Diabetik Ketoasidosis
1. Definisi DKA
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif. KAD dan Hiperosmolar Hyperglycemia State (HHS) adalah 2
komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa.
Kedua keadaan tersebut dapat terjadi pada Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dan 2, meskipun
KAD lebih sering dijumpai pada DM tipe 1. (Jurnal Penyakit Dalam, Volume 11 Nomor 2
Mei 2010 Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (Kad) oleh Wira Gotera dan Dewa Gede
Agung Budiyasa)
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I, disebabkan oleh
meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi
insulin, di karakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya
insulin (Stillwell, 1992).
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut diabetes mellitus baik
tipe 1 maupun tipe 2. Sekitar 80% KAD dicetuskan oleh kondisi infeksi infark miokard akut,
pankreatitis akut penggunaan obat steroid menghentikan atau mengurangi dosis insulin
sedangkan pada sekitar 20% KAD tidak ditemukan faktor pencetus. (CDK-242/ vol. 43 no. 7
th. 2016 Asidosis Laktat pada Ketoasidosis Diabetik Berat di Instalasi Perawatan Intensif
oleh Rina Lizza Roostati)
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan darurat hiperglikemi yang mengancam jiwa
pasien dengan diabetes melitus. Ketoasidosis diabetik terjadi ketika seseorang mengalami
penurunan insulin relatif atau absoluteyang ditandai dengan hiperglikemi, asidosis, ketosis
dan kadar glukosa darah >250 mg/dL (American Diabetes Association, 2013; Chaithongdi,
et al, 2011; Corwell, et al, 2014).
KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat (Sudoyo, 2009).
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa seorang
penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Ketoasidosis diabetik (KAD)adalah
keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan
ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. Kondisi
kehilangan urin, air, kalium, amonium, dan natrium menyebabkan hipovolemia,
ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan asam
lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering disertai koma. KAD merupakan komplikasi
akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat (Tarwoto,
2012).
3. Pathway
PATOFISIOLOGI KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita
koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan
sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau
penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan
gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan
hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan
kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah)
menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan
menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium,
potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat,
akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis
Pathophysiology of DKA adapted from Urden: Thelan’s Critical Care Nursing: Diagnosis and
Management. 5th ed.Cited in Nursing Consult.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena
ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka
ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang
disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan merangsang pusat
haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus
yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan
merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak
lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan
keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak
hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan
napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera
diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price, 1995).
Rumus lain yang dapat dipakai untuk menentukan derajat dehidrasi adalah dengan
menghitung osmolalitas serum total dan corrected serum sodium concentration
Serum sodium concentration dapat dikoreksi dengan menambahkan 1,6 mEq/l tiap
kenaikan 100 mg/dl kadar gula darah di atas kadar gula 100 mg/dl. Nilai corrected serum
sodium concentration > 140 dan osmolalitas serum total > 330 mOsm/ kg air menunjukkan
deficit cairan yang berat. Penentuan derajat dehidrasi dengan gejala klinis seringkali sukar
dikerjakan, namun demikian beberapa gejala klinis yang dapat menolong untuk
menentukan derajat dehidrasi adalah :
Cairan fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan dengan kecepatan 15-20 ml/ kgBB/ jam atau
lebih selama jam pertama (±1-1,5 liter). Sebuah sumber memberikan petunjuk praktis
pemberian cairan sebagai berikut: 1 liter pada jam pertama, 1 liter dalam 2 jam berikutnya,
kemudian 1 liter setiap 4 jam sampai pasien terehidrasi. Sumber lain menyarankan 1-1,5 lt
pada jam pertama, selanjutnya 250-500 ml/jam pada jam berikutnya. Petunjuk ini haruslah
disesuaikan dengan status hidrasi pasien. Pilihan cairan selanjutnya tergantung dari status
hidrasi, kadar elektrolit serum, dan pengeluaran urine. Pada umumnya, cairan NaCl 0,45%
diberikan jika kadar natrium serum tinggi (>150mEq/l), dan diberikan untuk mengkoreksi
Pemberian cairan harus dapat mengganti perkiraan kekurangan cairan dalam jangka
waktu 24 jam pertama. Perubahan osmolalitas serum tidak melebihi 3 mOsm/ kgH2O/ jam.
Pada pasien dengan kelainan ginjal, jantung atau hati terutama orangtua, harus dilakukan
pemantauan osmolalitas serum dan penilaian fungsi jantung, ginjal, dan status mental yang
berkesinambungan selama resusitasi cairan untuk menghindari overload cairan iatrogenik.
Untuk itu pemasangan Central Venous Pressure (CVP) monitor dapat sangat menolong.
Ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl, cairan diganti atau ditambahkan dengan
cairan yang mengandung dextrose seperti (dextrose 5%, dextrose 5% pada NaCl0, 9%, atau
dextrose 5% pada NaCl 0,45%) untuk menghindari hipoglikemia dan mengurangi
kemunginan edema serebral akibat penurunan gula darah yang terlalu cepat.
2) Terapi Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang
memadai. Sumber lain menyebutkan pemberian insulin dimulai setelah diagnosis KAD
ditegakkan dan pemberian cairan telah dimulai. Pemakaian insulin akan menurunkan kadar
hormon glukagon, sehingga menekan produksi benda keton dihati, pelepasan asam lemak
bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan
utilisasi glukosa oleh jaringan. Sampai tahun 1970an penggunaan insulin umumnya secara
bolus intravena, intramuskular, ataupun subkutan.
Sejak pertengahan tahun 1970-an protokol pengelolaan KAD dengan drip insulin
intravena dosis rendah mulai digunakan dan menjadi popular. Cara ini dianjurkan karena
lebih mudah mengontrol dosis insulin, menurunkan kadar glukosa darah lebih lambat, efek
insulin cepat menghilang, masuknya kalium ke intrasel lebih lambat, komplikasi
hipoglikemia dan hipokalemia lebih sedikit. Pemberian insulin dengan infus intravena dosis
rendah adalah terapi pilihan pada KAD yang disebutkan oleh beberapa literatur, sedangkan
ADA menganjurkan insulin intravena tidak diberikan pada KAD derajat ringan.
Jika tidak terdapat hipokalemia (K < 3,3 mEq/l), dapat diberikan insulin regular 0,15
u/kgBB, diikuti dengan infus kontinu 0,1 u/kgBB/jam (5-7 u/jam). Jika kadar kalium < 3,3
mEq/l,maka harus dikoreksi dahulu untuk mencegah perburukan hipokalemia yang akan
dapat mengakibatkan aritmia jantung. Insulin dosis rendah biasanya menurunkan gula
darah dengan kecepatan 50-75 mg/dl/jam, sama seperti pemberian insulin dosis lebih
tinggi. Jika gula darah tidak menurun sebesar 50 mg/dl dari nilai awal pada jam pertama,
periksa status hidrasi pasien. Jika status hidrasi mencukupi, infus insulin dapat dinaikkan 2
kali lipat setiap jam sampai tercapai penurunan gula darah konstan antara 50-75
Kriteria resolusi KAD diantaranya adalah kadar gula darah <200mg/dl, serum
bikarbonat ≥18 mEq/l, pH vena >7,3, dan anion gap ≤12 mEq/l. Saat ini, jika pasien NPO,
lanjutkan insulin intravena dan pemberian cairan dan ditambah dengan insulin regular
subkutan sesuai keperluan setiap 4 jam. Pada pasien dewasa dapat diberikan 5 iu insulin
tambahan setiap kenaikan gula darah 50mg/dl pada gula darah di atas 150 mg/dl dan
dapat ditingkatkan 20 iu untuk gula darah ≥300mg/dl. Ketika pasien dapat makan, jadwal
dosis multipel harus dimulai dengan memakai kombinasi dosis short atau rapid acting
insulin dan intermediate atau long acting insulin sesuai kebutuhan untuk mengontrol
glukosa darah.
Lebih mudah untuk melakukan transisi ini dengan pemberian insulin saat pagi
sebelum makan atau saat makan malam. Teruskan insulin intravena selama 1-2 jam setelah
pergantian regimen dimulai untuk memastikan kadar insulin plasma yang adekuat.
Penghentian insulin tiba-tiba disertai dengan pemberian insulin subkutan yang terlambat
dapat mengakibatkan kontrol yang buruk, sehingga diperlukan sedikit overlapping
pemberian insulin intravena dan subkutan. Pasien yang diketahui diabetes sebelumnya
dapat diberikan insulin dengan dosis yang diberikan sebelum timbulnya KAD dan
selanjutnya disesuaikan seperlunya. Pada pasien DM yang baru, insulin awal hendaknya
0,5-1,0u/ kgBB/hari, diberikan terbagi menjadi sekurangnya dosis dalam regimen yang
termasuk short dan long acting insulin sampai dosis optimal tercapai, dua pertiga dosis
harian ini diberikan pagi hari dan sepertiganya diberikan sore hari sebagai split-mixed dose.
3) Natrium
Penderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium serum yang
rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap peningkatan gula darah 100
mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l dari pada
kadar yang diukur. Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah
setelah penyesuaian efek ini. Contoh, pada orang dengan kadar gula darah 600 mg/dl dan
level natrium yang diukur 130, maka level natrium yang sebenarnya sebesar130 + (1,6 x 5)=
138, sehingga tidak memerlukan koreksi dan hanya memerlukan pemberian cairan normal
saline (NaCl 0,9%). Sebaliknya kadar natrium dapat meningkat setelah dilakukan resusitasi
cairan dengan normal saline oleh karena normal saline memiliki kadar natrium lebih tinggi
dari kadar natrium ekstra selular saat itu disamping oleh karena air tanpa natrium akan
berpindah ke intraselular sehingga akan meningkatkan kadar natrium. Serum natrium yang
lebih tinggi daripada 150mEq/l memerlukan koreksi dengan NaCl0,45%.
4) Kalium
Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai3-5
mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali terjadi. Hal ini terjadi karena
shift kalium dari intra sel ke ekstra sel oleh karena asidosis, kekurangan insulin, dan
hipertonisitas, sehingga terapi insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan
akan menurunkan konsentrasi kalium serum. Untuk mencegah hipokalemia, penggantian
kalium dimulai setelah kadar kalium serum kurang dari 5,0, sumber lain menyebutkan nilai
5,5 mEq/l. Umumnya, 20-30 mEqkalium (2/3 KCl dan1/3 KPO4) pada tiap liter cairan infus
cukup untuk memelihara kadar kalium serum dalam range normal 4-5 mEq/l. Kadang-
kadang pasien KAD mengalami hipokalemia yang signifikan. Pada kasus tersebut,
penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan terapi insulin harus
ditunda hingga kadar kalium 3,3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau gagal jantung dan
kelemahan otot pernapasan. Terapi kalium dimulai saat terapi cairan sudah dimulai, dan
tidak dilakukan jika tidak ada produksi urine, terdapat kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6
mEq/l.
5) Bikarbonat
Pemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH >7,0, pengembalian
aktifitas insulin memblok lipolysis dan memperbaiki ketoasidosis tanpa pemberian
bikarbonat. Studi random prospektif telah gagal menunjukkan baik keuntungan atau
kerugian pada perubahan morbiditas atau mortalitas dengan terapi bikarbonat pada pasien
KAD dengan pH antara 6,9-7,1. Tidak didapatkan studi random prospektif yang
mempelajari pemakaian bikarbonat pada KAD dengan nilai pH <6,9. Mengetahui bahwa
asidosis berat menyebabkan banyak efek vaskular yang tidak diinginkan, tampaknya cukup
bijaksana menentukan bahwa pada pasien dewasa dengan pH <6,9, 100 mmol natrium
bikarbonat ditambahkan kedalam 400 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan
200 ml/jam. Pada pasien denganpH 6,9-7,0, 50 mmol natrium bikarbonat dicampurdalam
200 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat
tidak diperlukan jika pH >7,0. Sebagai mana natrium bikarbonat, insulin menurunkan kadar
kalium serum, oleh karena itu pemberian kalium harus terus diberikan secara intravena
b. Insulin
Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc)
Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic
Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, s elanj utnya tiap 4 jam sekali
Pemberian insulin parenteral di ubah ke SC bila : AGD < 15 mEq/L 250mg%, Perbaikan
hidrasi, Kadar HCO3
d. Infus Bicarbonat
Bila pH 7,1, tidak diberikan
Fase II/Maintenance:
a. Cairan maintenance
Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4 IU
b. Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak.
c. Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan, boleh
makan bubur atau minuman berkalori lain.
6. Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl tetapi tidak > 800 mg/dl
Elektrolit darah (tentukan corrected Na) dan osmol alitas serum.
Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.
Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis), HbA1c, urinalisis (dan
kultur urine bila ada indikasi).
Foto polos dada.
Ketosis (Ketonemia dan Ketonuria)
Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
Pemeriksaan Osmolalitas = 2[Na+K] + [GDR/18] + [UREUM/6]
Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan
kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH < 7, 3 dan penurunan pada HCO3 250 mg/dl
7. Asuhan Keperawatan
DO :
Lemah
Panel kimia glukosa : 420 Mg/dl
Diagnosa
NOC NIC Rasional
Keperawatan
Domain 2 – Nutrisi Kadar Glukosa Darah Manajemen
Kelas 4 – Setelah dilakukan Hiperglikemi :
Metabolisme asuhan keperawatan - Monitor kadar
Kode – 00179 selama 3x24 jam, glukosa darah
Nafsu Makan
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 1x24 jam,
diharapkan nafsu
makan klien meningkat
dengan kriteria hasil :
101401 –
Keinginan untuk
makan klien
meningkat dari
banyak terganggu
menjadi cukup
terganggu (2-3)
101405 - Energi
untuk makan klien
meningkat dari
banyak terganggu
menjadi cukup
terganggu (2-3)
101407 – Intake
nutrisi klien
meningkat dari
banyak terganggu
menjadi cukup
terganggu (2-3)
101407 – Intake
cairan klien
meningkat dari
banyak terganggu
8. EBN
9. Klasifikasi
1) Diabetes Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 juga disebut insulin-dependent atau juvenile atau childhood-onset
diabetes (KEMENKES RI, 2014). Diabetes tipe 1 disebabkan karena kerusakan sel β,
biasanya pasien akan mengalami kekurangan insulin secara absolut, sehingga pada pasien
yang mengalami diabetes melitus tipe 1 membutuhkan insulin sebagai pengobatannya
(American Diabetes Association, 2016b). Diabetes tipe 1 lebih sering terjadi pada anak-
anak dan orang dewasa awal dengan onset umur <20 tahun (Triplitt et al., 2008).
2) Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 atau non-insulin-dependent atau adult-onset diabetes disebabkan karena
gangguan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin. Kadar
insulin dalam darah biasanya normal tetapi sel-sel sasaran insulin tidak mampu merespon
insulin secara normal (American Diabetes Association, 2016b). Diabetes melitus tipe 2 lebih
sering menyerang seiring bertambahnya usia dan lebih banyak terjadi pada wanita (Triplitt
et al., 2008).
5) Pra-diabetes
Pra-diabetes tidak dianggap sebagai kategori penyakit, tetapi merupakan perhatian atau
tanda yang dapat menimbulkan diabetes tipe 2 dimasa datang jika tidak dilakukan
monitoring secara tepat. Terdapat 2 parameter yang menunjukkan pra-diabetes yaitu
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau kadar glukosa plasma 2 jam setelah beban antara
140-199 mg/dL dan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) atau kadar glukosa plasma
puasa antara 100-125 mg/dL (PERKENI, 2011). Normalnya, kadar glukosa plasma 2 jam
setelah beban yaitu <140 mg/dL dan didiagnosis sebagai DM jika ≥200 mg/dL, sedangkan
glukosa plasma puasa normalnya <100 mg/dL dan didiagnosis sebagai DM jika ≥126 mg/dL,
sehingga kondisi pra-diabaetes ini berada pada rentang kadar glukosa normal dan diabetes
(Triplitt et al., 2008).
11.IRK
Allah berfirman,
“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak
Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus
(melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk
minuman dan sepertiga lagi untuk bernafas”
Terdapat hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai
ada seorang muslim dalam makan, yaitu jangan berlebihan makan sampai kenyang yang
membuat malas dan merusak kesehatan. Hadits tersebut adalah,