Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
NAJLA NAILUFAR
NIM. 1611123772
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Manajemen
Penanggulangan Bencana pada Fase Bencana” ini tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini telah semaksimal mungkin penulis upayakan dan didukung
oleh berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak
lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu,
penulis menerima saran maupun kritik dari pembaca demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat bagi
pembaca semua.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan .......................................................................................................
B. Saran .................................................................................................................
A. Latar belakang
Setiap wilayah tempat tinggal makhluk hidup memiliki resiko akan terjadinya
bencana. Seringkali resiko tersebut tidak terbaca oleh komunitas dan karenanya tidak
dikelola dengan baik. Hingga terkadang, bahkan sering, hal ini menyebabkan bencana
yang terjadi secara tak terduga-duga. Dampak paling awal dari terjadinya bencana adalah
kondisi darurat, dimana terjadi penurunan drastis dalam kualitas hidup komunitas korban
yang menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya
dengan kapasitasnya sendiri. Kondisi ini harus bisa direspons secara cepat, dengan tujuan
utama pemenuhan kebutuhan dasar komunitas korban sehingga kondisi kualitas hidup
tidak makin parah atau bahkan bisa membaik.
Bencana harus ditangani secara menyeluruh setelah situasi darurat itu direspons.
Setiap akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka bencana sebagai sebuah akibat
pasti punya sebab dan dampaknya, agar penanganan bencana tidak terbatas pada simptom-
simptom persoalan, tetapi menyentuh substansi dan akar masalahnya. Sehingga, dengan
demikian kondisi darurat perlu dipahami sebagai salah satu fase dari keseluruhan resiko
bencana itu sendiri. Penanganan kondisi darurat pun perlu diletakkan dalam sebuah
perspektif penanganan terhadap keseluruhan siklus bencana. Setelah kondisi darurat,
biasanya diikuti dengan kebutuhan pemulihan (rehabilitasi), rekonstruksi (terutama
menyangkut perbaikan-perbaikan infrastruktur yang penting bagi keberlangsungan hidup
komunitas), sampai pada proses kesiapan terhadap bencana, dalam hal ini proses
preventif.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa masih terdapat kelemahan dalam sistem manajemen
bencana di Indonesia sehingga perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau
meminimalisasir dampak bencana yang terjadi.
B. Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu mengerti tentang sistem manajemen bencana terkhusus pada fase
bencana dan dapat menambah wawasan masyarakat secara umum sehingga dapat turut
serta dalam upaya penanggulangan bencana.
C. Manfaat Penulisan
1. Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dan penulis dalam hal menajemen
bencana.
2. Pembaca dapat menerapkan upaya penanggulangan bencana, terutama untuk para
petugas kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
Bencana adalah suatu fenomena alam yang terjadi yang menyebabkan kerugian
baik materiil dan spiritual pada pemerintah dan masyarakat (Urata, 2009). Fenomena
atau kondisi yang menjadi penyebab bencana disebut hazard (Urata, 2009).
Bencana dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu bencana alam, bencana non
alam, dan bencana sosial. Indonesia merupakan negara yang memiliki tiga jenis
bencana tersebut. Bencana alam yang terjadi di Indonesia antara lain gempa bumi,
tsunami, gunung berapi, pergerakan tanah, banjir, kekeringan, erosi, abrasi, dan cuaca
ekstrim serta gelombang ekstrim. Bencana non alam antara lain kegagalan teknologi,
epidemi, dan wabah penyakit. Sedangkan untuk bencana sosial antara lain adalah
konflik sosial dan terorisme
Bencana alam geologi adalah bencana alam yang terjadi dipermukaan bumi,
seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, dan gunung meletus. Gempa bumi dan
gunung Meletus terjadi hanya disepanjang jalur-jalur pertemuan lempeng tektonik
didarat atau lantai samudera. Contoh bencana alam geologi yang paling umum
adalah gempa bumi, tsunami, dan gunung meletus.
1. Fase Pra Bencana; disebut sebagai Fase Kesiapsiagaan yang terdiri dari pencegahan
dan mitigasi (prevention and mitigation)
2. Fase Bencana; disebut sebagai Fase Tanggap Darurat (response) yang terdiri dari
fase akut (acute phase) dan fase sub akut (sub acute phase)
3. Fase Pasca Bencana; disebut sebagai Fase Rekontruksi yang terdiri dari fase
pemulihan (recovery phase) dan fase rehabilitasi / rekontruksi (rehabilitation /
reconstruction phase)
(Farida, 2015)
Fase Bencana / Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan, pengungsi, penyelamatan, serta
pemulihan prasarana dan sarana.
Manajemen Penanggulangan Bencana pada fase bencana disebut juga dengan fase
tanggap darurat. Fase tanggap darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan
pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari
bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat meliputi :
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian dan sumber
daya dilakukan untuk mengidentifikasi cakupan lokasi bencana, jumlah korban,
kerusakan prasarana dan sarana, gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta
pemerintahan, dan kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
2. Penentuan status keadaan darurat bencana. Penetapan status darurat bencana
dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana
3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana, dilakukan dengan
memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada
suatu daerah melalui upaya pencarian dan penyelamatan korban, pertolongan
darurat, dan/atau evakuasi korban.
4. Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi bantuan penyediaan kebutuhan air bersih dan
sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial; dan
penampungan dan tempat hunian.
5. Perlindungan terhadap kelompok rentan, dilakukan dengan memberikan prioritas
kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan
kesehatan, dan psikososial. Kelompok rentan yang dimaksud terdiri atas bayi,
balita, anak-anak, ibu yang sedang mengandung atau menyusui;, penyandang cacat,
dan orang lanjut usia.
6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital, Tahap tindakan dalam tanggap
daruratdibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan fase sub akut. Fase akut, 48 jam
pertama sejak bencana terjadi disebut fase penyelamatan dan pertolongan medis
darurat sedangkan fase sub akut terjadi sejak 2-3 minggu.
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2008)
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi dengan
membaginya menjadi “fase akut” dan “fase sub akut”. Dalam fase akut, 48 jam pertama
sejak bencana terjadi disebut “fase penyelamatan dan pertolongan/ pelayanan medis
darurat”. Pada fase ini dilakukan penyelamatan dan pertolongan serta tindakan medis
darurat terhadap orang-orang yang terluka akibat bencana.
Kira-kira satu mingu sejak terjadinya bencana disebut fase sub akut. Dalam fase ini,
selain tindakan “penyelamatan dan pertolongan/ pelayanan medis darurat”, dilakukan juga
perawatan terhadap orang-orang yang terluka pada saat mengungsi atau dievakuasi, serta
dilakukan tindakan-tindakan terhadap munculnya permasalahan kesehatan selama dalam
pengungsian (Farida, 2015).
Gambar 2.2. Korban Bencana
Salah satu syarat sukses dalam management bencana adalah tenaga kesehatan.
Ketiadaan atau kelemahan ketenaga kesehatan adalah kebingungan, kehancuran, kerugian,
dan malapetaka (Kurniayanti, 2012)
Menurut Shaluf (2008) dalam melayani kelompok rentan, diperlukan tenaga kesehatan
yang cekatan, tanggap dan siap melayani dalam kondisi apapun saat terjadi bencana. Selain
tenaga kesehatan yang merupakan sumber daya manusia kesehatan, juga tidak bisa
dipungkiri harus mempunyai manajemen bencana yang baik mencakup semua aspek
perencanaan untuk merespons bencana, termasuk kegiatan-kegiatan sebelum bencana dan
setelah bencana yang mungkin juga merujuk pada manajemen risiko dan konsekuensi
bencana.
Peran perawat pada fase bencana adalah :
1. Bertindak cepat
2. Do not promise, perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun secara pasti dengan
maksud memberikan harapan yang besar pada korban selamat.
3. Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan
4. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok yang
menanggulangi terjadinya bencana
5. Bersama pihak yang terkait mendiskusikan dan merancang master plan revitalizing
untuk jangka panjang
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan
pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk penanganan segera
(emergency) akan lebih efektif. (Triase).
TRIASE :
1. Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancam kehidupan
sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal,
trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II.
2. Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury dengan efek
sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini sebenarnya
pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur
tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat
II.
3. Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka
bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi.
4. Hitam meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari
bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal, pasien yang tidak mungkin
diresusitasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap wilayah tempat tinggal makhluk hidup memiliki resiko akan terjadinya
bencana. Di Indonesia sendiri merupakan daerah yang rawan akan bencana. Dengan
banyaknya bencana, maka diperlukan kesiagaan dan pelaksanaan tanggap becana dalam
memanajemen dan menanggulangi bencana yang tepat dan terencana. Karena dampak
yang ditimbulkan bencana tidaklah sederhana maka penanganan korban bencana harus
dilakukan dengan terkoordinasi dengan baik sehingga korban yang mengalami berbagai
sakit baik fisik, sosial, dan emosional dapat ditangani dengan baik dan manusiawi.
B. Saran
Effendi, F & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan. Praktek
Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Komputer W. (2015). Pemodelan SIG Untuk Mitigasi Bencana. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Urata. (2009). Keperawatan bencana (1st ed). Banda Aceh: Forum Keperawatan.