Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HEALTH BELIEF MODEL

Kelompok 3:
Rizky Nofinda Ridho (111711133219)
Allyn Nethania (112011133039)
Mohammad Jordy Firmansyah Tamami (112011133081)
Marcel Dwi Chandra Paskalis (112011133179)
Farrel Nabil Zahran Kamajaya (112011133180)
Fathi Marsya S (112011133199)
Arkananti Novianita Pratiwi (112011133206)
Peny Fitri Andadari (112011133209)
Nurul Sasha Aprilia Novianty Malik (112011133212)

Dosen Pengampu:
Dr. Nurul Hartini, S.Psi., M.Kes., Psikolog
NIP 197104211997022001

Mata Kuliah Perilaku Sehat


Kelas A-1

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021/2022

1|Perilaku Sehat
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Health Belief Model”
ini. Penulisan makalah ini bukan hanya untuk menjadikan syarat bagi kami untuk memenuhi
salah satu tugas perkuliahan mata kuliah perilaku sehat, melainkan juga ingin memberikan
manfaat bagi para pembaca berupa pengetahuan dan informasi yang mungkin berguna untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari.
Makalah ini disusun dari berbagai sumber yang kredibel dan dalam penulisannya
pastinya masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesan sempurna karena keterbatasan kami
dalam mencari informasi mengenai Health Belief Model. Dengan segenap kesadaran diri, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kami guna membangun dan menyempurnakan lagi
makalah yang kami buat ini.

Surabaya, 26 September 2021

Tim Penulis

2|Perilaku Sehat
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................................... 1


Kata Pengantar ................................................................................................................... 2
Daftar Isi.............................................................................................................................. 3
Pendahuluan ........................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 5
C. Tujuan ....................................................................................................................... 5
Pembahasan......................................................................................................................... 6
A. Sejarah Health Belief Model ...................................................................................... 6
B. Definisi Health Belief Model ..................................................................................... 6
C. Komponen Health Belief Model ................................................................................ 7
D. Aplikasi Penggunaan Model .................................................................................... 11
Penutup.............................................................................................................................. 16
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 16
B. Saran ....................................................................................................................... 16
Daftar Pustaka .................................................................................................................. 17

3|Perilaku Sehat
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak awal 1950-an, Health Belief Model (HBM) telah menjadi salah satu kerangka
kerja yang paling konseptual yang banyak digunakan dalam penelitian perilaku kesehatan, baik
untuk menjelaskan perubahan dan pemeliharaan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan
dan sebagai kerangka panduan untuk intervensi perilaku kesehatan. Selama dua dekade
terakhir, HBM telah diperluas, dibandingkan dengan kerangka kerja lain, dan digunakan untuk
mendukung intervensi untuk mengubah perilaku kesehatan.
HBM awalnya dikembangkan pada 1950-an oleh psikolog sosial di Layanan Kesehatan
Masyarakat AS untuk menjelaskan kegagalan seseorang untuk berpartisipasi dalam program
untuk mencegah dan mendeteksi penyakit (Hochbaum, 1958; Rosenstock, 1960, 1974). Dan
kini, HBM telah dikembangkan sedemikian rupa. Oleh karena itu, untuk dapat
menggunakannya dengan baik sebagai langkah dalam melakukan health behavior, kita perlu
memahami konsep-konsep dasar dan cara penerapan HBM.

4|Perilaku Sehat
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu Health Belief Model? (ditinjau dari segi sejarah dan definisi)
2. Apa saja komponen dari Health Belief Model?
3. Bagaimana pengaplikasian/penggunaan model?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memaparkan sejarah mengenai perkembangan health belief model
2. Mendeskripsikan definisi health belief model dari perspektif berbagai ahli
3. Memaparkan konstruk yang mempengaruhi individu dalam bersikap tentang perilaku
kesehatan berdasarkan teori health belief model
4. Memaparkan bentuk aplikasi penggunaan teori health belief model dalam kepatuhan
mengikuti protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19

5|Perilaku Sehat
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Health Belief Model

HBM awalnya dikembangkan pada 1950-an oleh psikolog sosial di Layanan Kesehatan
Masyarakat AS untuk menjelaskan kegagalan seseorang untuk berpartisipasi dalam program
untuk mencegah dan mendeteksi penyakit (Hochbaum, 1958; Rosenstock, 1960, 1974).
Kemudian, model diperluas untuk mempelajari tanggapan seseorang terhadap gejala (Kirscht,
1974). Selain itu hubungan antara health beliefs model dan behaviours menghasilkan
expectancy value model yang menyatakan bahwa peristiwa dipercaya dapat dievaluasi secara
positif atau negatif oleh individu. Model ini awalnya diterapkan pada perilaku pencegahan
tetapi kemudian berhasil diperluas untuk mengidentifikasi korelasi penggunaan layanan
kesehatan dan kepatuhan terhadap nasihat medis (Becker Dkk. 1977b).

B. Definisi Health Belief Model

Health Belief Model merupakan model yang tertua dan paling banyak digunakan dalam
model kognisi sosial psikologi kesehatan (Rosenstock 1966 dalam (Conner & Norman, 2005)).
HBM telah dipertimbangkan lebih dari sebuah asosiasi variabel yang longgar dan sudah
ditemukan untuk memprediksi perilaku daripada model formal (Conner 1993). HBM adalah
model kepercayaan kesehatan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak
melakukan perilaku kesehatan (Conner & Norman, 2005). Teori ini lebih menekankan pada
aspek keyakinan dan persepsi individu. Adanya persepsi yang baik atau tidak baik dapat berasal
dari pengetahuan, pengalaman, informasi yang diperoleh individu yang bersangkutan sehingga
terjadi tindakan dalam memandang sesuatu (Glanz, Barbara & Viswanath, 2008).
HBM merupakan teori dan konsep nilai harapan. Dalam konteks perilaku terkait
kesehatan, maka konsep tersebut berubah menjadi keinginan untuk menghindarkan penyakit
atau menjadi sehat dan keyakinan bahwa tindakan sehat tertentu bisa dilakukan untuk
mencegah atau mengurangi sakit. Harapan ini selanjutnya dijelaskan berkenaan dengan
perkiraan individu tentang kerentanan pribadi terhadap penyakit dan berat penyakit serta
kemungkinan kemampuan untuk mereduksi ancaman tersebut melalui tindakan pribadi. HBM
dikembangkan dari teori perilaku, yang antara lain berasumsi bahwa perilaku seseorang
tergantung pada (1) nilai yang diberikan individu pada suatu tujuan, dan (2) perkiraaan individu
terhadap kemungkinan bahwa perilakunya akan dapat mencapai tujuan tersebut. Lingkup dan

6|Perilaku Sehat
aplikasi HBM pada perilaku kesehatan, antara lain digunakan pada perilaku dalam upaya
pencegahan untuk tidak sakit, perilaku yang berkaitan dengan diagnosis sakit dan yang dapat
berpengaruh terhadap keparahan sakit. HBM memiliki enam komponen yang dapat membantu
individu untuk menjaga perilaku hidup sehat sehingga terhindar dari penyakit (Glanz, Barbara
& Viswanath, 2008).

C. Komponen Health Belief Model

Teori Health Belief Model (HBM) memiliki enam konstruk yang mempengaruhi
individu dalam bersikap tentang perilaku kesehatan, yaitu:

1. Perceived susceptibility (kerentanan)


Perceived susceptibility adalah kepercayaan seseorang terhadap anggapan bahwa
menderita suatu penyakit merupakan efek atau hasil dari melakukan perilaku tertentu.
Atau bisa juga disebut perceived vulnerability yang berarti kerentanan seseorang untuk
dapat terkena suatu penyakit. Perceived susceptibility yakni sebagai konstruk tentang
resiko atau kerentanan (susceptibility) personal, pada konstruk ini individu dianggap
mempunyai sebuah persepsi terhadap dirinya sendiri terkait apakah memiliki risiko
yang tinggi atau tidak terhadap sebuah penyakit sebagai akibat dari perilaku tertentu.
Apabila persepsi kerentanan terhadap suatu penyakit tinggi, maka penerapan perilaku
sehat seseorang juga tinggi.
Dalam perceived susceptibility masih terbagi menjadi 3 :

 Define population at risk (apply descriptive epidemiology)


 Personalize risk (discussion, role play, simulation, case study)
 Consistent with actual risk (apply analytical epidemiology).

Contoh : Jika kita percaya bahwa stres berpotensi menghasilkan beberapa


konsekuensi negatif bagi kita, maka kemungkinan besar kita akan bertindak
untuk mengurangi stres dalam hidup kita. Oleh karena itu, pendidik kesehatan
berupaya membangun kegiatan yang membantu peserta mempersonalisasi
kemungkinan hasil negatif akibat stres.

7|Perilaku Sehat
2. Perceived Severity (sikap tegas)

Perceived Severity adalah kepercayaan subjektif seseorang mengenai menyebarnya


penyakit disebabkan oleh adanya keyakinan pada diri seseorang tentang bahaya dari
suatu penyakit yang mengakibatkan orang tersebut menerapkan perilaku sehat agar
tidak sakit. Perceived Severity membicarakan keyakinan individu tentang keseriusan
atau keparahan yang didapat terhadap suatu penyakit atau keadaan berbahaya akibat
perilaku tertentu. Hal ini biasanya terkait dengan informasi yang individu ketahui
tentang penyakit yang dia alami. Semakin tingginya persepsi seseorang akan keparahan
suatu penyakit, maka semakin tinggi juga kesadaran untuk berperilaku sehat.
Keyakinan atau pemahaman individu bisa didapat/dipengaruhi melalui ceramah
pembahasan, refleksi diri, studi kasus, narasi kasus, presentasi video, dll.

Contoh : Jika kita percaya bahwa stres berpotensi menghasilkan konsekuensi


negatif yang serius, seperti penyakit jantung, bagi kita, maka kemungkinan besar kita
akan bertindak untuk mengurangi stres dalam hidup kita. Oleh karena itu, pendidik
kesehatan menginformasikan (ceramah) dan membantu peserta mempersonalisasikan
keseriusan hasil negatif akibat stres (diskusi, refleksi diri).

3. Perceived Benefits (manfaat yang dirasakan)


Perceived Benefits yaitu terkait dengan pandangan seseorang terhadap nilai atau
kegunaan dari perilaku sehat baru yang akan mereka lakukan atau kepercayaan
seseorang terhadap metode perilaku sehat baru yang berguna untuk mengurangi risiko
atau keseriusan penyakit atau keadaan berbahaya akibat perilaku tertentu. Individu akan
dihadapkan pada situasi apakah dia harus mengadopsi perilaku tersebut atau tidak.
Individu yang sadar terhadap gunanya memiliki kesadaran sejak dini akan penyakit,
pasti selalu melakukan perilaku sehat seperti medical check-up rutin.

Dalam konstruk ini masih terbagi menjadi 2 yaitu :

 Tentukan tindakan yang akan diambil (langkah yang jelas, demonstrasi spesifik,
demonstrasi ulang)
 Memperjelas efek positif yang diharapkan (diskusi, kuliah, membaca sendiri,
presentasi video, presentasi berbantuan komputer).

8|Perilaku Sehat
Contoh : Jika kita percaya bahwa dengan mempelajari teknik manajemen stres,
seperti relaksasi, kita akan mendapat manfaat, maka kemungkinan besar kita
akan melakukan perilaku baru ini. Oleh karena itu, pendidik kesehatan
membantu peserta mengapresiasi manfaat mempelajari teknik manajemen stres
(diskusi, ceramah, bermain peran, simulasi, konseling tatap muka, teman
sebaya, studi kasus).

4. Perceived Barriers
Perceived Barriers adalah kepercayaan mengenai adanya cost (biaya) aktual dan
imajiner apabila melakukan suatu perilaku yang baru. Tidak seperti yang lainnya,
hubungan perceived barriers dengan perilaku sehat adalah negatif. Jika persepsi
hambatan terhadap perilaku sehat tinggi, maka perilaku sehat tidak akan dilakukan.
Contohnya, kegiatan SADARI (periksa payudara sendiri) untuk perempuan yang dirasa
agak susah dalam menghitung masa subur membuat perempuan enggan SADARI.
Biasanya jika terjadi hambatan semacam itu akan dilaksanakan konseling pribadi untuk
kondisi psikologis, studi kasus, diskusi, mendengarkan secara aktif. Dan jika ada
kesalahan informasi bisa dilakukan edukasi lewat ceramah, video presentasi, dll.

Dalam konstruk ini masih terbagi menjadi 4 yaitu :

 Kepastian (konseling satu lawan satu, studi kasus, diskusi, mendengarkan


secara aktif)
 Koreksi informasi yang salah (ceramah, presentasi video, role play)
 Insentif (bantuan berwujud dan tidak berwujud, dorongan verbal, laporan kasus)
 Bantuan (penyediaan jasa, transportasi).

Contoh : Jika kita dapat meyakinkan diri sendiri bahwa menerapkan teknik
manajemen stres memiliki biaya minimal di pihak kita dan manfaat maksimal
dalam jangka panjang, maka kemungkinan besar kita akan melakukan perilaku
baru ini. Oleh karena itu, penyuluh kesehatan membantu peserta memahami
pengertian hambatan (ceramah, diskusi, role play, simulasi).

9|Perilaku Sehat
5. Cues to Action
Cues to action adalah memunculkan kekuatan yang membuat seseorang harus dan
butuh mengambil tindakan atau melakukan tindakan nyata untuk melakukan perilaku
sehat bisa berupa dukungan atau dorongan dari ligkungan. Dalam konstruk ini
dijelaskan bahwa suatu perilaku dipengaruhi oleh suatu hal memaksakan kekuatan yang
menjadi syarat bagi seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku. Contohya
adalah saran dokter, kampanye kesehatan dari influencer, dan program vaksinasi.

Konstruk ini pun masih terbagi menjadi 2 yaitu :

 Memberikan informasi bagaimana cara melakukan (ceramah, demonstrasi,


demonstrasi ulang, role play)
 Gunakan sistem pengingat (sistem sobat, log, buku harian, Post-it note).

Contoh : Jika kita dapat mengidentifikasi stressor pribadi kita yang memicu
konsekuensi negatif bagi kita, maka kemungkinan besar kita akan melakukan
perilaku baru yang mengurangi stres dalam hidup kita. Oleh karena itu, pendidik
kesehatan membantu peserta mengidentifikasi pemicu stres (buku harian, log,
lembar kerja, Post-it note).

6. Self-Efficacy
Pada dasarnya, self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan diri
seseorang dalam melakukan suatu tugas atau perilaku tertentu. Self-efficacy berfungsi
sebagai proteksi, sesuai teori self-efficacy Bandura yang menyatakan hal ini penting
sebagai kontrol dari faktor-faktor perilaku sehat. Dalam perilaku sehat, kepercayaan
diri seseorang akan kemampuannya mempersuasi keadaan berbanding lurus dengan
perilaku sehat yang akan dilakukan. Self-efficacy dibagi menjadi dua yaitu outcome
expectancy (menerima respon yang baik) dan outcome value (menerima nilai sosial).
Konstruk ini terkait dengan motivasi individu untuk selalu hidup sehat. Terdiri atas
kontrol terhadap kondisi kesehatannya atau kepercayaan/keyakinan dalam
melaksanakan perilaku. (Conner, 2005)

10 | P e r i l a k u S e h a t
D. Aplikasi Penggunaan Teori Health Belief Model

Pada saat ini dunia dikejutkan dengan munculnya penyakit baru yang disebabkan
COVID-19. Desember tahun 2019 yang diketahui mulanya virus ini berasal dari Wuhan,
Tiongkok dan belum diidentifikasi menyerang manusia sebelum nya . Penularan terjadi dari
manusia ke manusia secara langsung, tidak langsung, atau melalui air liur dan melalui droplet
saluran pernapasan, yang dikeluarkan saat orang terinfeksi seperti batuk, bersin, berbicara atau
menyanyi pada orang yang terinfeksi . Saat ini sudah sekitar 193 negara yang telah terjangkit
virus termasuk Indonesia. Adanya pelanggaran yang dilakukan masyarakat disebabkan karena
adanya persepsi bahwa merasa tidak rentan terinfeksi atau meyakini bahwa tidak mungkin
terinfeksi COVID-19 (Lutpiah & Hatta, 2021).

Statistika 17 dari 100 responden memiliki persepsi bahwa sangat tidak mungkin
atau tidak mungkin terinfeksi

COVID-19 dengan rata-rata usia 17-30, 2.5% masyarakat menganggap bahwa


penyebaran COVID-19 bukanlah sebuah ancaman atau hanya dibesar-besarkan, serta
kurangnya pemahaman terhadap bahaya dan manfaat pencegahan. Adanya persepsi masyarakat
yang kurang tepat mengenai COVID-19 dapat mempengaruhi tindakan seseorang berdasarkan
apa yang dipersepsikan sehingga hal tersebut berkaitan dengan tindakan kepatuhan seseorang
atas peraturan protokol kesehatan (Lutpiah & Hatta, 2021).
Menurut Ogden 2007 dalam Health belief merupakan keyakinan yang berisi tentang
suatu persepsi seseorang yang dapat menyebabkan suatu perilaku sehat. Menurut Rosenstock
health belief model merupakan model kognitif yang dapat digunakan untuk mengetahui
perilaku kesehatan. Menurut Becker dalam menyatakan keyakinan individu terhadap hidup
sehat pada akhirnya akan menimbulkan perilaku hidup sehat pada individu tersebut, perilaku
ini dapat berupa pencegahan atau penggunaan fasilitas kesehatan (Lutpiah & Hatta, 2021).
Aspek health belief model terdiri dari :
1. Perceived suspectibility: Keyakinan individu mengenai kemungkinan terkena suatu
penyakit atau kondisi kesehatannya.
2. Perceived severity: keparahan yang dirasakan mengacu pada seberapa serius
seseorang percaya akan konsekuensi dari kemungkinan kondisi kesehatannya

11 | P e r i l a k u S e h a t
3. Perceived benefits : manfaat yang dirasakan mengacu pada pendapat subjektif
individu tentang nilai atau kegunaan memberlakukan perilaku kesehatan untuk
mengimbangi ancaman yang dirasakan
4. Perceived barriers: adanya persepsi hambatan seorang individu tidak melakukan
perilaku sehat meskipun memiliki manfaat jika keyakinan akan hambatannya lebih
besar
5. Cues to action : yakni berupa peristiwa-peristiwa, orang-orang, atau kondisi
seseorang yang dapat menggerakan orang untuk mengubah perilaku mereka.

Bagaimana individu mempersepsikan suatu penyakit dapat mendorong individu untuk


mau atau tidak melakukan perilaku pencegahan atau melakukan suatu perilaku kesehatan,
dalam hal ini berkaitan dengan kepatuhan pada program pemerintah mengenai peraturan
protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak
dengan orang lain yang diterapkan sebagai pencegahan agar tidak terinfeksi covid-19. Blass
dalam menyatakan bahwa kepatuhan merupakan bentuk menerima perintah dari orang yang
dapat menunjukan perilaku taat terhadap sesuatu atau seseorang (Lutpiah & Hatta, 2021).

Adapun aspek dari kepatuhan :


1. Belief (Mempercayai) : individu lebih patuh apabila mereka percaya bahwa tujuan
dari dibentuknya suatu peraturan merupakan sesuatu yang penting, dan mereka
diperlakukan secara adil oleh yang memberikan perintah atau biasa disebut sebagai
pemimpin.
2. Accept (Menerima) : individu menerima perintah atau permintaan yang diajukan
secara sadar. Hal tersebut berkaitan dengan sikap individu.
3. Act (Melakukan) : menjalankan perintah dari orang lain maka individu tersebut dapat
dikatakan telah berperilaku patuh

Penelitian menggunakan data yang diperoleh dari 240 responden yang berusia 17-30
tahun yang berdomisili di Kabupaten Bandung. Berdasarkan uji statistik diperoleh bahwa
variabel health belief dan kepatuhan memiliki pengaruh positif yang signifikan. Artinya
semakin tinggi health belief yang dimiliki seseorang maka akan semakin tinggi tingkat
kepatuhan terhadap aturan protokol kesehatan yang diterapkan. Sebaliknya semakin rendah
health belief yang dimiliki maka akan semakin rendah pula tingkat kepatuhan terhadap aturan
protokol kesehatan. Selain itu berdasarkan hasil uji statistik didapat bahwa health belief dan

12 | P e r i l a k u S e h a t
kepatuhan memiliki korelasi sebesar 0.787 yang artinya health belief memiliki korelasi yang
cukup kuat terhadap kepatuhan (Lutpiah & Hatta, 2021).
Penelitian juga mendapatkan hasil berdasarkan data per aspek dari setiap variabel
Health Belief Model yakni :
1. Perceived suspectibility
Mayoritas responden (68%) memiliki persepsi mengenai tingkat kerentanan
pada covid-19 berada pada kategori sedang, dan sebanyak 13% responden memiliki
persepsi bahwa covid-19 tidak mungkin menginfeksi dirinya karena meyakini bahwa
memiliki imunitas yang baik, serta adanya persepsi bahwa tingginya data covid-19
hanyalah faktor media yang melebih-lebihkan (Lutpiah & Hatta, 2021).
2. Perceived severity
Sebanyak 61% responden berada pada kategori sedang, dimana mereka
mengetahui bagaimana risiko yang ditimbulkan akibat covid-19 serta tahu mengenai
cara pencegahan untuk terhindarnya dari covid-19 itu sendiri. Dan sebanyak 1%
responden memiliki kategori yang rendah dalam hal ini responden kurang memahami
bagaimana risiko akibat covid-19 serta bentuk pencegahan apa yang harus dilakukan
(Lutpiah & Hatta, 2021).
3. Perceived benefits
Mayoritas responden berada pada kategori sedang atau sebanyak 50%
responden, dalam hal ini responden berperilaku mengikuti aturan protokol kesehatan
sebagai bentuk pencegahan agar terhindarnya dari covid-19. Dan hanya 1% responden
yang memiliki kategori rendah, hal ini sebabkan karena responden memiliki persepsi
bahwa manfaatnya tidak lebih besar daripada hambatan yang dimiliki (Lutpiah & Hatta,
2021).
4. Perceived barriers
Mayoritas responden (56%) berada pada kategori sedang, dan hanya 2% yang
memiliki kategori rendah hal ini berkaitan dengan harga masker atau handsanitizer yang
cukup mahal serta hambatan yang dirasakan saat harus menggunakan masker, mencuci
tangan ataupun menjaga jarak. Pada aspek hambatan berkaitan erat dengan kenyamanan
serta status sosial seseorang, orang dengan status sosial menengah ke atas mungkin
tidak akan terbebani ketika harus membeli masker atau sedia handsanitizer. Namun
berbeda halnya dengan orang yang memiliki pendapatan rendah yang cenderung
mempersepsikan harga masker atau handsanitizer cukup mahal untuk dibeli (Lutpiah
& Hatta, 2021).

13 | P e r i l a k u S e h a t
5. Cues to action
Mayoritas responden (54%) berada pada kategori tinggi, artinya sebagian orang
berperilaku sehat dipengaruhi oleh adanya informasi dari media massa dan peristiwa-
peristiwa orang yang terinfeksi covid-19. Dan hanya 2% responden yang memiliki
kategori rendah. Adanya pemberitaan yang setiap saat menginformasikan kenaikan
kasus positif covid-19 membuat individu terus terdorong untuk berperilaku sehat agar
terhindar dari terinfeksi, hal tersebut berkaitan dengan bertambahnya informasi covid-
19 bagaimana risiko dan cara pencegahannya (Lutpiah & Hatta, 2021).
6. Self-Efficacy
Responden dengan self-efficacy tinggi memiliki kepercayaan bahwa tindakan
mereka mematuhi protokol kesehatan dapat berhasil menangani penyebaran covid-19
dan mereka pun sanggup melaksanakannya. Sedangkan responden dengan health
motivation rendah karena mereka menganggap protokol kesehatan (seperti memakai
masker dan menjaga jarak) sebagai bukan kebiasaan mereka sehingga mereka merasa
kurang mampu untuk mematuhi protokol kesehatan.

Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa, tingkat
health belief pada usia 17-30 tahun di Kabupaten Bandung mayoritas berada pada kategori
sedang, artinya persepsi mengenai persepsi kerentanan, keseriusan, hambatan, manfaat dan
syarat untuk bertindak dalam rangka pencegahan diri dari terinfeksi covid-19 berada pada
kategori sedang. Tingkat kepatuhan pada usia 17-30 tahun di Kabupaten Bandung mayoritas
berada pada kategori sedang, artinya protokol kesehatan di masa pandemi covid-19 dapat
dipercaya, terbuka serta bertindak untuk mengikuti aturan protokol kesehatan yang diterapkan
di masa pandemi covid-19. Terdapat pengaruh antara health belief terhadap tingkat kepatuhan
aturan protokol kesehatan di masa pandemi sebesar 61.9%. artinya sebanyak 61,9% tingkat
kepatuhan dipengaruhi oleh health belief sedangkan 38,2% dipengaruhi oleh faktor lain yang
tidak ada dalam penelitian ini. Adanya tindakan berupa diberikannya informasi-informasi,
pengetahuan mengenai akibat yang ditimbulkan dari suatu penyakit dan manfaat yang didapat
sehingga setiap orang dapat lebih sadar mengenai pentingnya kepatuhan protokol kesehatan di
masa pandemi covid-19 dipandang perlu mengingat masih ditemukannya 13% responden
dengan perceived suspectibility rendah dimana mereka memiliki persepsi bahwa tidak
mungkin terinfeksi atau memiliki keyakinan bahwa memiliki imunitas yang baik sehingga
menghiraukan protokol kesehatan (Lutpiah & Hatta, 2021).

14 | P e r i l a k u S e h a t
15 | P e r i l a k u S e h a t
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembahasan yang kami lakukan adalah mengenai Health Belief Model, dengan mengetahui
mengenai health belief model kita akan lebih memahami bagaimana memelihara perilaku untuk
menjaga kesehatan dan juga memahami bagaimana melakukan intervensinya. Pada
pembahasan kali ini, kelompok kami menggunakan contoh kasus covid-19. Pelanggaran
protokol kesehatan banyak terjadi karena masyarakat meyakini bahwa dirinya tidak akan
terkena covid. Hal tersebut terjadi karena banyak dari masyarakat kita meyakini informasi
mengenai perkembangan covid hanyalah sebagai upaya membesar-besarkan masalah. Maka
dari itu bagaimana individu mempersepsikan suatu penyakit dapat mendorong individu untuk
mau atau tidak melakukan perilaku pencegahan atau melakukan suatu perilaku kesehatan
seperti misalnya rajin mencuci tangan, menggunakan masker dan menjaga jarak. Dari data
yang kami paparkan, dapat disimpulkan semakin tinggi usia maka semakin tinggi pula tingkat
kepatuhannya dan sebaliknya, semakin rendah usia maka semakin rendah pula kesadaran dan
kepatuhannya mengenai covid.

B. Saran
Di masa pandemi seperti ini, menjaga diri sebaik-baiknya sebaiknya dilakukan bukan
hanya karena kepatuhan pada peraturan, tetapi murni disadari dan dilakukan karena kesadaran
diri dan demi kepentingan diri. Karena dengan kita menjaga dari diri sendiri, maka kita juga
akan menyelamatkan banyak orang di sekitar kita, misalnya anggota keluarga kita yang
dirumah dan orang orang yang sering kita temui.

16 | P e r i l a k u S e h a t
DAFTAR PUSTAKA

Conner, M., & Norman, P. (2005). PREDICTING Health Behaviour (2nd ed).
London: Open University Press.

Glanz, .K, Rimer, Barbara .K, & Viswanath, .K. (2008). Health behavior and health
education: theory, research, and practice (4thed). San Francisco, CA: Jossey-
Bass.

Lutpiah, S., & Hatta, M. (2021). Pengaruh Health Belief Model terhadap Kepatuhan
Mengikuti Protokol Kesehatan di Masa Pandemi Covid-19.

Alfianita A. (2014). Health Belief Model sebagai Dasar Berperilaku Sehat. Diakses
pada 24 September 2021, dari http://ariqa-ayni-
fpsi13.web.unair.ac.id/artikel_detail-112374-Perilaku%20Sehat-
Health%20Belief%20Model%20Sebagai%20Dasar%20Berperilaku%20Sehat.
html

17 | P e r i l a k u S e h a t

Anda mungkin juga menyukai