Anda di halaman 1dari 19

SKENARIO 1

PASCA BENCANA - REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

1. Definisi Pasca Bencana - Rehabilitasi dan Rekonstruksi


➢ Menurut Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 06
Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana
✓ Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan,
kehidupan dan penghidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.

✓ Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan


pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,
tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

➢ Modul 2 Manajemen Penanggulangan Bencana 2017


✓ Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.

✓ Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang
terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen
semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun
masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian,
sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi
masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana.

2. Tahapan dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi


➢ Menurut Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 06
Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana
BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Dalam Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 4:
Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana meliputi:
✓ pengkajian kebutuhan pascabencana
✓ penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi
✓ pengalokasian sumber daya dan dana
✓ pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
✓ monitoring dan evaluasi serta pelaporan

➢ Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana
• REHABILITASI
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan:
• perbaikan lingkungan daerah bencana
• perbaikan prasarana dan sarana umum
• pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
• pemulihan sosial psikologis

Created by: Bil & Bul


• pelayanan kesehatan;
• rekonsiliasi dan resolusi konflik
• pemulihan sosial ekonomi budaya
• pemulihan keamanan dan ketertiban
• pemulihan fungsi pemerintahan
• pemulihan fungsi pelayanan publik.

Kegiatan rehabilitasi harus memperhatikan pengaturan mengenai standar konstruksi


bangunan, kondisi sosial, adat istiadat, budaya dan ekonomi

Untuk menjamin efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan, kegiatan rehabilitasi


mengikuti prosedur umum sebagai berikut:
• Sosialisasi dan Koordinasi Program
❖ Koordinasi jajaran pemerintahan hingga tingkat Desa/Kelurahan.
❖ Sosialisasi kepada masyarakat umum dan korban.
❖ Membangun kebersamaan, solidaritas, dan kerelawanan.

• Inventarisasi dan Identifikasi Kerusakan/Kerugian


❖ Inventarisasi dan identifikasi tingkat kerusakan/kerugian bencana dilakukan
oleh BNPB dan/atau BPBD dan/atau unsur-unsur lain yang dikoordinasikan oleh
BNPB dan/atau BPBD.
❖ Verifikasi atas hasil inventarisasi dan identifikasi kerusakan/kerugian dapat
dilakukan oleh BNPB dan/atau BPBD oleh karena adanya usulan, masukan,
sanggahan dari masyarakat maupun karena timbulnya bencana susulan dan hal
lain yang relevan.
❖ Inventarisasi, identifikasi kerusakan/kerugian atau verifikasi atau hasilnya
dilakukan pada pelaksanaan “rapid assessment” tahap tanggap darurat dan
atau rehabilitasi.

• Perencanaan dan Penetapan Prioritas


❖ Perencanaan dan penetapan prioritas di tingkat masyarakat yang dilakukan
secara partisipatif oleh kelompok masyarakat merupakan masukan penting bagi
program rehabilitasi.
❖ Sinkronisasi rencana dan program meliputi: sinkronisasi program tahapan
rehabilitasi, prabencana, tanggap darurat dan rekonstruksi, sinkronisasi lintas
pelaku, sinkronisasi lintas-sektor, sinkronisasi lintas-wilayah.
❖ Perencanaan, penetapan prioritas dan sinkronisasi program dilakukan oleh
BPBD dan/atau BNPB.

• Mobilisasi Sumberdaya
Mobilisasi sumberdaya yang meliputi sumberdaya manusia, peralatan, material dan
dana dilakukan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia.
Sumberdaya manusia yang memahami dan mempunyai ketrampilan secara
profesional sangat diperlukan dalam semua proses dan kegiatan rehabilitasi
pascabencana. Sumberdaya yang berupa peralatan, material dan dana disediakan
dan siap dialokasikan untuk menunjang proses rehabilitasi.

Created by: Bil & Bul


• Pelaksanaan Rehabilitasi
Pelaksanaan rehabilitasi meliputi kegiatan perbaikan fisik dan pemulihan fungsi non-
fisik. Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan di wilayah yang terkena bencana maupun
wilayah lain yang dimungkinkan untuk dijadikan wilayah sasaran kegiatan
rehabilitasi. Kegiatan rehabilitasi dilakukan oleh BNPB jika status bencana adalah
tingkat nasional atau atas inisiatif sendiri BNPB dan atau BPBD untuk status bencana
daerah. Kegiatan rehabilitasi juga dimungkinkan untuk melibatkan banyak
pemangku kepentingan dan masyarakat.

• Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan


Pemantauan penyelenggaraan rehabilitasi pascabencana diperlukan sebagai upaya
untuk memantau secara terus-menerus terhadap proses dan kegiatan rehabilitasi.
Pelaksanaan pemantauan kegiatan rehabilitasi dilakukan oleh unsur pengarah
beserta unsur pelaksana BNPB dan atau BPBD dan dapat melibatkan
lembaga/institusi perencanaan di tingkat nasional dan/atau daerah, sebagai bahan
menyeluruh dalam penyelenggaraan rehabilitasi. Penyusunan laporan
penyelenggaraan rehabilitasi pascabencana dilakukan oleh unsur pengarah
dan/atau unsur pelaksana BNPB dan/atau BPBD. Laporan penyelenggaraan
rehabilitasi selanjutnya digunakan untuk memverifikasi perencanaan program
rehabilitasi

Kebijakan penyelenggaraan rehabilitasi dilandaskan pada ketentuan sebagai berikut :


• Kegiatan rehabilitasi merupakan tanggungjawab Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah yang terkena bencana.
• Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah dan
instansi/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Kepala BPBD.
• Dalam melaksanakan kegiatan rehabilitasi, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib
menggunakan dana penanggulangan bencana dari APBD Kabupaten/Kota.
• Dalam hal APBD Kabupaten/Kota tidak memadai, Pemerintah Kabupaten/Kota
dapat meminta bantuan dana kepada Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah.
• Dalam hal Pemerintah Kabupaten/Kota meminta bantuan kepada Pemerintah,
permintaan tersebut harus melalui Pemerintah Provinsi yang bersangkutan.
• Selain permintaan dana, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat meminta bantuan
tenaga ahli, peralatan dan/atau pembangunan prasarana kepada Pemerintah
Provinsi dan/atau Pemerintah.
• Terhadap usul permintaan bantuan dari Pemerintah Daerah dilakukan verifikasi oleh
tim antar departemen/lembaga Pemerintah Nondepartemen yang dikoordinasikan
oleh Kepala BNPB.
• Verifikasi menentukan besaran bantuan yang akan diberikan Pemerintah kepada
Pemerintah Daerah secara proporsional.
• Terhadap penggunaan bantuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Pemerintah
Daerah dilakukan pemantauan dan evaluasi oleh tim antar departemen/lembaga
Pemerintah Nondepartemen dengan melibatkan BPBD yang dikoordinasikan oleh
Kepala BNPB.

Created by: Bil & Bul


Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah sebagai
berikut:
• Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga sebagai
pelaku aktif dalam kegiatan rehabilitasi.
• Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan terintegrasi
dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini serta kegiatan
rekonstruksi.
• “Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team” segera setelah terjadi
bencana.
• Program Rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai dengan
Perpres tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan diakhiri setelah
tujuan utama rehabilitasi tercapai.

Strategi penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi adalah:


• Melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam tahapan pelaksanaan
rehabilitasi.
• Memperhatikan karakter bencana, daerah dan budaya masyarakat setempat.
• Mendasarkan pada kondisi aktual di lapangan (tingkat kerugian/kerusakan serta
kendala medan).
• Menjadikan kegiatan rehabilitasi sebagai gerakan dalam masyarakat dengan
menghimpun masyarakat sebagai korban maupun pelaku aktif kegiatan rehabilitasi
dalam kelompok swadaya.
• Menyalurkan bantuan pada saat, bentuk, dan besaran yang tepat sehingga dapat
memicu/membangkitkan gerakan rehabilitasi dan penanganan bencana yang
menyeluruh.

Sasaran kegiatan rehabilitasi adalah:


• Kelompok manusia dan segenap kehidupan dan penghidupan yang terganggu oleh
bencana
• Sumberdaya buatan yang mengalami kerusakan akibat bencana sehingga berkurang
nilai gunanya.
• Ekosistem atau lingkungan alam untuk mengembalikan fungsi ekologisnya.

• REKONSTRUKSI
• Koordinasi Program
❖ Dalam merencanakan suatu proses rekonstruksi, perlu diperhatikan koordinasi
❖ Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam butir 1 berada di bawah Deputi
Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB atau BPBD di tingkat daerah.
❖ Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam butir 1 diperlukan agar proses dan
pelaksanaan rekonstruksi dapat terarah dan sesuai dengan tujuannya.
❖ Koordinasi dalam proses rekonstruksi pasca bencana mencakup:
o koordinasi vertikal antara struktur di tingkat daerah dan tingkat pusat
o koordinasi horisontal lintas sektor
o koordinasi dalam kerjasama internasional
o koordinasi dengan organisasi non-pemerintah, termasuk LSM.
❖ Dalam proses rekonstruksi pascabencana di tingkat daerah, institusi terkait
yang berada di bawah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD),
termasuk bila diperlukan pembentukan Tim Teknis pelaksana rekonstruksi
pascabencana (lihat Bab III.D.1. Kelembagaan), berada di bawah koordinasi
BPBD.

Created by: Bil & Bul


❖ Dalam proses rekonstruksi pascabencana di tingkat nasional, institusi terkait
yang berada di bawah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan
tergabung dalam Tim Teknis yang dibentuk untuk mendukung terselenggaranya
proses rekonstruksi dengan baik, berada di bawah koordinasi BNPB.
❖ Kegiatan rancang bangun dalam proses rekonstruksi yang diselenggarakan oleh
institusi terkait dilakukan melalui koordinasi dengan kepala BNPB untuk tingkat
pusat dan kepala BPBD untuk tingkat daerah. Tim Teknis yang dibentuk untuk
mendukung proses rekonstruksi di bawah BNPB dan/atau BPBD dapat memiliki
peran untuk melakukan verifikasi/audit teknis dari proses rancang bangun.
❖ Partisipasi masyarakat, dunia usaha, dan organisasi internasional lainnya dalam
penyelenggaraan proses rekonstruksi harus dikoordinasikan dengan BNPB di
tingkat pusat serta BPBD di tingkat daerah.
❖ Dalam penyelenggaraan kegiatan rekonstruksi, perlu dilakukan sinkronisasi,
yaitu:
o Sinkronisasi program dengan program pada tahap prabencana, tanggap
darurat, dan rehabilitasi
o Sinkronisasi program rekonstruksi dengan program pembangunan daerah
dan nasional;
o Sinkronisasi lintas aktor
o Sinkronisasi lintas sektor;
o Sinkronisasi lintas wilayah.

• Inventarisasi dan Identifikasi Kerusakan/Kerugian


❖ Sebelum dilaksanakan penyelenggaraan rekonstruksi, terlebih dahulu dilakukan
inventarisasi dan identifikasi kerugian/kerusakan (damage and loss
assessment/DLA) secara lengkap, kemudian melakukan kajian kebutuhan (post
disaster need assessment/PDNA) menggunakan informasi dari hasil DLA serta
berbagai perkiraan kebutuhan ke depan, dengan melibatkan berbagai unsur
masyarakat dari awal.
❖ Kajian kerusakan dan kerugian seperti dimaksud pada butir 1 dimaksudkan
untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi kerusakan dan kerugian di suatu
daerah yang diakibatkan oleh bencana dan dapat dilaksanakan dengan
memanfaatkan data dan informasi yang berawal dari hasil kajian kerusakan
pada tahap sebelumnya sebagai titik awal dari kajian kerusakan yang lebih
komprehensif. Kajian kerusakan harus didasarkan kepada kriteria kerusakan
dan kerugian yang sudah disepakati secara nasional dalam suatu bentuk
pedoman penilaian kerusakan dan kerugian pascabencana yang sesuai dengan
kondisi Indonesia.
❖ Kajian kebutuhan (PDNA) dimaksudkan untuk memahami kebutuhan
rekonstruksi pada semua sektor pembangunan yang ditangani, berdasarkan
atas kajian kebutuhan pelayanan prasarana fisik dan non-fisik untuk seluruh
kegiatan sosial, ekonomi, budaya, pelayanan umum dan pemerintahan,
permukiman dan perumahan, yang rusak oleh bencana sebelumnya.
❖ Kajian kebutuhan harus memperkirakan tingkat pertumbuhan permintaan
berdasarkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan daerah
pasca bencana dalam jangka panjang di masa depan, dengan memperhatikan
aspek keselamatan dalam penyediaan layanan terkait untuk mengurangi
kerentanan terhadap bencana di masa datang dari berbagai fasilitas pelayanan
fisik dan non-fisik yang akan dibangun kembali.

Created by: Bil & Bul


• Perencanaan dan Pemantauan Prioritas Pembangunan
❖ Perencanaan rekonstruksi dimulai pada tahap pascabencana dalam rangka
menyusun langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan dalam
menyelenggarakan proses rekonstruksi yang bersifat komprehensif dan
menyeluruh secara terkoordinasi, dengan memasukkan unsur-unsur
pengurangan risiko bencana (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan) sejak
dari awal.
❖ Suatu rencana rekonstruksi yang lengkap harus memuat paling tidak hal-hal
sebagai berikut:
o Pendahuluan
o Gambaran umum kejadian bencana
o Kondisi wilayah sebelum bencana
o Dampak dan kerugian akibat bencana
o Langkah-langkah tahap awal yang sudah dilakukan
o Hasil kajian kebutuhan rekonstruksi dalam semua sektor
o Pernyataan tujuan dan sasaran program rekonstruksi, lengkap dengan
indikator pencapaiannya
o Kebijakan dan strategi implementasi program rekonstruksi;
o Uraian rencana kegiatan rekonstruksi pada berbagai sektor, beserta
kebutuhan pembiayaan dan kerangka waktu
o Mekanisme dan Sumber-sumber Pembiayaan
o Mekanisme Kelembagaan dan Koordinasi
o Peran Serta Masyarakat dan Lembaga-lembaga Non Pemerintah dan
Asing/Internasional
o Perangkat Hukum dan Peraturan-perundangan terkait
o Mekanisme Penanganan Keluhan dan Penyelesaian Sengketa
o Mekanisme Diseminasi dan Komunikasi Publik
o Mekanisme Monitoring, Evaluasi dan Audit.

❖ Perencanaan rekonstruksi dilaksanakan melalui kajian solusi berdasarkan hasil


dari kajian kebutuhan, dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat terkait,
termasuk komunitas yang terkena bencana, dengan memperhatikan kebutuhan
pembangunan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan sumberdaya bagi
pelaksanaan rekonstruksi di semua sektor.
❖ Usulan rencana rekonstruksi di segala sektor yang telah disusun dikonsultasikan
dengan publik, untuk mendapatkan masukan umpan balik dari berbagai pihak
untuk penyempurnaan rencana.
❖ Mengembangkan perencanaan detail teknis dari pelaksanaan rekonstruksi
untuk berbagai sektor tertentu, dengan mengikuti ketentuan-ketentuan teknis
dari sektor-sektor terkait, dan memastikan bahwa semua ketentuan untuk
menjamin keselamatan bangunan hasil rekonstruksi fisik dipenuhi.
❖ Kelengkapan dokumen perencanaan bergantung kepada skala program
rekonstruksi yang didasarkan kepada skala tingkat kerusakan yang diakibatkan
bencana pada wilayah pascabencana.
❖ Contoh pola dokumen rencana rekonstruksi dapat dilihat pada Lampiran A.

Created by: Bil & Bul


• Mekanisme Penyelenggaraan
❖ Kelembagaan
o Dalam proses perencanaan dan implementasi proses rekonstruksi aspek
kelembagaan memegang peranan penting, khususnya dalam rangka
menjamin berjalannya proses koordinasi dan pengelolaan program secara
efektif.
o Mekanisme kelembagaan dalam proses rekonstruksi dikoordinasikan oleh
BNPB atau BPBD di tingkat daerah.
o Dalam penyelenggaraan proses rekonstruksi, BNPB atau BPBD dapat
membentuk suatu Tim Teknis yang unsurunsurnya melibatkan berbagai
sektor teknis dan komponen masyarakat umum, profesi, akademik serta
dunia usaha.
o Tim Teknis dalam penyelenggaraan rekonstruksi sebagaimana dimaksud
dalam huruf c dibentuk untuk menjembatani masukan-masukan dari
sektor-sektor yang terkait dengan proses rekonstruksi pascabencana
o Tim Teknis dalam penyelenggaraan rekonstruksi sebagaimana dimaksud
dalam huruf c berfungsi sebagai unsur pengarah dalam penyelenggaraan
rekonstruksi pasca bencana.
o Tim Teknis dalam penyelenggaraan rekonstruksi sebagaimana dimaksud
dalam huruf c harus memiliki kemampuan dan otoritas untuk
memverifikasi rancang bangun yang diusulkan oleh pelaksana program
rekonstruksi.
o Tim Teknis dalam penyelenggaraan rekonstruksi sebagaimana dimaksud
dalam huruf c akan berakhir fungsinya apabila penyelenggaraan proses
rekonstruksi berakhir.
o Dalam melaksanakan proses rekonstruksi, lembaga pelaksana rekonstruksi
maupun Tim Teknis dalam penyelenggaraan rekonstruksi dapat mengacu
pada 3 fungsi pokok yang harus dijalankan oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, yaitu:
▪ Koordinasi
▪ Pengawasan
▪ Pelaksanaan
o Pengawasan rekonstruksi seperti dimaksud dalam huruf h.2) dilakukan
oleh BNPB atau BPBD dibantu oleh Tim Teknis yang dibentuk, bergantung
kepada tingkat status dan penanganan bencananya.

• Mobilisasi Sumber Daya


❖ Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam rangka mobilisasi sumberdaya untuk
mendukung proses rekonstruksi pasca bencana di antaranya adalah:
o Pengembangan kapasitas sumberdaya manusia
o Pengembangan kapasitas sumber daya sosial dan ekonomi.
❖ Pengembangan kapasitas sumberdaya manusia sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.1), meliputi:
o Peningkatan kemampuan/keahlian dan ketrampilan sumberdaya manusia
pada berbagai bidang dan tingkatan pelayananan/profesi
o Pembangunan kapasitas kelompok-kelompok masyarakat lokal pada
tingkat akar rumput
o Pembangunan kapasitas institusional, baik institusi pemerintahan maupun
institusi non-pemerintah.

Created by: Bil & Bul


❖ Program pembangunan kapasitas seperti pada huruf b sangat penting dan kritis
dalam program rekonstruski pasca bencana berskala besar, karena dalam
peristiwa bencana besar, sering terjadi kehilangan SDM yang terlatih dalam
jumlah yang signifikan dari berbagai profesi (pendidikan, kesehatan, konstruksi,
wiraswastawan, budayawan dan rohaniwan dsb.), padahal proses rekonstruksi
membutuhkan SDM berkualitas dalam jumlah besar dalam waktu yang
bersamaan.
❖ Pembangunan kapasitas kelompok-kelompok masyarakat lokal seperti
dimaksud dalam huruf b.2) dapat dilakukan melalui proses partisipatif yang
melibatkan semua komponen yang ada dalam masyarakat lokal, baik
masyarakat secara individu, keluarga, ataupun organisasi masyarakat yang lebih
luas.
❖ Pelibatan partisipasi masyarakat lokal perlu melibatkan lembaga adat dan
budaya setempat agar dapat meningkatkan efektifitas proses pelaksanaan
rekonstruksi.
❖ Keterlibatan masyarakat seperti dimaksud dalam huruf d dapat dilaksanakan
melalui:
o mekanisme konsultasi publik;
o pendelegasian kewenangan pengelolaan kegiatan rekonstruksi kepada
masyarakat lokal;
o peningkatan kemitraan dan perluasan jaringan kerjasama upaya
pengurangan risiko bencana dan proses pelaksanaan rekonstruksi.
❖ Tujuan dari pelibatan masyarakat seperti dimaksud dalam huruf d dan e adalah
untuk membantu penataan daerah rawan bencana ke arah lebih baik melalui
proses membangun rasa kepemilikan dan kepedulian daerah rawan bencana
yang lebih sesuai dengan budaya dan adat lokal.
❖ Proses partisipatif dalam merencanakan proses rekonstruksi seperti dimaksud
dalam huruf d juga dapat melibatkan dunia usaha dan masyarakat internasional
(LSM/NGO).
❖ Sumber daya sosial dan ekonomi dalam penyelenggaraan proses proses
rekonstruksi seperti dimaksud dalam huruf 1. b) memperhatikan 3 (tiga) bidang
yang menjadi kebutuhan masyarakat yaitu:
o bidang sosial;
o ekonomi; dan
o lingkungan hidup.
❖ Bidang sosial seperti dimaksud dalam huruf i.1) meliputi semua hal yang
berkaitan dengan hubungan antar manusia dan kerjasama dalam aktivitas
bertetangga, melaksanakan ibadah sesuai kepercayaan masing-masing,
menikmati kehidupan bersama keluarga, berbagai keanekaragaman budaya,
memecahkan masalah bersama dan berinteraksi sosial secara kekerabatan dan
pertemanan.
❖ Bidang Ekonomi dalam masyarakat seperti dimaksud dalam huruf i.2) meliputi
semua kegiatan, transaksi dan keputusan yang menyangkut aspek produksi dan
pertukaran barang dan jasa/pelayanan antar berbagai pihak.
❖ Bidang Lingkungan Hidup seperti dimaksud dalam huruf i.c) meliputi kondisi
alam dan fisik yang berkaitan dengan masyarakat, berbagai sumberdaya alam
seperti rupabumi, air, flora dan fauna, sumberdaya mineral, pemandangan
alam, iklim dan cuaca, tanah dan kesuburan tanah.
❖ Mobilisasi sumber daya dalam penyelenggaraan proses rekonstruksi perlu
mempertimbangkan aspek keberlanjutan, kualitas kehidupan dan lingkungan
hidup, yaitu:

Created by: Bil & Bul


o Proses rekonstruksi perlu memperhatikan kualitas kehidupan dan tidak
merusak ekosistem lingkungan yang telah ada.
o Proses rekonstruksi harus memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan
hidup;
o Memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan hidup seperti dimaksud
dalam butir 14 huruf b harus dilakukan dengan menghindari cara-cara yang
akan dapat mengganggu ekosistem serta meningkatkan fenomena
perubahan iklim (pemanasan global)
o Penggunaan bahan-bahan rekonstruksi dan kegiatan fisik rekonstruksi
harus bersifat ramah lingkungan dan sesedikit mungkin berkontribusi
terhadap pelepasan karbon dan gas rumah kaca lainnya ke udara;
o Upaya-upaya memperbaiki lingkungan hidup perlu dilakukan terhadap
wilayah-wilayah pasca bencana yang mengalami kerusakan, agar dapat
meningkatkan kualitas kehidupan serta menurunkan risiko terjadinya
bencana akibat degradasi kualitas lingkungan di masa yang akan datang.

• Pembiayaan
❖ Untuk merencanakan proses rekonstruksi, perlu dipertimbangkan pembiayaan
penyelenggaraan rekonstruksi pascabencana.
❖ Pemerintah menggunakan dana penanggulangan bencana yang berasal dari
APBN.
❖ Pemerintah daerah menggunakan dana penanggulangan bencana yang berasal
dari APBD.
❖ Apabila dana yang berasal dari APBD sebagaimana dimaksud dalam huruf c
tidak memadai, pembiayaan penyelenggaraan rekonstruksi pascabencana
dapat menggunakan dana bantuan sosial berpola hibah yang disediakan oleh
APBN.
❖ Dana bantuan sosial berpola hibah seperti dimaksud dalam huruf d adalah dana
yang disediakan pemerintah kepada pemerintah daerah sebagai bantuan
penanganan pascabencana.
❖ Pemenuhan permintaan dana bantuan untuk penyelenggaraan rekonstruksi
pascabencana dari pemerintah daerah ke pemerintah memerlukan verifikasi
terlebih dahulu oleh tim antar departemen atau lembaga pemerintah
nondepartemen dengan tetap berada di bawah koordinasi BNPB.
❖ Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Butir 6 dimaksudkan untuk
menentukan besaran bantuan yang akan diberikan oleh pemerintah kepada
pemerintah daerah secara proporsional, dilaksanakan bersama-sama dengan
verifikasi untuk penyelenggaraan rehabilitasi.
❖ Pembiayaan proses rekonstruksi dapat pula berasal dari peran serta swasta,
masyarakat serta institusi lain nonpemerintah melalui koordinasi BNPB atau
BPBD untuk tingkat daerah.
❖ Pemerintah di tingkat pusat, serta pemerintah daerah di tingkat daerah, harus
memfasilitasi keikutsertaan pihak swasta, masyarakat serta institusi lain non-
pemerintah dalam program rekonstruksi agar tercipta dan terjamin
akuntabilitas, efektifitas, transparansi dalam penyaluran dan penggunaannya.
❖ Apabila kebutuhan pendanaan kegiatan rekonstruksi sangat besar, padahal
ketersediaan dana dalam negeri dan hibah terbatas, maka pinjaman luar negeri
dapat menjadi salah satu sumber pembiayaan untuk kegiatan rekonstruksi,
dengan syarat merupakan pinjaman yang sangat lunak.
❖ Realokasi pinjaman luar negeri untuk proyek-proyek yang sedang berjalan
dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pembiayaan kegiatan rekonstruksi.

Created by: Bil & Bul


Relokasi dilakukan tanpa merugikan pembangunan daerah/provinsi lain dan
merupakan dana yang belum dialokasikan untuk kegiatan tertentu
(unallocated), serta dana dari sisa pinjaman yang tidak terpakai.
❖ Sistem dan mobilisasi pendanaan baik dari sumber APBN, APBD maupun
masyarakat dan dunia internasional harus dikelola secara efesien, efektif,
transparan, partisipatif dan akuntabel, sesuai dengan prinsip tata pemerintahan
yang baik (good governance).
❖ Untuk mendukung prinsip good governance seperti yang dimaksud dalam huruf
l, maka diperlukan suatu pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh tim
antar departemen atau lembaga pemerintah non-departemen dengan
melibatkan badan penanggulangan bencana di daerah, dengan tetap
berkoordinasi dengan BNPB atau BPBD di tingkat daerah.

• Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan


❖ Pemantauan dan Evaluasi
Mekanisme pemantauan dan evaluasi diselenggarakan sebagai berikut:
o Pemantauan penyelenggaraan rekonstruksi pasca bencana dilakukan oleh
Instansi/Lembaga terkait dibawah koordinasi BNPB dan BPBD di tingkat
daerah dan unsur pengarah serta unsur pelaksana BNPB dan/atau BPBD di
tingkat daerah, untuk mendapatkan gambaran mengenai kemajuan dan
kinerja pelaksanaan rekonstruksi (kinerja teknis, keuangan, SDM, dampak
lingkungan/sosial/ekonomi dsb.) beserta berbagai permasalahan yang
menghambat, agar dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk perbaikan
perencanaan dan proses rekonstruksi.
o Proses pemantauan dapat melibatkan lembaga perencanaan
pembangunan nasional dan daerah, sebagai bahan evaluasi menyeluruh
dalam penyelenggaraan rekonstruksi pasca bencana.
o Sistem pemantauan pelaksanaan rekonstruksi harus dapat memberikan
informasi yang transparan dan akuntabel kepada berbagai stakeholder
yang telah terlibat dalam pelaksanaan rekonstruksi
o Pemantauan terhadap pelaksanaan rekonstruksi, selain dilaksanakan oleh
badan penanggulangan bencana, juga dapat dilakukan oleh masyarakat
dan stakeholder terkait lainnya, sehingga akuntabilitas dan transparansi
pelaksanaan rekonstruksi dapat dipertanggungjawabkan.
o Evaluasi penyelenggaraan rekonstruksi pasca bencana dilakukan oleh
unsur pengarah BNPB untuk penanganan bencana tingkat nasional dan
unsur pengarah BPBD untuk penanganan bencana tingkat daerah, dalam
rangka pencapaian standar minimum dan peningkatan kinerja
penyelenggaraan rekonstruksi pasca bencana.
o Bagi pemerintah, informasi dari hasil pemantauan kegiatan rekonstruksi
akan memberikan umpan balik untuk secara terus menerus melakukan
evaluasi atas kinerja berbagai institusi yang terlibat dan pemanfaatan dana
secara optimal.
o Sistem pemantauan penyaluran dana rekonstruksi melibatkan unsur
pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat setempat, maupun lembaga-
lembaga donor dan harus dapat memberikan informasi mengenai kegiatan
rekonstruksi, khususnya pemanfaatan pendanaan, bagi keperluan
pemerintah, masyarakat maupun lembagalembaga donor.
o Keterlibatan masyarakat dalam proses evaluasi menjadi penting untuk
mengangkat aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam proses
rekonstruksi

Created by: Bil & Bul


o Proses audit dilaksanakan untuk mempertanggungjawabkan akuntabilitas
dan transparansi dalam proses pelaksanaan rekonstruksi dan dilaksanakan
oleh badan audit independent dan hasilnya diinformasikan kepada
pemerintah serta masyarakat luas, agar proses rekonstruksi tepat sasaran
dan dapat dipertanggungjawabkan.
o Akuntabilitas dan transparansi sebagaimana dimaksud dalam huruf i
dilakukan melalui penyediaan informasi yang lengkap dan sistematis
mengenai keseluruhan aspek perencanaan dan pelaksanaan rekonstruksi,
yang dapat diakses oleh semua pihak, yang juga penting untuk membantu
kelancaran dalam proses pemantauan dan evaluasi dalam proses
rekonstruksi pasca bencana.
o Untuk menjamin proses akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam huruf
j, semua dokumen yang diperlukan harus disusun sesuai dengan standar-
standar dan peraturan yang berlaku, sebagai sarana untuk pelaksanaan
audit dari keseluruhan proses.

❖ Pelaporan
Laporan penyelenggaraan proses rekonstruksi dilaksanakan melalui paling
sedikit tiga (3) jenis pelaporan selama penyelenggaraan proses rekonstruksi,
yaitu:
o Laporan awal berupa Laporan Rencana Penyelenggaraan Rekonstruksi
yang sudah memuat hasil kajian kerusakan dan kajian kebutuhan beserta
kelengkapan lainnya seperti yang disebutkan pada Bab III.C.3, disusun oleh
BNPB dan/atau BPBD untuk kegiatan rekonstruksi di tingkat daerah,
disampaikan kepada Presiden dan/atau Kepala Wilayah yang terkena
bencana, serta untuk konsumsi publik.
o Laporan Kemajuan pelaksanaan penyelenggaraan proses rekonstruksi
yang disampaikan pada pertengahan penyelenggaraan proses
rekonstruksi. Laporan Kemajuan dibuat secara berkala, bergantung kepada
jangka waktu program rekonstruksi (bulanan, kwartal, tengah tahun
dan/atau tahunan), disusun oleh BNPB dan/atau BPBD untuk kegiatan
rekonstruksi di tingkat daerah, disampaikan kepada sektor-sektor terkait
dan juga untuk konsumsi publik.
o Laporan akhir yang disampaikan pada akhir penyelenggaraan proses
rekonstruksi, termasuk di dalamnya laporan mengenai hasil monitoring
dan evaluasi disusun oleh BNPB dan/atau BPBD untuk kegiatan
rekonstruksi di tingkat daerah, disampaikan kepada Presiden dan/atau
Kepala Wilayah yang terkena bencana, serta untuk konsumsi publik.

3. Keterkaitan antara Fase Respon dan Rehabilitasi

4. A2 dan R2
➢ Nurjanah 2012 (manajemen bencana ALFABETA)
A2R2 (Assessment Awal Rehabilitasi dan Rekonstruksi)
Pada saat kejadian bencana tim assessment awal rehabilitasi dan rekonstruksi bergabung
dengan tim atau posko tanggap darurat untuk melakukan idenifikasi terhadap area atau
wilayah dan sektor-sektor serta sub sektor yang terkena bencana, penilaian sementara
terhadap tingkat kerusakan, kerugian, gangguan akses, gangguan fungsi dan peningkatan
risiko. Data yang dihasilkan dalam A2RA2 hanyalah bersifat sementara atau masih bersifat
dinamis, karena dalam hal ini masih masuk pada masa tanggap darurat. Tujuan dilakukannya

Created by: Bil & Bul


assessment awal ini adalah sebagai tindak lanjut untuk penyusunan Pengkajian Kebutuhan
Pascabencana (JITUPASNA).

5. Jitupasna (Kajian Kebutuhan Pasca Bencana)


➢ Menurut Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 06
Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana
Pengkajian Kebutuhan Pascabencana atau Jitupasna adalah suatu rangkaian kegiatan
pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, perkiraan kebutuhan, dan rekomendasi
awal terhadap strategi pemulihan yang menjadi dasar penyusunan rencana rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana.

➢ Nurjanah 2012 (manajemen bencana ALFABETA)


JITU-PASNA merupakan Pengkajian Kebutuhan Pascabencana, dimana dalam tahapan ini
merupakan suatu rangkaian dari pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak dan
perkiraan kebutuhan yang menjadi dasar bagi penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana.

Metode JITU-PASNA merupakan metodelogi assasment yang pertama kali dikembangkan


pada tahun 1970 oleh ECLAC yang diadaptasi untuk penggunaan secara global oleh World
Bank dan dikenal dengan nama DaLa (Damage and Losses), kemudian Dala diperkuat oleh
UNDG melalui pendekatan analisis sosial dan dampaknya terhadap perkembangan manusia
dan inisiatif pemulihan Human Recovery Needs Asessment/HRNA. Dalam kerangka kerja
penilaian kebutuhan pasca bencana mengakomodasikan semua kebutuhan pada tiga aspek,
seperti aspek kemanusiaan, aspek pemulihan, aspek pembangunan. Pelaksanaan JITUPASNA
diharapkan dapat diselesaikan paling lambat dalam periode waktu enam minggu sejak tahap
pengaktifan sampai dengan tahap pelaporan hasil JITUPASNA. Dalam pengkajian tersebut
seluruh aspek saling berkaitan satu sama lain, karena dengan cara tersebut kebutuhan-
kebutuhan pasca bencana dapat terakomodir dengan baik, sehingga masyarakat yang
terdampak juga merakan kebutuhannya dapat terpenuhi.

➢ Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana
✓ Pengkajian Kebutuhan Pascabencana/Post Disaster Need Asessment (PDNA) adalah
suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, dan perkiraan
kebutuhan, yang menjadi dasar bagi penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan
rekonstruksi. Pengkajian dan penilaian meliputi identifikasi dan penghitungan kerusakan
dan kerugian fisik dan non fisik yang menyangkut aspek pembangunan manusia,
perumahan atau pemukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor. Analisis
dampak melibatkan tinjauan keterkaitan dan nilai agregat (total) dari akibat-akibat
bencana dan implikasi umumnya terhadap aspek-aspek fisik dan lingkungan,
perekonomian, psikososial, budaya, politik dan tata pemerintahan. Perkiraan kebutuhan
adalah penghitungan biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi.

✓ Pedoman ini merupakan instrumen untuk melaksanakan konsep rehabilitasi dan


rekonstruksi yang mencakup aspek pemulihan fisik dan aspek kemanusiaan dengan
menggunakan prinsip dasar yaitu membangun yang lebih baik (build back better) dan
pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction).

Created by: Bil & Bul


✓ PDNA bertujuan agar upaya-upaya pemulihan pascabencana berorientasi pada
pemulihan harkat dan martabat manusia secara utuh. Semangat ini tertuang pada
ketiga komponen PDNA sebagai berikut:
• Pengkajian akibat bencana
• Pengkajian dampak bencana
• Pengkajian kebutuhan pascabencana.

✓ Komponen-komponen dalam PDNA diatas memiliki kesaling-terhubungan dalam rangka


memandu proses penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi maupun untuk
melakukan upaya pemulihan pascabencana. Hubungan antar komponen-komponen
dalam PDNA tampak pada diagram dibawah ini:

✓ Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (PDNA) Perkiraan kebutuhan pemulihan dalam


PDNA berorientasi pada pemetaan kebutuhan untuk pemulihan awal dan rehabilitasi
dan rekonstruksi
• Kebutuhan pemulihan awal adalah rangkaian kegiatan mendesak yang harus
dilakukan saat berakhirnya masa tanggap darurat dalam bentuk pemulihkan fungsi-
fungsi dasar kehidupan bermasyarakat menuju tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.
Kebutuhan pemulihan awal ini dapat berupa kebutuhan fisik maupun non fisik.
Pemenuhan kebutuhan pemulihan awal harus berorientasi pada pembangunan yang
berkelanjutan. Pemenuhan kebutuhan ini misalnya penyediaan kebutuhan pangan,
penyediaan sekolah sementara, pemulihan layanan pengobatan di PUSKESMAS
dengan melibatkan dokter dan paramedik di PUSKESMAS tersebut sehingga
pemulihannya bisa lebih cepat termasuk penyediaan layanan psiko-sosial.

• Kebutuhan rehabilitasi adalah kebutuhan perbaikan dan pemulihan semua aspek


pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara
wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.

Created by: Bil & Bul


• Kebutuhan rekonstruksi adalah kebutuhan pembangunan kembali semua prasarana
dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat. Dengan demikian, komponen
pembangunan, penggantian, penyediaan akses, pemulihan proses dan pengurangan
risiko harus dipilah-pilah dalam kerangka pemulihan awal, rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana. Berikut ini adalah tabel komponen perkiraan
kebutuhan dalam PDNA.

Created by: Bil & Bul


✓ Prinsip-Prinsip Dasar
PDNA merupakan bagian dari tahap penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana dan khususnya pada saat penyusunan rencana aksi rehabiltasi dan
rekonstruksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana maka prinsip-prinsip
rehabilitasi dan rekonstruksi yang baik juga menjadi panduan dalam proses PDNA ini.
• Prinsip-Prinsip Rehabilitasi dan Rekonstruksi
❖ Merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat
❖ Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu dengan
konsep pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana minimal
10% dari dana rehabilitasi dan rekonstruksi
❖ Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan,anak
dan penyandang cacat
❖ Mengoptimalkan sumberdaya daerah
❖ Mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan program
dan kegiatan serta perwujudan tatakelola pemerintahan yang baik
❖ Mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender

• Prinsip-prinsip dasar dalam Penilaian Kebutuhan Pascabencana


❖ Pendekatan partisipatif dengan melibatkan para pihak berkepentingan dalam
prosesnya
❖ Pendekatan berbasis bukti, mengutamakan pengamatan terhadap akibat dan
dampak bencana serta kebutuhan pemulihan yang berbasis bukti
❖ Pendekatan pengurangan risiko bencana, menggunakan cara pandang
pengurangan risiko bencana dalam analisisnya sehingga PDNA dapat
mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi yang dapat membangun dengan lebih
baik
❖ Pendekatan hak-hak dasar, menggunakan cara pandang berbasis hak-hak
dasar sehingga pengkajian terhadap akibat dan dampak bencana berorientasi
pada pemulihan hak-hak dasar tersebut
❖ Menjunjung tinggi akuntabilitas dalam proses maupun pelaporan hasil kajian
sebagai bentuk tanggungjawab terhadap masyarakat terdampak bencana
❖ Mendorong proses pendataan, analisa dan hasilnya berbasis digital dalam
format system Informasi demi akurasi dan media pembelajaran

6. Konsep INA – IDR

7. Kebutuhan Pasca Bencana


➢ Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 03 Tahun
2018 tentang Penanganan Pengungsi pada Keadaan Darurat Bencana
Bagian Ketiga Perlindungan dan Pemberdayaan Pengungsi Pasal 14
Kegiatan Perlindungan Pengungsi pada Keadaan Darurat Bencana meliputi:
✓ Penyelamatan dan evakuasi
✓ Penyediaan kebutuhan air bersih dan sanitasi
✓ Penyediaan kebutuhan sandang dan pangan
✓ Penyediaan layanan kesehatan dan psikososial
✓ Penyediaan dan pengelolaan tempat pengungsian
✓ Pengamanan dan ketertiban
✓ Perlindungan dengan prioritas terhadap kelompok rentan
✓ Pengarusutamaan gender

Created by: Bil & Bul


✓ Penyediaan layanan pendidikan darurat.

➢ Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 6 Tahun


2018 tentang Penerimaan Bantuan Internasional dalam Keadaan Darurat Bencana
✓ Bab III Penerimaan Bantuan Internasional Bagian Kesatu Jenis Bantuan Internasional
Pasal 3
Jenis bantuan internasional terdiri atas:
a. Uang
b. Logistic
c. Peralatan
d. Personil
e. Satuan satwa.

✓ Bagian Kedua Persyaratan Pasal 4


(1) Bantuan Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dapat diterima dengan
syarat:
a. berupa hibah
b. berasal dari luar negeri
c. bukan merupakan hasil devisa dan/atau penggalangan dana di Indonesia
d. dikirimkan secara langsung kepada BNPB melalui rekening khusus sesuai dengan
petunjuk yang disediakan pada saat penyebarluasan informasi.
(2) Bantuan Logistik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dapat diterima
dengan syarat:
a. dikemas, diberi label dan instruksi pemakaian berbahasa Indonesia atau bahasa
Inggris, dikelompokkan dan ditandai, serta harus mempunyai alamat tujuan yang
jelas untuk didistribusikan sesuai dengan kebutuhan
b. memenuhi persyaratan penanganan bantuan logistik yang membutuhkan
penanganan khusus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
kementerian/lembaga terkait untuk vaksin, obat, dan bahan kimia
c. memenuhi persyaratan impor
d. terjamin mutu dan keamanan dari makanan, obat, dan perbekalan kesehatan
yang diimpor serta kesesuaian dengan jumlah dan jenis
e. memiliki masa kadaluarsa minimal 2 (dua) tahun untuk obat dan untuk bahan
makanan/makanan minimal 6 (enam) bulan terhitung pada saat diterima
f. telah diperiksa, dikirim, dijaga, dan dijamin dalam kondisi baik agar terjamin
mutu dan keamanan
g. sebelum bantuan logistik dikirim ke Indonesia, pemberi bantuan menyediakan
keterangan di dalam daftar bantuan mengenai kemungkinan penanganan
bantuan logistik lebih lanjut sesudah selesai digunakan akan dihibahkan atau
direekspor
h. permohonan perijinan masuknya logistik bantuan harus dilengkapi dengan
dokumen sertifikasi untuk barang bantuan dan dokumen persyaratan karantina;
dan i. dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
Indonesia.
(3) Bantuan Peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dapat diterima
dengan syarat:
a. memenuhi persyaratan impor
b. pemberi bantuan menyediakan sendiri kebutuhan operasional pemakaian
dan/atau perawatan peralatan
c. sebelum bantuan peralatan dikirimkan ke Indonesia, pemberi bantuan
menyediakan keterangan di dalam daftar bantuan mengenai kemungkinan

Created by: Bil & Bul


pemanfaatan bantuan peralatan sesudah selesai digunakan akan dihibahkan atau
direekspor
d. permohonan perijinan masuknya peralatan bantuan harus dilengkapi dengan
dokumen sertifikasi untuk barang bantuan dan dokumen persyaratan karantina
e. dalam hal peralatan yang dikirim memerlukan pemasangan secara khusus, dapat
disertai dengan personil yang dapat memasang alat tersebut
f. dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
Indonesia
(4) Bantuan Personil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d dapat diterima
dengan syarat:
a. memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan sesuai persyaratan yang ditetapkan oleh
kementerian/lembaga yang berwenang dan dapat memperlihatkan bukti
kualifikasi yang bisa diakui secara resmi pada saat pendaftaran
b. menyerahkan salinan surat tugas dari pemerintah atau organisasi yang mengutus
beserta Kartu Tanda Pengenal dan paspor
c. bagi personil asing yang sudah bekerja di Indonesia sebelum bencana terjadi,
menyerahkan salinan Kartu Tanda Pengenal atau Kartu Izin Tinggal Sementara
atau Kartu Izin Tinggal Tetap
d. menyampaikan informasi komposisi personil yang didatangkan dan rencana
perekrutan personil lokal beserta rencana jumlahnya
e. tidak merekrut atau melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Tentara Nasional
Indonesia dan anggota Polisi Republik Indonesia sebagai bagian dari bantuan
internasional
f. mengoordinasikan penggunaan petugas pengamanan internal kepada Pos
Pendamping Nasional PDB atau Posko Nasional PDB dan bersedia tunduk pada
prosedur penyelenggaraan keamanan internal yang berlaku di Indonesia
g. menerima pendampingan dari pihak Indonesia apabila Pemerintah memandang
perlu sebagai bagian dari upaya transfer pengetahuan dan keterampilan
h. dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
Indonesia
(5) Bantuan Satuan Satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e dapat diterima
dengan syarat:
a. terdapat kebutuhan untuk mendukung operasi pencarian dan penyelamatan
korban
b. memiliki keahlian dan kualifikasi yang berserfitikasi sebagai pendukung operasi
pencarian dan penyelamatan yang dibuktikan dengan surat keterangan resmi
c. disertai pendamping personil khusus dari negara asalnya
d. menyediakan sendiri segala kebutuhan satuan satwa selama penugasan di
Indonesia
e. menyertakan sertifikat kesehatan karantina dari negara asal
f. dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
Indonesia

8. Rencana Aksi RR
➢ Nurjanah 2012 (manajemen bencana ALFABETA)
Rencana aksi merupakan sebuah perencanaan yang digunakan untuk meminimalisir
terjadinya bencana kembali. Dalam rencana aksi merupakan kumpulan-kumpulan berbagai
program yang telah disusun melalui berbagai tahap mulai dari pengkajian kebutuhan
pascabencana hingga implementasi kepada daerah yang terdampak bencana alam. Dalam
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, memiliki kesamaan
dan sesuai dengan Kerangka Aksi Hyogo atau Hyogo Framework of Action. Kerangka Aksi atau

Created by: Bil & Bul


rencana aksi bertujuan untuk membangun ketahanan negara dan masyarakat terhadap
bencana dan mengenali pedoman global. Dalam rencana aksi melibatkan berbagai aktor dari
pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, serta masyarakat internasional. Dengan adaya
rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi diharapkan dapat mengurangi risiko bencana yang
terjadi.

➢ Menurut Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 06


Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana
Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana adalah dokumen perencanaan yang
disusun secara bersama antara Badan Nasional Penanggulangan Bencana/Badan
Penanggulangan Bencana Daerah bersama kementerian/lembaga, perangkat daerah serta
pemangku kepentingan berdasarkan pengkajian kebutuhan pascabencana untuk periode
waktu tertentu.

BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP


Dalam Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 4:
Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana meliputi:
✓ pengkajian kebutuhan pascabencana
✓ penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi
✓ pengalokasian sumber daya dan dana
✓ pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
✓ monitoring dan evaluasi serta pelaporan

BAB III PRINSIP, KEBIJAKAN DAN STRATEGI


Bagian Kesatu Prinsip Pasal 5:
Prinsip Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana, yaitu:
✓ membangun partisipasi
✓ mengedepankan koordinasi
✓ melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik
✓ menjaga kesinambungan
✓ melaksanakan pembangunan bertahap berdasarkan skala prioritas
✓ membangun kembali menjadi lebih baik dan lebih aman berbasis pengurangan resiko
bencana
✓ meningkatkan kapasitas dan kemandirian
✓ mengarusutamakan kesetaraan gender, kelompok rentan, penyandang disabilitas dan
keadilan.

BAB IV PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA


Bagian Kesatu Rehabilitasi Pasal 8:
(1) Penyelenggaraan Rehabilitasi Pascabencana pada wilayah terdampak dilakukan melalui
kegiatan:
• perbaikan lingkungan dan daerah aliran sungai di daerah bencana
• perbaikan prasarana dan sarana umum
• pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
• pemulihan psikologis sosial
• pelayanan kesehatan
• rekonsiliasi dan resolusi konflik
• pemulihan sosial ekonomi budaya
• pemulihan keamanan dan ketertiban
• pemulihan fungsi pemerintahan
• pemulihan pelayanan publik.

Created by: Bil & Bul


(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan Rehabilitasi Pascabencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Petunjuk Pelaksanaan.

Bagian Kedua Rekonstruksi Pasal 9:


(1) Penyelenggaraan Rehabilitasi Pascabencana pada wilayah terdampak dilakukan melalui
kegiatan:
• pembangunan kembali dan perkuatan prasarana dan sarana
• pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
• pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
• penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan
tahan bencana
• peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya
• peningkatan fungsi pelayanan public
• peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
• partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan
masyarakat
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan Rehabilitasi Pascabencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Petunjuk Pelaksanaan.

9. Peran dari Perawat dalam RR

10. IRK Hak dan Penyintas / Korban


➢ “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar.” (al-Baqarah: 155)
➢ “Dan tolong-menolong engkau semua atas kebaikan dan ketaqwaan.” (QS. Al-Maidah: 2)
➢ “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan
orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula
(ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Rabb kami pada suatu hari yang
(di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.” (al-Insan: 8—10)
➢ “Allah Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar saling berta’awun di
dalam aktivitas kebaikan yang mana hal ini merupakan al-Birr (kebajikan) dan agar
meninggalkan kemungkaran yang mana hal ini merupakan at-Taqwa. Allah melarang mereka
dari saling bahu membahu di dalam kebatilan dan tolong menolong di dalam perbuatan dosa
dan keharaman.”

Created by: Bil & Bul

Anda mungkin juga menyukai