Anda di halaman 1dari 17

Skenario 2

Diabetik Ketoasidosis

1. Definisi DKA
 Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif. KAD dan Hiperosmolar Hyperglycemia State (HHS) adalah 2
komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa.
Kedua keadaan tersebut dapat terjadi pada Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dan 2, meskipun
KAD lebih sering dijumpai pada DM tipe 1. (Jurnal Penyakit Dalam, Volume 11 Nomor 2
Mei 2010 Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (Kad) oleh Wira Gotera dan Dewa Gede
Agung Budiyasa)

 Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I, disebabkan oleh
meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi
insulin, di karakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya
insulin (Stillwell, 1992).

 Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut diabetes mellitus baik
tipe 1 maupun tipe 2. Sekitar 80% KAD dicetuskan oleh kondisi infeksi infark miokard akut,
pankreatitis akut penggunaan obat steroid menghentikan atau mengurangi dosis insulin
sedangkan pada sekitar 20% KAD tidak ditemukan faktor pencetus. (CDK-242/ vol. 43 no. 7
th. 2016 Asidosis Laktat pada Ketoasidosis Diabetik Berat di Instalasi Perawatan Intensif
oleh Rina Lizza Roostati)

 Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan darurat hiperglikemi yang mengancam jiwa
pasien dengan diabetes melitus. Ketoasidosis diabetik terjadi ketika seseorang mengalami
penurunan insulin relatif atau absoluteyang ditandai dengan hiperglikemi, asidosis, ketosis
dan kadar glukosa darah >250 mg/dL (American Diabetes Association, 2013; Chaithongdi,
et al, 2011; Corwell, et al, 2014).

 KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat (Sudoyo, 2009).

 Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa seorang
penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Ketoasidosis diabetik (KAD)adalah
keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan
ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. Kondisi
kehilangan urin, air, kalium, amonium, dan natrium menyebabkan hipovolemia,
ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan asam
lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering disertai koma. KAD merupakan komplikasi
akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat (Tarwoto,
2012).

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
2. Tanda dan Gejala
 Poli uria
 Poli dipsi
 Penglihatan kabur
 Lemah
 Sakit kepala
 Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau > pada saat berdiri)
 Anoreksia, Mual, Muntah
 Nyeri abdomen
 Hiperventilasi
 Perubahan status mental (sadar, letargik, koma)
 Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
 Terdapat keton di urin
 Nafas berbau aseton
 Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotic
 Kulit kering
 Keringat
 Kussmaul (cepat, dalam) karena asidosis metabolic

(Dr. MHD. Syahputra. Diabetic ketosidosis)

a. Sekitar 80% pasien DM ( komplikasi akut )


b. Pernafasan cepat dan dalam ( Kussmaul )
c. Dehidrasi ( tekanan turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering )
d. Kadang-kadang hipovolemi dan syok
e. Bau aseton dan hawa napas tidak terlalu tercium
f. Didahului oleh poliuria, polidipsi.
g. Riwayat berhenti menyuntik insulin
h. Demam, infeksi, muntah, dan nyeri perut

3. Pathway
PATOFISIOLOGI KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita
koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan
sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau
penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan
gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan
hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan
kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah)
menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan
menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium,
potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat,
akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi
(peranfasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan
elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking
vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme
karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat
dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta
klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak
(lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi
badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan
tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton
akan menimbulkan asidosis metabolik

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

Pathophysiology of DKA adapted from Urden: Thelan’s Critical Care Nursing: Diagnosis and
Management. 5th ed.Cited in Nursing Consult.

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
Pada keadaan normal kurang lebih 50 % glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi glikogen dan 20 % sampai 40 % diubah menjadi
lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi
insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.

Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena
ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka
ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang
disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan merangsang pusat
haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus
yang disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan
merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak
lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan
keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak
hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan
napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera
diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price, 1995).

Pathway KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
4. Penatalaksanaan
1) Terapi cairan
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan. Terapi insulin hanya
efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan hanya dengan terapi cairan saja
akan membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah. Studi menunjukkan bahwa selama
empat jam pertama, lebih dari 80% penurunan kadar gula darah disebabkan oleh rehidrasi.
Oleh karena itu, hal penting pertama yang harus dipahami adalah penentuan defisit cairan
yang terjadi. Beratnya kekurangan cairan yang terjadi dipengaruhi oleh durasi
hiperglikemia yang terjadi, fungsi ginjal, dan intake cairan penderita. Hal ini bisa
diperkirakan dengan pemeriksaan klinis atau dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Fluid deficit = (0,6 X berat badan dalam kg) X (corrected Na/140)


Corrected Na = Na+ (kadar gula darah - 5)/ 3,5

Rumus lain yang dapat dipakai untuk menentukan derajat dehidrasi adalah dengan
menghitung osmolalitas serum total dan corrected serum sodium concentration

Osmolalitas serum total =


2 X Na (mEq/l)+ kadar glukosa darah (mg/dl) /18 + BUN/ 2,8

Serum sodium concentration dapat dikoreksi dengan menambahkan 1,6 mEq/l tiap
kenaikan 100 mg/dl kadar gula darah di atas kadar gula 100 mg/dl. Nilai corrected serum
sodium concentration > 140 dan osmolalitas serum total > 330 mOsm/ kg air menunjukkan
deficit cairan yang berat. Penentuan derajat dehidrasi dengan gejala klinis seringkali sukar
dikerjakan, namun demikian beberapa gejala klinis yang dapat menolong untuk
menentukan derajat dehidrasi adalah :

5% : penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, takikardia


10% : capillary refill time ≥ 3 detik, mata cowong
> 10% : pulsus arteri perifer lemah, hipotensi, syok,oliguria

Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif. Targetnya adalah penggantian


cairan sebesar 50% dari kekurangan cairan dalam 8-12 jam pertama dan sisanya dalam 12-
16 jam berikutnya. Menurut perkiraan banyak ahli, total kekurangan cairan pada pasien
KAD sebesar 100 ml/kgBB, atau sebesar 5-8 liter. Pada pasien dewasa, terapi cairan awal
langsung diberikan untuk ekspansi volume cairan intravaskular dan ekstravaskular dan
menjaga perfusi ginjal. Terdapat beberapa kontroversi tentang jenis cairan yang
dipergunakan. Tidak ada uji klinik yang membuktikan kelebihan pemakaian salah satu jenis
cairan. Kebanyakan ahli menyarankan pemakaian cairan fisiologis (NaCl 0,9%) sebagai
terapi awal untuk resusitasi cairan.

Cairan fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan dengan kecepatan 15-20 ml/ kgBB/ jam atau
lebih selama jam pertama (±1-1,5 liter). Sebuah sumber memberikan petunjuk praktis
pemberian cairan sebagai berikut: 1 liter pada jam pertama, 1 liter dalam 2 jam berikutnya,
kemudian 1 liter setiap 4 jam sampai pasien terehidrasi. Sumber lain menyarankan 1-1,5 lt
pada jam pertama, selanjutnya 250-500 ml/jam pada jam berikutnya. Petunjuk ini haruslah
disesuaikan dengan status hidrasi pasien. Pilihan cairan selanjutnya tergantung dari status
hidrasi, kadar elektrolit serum, dan pengeluaran urine. Pada umumnya, cairan NaCl 0,45%
diberikan jika kadar natrium serum tinggi (>150mEq/l), dan diberikan untuk mengkoreksi

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
peningkatan kadar Na+ serum (corrected serum sodium) dengan kecepatan4-14 ml/ kgBB/
jam serta agar perpindahan cairan antara intra dan ekstra selular terjadi secara gradual.

Pemakaian cairan Ringer Laktat (RL) disarankan untuk mengurangi kemungkinan


terjadinya hiperkloremia yang umumnya terjadi pada pemakaian normal saline 14 dan
berdasarkan strong-ion theory untuk asidosis (Stewart hypothesis). Sampai saat ini tidak
didapatkan alasan yang meyakinkan tentang keuntungan pemakaian RL dibandingkan
dengan NaCl 0,9%. Jika kadar Na serum rendah tetaplah mempergunakan cairan NaCl 0,9%.
Setelah fungsi ginjal dinilai, infus cairan harus mengandung 20-30mEq/l Kalium (2/3 KCl
dan 1/3 KPO4) sampai pasien stabil dan dapat makan. Keberhasilan terapi cairan
ditentukan dengan monitoring hemodinamik (perbaikan tekanan darah), pengukuran
cairan masuk dan keluar, dan pemeriksaan klinis.

Pemberian cairan harus dapat mengganti perkiraan kekurangan cairan dalam jangka
waktu 24 jam pertama. Perubahan osmolalitas serum tidak melebihi 3 mOsm/ kgH2O/ jam.
Pada pasien dengan kelainan ginjal, jantung atau hati terutama orangtua, harus dilakukan
pemantauan osmolalitas serum dan penilaian fungsi jantung, ginjal, dan status mental yang
berkesinambungan selama resusitasi cairan untuk menghindari overload cairan iatrogenik.
Untuk itu pemasangan Central Venous Pressure (CVP) monitor dapat sangat menolong.
Ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl, cairan diganti atau ditambahkan dengan
cairan yang mengandung dextrose seperti (dextrose 5%, dextrose 5% pada NaCl0, 9%, atau
dextrose 5% pada NaCl 0,45%) untuk menghindari hipoglikemia dan mengurangi
kemunginan edema serebral akibat penurunan gula darah yang terlalu cepat.

2) Terapi Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang
memadai. Sumber lain menyebutkan pemberian insulin dimulai setelah diagnosis KAD
ditegakkan dan pemberian cairan telah dimulai. Pemakaian insulin akan menurunkan kadar
hormon glukagon, sehingga menekan produksi benda keton dihati, pelepasan asam lemak
bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan
utilisasi glukosa oleh jaringan. Sampai tahun 1970an penggunaan insulin umumnya secara
bolus intravena, intramuskular, ataupun subkutan.

Sejak pertengahan tahun 1970-an protokol pengelolaan KAD dengan drip insulin
intravena dosis rendah mulai digunakan dan menjadi popular. Cara ini dianjurkan karena
lebih mudah mengontrol dosis insulin, menurunkan kadar glukosa darah lebih lambat, efek
insulin cepat menghilang, masuknya kalium ke intrasel lebih lambat, komplikasi
hipoglikemia dan hipokalemia lebih sedikit. Pemberian insulin dengan infus intravena dosis
rendah adalah terapi pilihan pada KAD yang disebutkan oleh beberapa literatur, sedangkan
ADA menganjurkan insulin intravena tidak diberikan pada KAD derajat ringan.

Jika tidak terdapat hipokalemia (K < 3,3 mEq/l), dapat diberikan insulin regular 0,15
u/kgBB, diikuti dengan infus kontinu 0,1 u/kgBB/jam (5-7 u/jam). Jika kadar kalium < 3,3
mEq/l,maka harus dikoreksi dahulu untuk mencegah perburukan hipokalemia yang akan
dapat mengakibatkan aritmia jantung. Insulin dosis rendah biasanya menurunkan gula
darah dengan kecepatan 50-75 mg/dl/jam, sama seperti pemberian insulin dosis lebih
tinggi. Jika gula darah tidak menurun sebesar 50 mg/dl dari nilai awal pada jam pertama,
periksa status hidrasi pasien. Jika status hidrasi mencukupi, infus insulin dapat dinaikkan 2
kali lipat setiap jam sampai tercapai penurunan gula darah konstan antara 50-75

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
mg/dl/jam. Ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl, turunkan infus insulin menjadi
0,05-0,1 u/kgBB/jam (3-6 u/jam), dan tambahkan infus dextrose 5-10%.

Setelah itu kecepatan pemberian insulin atau konsentrasi dextrose harus


disesuaikan untuk memelihara nilai glukosa sampai keadaan asidosis membaik. Pada
kondisi klinik pemberian insulin intravena tidak dapat diberikan, maka insulin diberikan
dengan dosis 0,3 iu (0,4-0,6 iu)/kgBB yang terbagi menjadi setengah dosis secara intravena
dan setengahnya lagi secara subkutan atau intramuskular, selanjutnya diberikan insulin
secara intramuskular atau subkutan 0,1 iu/kgBB/ jam, selanjutnya protokol
penatalaksanaannya sama seperti pemberian drip intravena.

Perbaikan ketonemia memerlukan waktu lebih lama daripada hiperglikemia.


Pengukuran langsung -OHB (beta hidroksi butirat) pada darah merupakan metoda yang
lebih disukai untuk pemantauan KAD. Selama terapi -OHB berubah menjadi asam
asetoasetat, yang menandakan bahwa ketosis memburuk. Selama terapi KAD harus
diperiksa kadar elektrolit, glukosa, BUN, serum kreatinin, osmolalitas, dan derajat
keasaman vena setiap 2-4 jam, sumber lain menyebutkan bahwa kadar glukosa kapiler
diperiksa tiap 1-2 jam. Pada KAD ringan, insulin regular dapat diberikan secara subkutan
atau intramuskular setiap jam dengan efektifitas yang sama dengan pemberian intravena
pada kadar gula darah yang rendah dan keton bodies yang rendah. Efektifitas pemberian
insulin dengan intramuskular dan subkutan adalah sama, namun injeksi subkutan lebih
mudah dan kurang menyakitkan pasien. Pasien dengan KAD ringan harus mendapatkan
“priming dose” insulin regular 0,4-0,6 u/kgBB, setengah dosis sebagai bolus dan setengah
dosis dengan subkutan atau injeksi intramuskular. Selanjutnya diberikan insulin subkutan
atau intra muskular 0,1 u/kgBB/jam.

Kriteria resolusi KAD diantaranya adalah kadar gula darah <200mg/dl, serum
bikarbonat ≥18 mEq/l, pH vena >7,3, dan anion gap ≤12 mEq/l. Saat ini, jika pasien NPO,
lanjutkan insulin intravena dan pemberian cairan dan ditambah dengan insulin regular
subkutan sesuai keperluan setiap 4 jam. Pada pasien dewasa dapat diberikan 5 iu insulin
tambahan setiap kenaikan gula darah 50mg/dl pada gula darah di atas 150 mg/dl dan
dapat ditingkatkan 20 iu untuk gula darah ≥300mg/dl. Ketika pasien dapat makan, jadwal
dosis multipel harus dimulai dengan memakai kombinasi dosis short atau rapid acting
insulin dan intermediate atau long acting insulin sesuai kebutuhan untuk mengontrol
glukosa darah.

Lebih mudah untuk melakukan transisi ini dengan pemberian insulin saat pagi
sebelum makan atau saat makan malam. Teruskan insulin intravena selama 1-2 jam setelah
pergantian regimen dimulai untuk memastikan kadar insulin plasma yang adekuat.
Penghentian insulin tiba-tiba disertai dengan pemberian insulin subkutan yang terlambat
dapat mengakibatkan kontrol yang buruk, sehingga diperlukan sedikit overlapping
pemberian insulin intravena dan subkutan. Pasien yang diketahui diabetes sebelumnya
dapat diberikan insulin dengan dosis yang diberikan sebelum timbulnya KAD dan
selanjutnya disesuaikan seperlunya. Pada pasien DM yang baru, insulin awal hendaknya
0,5-1,0u/ kgBB/hari, diberikan terbagi menjadi sekurangnya dosis dalam regimen yang
termasuk short dan long acting insulin sampai dosis optimal tercapai, dua pertiga dosis
harian ini diberikan pagi hari dan sepertiganya diberikan sore hari sebagai split-mixed dose.

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
Akhirnya pasien DM tipe2 dapat keluar rumah sakit dengan antidiabetik oral dan terapi
diet.

3) Natrium
Penderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium serum yang
rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap peningkatan gula darah 100
mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l dari pada
kadar yang diukur. Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah
setelah penyesuaian efek ini. Contoh, pada orang dengan kadar gula darah 600 mg/dl dan
level natrium yang diukur 130, maka level natrium yang sebenarnya sebesar130 + (1,6 x 5)=
138, sehingga tidak memerlukan koreksi dan hanya memerlukan pemberian cairan normal
saline (NaCl 0,9%). Sebaliknya kadar natrium dapat meningkat setelah dilakukan resusitasi
cairan dengan normal saline oleh karena normal saline memiliki kadar natrium lebih tinggi
dari kadar natrium ekstra selular saat itu disamping oleh karena air tanpa natrium akan
berpindah ke intraselular sehingga akan meningkatkan kadar natrium. Serum natrium yang
lebih tinggi daripada 150mEq/l memerlukan koreksi dengan NaCl0,45%.

4) Kalium
Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai3-5
mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali terjadi. Hal ini terjadi karena
shift kalium dari intra sel ke ekstra sel oleh karena asidosis, kekurangan insulin, dan
hipertonisitas, sehingga terapi insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan
akan menurunkan konsentrasi kalium serum. Untuk mencegah hipokalemia, penggantian
kalium dimulai setelah kadar kalium serum kurang dari 5,0, sumber lain menyebutkan nilai
5,5 mEq/l. Umumnya, 20-30 mEqkalium (2/3 KCl dan1/3 KPO4) pada tiap liter cairan infus
cukup untuk memelihara kadar kalium serum dalam range normal 4-5 mEq/l. Kadang-
kadang pasien KAD mengalami hipokalemia yang signifikan. Pada kasus tersebut,
penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan terapi insulin harus
ditunda hingga kadar kalium 3,3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau gagal jantung dan
kelemahan otot pernapasan. Terapi kalium dimulai saat terapi cairan sudah dimulai, dan
tidak dilakukan jika tidak ada produksi urine, terdapat kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6
mEq/l.

5) Bikarbonat
Pemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH >7,0, pengembalian
aktifitas insulin memblok lipolysis dan memperbaiki ketoasidosis tanpa pemberian
bikarbonat. Studi random prospektif telah gagal menunjukkan baik keuntungan atau
kerugian pada perubahan morbiditas atau mortalitas dengan terapi bikarbonat pada pasien
KAD dengan pH antara 6,9-7,1. Tidak didapatkan studi random prospektif yang
mempelajari pemakaian bikarbonat pada KAD dengan nilai pH <6,9. Mengetahui bahwa
asidosis berat menyebabkan banyak efek vaskular yang tidak diinginkan, tampaknya cukup
bijaksana menentukan bahwa pada pasien dewasa dengan pH <6,9, 100 mmol natrium
bikarbonat ditambahkan kedalam 400 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan
200 ml/jam. Pada pasien denganpH 6,9-7,0, 50 mmol natrium bikarbonat dicampurdalam
200 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat
tidak diperlukan jika pH >7,0. Sebagai mana natrium bikarbonat, insulin menurunkan kadar
kalium serum, oleh karena itu pemberian kalium harus terus diberikan secara intravena

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
dan di monitor secara berkala. Setelah itu pH darah vena diperiksa setiap 2 jam sampai pH
menjadi 7,0, dan terapi harus diulangi setiap 2 jam jika perlu.

Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan


ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan ketat,
KU jelek masuk HCU/I CU Fase I/Gawat :
a. Rehidrasi
 Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80 tpm
selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/ 24jam)
 Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam)
 Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi
 Rehidrasi dilakukan bertahap unt uk menghindari herniasi batang otak (24 – 48 jam).
 Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%
 Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam)
 Monitor keseimbangan cairan

b. Insulin
 Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc)
 Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic
 Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, s elanj utnya tiap 4 jam sekali
 Pemberian insulin parenteral di ubah ke SC bila : AGD < 15 mEq/L 250mg%, Perbaikan
hidrasi, Kadar HCO3

c. Infus K (tidak boleh bolus)


 Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
 Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
 Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
 Masukkan dalam NaCl 500cc/ 24 jam

d. Infus Bicarbonat
Bila pH 7,1, tidak diberikan

e. Antibiotik dosis tinggi


Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/ dl atau reduksi

Fase II/Maintenance:
a. Cairan maintenance
 Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
 Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4 IU

b. Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak.

c. Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan, boleh
makan bubur atau minuman berkalori lain.

d. Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
5. Komplikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian akibat KAD adalah:
 Terlambat didiagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma.
 Pasien belum tahu bahwa ia menyandang DM.
 Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti: renjatan
(syok), stroke, dll.
 Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya penatalaksanaan KAD

Komplikasi yang dapat terjadi akibat KAD yaitu:


 Edema paru
 Hipertrigliserida
 Infark miokard akut
 Hipoglikemia
 Hipokalsemia
 Hiperkloremia
 Edema otak
 Hipokalemia

6. Pemeriksaan Penunjang
 Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl tetapi tidak > 800 mg/dl
 Elektrolit darah (tentukan corrected Na) dan osmol alitas serum.
 Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.
 Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis), HbA1c, urinalisis (dan
kultur urine bila ada indikasi).
 Foto polos dada.
 Ketosis (Ketonemia dan Ketonuria)
 Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
 Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
 Pemeriksaan Osmolalitas = 2[Na+K] + [GDR/18] + [UREUM/6]
 Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan
kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
 Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH < 7, 3 dan penurunan pada HCO3 250 mg/dl

7. Asuhan Keperawatan

Data Subyective Data Obyective


 Pasien mengatakan diabetes dikelola - Lemah
dengan diet saja - Demam taktil, batuk produktif
 Kontrol glikemik yang buruk jadi - Mual dan muntah
ditambahkan obat glipizide, metformin, - T : 37,2
insulin ultralente. - TD : 98/64
 Kurang kepatuhan terhadap rencana - N : 136
manajemen diabetes - Rr : 36
 Manajemen medikasi tidak efektif - BB/TB : 80/155
 Klien mengatkan mempunyai riwayat - Terdapat bau keton
obesitas, diabetes, dislipidemia, dan - Mengantuk
saluran nafas reaktif. - Gigi buruk
- Terdapat penyakit peridontal
- Nyeri epigastrium ringan

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
- Gas darah arteri :PH : 7,12,
- PCO2 : 17Mmhg,
- Bikarbonat : 5,6 Meg/L
- Urinalis : 4+ glukosa, 3+ keton
- Panel kimia glukosa : 420 Mg/dl
- Bun : 16 mg/dl
- Keratinin : 1,3 mg/dl
- Natrium : 139 mEg/DL
- KLORIDA : 112 Meg/dl
- CO2 : 11,2 Mmol/L
- Kalium : 5,0 Meg/l
- Rontgen dada tidak terdapat infiltrat.

No. Data Fokus Diagnosa Keperawatan


1. DS : Domain 2 – Nutrisi
 Pasien mengatakan diabetes Kelas 4 – Metabolisme
dikelola dengan diet saja Kode – 00179
 Kontrol glikemik yang buruk jadi
ditambahkan obat glipizide, Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa
metformin, insulin ultralente. Darah
 Kurang kepatuhan terhadap rencana
manajemen diabetes
 Manajemen medikasi tidak efektif

DO :
 Lemah
 Panel kimia glukosa : 420 Mg/dl

2. - Lemah Domain 2 – Nutrisi


- Demam taktil, batuk produktif Kelas 5 – Hidrasi
- Mual dan muntah Kode – 00025

Risiko Ketidakseimbangan Volume


Cairan
3. Domain 2 – Nutrisi
Kelas 1 - Makan
Kode – 00002

Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang


dari Kebutuhan Tubuh

Diagnosa
NOC NIC Rasional
Keperawatan
Domain 2 – Nutrisi  Kadar Glukosa Darah Manajemen
Kelas 4 – Setelah dilakukan Hiperglikemi :
Metabolisme asuhan keperawatan - Monitor kadar
Kode – 00179 selama 3x24 jam, glukosa darah

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
diharapkan kadar sesuai indikasi
Risiko glukosa darah klien - Monitor tanda
Ketidakstabilan membaik dengan gejala
Kadar Glukosa kriteria hasil : hiperglikemi :
Darah  230001 - Glukosa poliuria,
darah klien polidipsi, lemah,
berkurang dari 420 letargi, malaise,
mg/dl atau deviasi - Monitir
berat dari kisaran ketonurin
normal menjadi - Berikan insulin
deviasi sedang dari - Monitor AGD,
kisaran normal (1- elektrolit
3) - Monitor status
 230008 - Urin cairan (intake
keton pada klien output)
berkurang dari 4+ - Konsultasikan
atau deviasi yang ke dokter tanda
cukup besar dari dan gejala
kisaran normal hiperglikemi
menjadi deviasi yang memburuk
ringan sedang dari - Antisispasi
kisaran normal (2- situasi dimana
4) kebutuhan
insulin
 Keparahan meningkat
Hiperglikemia - Batasi latihan
Setelah dilakukan bila kadar gula
asuhan keperawatan darah lebih dari
selama 3x24 jam, 250 mg/dl,
diharapkan keparahan terutama bila
hiperglikemia klien ada keton
menurun dengan dalam urin.
kriteria hasil : - Intruksikan pada
 211101 – pasien dan
Peningkatan urin keluarga
output klien mengenai
berkurang dari manajemen
berat menjadi diabetes selama
ringan (1-4) periode sakit,
 211102 - termasuk
Peningkatan rasa penggunaan
haus klien insulin dan obat
berkurang dari oral, monitor
berat menjadi asupan cairan,
ringan (1-4) pengganti
 211110 – Mual karbohidrat,
pada klien dan kapan
berkurang dari mencari
berat menjadi bantuan
ringan (1-4) kesehatan
sesuai

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
kebutuhan.

Domain 2 – Nutrisi  Keseimbangan Cairan Manajemen Cairan :


Kelas 5 – Hidrasi Setelah dilakukan - Timbang BB dan
Kode – 00025 asuhan keperawatan monitor status
selama 1x24 jam, pasien
Risiko diharapkan - Jaga dan catat
Ketidakseimbangan keseimbangan cairan intake dan
Volume Cairan klien terpenuhi dengan output
kriteria hasil : - Monitor status
 060101 – Tekanan hidrasi
darah klien - Monitor respon
meningkat dari pasien untuk
98/64 mmHg atau terapi elektrolit
cukup terganggu - Kelola cairan
menjadi tidak selama 24 jam
terganggu (3-5) - Monitor status
 060122 – Denyut nutrisi
nadi radial klien - Berikan terapi
menurun dari 136 IV
x/menit atau - Berikan cairan
banyak terganggu dnegan tepat
menjadi sedikit
terganggu (2-4)
 060107 –
Keseimbangan
intake dan output
klien dalam 24 jam
meningkat dari
banyak terganggu
menjadi sedikit
terganggu (2-4)

Domain 2 – Nutrisi  Status Nutrisi Manajemen Nutrisi :


Kelas 1 - Makan Setelah dilakukan - Tentukan status
Kode – 00002 asuhan keperawatan gizi pasien dan
selama 2x24 jam, kemampuan
Ketidakseimbangan diharapkan status pasien untuk
Nutrisi : Kurang nutrisi klien terpenuhi memenuhi status
dari Kebutuhan dengan kriteria hasil : gizi
Tubuh  100402 – Asupan - Identifikasi alergi
makanan klien terhadap
meningkat dari makanan
banyak - Intruksikan
menyimpang dari pasien mengenai
rentang normal kebutuhan
menjadi sedikit nutrisi
menyimpang dari (membahas
rentang normal (2- pedoman diet
4) dan piramida
makanan)

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
 100408 - Asupan - Tentukan jumlah
cairan klien kalori dan jenis
meningkat dari nutrisi yang
banyak dibutuhkan
menyimpang dari untuk memenuhi
rentang normal persyaratan gizi
menjadi sedikit - Atur diet yyang
menyimpang dari diperlukan
rentang normal (2- - Anjurkan pasien
4) terkait dengan
 100411 - Status terkait dengan
hidrasi klien kebutuhan diet
meningkat dari untuk kondisi
banyak sakit
menyimpang dari - Anjurkan klien
rentang normal untuk memantau
menjadi sedikit kalori dan intake
menyimpang dari makanan.
rentang normal (2-
4)

 Nafsu Makan
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 1x24 jam,
diharapkan nafsu
makan klien meningkat
dengan kriteria hasil :
 101401 –
Keinginan untuk
makan klien
meningkat dari
banyak terganggu
menjadi cukup
terganggu (2-3)
 101405 - Energi
untuk makan klien
meningkat dari
banyak terganggu
menjadi cukup
terganggu (2-3)
 101407 – Intake
nutrisi klien
meningkat dari
banyak terganggu
menjadi cukup
terganggu (2-3)
 101407 – Intake
cairan klien
meningkat dari
banyak terganggu

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
menjadi sedikit
terganggu (2-4)

8. EBN
9. Klasifikasi
1) Diabetes Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 juga disebut insulin-dependent atau juvenile atau childhood-onset
diabetes (KEMENKES RI, 2014). Diabetes tipe 1 disebabkan karena kerusakan sel β,
biasanya pasien akan mengalami kekurangan insulin secara absolut, sehingga pada pasien
yang mengalami diabetes melitus tipe 1 membutuhkan insulin sebagai pengobatannya
(American Diabetes Association, 2016b). Diabetes tipe 1 lebih sering terjadi pada anak-
anak dan orang dewasa awal dengan onset umur <20 tahun (Triplitt et al., 2008).

2) Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 atau non-insulin-dependent atau adult-onset diabetes disebabkan karena
gangguan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin. Kadar
insulin dalam darah biasanya normal tetapi sel-sel sasaran insulin tidak mampu merespon
insulin secara normal (American Diabetes Association, 2016b). Diabetes melitus tipe 2 lebih
sering menyerang seiring bertambahnya usia dan lebih banyak terjadi pada wanita (Triplitt
et al., 2008).

3) Diabetes Melitus Gestasional


Diabetes gestasional merupakan keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
dalam darah selama masa kehamilan. Wanita yang mengalami diabetes gestasional ini
sebagian besar akan kembali ke normoglycemia postpartum, tetapi dapat pula berkembang
menjadi diabetes tipe 2 dikemudian hari jika tidak diterapi dengan baik (Triplitt et al.,
2008).

4) Tipe Tertentu Lainnya


Beberapa tipe diabetes lainnya yaitu cacat genetik pada fungsi sel β, cacat genetik pada
aksi insulin, penyakit pankreas eksokrin (seperti cystic fibrosis), dan induksi obat atau
bahan kimia lain seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ
(American Diabetes Association, 2016).

5) Pra-diabetes
Pra-diabetes tidak dianggap sebagai kategori penyakit, tetapi merupakan perhatian atau
tanda yang dapat menimbulkan diabetes tipe 2 dimasa datang jika tidak dilakukan
monitoring secara tepat. Terdapat 2 parameter yang menunjukkan pra-diabetes yaitu
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau kadar glukosa plasma 2 jam setelah beban antara
140-199 mg/dL dan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) atau kadar glukosa plasma
puasa antara 100-125 mg/dL (PERKENI, 2011). Normalnya, kadar glukosa plasma 2 jam
setelah beban yaitu <140 mg/dL dan didiagnosis sebagai DM jika ≥200 mg/dL, sedangkan
glukosa plasma puasa normalnya <100 mg/dL dan didiagnosis sebagai DM jika ≥126 mg/dL,
sehingga kondisi pra-diabaetes ini berada pada rentang kadar glukosa normal dan diabetes
(Triplitt et al., 2008).

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission
10. Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada
pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus.
Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis
berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :
 Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
 Keadaan sakit atau infeksi
 Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati

Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:


 Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa jumlah sel
darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari infeksi.
 Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
 Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
 Kardiovaskuler : infark miokardium
 Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan kortikosteroid and
adrenergik.
(Samijean Nordmark, 2008)

11.IRK
 Allah berfirman,

“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.”


(QS. Al-A’raf: 31)

 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda

“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak
Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus
(melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk
minuman dan sepertiga lagi untuk bernafas”

 Terdapat hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai
ada seorang muslim dalam makan, yaitu jangan berlebihan makan sampai kenyang yang
membuat malas dan merusak kesehatan. Hadits tersebut adalah,

‫ق م ن حن‬ ‫نا إذ ن ج ع ح ى ن أ ل‬ ‫أ‬ ‫ع‬ ‫ن‬


“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan
sebelum kenyang“

|Created by NMH & NRA|


Do not copy without permission

Anda mungkin juga menyukai