TENTANG
“KETOASIDOSIS DIABETIKUM”
Disusun oleh :
PEMBAHASAN MATERI
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau
relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami
dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis diabetik (KAD)
merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan
elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan
disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan
gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis met abolik akibat pembentukan
keton yang berlebihan, sedangk an SHH ditandai dengan hiperos molalitas berat dengan
kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni (American Diabetes
Association, 2004)
Ketoasidosis diabetikum adalah merupakan trias dari hiperglikemia, asidosis, dan ketosis
yang terlihat terutama pada pasien dengan diabetes tipe-1. (Samijean Nordmark, 2008)
Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi, epide miologi dan angka
kematian KAD adalah belum ditemukannya kesepakatan tentang definisi KAD. Sindroma ini
mengandung triad yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan asi demia. Konsensus
diantara para ahli dibidang i ni mengenai kriteria diagnost ik untuk KAD adalah pH
arterial < 7,3, kadar bikarbonat < 15 mEq/L, d an kadar glucosa darah > 250 m g/dL
disertai ketonemia dan ketonuria moderate (Kitabchi dkk, 2004).
Diabetic Keto Acidosis (DKA) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa seorang
penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium,
dan natrium menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah
sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering disertai koma.
2. Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada
pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus.
Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang.
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan
oleh:
a. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
b. Keadaan sakit atau infeksi
c. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati
3. Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita
koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri
suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit
berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan
gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan
hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan
kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah)
menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan
menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium,
potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat,
akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis
metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi (peranfasan
Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan
elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking
vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat
dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
juga. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat
dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta
klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak
(lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi
badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan
tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.
KETOASIDOSIS DIABETIKUM ( KAD )
Pathophysiology of DKA adapted from Urden: Thelan’s Critical Care Nursing: Diagnosis
and Management. 5th ed.Cited in Nursing Consult. www.nursingconsult.com
Pada keadaan normal kurang lebih 50 % glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi glikogen dan 20 % sampai 40 % diubah menjadi
lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi
insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang
batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak
bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula
yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.
Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga
pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut
polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-
sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah
meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau
aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi
koma yang disebut koma diabetik (Price, 2005)
c. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan.EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat
potasium.
e. Bikarbonat
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-
7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi
respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan
keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam
darah dan urin.Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion
untuk menilai derajat asidosis.
f. Sel darah lengkap (CBC)
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran
kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
g. Gas darah arteri (ABG)
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements.
Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada
pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan
ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada
alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah
dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
h. Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal.Selain itu, ketonuria dapat
berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
i. β-hidroksibutirat
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons
terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal,
dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis
diabetik (KAD).
j. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis.Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran
kencing yang mendasari.
k. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8.
Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya
memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H 2O.Jika osmolalitas kurang dari > 330
mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
l. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme
kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
m. Tingkat BUN meningkat
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
n. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada
dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN
serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi
renal.
6. Penatalaksanaan
Berikan insulin reguler sesuai instruksi setelah hasil pemeriksaan kadar kalium serum
didapatkan. Beberapa pasien jarang ditemukan mengalami KAD hipokalemia; dalam hal
ini, pemberian insulin intravena sebelum kadar kalium dikoreksi dapat menjadi letal.
Regimen tipikal dimulai dengan dosis muatan 0,15 U insulin/kg, yang dilanjutkan dengan
infusi rumatan 0,1 U insulin/kg/jam. Glukosa harus turun 40-80 mg/dl/jam. Penurunan
kadar glukosa serum yang terlalu cepat dapat menyebabkan edema serebral. jika kadar
glukosa serum tidak menurun dalam 2 jam, menggandakan dosis infusi insulin mungkin
diperlukan. Jika edema serebral terjadi, antisipasi pemberian manitol.
Dekstosa seharusnya dikombinasikan dengan salin setengah normal (0,45 NS) pada saat
kadar glukosa ≤250 mg/dl untuk mencegah hipoglikemia dan edema serebral.
Pemberian insulin reguler melalui SK dapat dimulai pada saat glukosa serum ≤250 mg/dl,
pH >7,2 atau CO2 sebesar 15-18 mEq/L, dan pasien mampu menoleransi asupan per oral.
Biasanya, infusi insulin akan dihentikan 1-2 jam setelah pasien mendapatkan insulin SK.
Antisipasi suplementasi kalium (kalium klorida, kalium fosfat, dan kalium asetat) untuk
mengganti kehilangan kalium akibat eksresi urine, akibat koreksi asidosis metabolik, atau
sekunder akibat uptake selular pada terapi insulin. Validasi haluaran urine sebelum
memberikan kalium. Jika hipokalemia refraktori terhadap terapi, pertimbangkan
penggantian magnesium.
Pemberian natrium bikarbonat dipertimbangkan hanya jika pH serum <7.
Intubasi NG mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko muntah dan aspirasi pada
pasien yang mengalami perubahan mentasi. Pertahankan pasien tetap NPO sampai pasien
sadar, berhenti muntah, dan bising usus kembali ada.
Intubasi dan ventilasi mekanis mungkin diperlukan jika pasien tidak mampu melindungi
jalan napas atau tidak mampu melakukan ventilasi dan osigenasi dengan adekuat.
Bantu pasien yang sadar untuk batuk dan napas dalam guna mencegah stasis paru dan
atelektaksis. Ubah posis pasien yang tidak sadar setiap 1-2 jam dan lakukan pengisapan
sekresi sesuai kebutuhan.
Berikan perawatan kulit yang cermat umat mencegah kerusakan integritas kulit; inspeksi
tulang yang menonjol. Pertahankan kesejajaran tubuh pada pasien yang tidak sadar.
Orientasi pasien dengan sering terhadap lingkungan sekitarnya. Pertahankan tempat tidur
dalam posisi rendah dan naikkan sisi pengaman.
7. Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
a. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita
mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan
menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang
lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan
cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
e. Status metabolik :
Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-penyakit
akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social,
obat-obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian
insulin atau obat anti hiperglikemik oral.
f. Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran bisa CM, letargi atau koma.
Keadaan umum (Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun).
Sistem pernafasan (nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang
paru).
Sistem integument (turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering).
Sistem kardiovaskuler (hipertensi, Ortostatik hipotensi/sistole turun 20 mmHg atau lebih
saat berdiri).
Sistem gastrointestinal (nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia).
Sistem neurologi (sakit kepala, kesadaran menurun).
Sistem penglihatan (penglihatan kabur).
h. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istrahat/tidur. Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas,
letargi /disorientasi, koma.
i. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia. Tanda: Perubahan
tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels,
distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
j. Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan
kondisi. Tanda: Ansietas, peka rangsang.
k. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan
berkemih (infeksi), nyeri tekan abdomen, diare. Tanda: Urine encer, pucat, kuning,
poliuri (dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin
berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan
menurun, hiperaktif (diare).
l. Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus,
penggunaan diuretik (Thiazid). Tanda: Kulit kering/bersisik, turgor jelek,
kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas
aseton).
m. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesi,
gangguan penglihatan. Tanda: Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap
lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam
menurun (koma).
n. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat). Tanda: Wajah meringis dengan
palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
o. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung
adanya infeksi/tidak). Tanda: Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
frekuensi pernapasan meningkat.
p. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda: Demam, diaphoresis, kulit rusak,
lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot
termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
q. Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria, kesulitan
orgasme pada wanita.
4. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN DAN
NO INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
a Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
v Fluid balance Fluid management
Definisi : Penurunan cairan
v Hydration Pertahankan catatan intake dan
intravaskuler, interstisial,
v Nutritional Status : Food and output yang akurat
dan/atau intrasellular. Ini
Fluid Intake Monitor status hidrasi
mengarah ke dehidrasi,
Kriteria Hasil : ( kelembaban membran mukosa,
kehilangan cairan dengan
v Mempertahankan urine nadi adekuat, tekanan darah
pengeluaran sodium
output sesuai dengan usia ortostatik ), jika diperlukan
Batasan Karakteristik :
dan BB, BJ urine normal, Monitor vital sign
– Kelemahan
HT normal Monitor masukan makanan /
– Haus
v Tekanan darah, nadi, suhu cairan dan hitung intake kalori
– Penurunan turgor kulit/lidah
tubuh dalam batas normal harian
– Membran mukosa/kulit
v Tidak ada tanda tanda Kolaborasikan pemberian cairan
kering
dehidrasi, Elastisitas IV
– Peningkatan denyut nadi,
turgor kulit baik, membran Monitor status nutrisi
penurunan tekanan darah,
mukosa lembab, tidak ada Berikan cairan IV pada suhu
penurunan volume/tekanan
rasa haus yang berlebihan ruangan
nadi
Dorong masukan oral
– Pengisian vena menurun
Berikan penggantian nesogatrik
– Perubahan status mental
sesuai output
– Konsentrasi urine meningkat
Dorong keluarga untuk
– Temperatur tubuh
membantu pasien makan
meningkat
Tawarkan snack ( jus buah, buah
– Hematokrit meninggi
segar )
– Kehilangan berat badan
Kolaborasi dokter jika tanda
seketika (kecuali pada third
cairan berlebih muncul meburuk
DIAGNOSA TUJUAN DAN
NO INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
spacing) Atur kemungkinan tranfusi
Faktor-faktor yang · Persiapan untuk tranfusi
berhubungan:
– Kehilangan volume cairan
secara aktif
– Kegagalan mekanisme
pengaturan
2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
Definisi : Pertukaran udara v Respiratory status :
inspirasi dan/atau ekspirasi Ventilation Airway Management
tidak adekuat v Respiratory status : Airway
Batasan karakteristik : patency Buka jalan nafas, guanakan
– Penurunan tekananv Vital sign Status teknik chin lift atau jaw thrust
inspirasi/ekspirasi Kriteria Hasil : bila perlu
– Penurunan pertukaran udara v Mendemonstrasikan batuk Posisikan pasien untuk
per menit efektif dan suara nafas memaksimalkan ventilasi
– Menggunakan otot yang bersih, tidak ada Identifikasi pasien perlunya
pernafasan tambahan sianosis dan dyspneu pemasangan alat jalan nafas
– Nasal flaring (mampu mengeluarkan buatan
– Dyspnea sputum, mampu bernafas Pasang mayo bila perlu
– Orthopnea dengan mudah, tidak ada Lakukan fisioterapi dada jika
– Perubahan penyimpangan pursed lips) perlu
dada v Menunjukkan jalan nafas Keluarkan sekret dengan batuk
– Nafas pendek yang paten (klien tidak atau suction
– Assumption of 3-point merasa tercekik, irama Auskultasi suara nafas, catat
position nafas, frekuensi adanya suara tambahan
– Pernafasan pursed-lip pernafasan dalam rentang Lakukan suction pada mayo
– Tahap ekspirasi berlangsung normal, tidak ada suara Berikan bronkodilator bila perlu
sangat lama nafas abnormal) Berikan pelembab udara Kassa
– Peningkatan diameter
v Tanda Tanda vital dalam basah NaCl Lembab
anterior-posterior rentang normal (tekanan Atur intake untuk cairan
– Pernafasan rata-rata/minimal darah, nadi, pernafasan) mengoptimalkan keseimbangan.
§ Bayi : < 25 atau > 60 Monitor respirasi dan status O2
§ Usia 1-4 : < 20 atau > 30 Terapi oksigen
§ Usia 5-14 : < 14 atau > 25 Bersihkan mulut, hidung dan
§ Usia > 14 : < 11 atau > 24 secret trakea
– Kedalaman pernafasan Pertahankan jalan nafas yang
§ Dewasa volume tidalnya 500 ml paten
saat istirahat Atur peralatan oksigenasi
§ Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg Monitor aliran oksigen
– Timing rasio Pertahankan posisi pasien
– Penurunan kapasitas vital Onservasi adanya tanda tanda
Faktor yang berhubungan : hipoventilasi
– Hiperventilasi Monitor adanya kecemasan
– Deformitas tulang pasien terhadap oksigenasi
– Kelainan bentuk dinding Vital sign Monitoring
dada
– Penurunan
energi/kelelahan Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
– Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal Catat adanya fluktuasi tekanan darah
– Obesitas
– Posisi tubuh Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
DIAGNOSA TUJUAN DAN
NO INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
– Kelelahan otot pernafasan
– Hipoventilasi sindrom atau berdiri
– Nyeri
– Kecemasan Auskultasi TD pada kedua lengan dan
– Disfungsi Neuromuskuler bandingkan
– Kerusakan
persepsi/kognitif
– Perlukaan pada jaringan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
syaraf tulang belakang dan setelah aktivitas
– Imaturitas Neurologis
Monitor kualitas dari nadi
5. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang telah disusun pada uraian
rencana keperawatan.
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi tindakan disesuaikan dengan kriteria hasil pada tujuan di rencana tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran. EGC
Price Sylvia, A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jilid 2 Edisi 4. Jakarta :
EGC.