Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

FRAKTUR SERVIKAL

DISUSUN OLEH :

REKA SOPIYANTI (P07120317028)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN MATARAM

TAHUN AKADEMIK 2020


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus ini telah disahkan dan disetujui oleh
pembimbing lahan dan pembimbing akademik pada :

Nama : Reka Sopiyanti

Nim : p07120317028

Kasus : Perilaku Kekerasan

Hari/Tanggal :

Bangsal/Ruangan :

Mengetahui,

PembimbingAkademik PembimbingLahan

( ) ( )
KASUS KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN DEWASA

Seorang laki-laki pekerja banguan mengalami kecelakaan kerja jatuh dari atap rumah
setinggi 3 meter sewaktu bekerja. Beberapa temannya membawa pasien ke UGD dalam
keadaan tidak sadar.

Informasi pas ien :

Nama : Tn. M

Umur : 40 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Klien mengalami kecelakaan kerja bangunan dan masuk rumah sakit dalam keadaan tidak sadar
.

Riwayat penyakit saat ini :

klien mengalami penurunana kesadaran (tidak sadar ) akibat kecelakaan kerja bangunan jatuh
dari atap rumah setinggi 3 meter sewaktu bekerja. 2 jam sebelum masuk rumah sakit, tiba-tiba
di rumah sakit klien diantar oleh beberapa temannya dalam keadaan tidak sadar. Keluar darah

Riwayat pengobatan yang lalu :

Riwayat alergi :

Tidak diketahui adanya riwayat alergi

Riwayat keluarga :

Klien adalah seorang pekerja buruh dengan status menikah dan tidak ada riwayat penyakit
keturunan seperti hipertensi, diabetes militus dan lain-lain dalam keluarga.

Tingkat kesadaran : coma,


GCS 10 ( E3V3M4 )

Suhu 36,5 °C

Tekanan darah 100/60


Denyut jantung/nadi : kuat 89 x/menit
Irama : regular
Suara jantung normal
MAP 85 mmHg
RR 30 x / menit
Pupil isokor
Suara nafas stridor
SpO2 95%
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR SERVIKAL

I. KONSEP PENYAKIT
A. PENGERTIAN

Ada tujuh tulang servikal vertebrae (tulang belakang) yang mendukung kepala
dan menghubungkannya ke bahu dan tubuh. Sebuah fraktur (patah atau retak) di salah
satu
tulang leher disebut fraktur servikal atau kadang-kadang juga disebut patah tulang leher.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa ( Mansjoer, 2003 ).
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan
medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, sublukasi, atau fraktur vertebra
servikalis dan ditandai dengan kompresi pada medulla spinalis daerah servikal.
Dislokasi servikal adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang servikal. Sublukasi
servikal merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal lepas. Fraktur servikal adalah
terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra servikalis ( Muttaqin, 2011).
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan
lumbalis akibat trauma, jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga dsb (Sjamsuhidayat, 2007).
Fraktur tulang leher merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan
perawatan segera. Fraktur tulang leher sangat berbahaya karena bisa mengganggu sistem
saraf yang terdapat pada vertebra.

B. ETIOLOGI
Khususnya vertebra servikalis dapat disebabkan oleh trauma hiperekstensi,
hiperpleksi, ekstensi rotasi, pleksi rotasi, atau kompresi servikalis. Fraktur vertebra
thorakal bagian atas dan tengah jarang terjadi, kecuali bila trauma berat atau ada
osteoporosis. Karena kanalis spinal didaerah ini sempit, maka sering disertai gejala
neurologis. Mekanisme trauma biasanya bersifat kompresi atau trauma langsung. Pada
kompresi terjadi fraktur kompresi vertebra tampak korpus vertebra berbentuk baji pada
foto lateral. Pada trauma langsung dapat timbul fraktur pada elemen posterior vertebra,
korpus vertebra dan iga di dekatnya. Fraktur dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu :
1. Kecelakaan kebanyakan fraktur terjadi karena kecelakaan lalu lintas
2. Cedera olahraga saat melakukan olahraga yang berat tanpa pemanasan sehingga terjadi
cedera olahraga yang menyebabkan fraktur
3. Osteopororsis lebih sering terjadi pada wanita usia diatas 45 tahun karena terjadi
perubahan hormone menopause
4. Malnutrisi, pada orang malnutrisi terjadi defisit kalsium pada tulang sehingga tulang
rapuh dan sangat beresiko terjadinya fraktur
5. Kecelakaan kecerobohan di tempat kerja biasa terjadi yang dapat menyebabkan fraktur.
(Reeves, 2000).

C. KLASIFIKASI
1. Cedera fleksi
Fraktur kompresi : disebabkan karena fleksi yang tiba-tiba.
Fraktur fleksi- teardrop : melibatka seluruh kolumna ruang interspinosus melebar dan
dapat menyebabkan cedera medulla spinalis.
Sublukasi anterior : kompleks ligamentum superior mengalami rupture sedangkan
ligamentum anterior tetap utuh.
Dislokasi faset bilateral : disebabkan fleksi yang berlebihan
Fraktur karena dorongan : terjadi karena fleksi leher yang tiba-tiba selain itu bisa juga
terjadi karena fraktur langsung di prosesus spinosus, trauma oksipital, tarikan yang
sangan kuat di ligamentum supraspinosus.
2. Cedera fleksi-rotasi
Dislokasi faset unilateral : terjadi saat fleksi bersamaan dengan rotasi sehingga
ligamentum dan kapsul teregang maksimal.
Dislokasi ke depan pada vertebra di atas dengan atau tanpa di sertai kerusakan tulang.
Dislokasi antloaxial : terjadi karena hiperekstensi, terjadi pergeseran sendi antara C1
dan C2 dan biasanya fatal. Cedera ini dapat menyebabkan rheumatoid arthritis.
3. Cedera ekstensi
Fraktur menggantung : terjadi pada C2 yang disebabkan karena hiperekstensi dan
kompresi yang tiba-tiba
Ekstensi ‘teardrop’ : hiperekstensi mendadak dan terjadi akibat tarikan oleh
ligamentum longitudinal.
4. Cedera compresi axial
Fraktur Jefferson : terjadi pada C1 dan disebabkan karena kompresi yang sangat hebat.
Kerusakan terjadi di arkus anterior dan posterior.
Fraktur remuk vertebra : penekanan corpus vertebra secara langsung dan tulang
menjadi hancur.

D. PATOFISIOLOGI
Fraktur tulang belakang dapat terjadi di sepanjang kolumna vertebra teteapi lebih
sering terjadi didaerah servikal bagian bawah dan di daerah lumbal bagian atas. Pada
dislokasi akan tampak bahwa kanalis vertebralis di daerah dislokasi tersebut menjadi
sempit, keadaan ini akan menimbulkan penekanan atau kompresi pada medulla spinalis
atau rediks saraf spinalis. Dengan adanya penekanan atau kompresi yang berlangsung
lama mengakibatkan jaringan terputus akibatnya daerah sekitar fraktur mengalami
oedema / hematoma. Kompresi akibatnya sering menyebabkan iskemia otot.
Gejala dan tanda yang menyertai peningkatan tekanan “compartmental”
mencakup nyeri, kehilangan sensasi dan paralisis. Hilangnya tonjolan tulang yang
normal, pemendekan atau pemanjangan tulang dan kedudukan yang khas untuk
dislokasi tertentu menyebabakan terjadinya perubahan bentuk (deformitas). Imobilisasi
membentuk terapi awal pasien fraktur. Imobilisasi harus dicapai sebelum pasien di
transfer dan bila mungkin , bidai harus dijulurkan paling kurang 1 sendi diatas dan
dibawah tampat fraktur, dengan imobilisasi mengakibatkan sirkulasi darah menurun
sehingga terjadi perubahan perfusi jaringan primer. ( Markam, Soemarmo, 1992;
Sabiston, 1995; Mansjoer, 2000).
E. PATHWAY

F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Hudak ( 2006), manifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai berikut :
1. Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih
berfungsi. Otot diafragma dan oto interkostal mengan partalisis dan tidak ada gerakan
( baik secara fisik maupun fungsional) dibawah transeksi spinal tersebut. Kehilangan
sensori pada tingkat C1 melalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga dan beberapa
daerah wajah. Kehilangan sensori diilustrasikan oleh diafragma dermaton tubuh.
Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian penuh
karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-sehari seperti makan,
mandi, dan berpakaian. Quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan ventilator
mekanis tetapi mungkin dapat dilepaskan dari ventilator secara intermiten. Pasien
biasanya tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
meskipun dia mungkin dapat makan sendiri dengan alat khusus.
2. Lesi C5
Bila segemn C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak
sekunder terhadap edema pascatrauma akut. Paralisis intestinal dan dilatasi lambung
dapat disertai dengan depresi pernafasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi kea rah
luar sebagai akibat kerusakan pada otot supraspinosus. Bahu dapat diangkat karena
tidak ada kerja penghambat levator scapula dan otot trapezius. Setelah fase akut, refleks
dibawah lesi menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher dan triangular anterior
dari daerah lengan atas.
3. Lesi C6
Pada lesi segmen C6 distes pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal
dan edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi
dan lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitas tak terhambat dari deltoid, bisep dan otot
brakhioradialis.
4. Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk
mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posisi
yang sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasanya berlebihan ketika kerja
refleks kembali.

G. PENATALAKSANAAN
1. Pertolongan pertama untuk fraktur servikal
Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah
fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang mebutuhkan perawatan
segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat
mengakibatkankelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher.
Jika ada kemungkinana patah tulang leher, leher pasien tidak boleh digerakkan sampai
tindakan medis diberikan dan X-ray dapat diambil. Itu jalan terbaik untuk
mengasumsikan adanya cedera leher bagi siapa saja yang terkena benturan, jatuh atau
tabrakan.
Gejala fraktur servikal termasuk parah dengan rasa sakit pada kepala, nyeri yang
menjalar ke bahu atau lengan, memar dan bengkak di atas bagian belakang leher.
2. Penanganan operasi
Goal dari penangan operasi adalah reduksi mal aligment, decompresi elemen neural
dan restorasi spinal stability. Operasi anterior dan posterior.
Anterior approach, indikasi :
a. Ventral kompresi
b. Kerusakan anterior collum
c. Kemahiran neuro surgeon
Posterior approach, indikasi :
a. Dorsal kompresi pada struktur neural
b. Kerusakan posterior collum, keuntungan :
c. Dikenal banyak neurosurgeon
d. Lebih mudah
e. Medan operasi lebih luas dapat membuaka beberapa segmen
f. Minimal morbility
3. Pembatasan aktivitas
Studi spesifik yang membandingkan keluaran dengan atau tanpa pembatasan aktivitas
belum ada. Jadi toleransi terhadap respon pengobatan yang bersifat individual
sebaiknya menjadi panduan bagi praktisi. Pada tahap akut sebaiknya hindari pekerjaan
yang mengharuskan gerak leher berlebihan. Pemberian edukasi mengenai posisisi leher
yang benar sangatlah membantu untuk menghindari iritasi radiks saraf lebih jauh.
Seperti contohnya : penggunaan telepon dengan posisi leher menekuk dapat dikurangi
dengan menggunakan headset, menghindari penggunaan kacamata bifocal dengan
ekstensi leher yang berlebihan, posisi tidur yang salah. Saat menonton pertandingan
pada lapangan terbuka, maupun layar lebar sebaiknya menghindari tempat duduk yang
menyebabkan kepala menoleh / berotasi ke sisi lesi.
4. Penggunaan collar brace
Ada banyak jenis kolar yang telah dipelajari untuk membatasi gerak leher. kolar kaku /
keras memberikan pembatasan gerak yang lebih banyak dibandingkan kolar lunak (soft
collar), kecuali pada gerak fleksi dan ekstensi. Kelebihan kolar lunak memberikan
kenyamanan yang lebih pada pasien. Pada salah satu studi menunjukkan bahwa tingkat
kepatuhan pasien untuk menggunakan kolar berkisar 68-72 %. Penggunaan kolar
sebaiknya selama mungkin sepanjang hari. Setelah gejala membaik, kolar dapat
digunakan hanya pada keadaan khusus, seperti saat menyetir kendaraan dan dapat tidak
digunakan lagi bila gejala sudah menghilang. Sangatlah sulit untuk menyatakan waktu
yang tepat kolar tidak perlu digunakan lagi, namun dengan berpatokan : hilangnya rasa
nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan sebagai
petunjuk.
5. Modalitas terapi lain
Termoterapi dapat digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas terapi
ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot.
Kompres dingin dapat diberikan selama 15-30 menit, 1 sampai 4 kali sehari, atau
kompres panas / pemanasan selama 30 menit, 2 sampai 3 kali sehari, atau kompres
dingin / pendinginan tidak efektif. Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah
pragmatic tergantung pada persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.
Traksi leher merupakan salah satu terapi yang banyak digunakan, namunyang dapat
dilakukan di rumah adalah door traction. Traksi dapat dilakukan 3 kali sehari selama 15
menit, adan dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih sedikit selama 4 sampai 6
minggu. Setelah keluhan nyeri hilang pun traksi masih dapat dianjurkan. Traksi
dikontraindikasikan pada pasien dengan spondilosis berat dengan mielopati dan adanya
arthritis dengan subluksasi atlanto-aksial. Latihan pada fase akut. Saat nyeri hilang
latihan penguatan oto leher isometric lebih dianuurkan.
Penggunaan terapi farmakologik dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan mengkin
mengurangi inflamasi di sekitar radiks saraf ( meskipun inflamasi sebenarnya tidak
pernah dapat dibuktikan di radiks saraf maupun diskus ). Jika gejala membaik dengan
berbagai modalitas terapi di atas, aktivitas dapat secara progresif ditingkatkan dan
terapi dihentikan atau kualitas diturunkan. Jika tidak ada perbaikan atau justru
mengalami perburukan sebaiknya dilakukan eksplorasi yang lebih jauh termasuk
pemeriksaan MRI dan dipertimbangkan dilakukan intervensi seperti pemberian steroid
epidural maupun terapi operatif. Tidak ada patokan sampai berapa lama terapi non-
operatif dilanjutkan sebelum tindakan operatif. Defisit neurologis pada herniasi diskus
daerah lumbal yang cukup besar dilaporkan bisa terjadi perbaikan tanpa operasi.
Mungkin hal ini juga bisa terjadi pada herniasi diskus di servikal.

H. KOMPLIKASI
1. Syok neurogenik yaitu hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada
medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan
kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodillatasi
pembuluh darah visceral serta ekstermitas bahwa maka akan terjadi penumpukan darah
dan konsekuenisnya terjadi hipotensi
2. syok spinal dimana keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah tejadinya
cedera medulla spinalis.pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit
walaupun tidak seluruh bagian rusak.
3. hipoventilasi, hal ini terjadi disebabkan karena paralisis otot intercostal yang
merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalisbagian di daerah servikal
bawah atau torakal atas
4. hiperfleksia autonomic yang dikarakteris tikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat
banyak, kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan istirahat :
Kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
2. Sikulasi
Berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi,
bradikardia ekstremitas dingin atau pucat
3. Eliminasi
Inkontenesia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltic
usus hilang
4. Integritas ego
Menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan
menarik diri.
5. Pola makan
Mengalami distensi perut, peristaltic usus hilang
6. Pola kebersihan diri
Sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
7. Neurosensori
Kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, hilangnya sensasi
dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis.
8. Nyeri/kenyaman
Nyeri tekan otot, hiperekstensi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami
deformitas pada daerah trauma.
9. Pernafasan
Nafas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
10. Keamanan
Suhu yang naik turun
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya cedera pada cervikalis
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya cedera pada servikalis
3. Gangguan pola eliminasi urin : inkontinensia uri berhubungan dengan kerusakan saraf
perkemihan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak.

C. INTERVENSI
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma
Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil :
a. Ventilasi adekuat
b. PaCo2 <45
c. PaO2 >80
d. RR 16-20 x/menit
e. Tanda-tanda sianosis (-) : CRT 2 detik
Intervensi keperawatan :
a. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.
Rasional : pasien dengan cedera servikalis akan membutuhkan banttuan
untuk mencegah aspirasi / mempertahankan jalan nafas
b. Lakukan penghisapan lender bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik
secret
Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk
mengeluarkan secret, dan mengurangi resiko infeksi pernafasan
c. Kaji fungsi pernafasan
Rasional : trauma pada C5-C6 menyebabkan hilangnya fungsi pernafasan
secara partial, karena otot pernafasan mengalami kelumpuhan.
d. Auskultasi suara nafas
Rational : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi
secret yang berakibat pnemonia
e. Observasi warna kulit
Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernafasan yang
memerlukan tindakan segera
f. Kaji distensi perut dan spasme otot
Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan
diafragma
g. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.
Rasional : membantu mengencerkan secret, meningkatkan mobilisasi secret
sebagai ekspektoran
h. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernafasan
Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernafasan
i. Pantau analisa gas darah
rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai
contoh : hiperventilasi PaCo2 rendah dan PaCo2 meningkat
j. Berikan oksigen dengan cara yang tepat
Rasional :
k. Lakukan fisiotrafi nafas
Rasional : mencegah secret tertahan
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera servikalis
Tujuan perawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan
pengobatan
Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang dengan skala nyeri
6 dalam waktu 2 x 24 jam
Intervensi keperawatan :
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5
Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera
b. Bantu pasien dalam identifikasi factor pencetus
Rasional : nyeri dipengaruhi oleh : kecemasan, ketegangan, suhu, distensi
kandung kemih dan berbaring lama.
c. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi
Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol
d. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan
Rasional : untuk menghilangkan nyeri dan menghilangkan rasa kecemasan
dan meningkatkan istirahat

3. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan saraf perkemihan


Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan
Kriteria hasil :
a. Produksi urine 50 cc/jam
b. Keluhan eliminasi urin tidak ada
Intervensi keperawatan :
a. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam
Rasional : mengetahui fungsi ginjal
b. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih
Rasional : untuk mengetahui adanya distensi kanddung kemih
c. Anjurkan pasien minum 2000 cc/hari
Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal
d. Pasang dower kateter
Rasional : membantu proses pengeluaran urine
4. Gangguan eliminasi alvi / konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada
usus dan rectum
Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi
alvi / konstipasi
Kriteria hasil : pasien bisa BAB secara teratur 1 x dalam sehari
Intervensi keperawatan :
a. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya
Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal
b. Observasi adanya distensi perut
Rasional : untuk mengetahui adanya distensi perut
c. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT
Rasional ; perdarahan gastrointestinal dan lambung mungkin terjadi akibat
trauma dan stress
d. Berikan diet seimbang TKTP cair
rasional : meningkatkan konsistensi feses
e. Berikan obat pencahar sesuai pesanan
Rasional : merangsang kerja usus

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan


Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa
diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan
Kriteria hasil :
a. Tidak ada konstraktur
b. Kekuatan otot meningkat
c. Klien mampu beraktivitas kembali secara bertahap
Intervensi keperawatan :
a. Kaji secara teratur fungsi motorik
Mengevaluasi keadaan secara umum
b. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan
Rasional : memberikan rasa nyaman
c. Lakukan log rolling
Rasional : membantu ROM secara pasif
d. Pertahankan sendi 90 derajat terhadap papan kaki
Rasional : mencegah footdrop
e. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling
Rasional : .mengetahui adanya hipotensi ortostatik
f. Insfeksi kulit setiap hari
Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi
kerusakan integritas kulit.
g. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam
Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang
berhubungan dengan spastisitas
FORMAT PENGKAJIAN

KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN DEWASA

Nama Pasien : Tn. M


Umur : 40 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

No Rekam Medik : 09042020

Diagnosa Medis :-

Tgl Pengkajian : 07 April , 2020

Jam : 08.00 WITA

Tgl MRS : 07 April , 2020

Riwayat Keperawatan

Keluhan Utama Pasien tidak sadarkan diri

Riwayat kejadian Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami kecelakaan kerja bangunan jatuh
dari atap rumah setinggi 3 meter sewaktu bekerja

Riwayat penyakit Keluarga pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes
dahulu militus, dll dan tidak pernah dibawa ke rumah sakit

Riwayat Allergi Keluarga pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan

Riwayat medikasi Keluarga pasien mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit

Keadaan umum : Lemah

PENGKAJIAN PIMER

General Assessment : Pediatric Assesment Triangle

Appearance Mental status : Delirium

GCS 10 ( E3V3M4 )

Muscle tone lemah

Body position : pasien tampak mengangkat tangannya dan memegang kepalanya, terdapat
luka pada bagian kaki, tangan dan leher

Airway 1. Paten: bebas dan tidak ada obstruksi jalan nafas


2. Vokalisasai : tidak teratur dan lemah
3. Pergerakan udara : adekuat
Masalah Keperawatan:…..

Tindakan

1. Berikan posisi yang tepat agar jalan nafas tetap paten


2. Identifikasi dan hilangkan sumbatan
3. Berikan oroparingeal, nasoparingeal ETT
4. Lindungi tulang servikalis
Breathing Respiratory Rate : x/menit

Pergerakan dada : simetris

Penggunaan otot bantu napas : ada

Suara napas : stridor

Suara napas tambahan : tidak ada

Batuk : Tidak ada

Irama pernapasan : Ireguler Jelaskan : tidak teratur

Masalah Keperawatan : pola nafas tidak efektif

Rencnana Tindakan :

1. Auskultasi bunyi pernafasan


2. Posisikan pasien untuk dapat melakukan ventilasi maksimal
3. Berikan oksigen

SIRKULASI Nadi : 98 x/mnt

Akral : dingin

Jaundice Pucat Normal

Temperatur : 36,5 o

CRT : > 2Dtk

Turgor kulit : Baik

Edema : ada lokasi : di leher

Irama jantung : reguler

Perdarahan : tidak ada

Masalah Keperawatan :…

Tindakan

1. Berikan chest compresi/RJP, defibrilasi, dan pengobatan


2. Lakukan perawatan bila ada disritmia
3. Kontrol perdarahan
4. Berikan iV line
5. Terapi cairan dengan cairan isotonis ataupuan tranfusi.

PENGKAJIAN SEKUNDER

General observation

1. Keadaan umum pasien : lemah


Posisi pasien supinasi
2. Klien tampak menjaga aktivitasnya karena terdapat lesi dibagian lehernya
3. Perilaku pasien tampak gelisah
4. Pasien tidak melakukan ambulasi , tampak tidak kuat dalam posisinya
5. Perilaku pasien, tampak tenang, agitasi, letargi, kooperatif, gelisah
6. Pasien dapat melakukan komunikasi secara verbal, berbicara dengan jelas tetapi dengan keadaaan lemah
7. Pasien tampak tidak ada bau khas sesuatu seperti urin, keton, etanol, zat kimia
8. Tanda luka baru ataupun lama akibat injury
PENGKAJIAN PER SISTEM/HEAD to TOE

NEUROLOGI Pupil : isokor

Ukuran Pupil : Normal

Nyeri : ada, Jelaskan (PQRST) :

P : pasien mengatakan jatuh dari atap rumah setinggi 3 meter

Q : pasien mengatakan seperti disayat-sayat

R : pasien mengatakan nyeri pada daerah leher

S : pasien menunjuk skala 5

T : pasien mengatakan nyeri ketika bergerak

Masalah Keperawatan: gangguan rasa nyaman nyeri

INTEGUMEN

Luka Bakar : tidak ada

Tampak ada jejas di leher

Abdomen Frekuensi Peristaltik usus : normal

Mual : tidak ada Emesis : tidak ada

Gangguan Eliminasi : tidak ada

Masalah Kep : -

Perkemihan Terpasang kateter : ya, jenis : kateter dower

Produksi urin : normal 100 cc/hari

Masalah Perkemihan : Tidak ada


Masalah Kep : .

Tindak lanjut rontgen

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis Pemeriksaan
Jam Hasil
Lab/Foto/ECG/lain lain

09.00 Laboratorium pH 7,34,

pO2 153,

HCO3 35,60 mmol/L,

BE 8,60 mmol/L

Natrium 128,00 mmol/L

pCO2 66.00

Hct 26.00 %

TCO2 37.60 mmol/L

Kalium 3,90 mmol/L

Pemberian Terapi

Jam Tindakan/ medikasi Keterangan

Nacl 0,9 % Uintuk menormalkan tekanan


darah yang cukup

Agar asupan oksigen ke otak


Oksigen nasalkanul 3 rpl
cukup dan pernafasan kembali
normal dan teratur

Ceftriaxone Untuk mengatasi berbagai


infeksi pada bakteri

Untuk mengatasi peradangan


Metyl prednisolone
yang terjadi

Untuk mencegah berbagai


Ranitidine penyakit yang ada di perut dan
di kerongkongan

PERAWATAN INTENSIF

JAM Tensi RR HR SUHU º SPO2 Input Output (cc) Medikasi


C (cc) Obat

09.25 100/60 30 98 36,5 95 500 100 Nacl 0,95, O2


mmHg kanul 3rpl,
ceftriaxone,
ranitidine,
metyl
prednisolone

10.25 110/80 24 90 36,6 98 - 100

11.25 110/80 22 95 36,8 98 - 100


Waktu Analisa Data Kriteria Hasil Tindakan Evaluasi

09.25 Masalah Kep : Tujuan : setelah dilakukan 1. memasang oksigen nasalkanul 3 rpl S : - pasien mengatakan
tindakan keperawatan selama 1 x sesaknya berkurang
pola nafas tidak efektif berhubungan 2. observasi RR pasien setiap 1 jam sekali
3 jam di harapkan pola nafas
dengan kelumpuhan diafragma - Pasien nyaman dengan
pasien kembali efektif 3. Memberikan posisi semi fowler
posisi semifowler
Kriteria Hasil :
O : tidak tampa adanya otot
RR : 18-24 x/menit banyu pernafasan
DATA : (Subyektif & Obyektif)
Tidak ada bantuan otot pernafasan - Pasien tampak
Ds:- terpasang O2
Pasien mengatakan tidak sesak
nasalkanul 3 rpl
Do: distensi abdomen, penggunaan otot
- RR : 24 x/menit
bantu pernafasan, hasil laboratorium
AGD pCO2 66.00 A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan

I : pertahankan posisi semi


fowler

E : pasien tampak nyaman dan


RR dalam batas normal 18-24
x / menit
Masalah Kep : Setelah dilakukan tindakan 1. membersihkan dan mengobservasi semua S : pasien mengatakan
keperawatan selama 1 x 3 jam luka pasien nyerinya berkurang
Gangguan rasa nyaman nyeri
diharapkan nyeri berkurang
berhubungan dengan cedera servikalis 2. mengkaji skala nyeri pasien O : tampak jejas di leher dan
dengan:
punggung
3. Menganjurkan pasien dan keluarganya
Kriteria Hasil :
untuk rontgen untuk mengetahui adanya - Ekspresi wajah pasien
DATA : (Subyektif & Obyektif)
- pasien tampak tidak fraktur tulang akibat kecelakaan kerja tampak rileks
Ds : meringis kesakitan bangunan - Pasien menunjuk skala
- - skala nyeri pasien nyeri 4 ( nyeri ringan)
P : pasien mengatakan jatuh dari atap 4. memberikan obat anti nyeri
berkurang menjadi 3
rumah setinggi 3 meter A : masalah teratasi sebagian
Q : pasien mengatakan seperti disayat-
P: intervensi dilanjutkan
sayat

R : pasien mengatakan nyeri pada I : memberikan obat anti


daerah leher nyeri dan melakukan rontgen

S : pasien menunjuk skala 5


E : pasien tidak mengeluh
T : pasien mengatakan nyeri ketika merasa kesakitan
bergerak
- Hasil rontgen terdapat
Do :
fraktur pada servikal
- S : pasien menunjuk skala 5 C2
( nyeri sedang )
- - tampak ada jejas di leher dan
punggung
- pasien tampak meringis
kesakitan
TINDAKAN KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai