Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

KETOASIDOSIS DIABETIK

OLEH :
M SUAIB
NIM : 891201009

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM (YARSI) PONTIANAK
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
KETOASIDOSIS DIABETIK

A. Definisi
Ketoasidosis diabetic (KAD) merupakan trias dari hiperglikemia,
asidosis, dan ketosis yang terlihat terutama pada pasien dengan diabetes tipe-
1. (Nordmark, 2018).
KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat
pembentukan keton yang berlebihan(American Diabetes Association, 2014)
Ketoasidosis Diabetes adalah suatu kondisi dimana terjadi akibat
adanya defisiensi insulin yang bersifat absolute dan terjadinya peningkatan
kadar hormone yang  berlawanan dengan isulin. (Wijaya dan Putri 2013).
Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi akut yang di tandai dengan
perburukan semua gejala diabetes, ketoasidosis diabetikes merupakan
keadaanyang mengancam  jiwa dan memerlukan memerlukan perawatan
perawatan di rumah sakit agar dapat dilakukan dilakukan koreksi koreksi
terhadap terhadap keseimbangan cairan dan elektrolitnya. (Corwin, 2012).
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut yang mengancam
jiwa seorang penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Ketoasidosis
diabetik (KAD)adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif. Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium,
dan natrium menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar
glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan
asidosis dan sering disertai koma. KAD merupakan komplikasi akut diabetes
melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat (Tarwoto,
dkk. 2012).
Ketoasidosis diabetik merupakan Ketoasidosis diabetik merupakan
komplikasi akut komplikasi akut yang serius pada yang serius pada pasien
diabetes pasien diabetes militus. Keadaan hiperglikemia ini merupakan
keadaan emergensi yang memputuhkan penanganan cepat dan akurat karena
dapat menimbulkan kematian. Pasien dengan ketoasidosis diabetik
mempunyai karakteristik hiperglikemia, asidosis dan ketosis. (Stillwell,
2011).
Ketoasidosis diabetic (KAD) adalah suatu kondisis gawat darurat yang
merupakan komplikasi dari diabetes mellitus dengan hiperglikemia, asidosis,
dan ketosis (Gotera, 2011).
Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi akut DM 1 yang di tandai
oleh Hiperglikemia, lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak),
ketogenesis (produksi keton), keseimbangan nitrogen negatif, deplesi volume
vaskular, hiperkalemia, dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta
asidosis metabolik. Akibat defisiensi insulin absolut atau relatif, terjadi
penurunan uptake glukosa oleh sel otot, peningkatan produksi glukosa oleh
hepar, dan terjadi peningkatan metabolisme asam lemak bebas menjadi keton.
Walaupun hiperglikemia, sel tidak mampu menggunakan glukosa sebagai
sumber energi sehingga memerlukan konversi memerlukan konversi asam
lemak dan protein menjadi badan keton untuk energi.( Tarwoto 2010).
Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi, epidemiologi dan
angka kematian KAD adalah belum ditemukannya kesepakatan tentang
definisi KAD.Sindroma ini mengandung triad yang terdiri dari hiperglikemia,
ketosis dan asidemia. Konsensus diantara para ahli dibidang ini mengenai
kriteria diagnostik untuk KAD adalah pH arterial < 7,3, kadar bikarbonat < 15
mEq/L, d an kadar glukosa darah > 250 m g/dL disertai ketonemia dan
ketonuria moderate ( Kitabchi. dkk,2014).
B. Etiologi
Etiologi Ketoasidosis diabetic (KAD), Ada sekitar 20% pasien KAD
yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada pasien yang
sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus.
Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan
ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh:
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati
Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:
1. Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. Diketahui bahwa
jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari
infeksi.
2. Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
3. Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
4. Kardiovaskuler : infark miokardium
5. Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteroid and adrenergic (Nordmark,2018)
C. Manifestasi Klinis
1. Diagnosis KAD
Berdasarkan atas adanya “trias biokimia” yakni : hiperglikemia,
ketonemia, dan asidosis. Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :

No Hasil Rentang normal


1 Hiperglikemia: bila kadar glukosa darah > 90-120 mg/dl
11 mmol/L (> 200 mg/dl)
2 Asidosis, bila ph darah < 7,30. 7.35-7,45
3 Kadar bikarbonat < 15 mmol/L) 22-28 mmol/L)
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Ringan: bila ph darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
b. Sedang: bila ph darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
c. Berat: bila ph darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
2. Diagnosis banding KAD
KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, sesak, dan koma
yang lain termasuk : hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis
metabolik, asidosis laktat, intoksikasi salisilat, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan lesi intracranial
Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD di jumpai
kadar gula darah tinggi (>240mg/dl), banyak buang air kecil sehingga dapat
dehidrasi, keadaan umum lemah, pernafasan cepat dan dalam (kussmaul),
berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit jelek, lidah dan bibir kering), kadang-
kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak
terlalu mudah tercium, muntah-muntah merupakan gejala yang sering djumpai
terutama pada KAD anak ( Sudoyo, 2009).

D. Patofisiologi
Pada keadaan normal kurang lebih 50 % glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi
glikogen dan 20 % sampai 40 % diubah menjadi lemak. Pada Diabetes
Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin.
Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam
sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Penyakit Diabetes Mellitus
disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin
maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi
ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi
sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap
air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi Produksi insulin
yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran
dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak
makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka
akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman
darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu
banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan,
akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan.
Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang
disebut koma diabetik (Price, 2015).
E. Patway Keperawatan
Patway 1.

Patway 1. Ketoasidosis Diabetik. Sumber: Sudoyo, 2009


Patway 2

Patway 2. Ketoasidosis Diabetik.


F. Penatalaksanaan
Hamarno, (2016) Penatalaksaaan KAD, yaitu:
1. Terapi Cairan, pasien KAD segera diberikan setelah didiagnosa. Rehidrasi
yang dilakukan segera akan cepat membantu mengatasi kondisi
ketoasidosis.
2. Terapi insulin, diberikan segera dan secara intravena. Diberikan untuk
menurunkan kerja hormone glucagon sehingga membantu menurunkan
kadar gula darah.
3. Natrium, Kalium, jangan lupa Anda untuk mengkaji status elektrolit.
Penurunan kadar elektrolit terjadi bersamaan dengan poliuri, sehingga
diperlukan koreksi natrium dan kalium. Bikarbonat, natrium bikarbonat
diberikan apabila pH < 7,0.
4. Infeksi, antibiotik diberikan pada KAD disebabkan karena infeksi dan
untuk mencegah terjadinya infeksi.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah
dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000
mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan
dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami
asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200
mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan
ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai
400-500 mg/dl
b. Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg / dl glukosa lebih dari 100 mg / dl, tingkat
natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 meq / L. Bila kadar glukosa
turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
c. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem
di tingkat potasium.
d. Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 meq/L dan ph yang
rendah (6,8-7,3). Tingkat pco2 yang rendah ( 10- 30 mmhg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul)
terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton
dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan
kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis
e. Sel darah lengkap (CBC)
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau
ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f. Gas darah arteri (ABG).
Ph sering <7.3. Vena ph dapat digunakan untuk mengulang ph
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa ph pada
tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah
dari ph 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan
dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk
melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah
dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga
g. Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya
h. Β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti
respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol /
L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan
kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
i. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi
infeksi saluran kencing yang mendasari.
j. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (meq / L) + glukosa (mg / dl) / 18 + BUN
(mg / dl) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam
keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mosm / kg H2O.
Jika osmolalitas kurang dari > 330 mosm / kg H2O ini, maka pasien
jatuh pada kondisi koma.
k. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
l. Tingkat BUN meningkat
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
m. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga
dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan,
kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan
dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
2. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan
dengan cara:
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
f. Aseton plasma: Positif secara mencolok
g. As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meninggkat
h. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun j.
Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
i. Gas Darah Arteri: ph rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik
j. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis,
hemokonsentrasi
k. Ureum/creatinin: meningkat/normal
l. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut.
H. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD
ialah sebagai berikut : edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut
dan komplikasi iatrogenic. Komplikasi iatrogenic tersebut ialah hipoglikemia,
hypokalemia, hiperkloremia, edema otak dan hipokalsemia
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik
akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain
itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa
mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa
stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat
dirasakan (mati rasa)
4. Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai
komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung
akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan
penyebab kematian mendadak.
5. Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan
kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai
dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
6. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-
kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara
otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah
takanan darah.

I. Pencegahan
Factor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang kurang
memadai dan kejadian infeksi.Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat di
cegah dengan akses pada system pelayanan kesehatan lebih baik (termasuk
edukasi DM) dan komunikasi efektif terutama pada saat penyandang DM
mengalami sakit akut (misalnya batuk pilek, diare, demam, luka).
Upaya pencegahan merupakan hal yang penting pada penatalaksanaan
DM secara komprehensif.Upaya pencegahan sekunder untuk mencegah
terjadinya komplikasi DM kronik dan akut melalu edukasi sangat penting
untuk mendapatkan ketaatan berobat pasien yang baik.Khusus mengenai
pencegahan KAD dan hipoglikemia, program edukasi perlu menekankan pada
cara-cara mengatasi saat sakit akut.
J. Pengkajian Keperawaran
Pengkajian keperawatan di Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari
proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Budiono, dan Pertami, S B 2015).
1. Pengkajian pertama (Primary Survey)
a. Airways
Pengkajian airways atau jalan napas yaitu melihat kepatenan jalan
napas atau adanya sumbatan jalan napas yang ditandai dengan
gurgling, snoring dan stridor. Jika pasien dengan kesadaran / koma
(GCS <8) mempertimbangkan intubasi dan ventilasi. Pada pasien tsb
sementara saluran napas dapat dipertahankan oleh penyisipan
Guedel’s saluran napas.Pasang oksigen melalui masker Hudson atau
non-rebreather masker
b. Breathing
Pengakajian bernapas yaitu apakah pasien dapat bernapas efektif atau
tidak dengan memeriksa warna kulit, pola napas, kerja napas, otot
bantu napas, suara napas, jejas, dan pengembangan dada
c. Circulation
Sirkulasi yang dikaji yaitu kualitas nadi, ritme jantung, intepretasi
EKG, CRT, dan warna kulit. Sirkulasi adalah prioritas kedua. DKA
pada pasien yang menderita dehidrasi berat bisa berlanjut pada shock
hipovolemik. Oleh sebab itu, cairan pengganti harus dimulai segera.
Cairan resusitasi bertujuan untuk mengurangi hiperglikemia,
hyperosmolality, dan counterregulatory hormon, terutama dalam
beberapa jam pertama, sehingga mengurangi resistensi terhadap
insulin. Terapi Insulin paling efektif jika didahului dengan cairan awal
dan penggantian elektrolit.
Defisit cairan tubuh 10% dari berat badan total maka lebih dari 6 liter
cairan mungkin harus diganti. Resusitasi cairan segera bertujuan untuk
mengembalikan volume intravaskular dan memperbaiki perfusi ginjal
dengan solusi kristaloid, koloid dan bisa digunakan jika pasien dalam
syok hipovolemik. Normal saline (NaCl 0,9%) yang paling sesuai.
Idealnya 50% dari total defisit air tubuh harus diganti dalam 8 jam
pertama dan 50% lain dalam 24 jam berikutnya. Hati-hati pemantauan
status hemodinamik secara teliti (pada pasien yang tidak stabil setiap
15 menit), fungsi ginjal, status mental dan keseimbangan cairan
diperlukan untuk menghindari overload cairan
d. Disability
Pengkajian ini adalah keadaan ketidakmampuan pasien saat ini yaitu
tingkat kesadaran dan GCS
e. Exposure/Enviroment
Pengkajian lingkungan sekitar pasien yang terpapar langsung pada
pasien, misalnya pakaian, adanya luka, suhu ruangan yang dapat
mempengaruhi kondisi pasien, posisi, dan letak benda-benda sekitar

2. Pengkajian kedua (Secondary Survey)


a. Riwayat kesehatan sekarang; berisi tentang kondisi kesehatan pasien
sebelum ke IGD terkait keluhan atau gejala pertama yang dirasakan
sampai pada akhirnya dibawa ke IGD
b. Riwayat kesehatan lalu; berisi tentang kondisi kesehatan pasien selama
ini seperti penyakit yang diderita dan perawatan di rumah sakit
c. Riwayat kesehahtan keluarga; berisi tentang anggota keluarga lain
yang kemungkinan mempunyai penyakit yang sama seperti pasien atau
keturunan
d. Head to toe assessment atau pengkajian B1-B6; berisi data kondisi
fisik bahkan status mental pasien
1. B1 (Breath)
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi /tidak. 
Tanda : Lapar udara, batuk dengan,tanpa sputum purulent,
frekuensi pernapasan meningkat
2. B2 (Blood)
Bachicardi, disritmia
3. B3 (Bladder)
Awalnya poliuri dapat diikuti oliguri dan anuri
4. B4 (Brain)
Gejala :  Pusing, pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot, parestesia.gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor,koma, tahap lanjut,
Gangguan memori (baru, masa lalu) kacau mental, aktifitas kejang
( Tahap lanjut dari KAD)
5. B5 (Bowel
a) Distensi abdomen
b) Bising usus menurun
6. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot, Kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istrahat/tidur.:
Gejala: lemah, letih, sulit bergera, berjalan
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau
aktifitas
Pengkajian kedua (Secondary Survey) menurut Doenges::
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istirahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktifitas,
Letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, Ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama, Takikardia
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi yang
menurun/tidak ada, Disritmia, Krekels, Distensi vena jugularis, Kulit
panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
c. Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi Tanda : Ansietas, peka rangsang
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK baru/berulang,
Nyeri tekan abdomen, Diare Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri
( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia
berat), Urin berkabut, bau busuk (infeksi), Abdomen keras, adanya
asites, Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
e. Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi diet,
peningkattan masukan glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badan
lebih dari beberapa hari/minggu, Haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, Kekakuan/distensi
abdomen, muntah, Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau
buah (napas aseton)
f. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesia, Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, Refleks tendon
dalam menurun (koma), Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, Frekuensi
pernapasan meningkat
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit Tanda : Demam, diaforesis,
Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya kekuatan umum/rentang gerak,
Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar
kalium menurun dengan cukup tajam)
j. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang, Lambat, penggunaan obat sepertii steroid,
diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar
glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai
pesanan Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengatuan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap
glukosa darah

K. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan, menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
yaitu:
1. Ketidakefektifan pola napas
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan irama,
frekuensi, kontraktilitas, preload, afterload jantung

L. Intervensi

:.
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan pola Tujuan : a. Bina hubungan saling
napas Setelah dilakukan tindakan percaya
keperawatan selama 3 x 24 b. Monitor pola nafas atau
jam diharapkan masalah pola Monitor Vital signs
nafas tidak efektif dapat c. (frekuensi, kedalaman,
teratasi. usaha nafas)
Kriteria hasil : d. Monitor bunyi nafas
a. Frekuensi nafas dalam tambahan (mis: gagling,
rentang normal mengi, Wheezing,
b. Tidak ada pengguanaan
otot bantu pernafasan ronkhi)
c. Pasien tidak e. Monitor sputum
menunjukkan tanda (jumlah, warna, aroma)
dipsnea f. Berikan terapi oksigen
sesui kebutuhan
g. Posisikan semi fowler

2 Penurunan curah Tujuan : a. Bina hubungan saling


Setelah dilakukan tindakan
jantung berhubungan percaya
keperawatan selama 3 x 24
dengan Perubahan b. Identifikasi tanda/gejala
jam diharapkan penurunan
irama, frekuensi, primer penurunan curah
curah jantung teratasi
kontraktilitas, preload, jantung
Kriteria hasil :
afterload jantung c. Identifikasi tanda/gejala
a. Tanda vital dalam rentang
sekunder penurunan
normal
curah jantung
b. Kekuatan nadi perifer
d. Monitor intake dan
meningkat
output cairan
c. Dapat mentoleransi
e. Monitor keluhan nyeri
aktivitas tidak ada
dada
kelelahan
f. Berikan terapi terapi
d. Tidak ada edema paru,
relaksasi untuk
perifer dan tidak ada asites
mengurangi strees, jika
e. Tidak ada penurunan
perlu
kesadaran
g. Anjurkan beraktifitas
fisik sesuai toleransi
h. Anjurkan berakitifitas
fisik secara bertahap
Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
3 ketidaksetabilan kadar Tujuan : a. Mengenali pasien
Setelah dilakukan tindakan
glukosa darah b.d dengan resiko
keperawatan selama 3 x 24
gangguan status hipoglikemia
jam diharapkan
kesehatan fisik b. Memantau gejala
ketidaksetabilan kadar
ketidakmampuan ginjal hipoglikemia
glukosa darah teratasi
mensekresi insulin' seperti:tremor

Kriteria hasil : berkeringat, gugup,


a. Tidak terjadi komplikasi takikardi, palpitasi,
b. Gula darah dalam rentang
normal mengigil, perubahan
perilaku, coma.
c. Memberikan
karbohidrat sederhana
yang sesuai
d. Memberikan glukosa
yang sesuai
e. Melaporkan segera
pada dokter 
f. Memberikan glukosa
melalui IV
g. Memperhatikan jalan
nafas
h. Mempertahankan akses
IV
i. Meninjau peristiwa
terjadinya hipoglikemia
dan (aktor penyebabnya
j. Memberikan umpan
balik mengenai
manajemen
hipoglikemia
k. Mengajarkan pasien
dan keluarga mengenai
gejala, faktor resiko,
pencegahan
hipoglikemia, dan
manajemen diabetes.
l. Menganjurkan pasien
memakan karbohidrat
yang simple setiap
waktu
4 Risiko perfusi serebral Tujuan : a. Monitor adanya daerah
tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan tertentu yang hanya
kurangnya suplai keperawatan selama 3 x 24 peka terhadap panas/
oksigen ke otak jam diharapkan resiko dingin/tajam/ tumpul
ketidakefektifan perfusi b. Monitor adanya
jaringan otak teratasi paretese
Kriteria hasil : c. Instruksikan keluarga
a. Tekanan systole dan untuk mengobservasi
diastole dalam rentang kulit jika ada laserasi
yang diharapkan d. Batasi gerakan pada
b. Tidak ada ortostatik kepala, leher, dan
hipertensi punggung
c. Tidak ada tanda,tanda e. Monitor kemampuan
peningkatan tekanan BAB
intrakranial tidak lebih dari f. Kolaborasi pemberian
15 mmHg analgetik 
d. Menunjukan fungsi sensori
motori oranial yang utuh:
tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan involunter 

DAFTAR PUSTAKA

Budiono dan Pertami, S B. (2015). Konsep dasar keperawatan. Jakarta: Bumi


Medika.

Corwin (2012). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC

Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB , Rumbak MJ (2014) : Diabetic ketoacidosis


and thehyperglycemic hyperosmolar nonketoti c state. In Joslin’s Diabetes
Mellitus . 13th ed. Kahn CR, Weir GC, Eds. Philadelphia, Lea & Febiger.

Hamarno, Rudi. (2016). Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen Bencana.


Jakarta Selatan : Pusdik SDM Kesehatan. Kemenkesi RI

PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Nordmark Samijean (2018) Critical Care Nursing Handbook.


http://books.google.co.id.

Stillwell, S B. (2011). Pedoman Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing

Tarwoto, Dkk. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.


Jakarta: Trans Info Medikal
Tarwoto Wartonah, (2010). Kebutuhan Dasar manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.

Wijaya,A S dan Putri, Y.M. (2013).  Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai