi gangguan elektrolit,
4. Mencegah komplikasi,
5. Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
Penatalaksanaan DKA bersifat multifaktorial sehingga memerlukan pendekatan terstruktur oleh
dokter dan paramedis yang bertugas. Keberhasilan penatalaksanaan DKA membutuhkan koreksi
dehidrasi, hiperglikemia, asidosis dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi komorbid,
dan yang terpenting adalah pemantauan pasien terus-menerus. Berikut ini beberapa hal yang
harus diperhatikan pada penatalaksanaan DKA.
1. Terapi cairan
Prioritas utama pada penatalaksanaan DKA adalah terapi cairan. Terapi insulin hanya
efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan hanya dengan terapi cairan saja
akan membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah. Studi menunjukkan bahwa selama
empat jam pertama, lebih dari 80% penurunan kadar gula darah disebabkan oleh
rehidrasi.
2. Terapi Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis DKA dan rehidrasi yang
memadai. Sumber lain menyebutkan pemberian insulin dimulai setelah diagnosis DKA
ditegakkan dan pemberian cairan telah dimulai. Pemakaian insulin akan menurunkan kadar
hormon glukagon, sehingga menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak
bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan
utilisasi glukosa oleh jaringan. Cara ini dianjurkan karena lebih mudah mengontrol dosis
insulin, menurunkan kadar glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat menghilang,
masuknya kalium ke intrasel lebih lambat, komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih
sedikit.
3. Natrium
Penderita dengan DKA kadang-kadang mempunyai kadar natrium serum yang rendah, oleh
karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas
100 mg/dl maka kadar natrium diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada kadar yang
diukur. Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah setelah
penyesuaian efek ini. Sebaliknya kadar natrium dapat meningkat setelah dilakukan
resusitasi cairan dengan normal saline oleh karena normal saline memiliki kadar natrium
lebih tinggi dari kadar natrium ekstraselular saat itu disamping oleh karena air tanpa
natrium akan berpindah ke intraselular sehingga akan meningkatkan kadar natrium.
4. Bikarbonat
9
Pemakaian bikarbonat pada DKA masih kontroversial. Pada pH > 7,0, pengembalian
aktifitas insulin memblok lipolisis dan memperbaiki ketoasidosis tanpa pemberian
bikarbonat. Mengetahui bahwa asidosis berat menyebabkan banyak efek vaskular yang
tidak diinginkan, tampaknya cukup bijaksana menentukan bahwa pada pasien dewasa
dengan pH < 6,9, 100 mmol natrium bikarbonat ditambahkan ke dalam 400 ml cairan
fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Pada pasien dengan pH 6,9 – 7,0,
50 mmol natrium bikarbonat dicampur dalam 200 ml cairan fisiologis dan diberikan
dengan kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat tidak diperlukan jika pH > 7,0. 7,15
Sebagaimana natrium bikarbonat, insulin menurunkan kadar kalium serum, oleh karena itu
pemberian kalium harus terus diberikan secara intravena dan dimonitor secara berkala.
Setelah itu pH darah vena diperiksa setiap 2 jam sampai pH menjadi 7,0, dan terapi harus
diulangi setiap 2 jam jika perlu.
5. Fosfat
Meskipun kadar fosfat tubuh secara keseluruhan mengalami penurunan hingga 1,0
mmol/kgBB, kadar fosfat serum seringkali normal atau meningkat. Kadar fosfat menurun
dengan terapi insulin. Bagaimanapun untuk menghindari lemahnya otot rangka dan jantung
serta depres pernapasan yang disebabkan hipofosfatemia, pemberian fosfat secara hati-hati
mungkin kadang- kadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan jantung, anemia, atau
depresi pernapasan dan pada mereka dengan kadar serum posfat < 1,0 mg/dl. Ketika
diperlukan, 20 – 30 mEq/l kalium fosfat dapat ditambahkan pada terapi cairan yang telah
diberikan. Untuk itu diperlukan pemantauan secara berkelanjutan.
6. Magnesium
Biasanya terdapat defisit magnesium sebesar 1 – 2 mEq/l pada pasien DKA. Kadar
magnesium ini juga dipengaruhi oleh pemakaian obat seperti diuretik yang dapat
menurunkan kadar magnesium darah. Gejala kekurangan magnesium sangat sulit dinilai
dan sering tumpang tindih dengan gejala akibat kekurangan kalsium, kalium atau natrium.
Gejala yang sering dilaporkan adalah parestesia, tremor, spame karpopedal, agitasi, kejang,
dan aritmia jantung. Pasien biasanya menunjukkan gejala pada kadar ≤ 1,2 mg/dl. Jika
kadarnya di bawah normal disertai gejala, maka pemberian magnesium dapat
dipertimbangkan.
7. Hiperkloremik asidosis selama terapi
10
Oleh karena pertimbangan pengeluaran keto acid dalam urine selama fase awal terapi,
substrat atau bahan turunan bikarbonat akan menurun. Sebagian defisit bikarbonat akan
diganti dengan infus ion klorida pada sejumlah besar salin untuk mengkoreksi dehidrasi.
Pada kebanyakan pasien akan mengalami sebuah keadaan hiperkloremik dengan
bikarbonat yang rendah dengan anion gap yang normal. Keadaan ini merupakan kelainan
yang ringan dan tidak akan berbahaya dalam waktu 12 – 24 jam jika pemberian cairan
intravena tidak diberikan terlalu lama.
8. Penatalaksaan terhadap Infeksi yang Menyertai
Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap faktor pencetus terjadinya
KAD. Jika faktor pencetus infeksi belum dapat ditemukan, maka antibiotika yang dipilih
adalah antibiotika spektrum luas.
9. Terapi Pencegahan terhadap Deep Vein Thrombosis (DVT)
Terapi pencegahan DVT diberikan terhadap penderita dengan risiko tinggi, terutama
terhadap penderita yang tidak sadar, immobilisasi, orang tua, dan hiperosmolar berat.
Dosis yang dianjurkan 5000 iu tiap 8 jam secara subkutan.
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan
2.1.1 Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala :Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istirahat/tidur
Tanda :Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktifitas, letargi/disorientasi, koma,
penurunan kekuatan otot
2. Sirkulasi
Gejala :Adanya riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia
Tanda :Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia,
krekels, Distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata
cekung
3. Integritas/ Ego
Gejala :Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda :Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala :Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare
Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika
terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya
asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5. Nutrisi/Cairan
11
Gejala :Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus,
penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda :Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran
tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau
halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
6. Neurosensori
Gejala :Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan
Tanda :Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan memori (baru,
masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma), aktifitas kejang
(tahap lanjut dari DKA)
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala :Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda :Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8. Pernapasan
Gejala :Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi/tidak)
Tanda :Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan meningkat
9. Keamanan
Gejala :Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda :Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang erak,
parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam)
10. Seksualitas
Gejala :Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang, lambat,
penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital
(dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat
diabetik sesuai pesanan
Rencana pemulangan :Mungkin memerlukan bantuan dalam pengatuan diet, pengobatan,
perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah
2.1.2 Pengkajian ABC
1. Airway dan Breathing
Oksigenasi / ventilasi
12
Jalan napas dan pernapasan tetap prioritas utama. Jika pasien dengan kesadaran / koma (GCS <8)
mempertimbangkan intubasi dan ventilasi. Pada pasien tsb sementara saluran napas dapat
dipertahankan oleh penyisipan Guedel's saluran napas. Pasang oksigen melalui masker Hudson
atau non-rebreather masker jika ditunjukkan. Masukkan tabung nasogastrik dan biarkan drainase
jika pasien muntah atau jika pasien telah muntah berulang. Airway, pernafasan dan tingkat
kesadaran harus dimonitor di semua treatment DKA.
2. Circulation
Penggantian cairan. Sirkulasi adalah prioritas kedua. DKA pada pasien yang menderita dehidrasi
berat bisa berlanjut pada shock hipovolemik. Oleh sebab itu, cairan pengganti harus dimulai
segera. Cairan resusitasi bertujuan untuk mengurangi hiperglikemia, hyperosmolality, dan
counterregulatory hormon, terutama dalam beberapa jam pertama, sehingga mengurangi resistensi
terhadap insulin. Terapi Insulin paling efektif jika didahului dengan cairan awal dan penggantian
elektrolit. Defisit cairan tubuh 10% dari berat badan total maka lebih dari 6 liter cairan mungkin
harus diganti. Resusitasi cairan segera bertujuan untuk mengembalikan volume intravaskular dan
memperbaiki perfusi ginjal dengan solusi kristaloid, koloid dan bisa digunakan jika pasien dalam
syok hipovolemik. Normal saline (NaCl 0,9%) yang paling sesuai. Idealnya 50% dari total defisit
air tubuh harus diganti dalam 8 jam pertama dan 50% lain dalam 24 jam berikutnya. Hati-hati
pemantauan status hemodinamik secara teliti (pada pasien yang tidak stabil setiap 15 menit), fungsi
ginjal, status mental dan keseimbangan cairan diperlukan untuk menghindari overload cairan.
2.1.3Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan (Kode : D.0005)
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung (Kode : D.0008)
13
2.Posisikan semi-Fowler atau Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
- Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Diagnosa 2
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
Perawatan Jantung (Kode : 1.02075)
Definisi
Mengidentifikasi, merawat dan membatasi komplikasi akibat ketidakseimbangan antara suplai dan
konsumsi oksigen miokard.
Tindakan
- Observasi
1. Identifikasi tanda atau gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan,
edema, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
2. Identifikasi tanda atau gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi peningkatan berat
badan, hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit
pucat)
3. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu)
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada (mis. intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi
nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapan
9. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
10. Monitor nilai laboratorium jantung (mis. elektrolit, enzim jantung, BNP, NT pro-BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat (mis, beta blocker, ACE
inhibitor, calelum chanel blocker, digoksin)
- Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-Fowler atau Fowler dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
14
2. Berikan diet jantung yang sesuai (mis. batasi asupan kafein, natrium, kolesterol, dan makanan
tinggi lemak)
3. Gunakan stocking elastis atau pneumatic intermiten, sesuai indikasi
4. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
6. Berikan dukungan emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94 %
- Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
5. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
- Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Diameter
thoraks
1 2 3 4 5
anterior-
posterior
Tekanan
1 2 3 4 5
ekspirasi
Tekanan
1 2 3 4 5
inspirasi
Dispnea Menurun Cukup Sedang Cukup Menurun
15
Meningkat Menurun
1 2 3 4 5
Penggunaan
otot bantu 1 2 3 4 5
nafas
Pemanjangan
1 2 3 4 5
fase ekspirasi
Ortopnea 1 2 3 4 5
Pernapasan
1 2 3 4 5
pursed-tip
Pernafasan
1 2 3 4 5
cuping hidung
Cukup Cukup
Memburuk Sedang Membaik
Frekuensi Memburuk Membaik
nafas 1 2 3 4 5
Kedalaman 1 2 3 4 5
nafas
Ekskursi dada 1 2 3 4 5
Diagnosa 2
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
Cukup Cukup
Meningkat Sedang Menurun
Meningkat Menurun
Papitasi
Bradikardia 1 2 3 4 5
Takikardia 1 2 3 4 5
Gambaran EKG aritmia 1 2 3 4 5
Lelah 1 2 3 4 5
Edema 1 2 3 4 5
Distensi vena jugularis 1 2 3 4 5
Dispnea 1 2 3 4 5
Oliguria 1 2 3 4 5
Pucat atau sianosis 1 2 3 4 5
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) 1 2 3 4 5
16
Ortopnea 1 2 3 4 5
Batuk 1 2 3 4 5
Suara jantung S3 1 2 3 4 5
Suara jantung S4 1 2 3 4 5
Murmur jantung 1 2 3 4 5
Berat badan 1 2 3 4 5
Hepatomegali 1 2 3 4 5
Pulmonary Vascular Resistance (PVR) 1 2 3 4 5
Systernic Vascular Resistance (SVR) 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Memburuk Sedang Membaik
Memburuk Membaik
Tekanan darah
Capillary Refill Time (CPT) 1 2 3 4 5
Pulmonary Artery Wedge Pressure (PAWP) 1 2 3 4 5
Central Venous Pressure (CVP) 1 2 3 4 5
17
Pola nafas: irama: Teratur Tidak teratur
Jenis Dispnoe Kussmaul Ceyne Stokes Lain-lain:
Suara nafas: Vesikuler Stridor Wheezing Ronchi Lain-lain:
Pernafasan
Masalah:
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada
Irama jantung: Reguler Ireguler S1/S2 tunggal: Ya Tidak
Nyeri dada: Ya Tidak
Bunyi jantung: Normal Murmur Gallop Lain-lain, ……………….
CRT: < 3 dt > 3 dt
JVP : Normal Meningkat
Kardiovasker
Masalah:
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung ditandai
dengan murmur jantung, JVP meningkat, dan CVP meningkat
Masalah:
18
Penglihatan (mata)
Pupil : Isokor Anisokor Lain-lain:
Sclera/Konjungtiva : Anemis Ikterus Lain-lain:
Lain-lain:
Pendengaran/Telinga
Gangguan pendengaran : Ya Tidak
Lain-lain:
Penginderaan
Penciuman (Hidung)
Bentuk : Normal Tidak Jelaskan:
Gangguan Penciuman : Ya Tidak Jelaskan:
Lain-lain:
Masalah:
Masalah:
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan kemampuan
menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
19
Nafsu makan: Baik Menurun Frekuensi: 3x/hari
Porsi makan: Habis Tidak Jelaskan:
Peristaltik: 16 x/mnt
Pembesaran hepar Ya Tidak
Pembesaran lien Ya Tidak
Buang air besar: ............. x/… Teratur: Ya Tidak
Konsistensi: Bau: Warna:
Lain-lain:
Masalah:
20
Kemampuan pergerakan sendi: Bebas Terbatas
Kekuatan Otot:
5 5
5 5
Mulkuloskeletal/Integumen
Kulit
Warna kulit: Ikterus Sianotik Kemerahan Pucat Hiperpigmentasi
Turgor: Baik Cukup Jelek, Jelaskan:
Masalah:
Tidak ada masalah
Terapi:
1. Monitor TTV
2. Terapo oksigen
3. Pemeriksaan gula darah
4. Relaksasi nafas dalam
21
INDRIYANI EKA LANI OEMATAN
22
ANALISIS DATA
NAMA PASIEN : Ny. R
USIA : 59thn
NO. REGISTER : 099877
NO DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH
1
DS:
Keluarga pasien mengatakan pasien Pola Napas
merasa sesak nafas, dan sesak bertambah
ketika melakukan aktivitas dan Tidak Efektif
berkurang ketika istirahat. Serta sesak (D.0005)
dirasakan seperti tertimpa benda berat Deformitas Dinding Dada
sejak 3 hari yang lalu.
DO:
Pasien mengalami penurunan kesadaran
dan pernapasan pasien cepat dan dalam .
Dengan TTV:
Suhu : 36,1 0 c
Tekanan darah : 201/105 mmHg
Nadi : 96x/menit
Pernapasan : 31x/menit
DS:
Keluarga pasien mengtakan
pasien merasa seseak di bagian Perubahan irama jantung Penurunan curah
2
dada sserta irama jantung pasie jantung
tidan beraturan.
DO: (Kode SDKI :
- Irama jantung ireguler D.0008)
- bunyi jantung murmur
- CRT <3dt
- JVP meningkat.
, Dengan TTV:
Suhu : 36,1 0 c
Tekanan darah : 201/105 mmHg
Nadi : 96x/menit
Pernapasan : 31x/menit
DAFTAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN
.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
- Melakukan TTV:
2 II 08 Indriyani Eka
Desember Suhu Tubuh : 36,1ºC
2020 Denyut Nadi : 96x/menit
08.10 Tekanan Darah : 201/105mmHg
Pernafasan : 31x/menit
08.20 - Identifikasi tanda dan gejala primer
penurunan curah jantung
08.30 - Identifikasi tanda dan gejala
penurunan curah jantung
08.40
08.50 - Monitor tekanan darah pasien
TINDAKAN KEPERAWATAN
09 Melakukan TTV:
2 II Desember Suhu Tubuh : 36,1ºC Indriyani Eka
2020 Denyut Nadi : 96x/menit
14.00 Tekanan Darah : 201/105mmHg
Pernafasan : 31x/menit
14.10 - Identifikasi tanda dan gejala primer
penurunan curah jantung
14.20 - Identifikasi tanda dan gejala
penurunan curah jantung
- Monitor tekanan darah pasien
CATATAN PERKEMBANGAN
P: Intervensi dilanjutkan:
- Posisikan semi fowler/fowler
- Berikan oksigen
2 II 08 Indriyani Eka
S: Keluarga pasien mengtakan pasien merasa
Desember
seseak di bagian dada sserta irama jantung
2020
pasie tidan beraturan.
08.10
O: Pasien mengalami:
- Irama jantung ireguler
- bunyi jantung murmur
- CRT <3dt
- JVP meningkat.
A: Masalah Penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan irama jantung.
P: Intervensi dilanjutkan:
- Identifikasi tanda dan gejala primer
penurunan curah jantung
- Identifikasi tanda dan gejala penurunan
curah jantung
- Monitor tekanan darah pasien
CATATAN PERKEMBANGAN
P: Intervensi dilanjutkan:
- Posisikan semi fowler/fowler
- Berikan oksigen