Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PADA TN.

A
DENGAN FRAKTUR DI RUANG SAAD
RSI SUNAN KUDUS

Disusun Oleh :
Nama : Vicky Riyan Pranata
Npm : 82021040088
Prodi : Profesi Ners

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


TAHUN AJARAN 2021/2022
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil akibat
kecelakaan, terjatuh dan luka (Bleby&Bishop, 2015).Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2015).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat &
Jong, 2015).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2015).

B. ETIOLOGI
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh
kendaraan bermotor.Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma
terutama pada anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges,
2016:627)
Menurut Carpenito (2013:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
 Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
 Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
 Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
Menurut (Doenges, 2016:627) adapun penyebab fraktur antara lain:
 Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda
paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang
mengakibatkan fraktur
 Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat kejadian kekerasan.

C. MANIFESTASI KLINIS
Adapun tanda dan gejala dari fraktur, sebagai berikut :
1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Hilangnya fungsi dan deformitas
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah. Cruris tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot berrgantung pada integritas tulang tempat melengketnya
otot.
3. Pemendekan ekstremitas
Terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena konstraksi otot yang
melengket di atas dan bawah tempat fraktur.
4. Krepitus
Saat bagian tibia dan fibula diperiksa, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainya.
5. Pembengkakan lokal dan Perubahan warna
Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

D. PATHOFISIOLOGI
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh
karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di
sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan
sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan
Suddarth, 2018).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidakseimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2017). Pasien yang harus
imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri,
iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri
dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan
kemampuan prawatan diri.
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada
jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan
terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson:
2015).

E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat
di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil
koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple,
atau cederah hati.

G. PENATALAKSAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena
terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri
tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik
imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat
dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang
b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh.
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama.
Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi
kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya
sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga
arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode
pemasangan traksi antara lain :
- Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency
- Traksi mekanik, ada 2 macam :
 Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal
otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
 Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan
luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan
metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
o Mengurangi nyeri akibat spasme otot
o Memperbaiki & mencegah deformitas
o Immobilisasi
o Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
o Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
o Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
o Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
o Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
o Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
o Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
H. PENGKAJIAN
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien
3. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
4. Pola Tidur dan Istirahat.
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain.
6. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan body image)
8. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
fraktur
9. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
10. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping
yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap
fraktur.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler.
3. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan.

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat nyeri
spasme otot dan kerusakan asuhan keperwatan yang komprehensif :
sekunder terhadap selama 3x24 jam nyeri lokasi, durasi,
fraktur.               berkurangdengan karakteristik,
kriteria hasi : frekuensi, intensitas,
1. Melaporkan gejaa factor pencetus, sesuai
nyeri terkontrol dengan usia dan
2. Melaporkan tingkat perkembangan.
kenyamanan fisik dan 2. Kontrol faktor
psikologis lingkungan yang dapat
3. Tanda-tanda vital mempengaruhi respon
dalam rentang yang klien terhadap
diharapkan ketidaknyamanan :
suhu ruangan, cahaya,
kegaduhan.
3. Monitoring tanda-
tanda vital
2. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan 1. Penampilan posisi
berhubungan dengan asuhan keperwatan tubuh yang benar
kerusakan rangka selama 3x24 jam klien 2. Ajarkan teknik
neuromuskuler. meunjukkan dapat Ambulasi &
bergerak secara normal perpindahan yang
dengan kriteria hasil : aman kepada klien dan
1. Mampu mandiri total keluarga.Sediakan alat
2. Membutuhkan alat bantu untuk klien
bantu seperti kruk, kursi
3. Tergantung total roda, dan walker
3. Ajarkan pada klien/
keluarga untuk mem
perhatikan postur
tubuh yg benar untuk
menghindari
kelelahan, keram &
cedera. 
3. Resiko tinggi kerusakan Setelah dilakukan 1. Klien mampu
integritas jaringan asuhan keperwatan melindungi kulit dan
berhubungan dengan selama 3x24 jam mempertahankan
fraktur. integritas kulit eratasi kelembaban kulit
dengan kriteria hasil : 2. Kaji factor resiko
1. Pertahankan kerusakan integritas
perfungsi jaringan dan kulit
mukosa baik (sensasi, 3. Perawatan Klien
elastisitas, temperaure, dengan tirah baring
hidrasi) total 
2. tidak ada lesi, iritasi
kulit/dekubitus
3. Proses penyembuhan
luka baik
4. Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan 1. Ajarkan pada klien
berhubungan dengan asuhan keperwatan & keluarga cara
kerusakan kulit, trauma selama 3x24 jam infeksi menjaga personal
jaringan. dapat tertangani dengan hygiene untuk
kriteria hasil : melindungi tubuh dari
1. Klien terbebas dari infeksi : cara mencuci
tanda dan gejala infeksi tangan yang benar.
2. Klien mampu 2. Anjurkan kepada
mendiskripsikan proses keluarga/ pengunjung
penularan penyakit, untuk mencuci tangan
factor yang sewaktu masuk dan
mempengaruhi meninggalkan ruang
penularan serta klien
penatalaksanaannya 3. Jelaskan kepada
3. Klien mempunyai klien dan keluarga
kemampuan untuk tanda dan gejala
mencegah timbulnya infeksi
infeksi

K. PENGGUNAAN REFENSI
Brunner&Suddarth. 2016. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah. Edisi 8 Vol 3.
Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2019. Buku Saku Patofisiologi Ed, 3. Jakarta: EGC
Editor, Aru W Sudoyo dkk. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V.
Jakarta: InternaPublishing
Wilkinson M J. 2017. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Ktriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
Ramadhan. 2018. Konsep Fraktur (Patah Tulang. konsep-fraktur-patah-tulang)

Anda mungkin juga menyukai