Anda di halaman 1dari 32

“Aplikasi Pengelolaan Penanggulangan Bencana

Dengan Pendekatan Komprehensif Pada Setiap


Fase (Prevention, Mitigation, Planning/Response,
Recovery)”

KELOMPOK 6:

Grace Talebong (C1814201122)

Kristiani Pakambangan (C1814201128)

Sintike (C1814201149)

Valen Piter Kempa (C1814201151)

Winda Dolviani (C1814201154)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN STELLA MARIS

MAKASSAR

2021/202
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul “Aplikasi
Pengelolaan Penanggulangan Bencana Dengan Pendekatan
Komprehensif Pada Setiap Fase (Prevention, Mitigation,
Planning/Response, Recovery)”. Makalah ini dibuat untuk menambah
wawasan dan penulis dalam penanggulan bencana di Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik. Oleh sebab itu, penulis
dengan rendah hati menerima saran dan kritik guna penyempurnaan
makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
menambah wawasan dan memberikan referensi yang bermakna bagi para
pembaca.

Makassar, Oktober 2021

Penulis Kelompok VI

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................i

DAFTAR ISI ..........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang ...........................................................................1


B. Rumusan Masalah .....................................................................2
C. Tujuan Penelitian .......................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI ....................................................................3

A. Manajemen Bencana..................................................................3
1. Definisi manajemen bencana …………………………………3
2. Tahap Manajemen Bencana ................................................4
B. Dasar Hukum Penanggulangan Bencana di Indonesia ……….6
C. Sistem Penanggulangan Bencana Di Indonesia ……………….8
D. Menajemen Penanggulangan Bencana dan
Penerapan Aplikatif di Setiap Fase/Siklus Bencana ...............13
1. Manajemen Penanggulangan Bencana..............................13
2. Penerapan Aplikatif Menajemen Penanggulangan
Bencana di Setiap Fase/Siklus Bencana............................14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...............................................................................27
B. Saran........................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbagai bencana yang telah terjadi di Indonesia memberikan
banyak pembelajaran bagi masyarakat Indonesia dan dunia bahwa
banyaknya korban jiwa dan harta benda dalam musibah tersebut
terjadi karena kurangnya pengetahuan dan ketidaksiapan
masyarakat dalam mengantisipasi bencana. Di samping itu,
kejadian-kejadian bencana tersebut pun semakin menyadarkan
banyak pihak tentang pentingnya perencanaan dan pengaturan
dalam penanggulangan bencana.
Pengalaman terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami di
Aceh dan Nias (Sumatera Utara) tahun 2004 telah membuka
wawasan pengetahuan di Indonesia dan bahkan di dunia. Kejadian
tersebut mengubah paradigma manajemen penanggulangan
bencana dari yang bersifat tanggap darurat menjadi paradigma
pencegahan dan pengurangan risiko bencana (PRB).
Penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia dilakukan
pada berbagai tahapan kegiatan, yang berpedoman pada kebijakan
pemerintah yaitu Undang-Undang No.24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah terkait
lainnya yang telah memasukkan Pengurangan Risiko Bencana.
Pentingnya pemahaman mengenai manajemen
penanggulangan bencana akan menjadi landasan atau dasar
dalam mengembangkan pengurangan risiko bencana dalam
penanggulangan bencana.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana aplikasi pengelolaan penanggulangan bencana dengan
pendekatan komprehensif pada setiap fase (prevention, mitigation,
planning/response, recovery)?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian manajemen bencana
2. Untuk mengetahui Dasar Hukum Penanggulangan Bencana di
Indonesia
3. Untuk mengetahui Sistem Penanggulangan Bencana di
Indonesia
4. Untuk mengetahui Menajemen Penanggulangan Bencana dan
Penerapan Aplikatif di Setiap Fase/Siklus Bencana

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Manajemen Bencana
1. Definisi Manajemen Bencana

Manajemen penanggulangan bencana dapat


didefinisikan sebagai segala upaya atau kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka upaya pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan
dengan bencana yang dilakukan pada tahapan sebelum, saat
dan setelah bencana.
Manajemen penanggulangan bencana merupakan suatu
proses yang dinamis, yang dikembangkan dari fungsi
manajemen klasik yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pembagian tugas, pengendalian dan
pengawasan dalam penanggulangan bencana. Proses tersebut
juga melibatkan berbagai macam organisasi yang harus
bekerjasama untuk melakukan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan akibat bencana
(Pendidikan et al., 2017)

Manajemen Bencana

Manajemen Risiko
Bencana
Manajemen Manajemen
Kedaruratan Pemulihan
Mitigasi
Saat
Pasca Bencana
Bencana
Kesiapsiagaan

Pra Bencana
3
Gambar 1.1 – Proses Manajemen Bencana

2. Tahap Manajemen Bencana


Dalam upaya menerapkan manajemen penanggulangan
bencana, dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:
a. Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika tidak terjadi
bencana dan terdapat potensi bencana
b. Tahap tanggap darurat yang diterapkan dan dilaksanakan
pada saat sedang terjadi bencana.
c. Tahap pasca bencana yang diterapkan setelah terjadi
bencana.
Dalam keseluruhan tahapan penanggulangan
bencana tersebut, ada 3 (tiga) manajemen yang dipakai
yaitu:
1) Manajemen Risiko Bencana
Adalah pengaturan/manejemen bencana dengan
penekanan pada faktor-faktor yang bertujuan
mengurangi risiko saat sebelum terjadinya
bencana. Manajemen risiko ini dilakukan dalam
bentuk:
a) Pencegahan bencana adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk
menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman
bencana.
b) Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.
c) Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana

4
melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Kesiapsiagaan ini sebenarnya masuk
manajemen darurat, namun letaknya di pra
bencana. Dalam fase ini juga terdapat
peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan
pemberian peringatan sesegera mungkin
kepada masyarakat tentang kemungkinan
terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang.
2) Manajemen Kedaruratan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan
bencana dengan penekanan pada faktor-faktor
pengurangan jumlah kerugian dan korban serta
penanganan pengungsi saat terjadinya bencana
dengan fase nya yaitu:
a) Tanggap darurat bencana adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban,
harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana
3) Manajemen Pemulihan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan
bencana dengan penekanan pada faktor-faktor
yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat
dan lingkungan hidup yang terkena bencana
dengan memfungsikan kembali kelembagaan,

5
prasarana, dan sarana secara terencana,
terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah
terjadinya bencana dengan fase-fasenya nya
yaitu:
a) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan
semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai
pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
b) Rekonstruksi adalah pembangunan kembali
semua prasarana dan sarana, kelembagaan
pada wilayah pascabencana, baik pada
tingkat pemerintahan maupun masyarakat
dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian,
sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta
masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

B. Dasar Hukum Penanggulangan Bencana Di Indonesia


Agar penanggulangan bencana dapat berjalan dengan baik
dan petugas/tim penanggulangan bekerja dengan tenang dan
aman, diperlukan dasar hukum yang kuat dan jelas.undang-
undang, peraturan pemerintah dan lain-lain yang dapat dijadikan
sebagai payung hukum penanggulangan bencana di Indonesia
adalah sebagai berikut:

6
1. Undang Undang nomor 24 tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun


2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 22 tahun


2008 tentang pendanaan dan pegelolaan bantuan bencana

4. Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 23 tahun


2008 tentang peran serta lembaga internasional dan lembaga
asing non pemerintah dalam penanggulangan bencana

5. Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2008 tentang Badan


Penanggulangan Bencana Nasional

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 44 tahun


2012 tentang dana darurat

7. Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 4 tahun 2012


tentang penanggulangan bencana banjir dan tanah longsor

8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


12/MENKES/SK/I/2002 tentang pedoman koordinasi
penanggulangan bencana di lapangan

9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor


066 tahun 2006 tentang pedoman manajemen sumber daya
manusia kesehatan dalam penanggulangan bencana

10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor


783 tahun 2008 tentang regionalisasi pusat bantuan
penanganan krisis kesehatan akibat bencana

7
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
059/MENKES/SK/I/2011 tentang pedoman pengelolaan obat
dan perbekalan kesehatan pada penanggulangan bencana

12. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan


Bencana nomor 10 tahun 2008 tentang pedoman komando
tanggap darurat bencana

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor


131 tahun 2003 tentang pedoman penanggulanganbencana dan
penangangan pengungsi di daerah.

C. Sistem Penanggulangan Bencana Di Indonesia


Mulai tahun 1990 paradigma dalam penanggulangan bencana
secara global/internasional telah bergeser dari upaya yang
difokuskan pada saat terjadi bencana, sekarang lebih diperluas
kepada upaya mengurangi resiko dan dampak bencana.
Penanggulangan bencana diawali dengan menganalisis risiko
bencana berdasarkan ancaman/bahaya dan kerentanan untuk
meningkatkan kemampuan dalam mengelola dan mengurangi risiko
serta mengurangi dampak bencana yang ditimbulkan. Manajemen
bencana dilakukan bersama oleh semua pemangku
kepentingan/stakeholder, lintas sektor dan dengan pemberdayaan
masyarakat (BNPB, 2011) Pemerintah Indonesia sangat
memperhatikan program penanggulangan bencana sehingga
memandangperlu merumuskan sistem penanggulangan bencana
dari tingkat pusat sampai daerah. Gambar berikut memperlihatkan
sistem nasional penanggulangan bencana di Indonesia (Bencana
et al., 2019)
SISTEM NASIONAL PB
LEGILASI

8
PERENCANAAN KELEMBAGAAN PENDANAAN

PENGEMBANGAN KAPASISTAS

PENYELENGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

Gambar : Sistem Nasional Penanggulangan Bencana

Menurut Gambar diatas untuk menyelenggarakan


penanggulangan bencana diperlukan peraturan-peraturan yang
menjadi landasan dalam menangani bencana. Berbagai produk
hukum telah dibuat seperti Undang-undang Nomor 24 tahun 2007
tentang penanggulangan bencana, Peraturan Pemerintah Nomor
21 tahun 2008 mengenai penyelenggaraan penanggulangan
bencana dan sebagainya. Sistem penanggulangan bencana
meliputi perencanaan, kelembagaan dan pendanaan yang secara
sinergis bersama-sama menyelenggarakan penanggulangan
bencana dengan mendayagunakan semua kapasitas yang ada baik
lokal, nasional atau internasional sesuai dengan skala bencana
yang terjadi.

Berikut di bawah ini akan diuraikan rincian system penanggulangan


bencana di Indonesia.

1. Perencanaan

9
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008,
perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan
hasil analisis resiko bencana dan upaya penanggulangannya
yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan
bencana beserta rincian anggarannya. Penyusunan rencana
penanggulangan bencana dirumuskan untuk jangka waktu lima
tahun dan ditinjau kembali setiap dua tahun atau sewaktu-waktu
apabila terjadi bencana. Rencana penanggulangan bencana
dikoordinasikan oleh BNPB dan BPBD, berisi tentang
pengenalan dan pengkajian ancaman bencana, pemahaman
tentang kerentanan masyarakat, analisis kemungkinan dampak
bencana, pilihan tindakan pengurangan risiko bencana,
penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak
bencana, serta alokasi tugas, kewenangan dan sumberdaya
yang tersedia.
2. Kelembagaan
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 menyebutkan bahwa
penyelenggaraan penanggulangan bencana di tingkat pusat
ditangani oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) dan di tingkat daerah oleh Badan Penaggulangan
Bencana Daerah (BPBD). Berikut akan diuraikan
pengorganisasian penanggulangan bencana di tingkat pusat
dan daerah.
a. Tingkat Pusat
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
merupakan lembaga pemerintah non departemen setingkat
menteri yang memiliki fungsi merumuskan dan menetapkan
kebijakan penanggulangan dan penanganan pegugsi secara
cepat, tepat, efektif dan efisien serta mengkoordinasikan
pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu dan menyeluruh. Tugas BNPB adalah

10
membantu Presiden R.I dalam mengkoordinasikan
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan
bencana dan kedaruratan secara terpadu, serta
melaksanakan penanganan bencana da kedaruratan mulai
dari sebelum, pada saat dan setelah terjadi bencanayang
meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat
dan pemulihan.
b. Tingkat Daerah
Penanggulangan bencana di daerah ditangani oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Pada tingkat
propinsi, BPBD dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di
bawah gubernur atau setingkat eselon Ib dan pada tingkat
kabupaten/kota dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di
bawah bupati/walikota atau setingkat eselon II a.

Pada saat keadaan darurat bencana, Kepala BNPB dan


Kepala BPBD berwenang mengerahkan sumberdaya
manusia, peralatan dan logistik dari instansi/lembaga dan
masyarakat untuk melakukan tanggap darurat yang meliputi
permintaan, penerimaan dan penggunaan sumberdaya
manusia, peralatan dan logistik.

3. Pendanaan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor22 tahun 2008, dana
penaggulangan bencana adalah dana yang digunakan bagi
penaggulangan bencana untuk tahap pra bencana, saat
tanggap darurat, dan/atau pascabencana. Pendanaan yang
terkait dengan penanggulangan bencana di Indonesia
bersumber dari DIPA (APBN/APBD), dana on-call, dana
bantuan sosial berpola hibah, dana yang bersumber dari
masyarakat, dana dukungan komunitas internasional. Namun
dalam hal bantuan untuk penanggulangan bencana yang

11
berasal dari Negara asing, BNPB wajib berkonsultasi dengan
Kementrian Luar Negeri. BNPB dan BPBD dapat menggunakan
dana siap pakai yang ditempatkan dalam anggaran BNPB dan
BPBD untuk pengadaan barang dan/atau jasa pada saat
tanggap darurat bencana. Pengunaan dana siap pakai terbatas
pada pengadaan barang dan/atau jasa untuk pencarian dan
penyelamatan korban bencana, pertolongan darurat, evakuasi
korban bencana, kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan,
sandang, pelayanan kesehatan, serta penampungan dan
tempat hunian sementara.

4. Pengembangan Kapasitas
Pengembangan kapasitas dapat dilakukan melalui:
a. Pendidikan dan latihan; misalnya memasukkan materi
pendidikan kebencanaan dalam kurikulum sekolah,
melakukan pelatihan manajer dan teknis penanggulangan
bencana, mencetak tenaga professional dan ahli
penanggulangan bencana.
b. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
kebencanaan; contohnya penelitian tentang karakteristik
ancaman/hazard di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
c. Penerapan teknologi penanggulangan bencana; seperti
pembangunan rumah tahan gempa, deteksi dini untuk
ancaman bencana, teknologi untukpenanganan darurat.
5. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 2007,
penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan

12
pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi dengan
prinsip tepat, cepat dan prioritas. Penanggulangan bencana
bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat
dari ancaman bencana, menyelaraskan peraturan
perundangundangan yang sudah ada, menjamin
terselenggaranya penanggulanga bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh, menghargai budaya
lokal, membangun partisipasi dan kemitraan publik serta
swasta, mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan
dan kedermawanan serta menciptakan perdamaian.

D. Menajemen Penanggulangan Bencana dan Penerapan Aplikatif


di Setiap Fase/Siklus Bencana
1. Menajemen Penanggulangan Bencana
Manajemen penanggulangan bencana adalah serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi. Dalam penanggulangan
bencana, kegiatannya juga mengikuti siklus bencana yaitu:

1. Fase Pra Bencana; disebut sebagai fase kesiapsiagaan


yang terdiri dari pencegahan dan mitigasi (prevention and
mitigation)

2. Fase Bencana; disebut sebagai fase tanggap darurat


(response ) yang terdiri dari fase akut (acute phase) dan
fase sub akut (sub acute phase)

3. Fase Pasca Bencana; disebut sebagai fase rekonstruksi


yang terdiri dari fase pemulihan (recovery phase) dan fase

13
rehabilitasi/rekonstruksi (rehabilitation/reconstruction
phase).
Siklus Bencana :

Kesiapsiagaan Tanggap Darurat

Saat Bencana

Mitigasi
Pra Bencana

Pencegahan Pasca Bencana


Pemulihan
Rekontruksi

Gambar : Siklus Bencana Dan Menajemen Penanggulangan

Gambar di atas memperlihatkan pada kita bahwa di setiap


fase/tahapan bencana banyak hal yang bisa kita lakukan.
Bukan hanya pada saat bencana saja, namun justru jauh
sebelum bencana terjadi, banyak hal yang harus kita lakukan .

2. Penerapan Aplikatif Menajemen Penanggulangan Bencana


di Setiap Fase/Siklus Bencana
a. Fase Pra Bencana
Upaya penanggulangan bencana mengikuti
tahapan/siklus bencana. Penanggulangan bencana pada
tahap pra bencana dimulai jauh sebelum terjadi bencana;
dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
Penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase
prabencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko

14
bencana. Sehingga semua kegiatan yang berada dalam
lingkup pra bencana lebih diutamakan.
1) Kesiapsiagaan (Preparedness)
Untuk memahami pengertian kesiapsiagaan, terlampir
beberapa definisi berdasarkan UU No 24/2007,
International Federation Red Cross (IFRC) dan UNISDR:
“Segala upaya untuk menghadapi situasi darurat serta
mengenali berbagai sumber”.
Kesiapsiagaan (preparedness) adalah aktivitas-
aktivitas dan langkah-langkah kesiapsiagaan
dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban
jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata
kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan
pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi,
kegiatan yang dilakukan antara lain:
a) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan
segenap unsur pendukungnya.
b) Pelatihan siaga/simulasi/gladi/teknis bagi
setiap sektor penanggulangan bencana (SAR,
sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan
umum).
c) Inventarisasi sumber daya pendukung
kedaruratan
d) Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumber
daya.
e) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi
yang cepat dan terpadu guna mendukung
tugas kebencanaan.
f) Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem
peringatan dini (early warning).

15
g) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency
plan)
h) Mobilisasi sumber daya (personil dan
prasarana/sarana peralatan)
2) Pencegahan (Prevention)
Pencegahan bencana merupakan proses
pengukuran serta perkirakan mengenai apamsaja
bencana yang kemungkinan terjadi, proses ini
termasuk sulit di prediksi. Akan tetapi pada tahapan
pencegahan ini akan mempertimbangkan 29
kegiatan yang dapat mengurangi tingkat bencana
dalam setiap elemen, untuk mencegah terjadinya
bencana yang parah dan untuk mengurangi
terjadinya kerugian yang besar.
Serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai
upaya untuk menghilangkan dan/ atau mengurangi
ancaman bencana :
a) Mengidentifikasi ancaman mana yang bisa di
cegah dan dihindari dan mana yang tidak.
b) Menentukan ancaman paling besar yang harus
dihadapi dan langkah lang kah untuk
menghadapinya.
c) Mengelaborasi langkah langkah untuk
menghindari ancaman tersebut dengan cara
menghilangkan kerentanan yang relevan
dengan ancaman.
d) Mengidentifikasi langkah langkah Mitigasi yang
dapat dilakukan sesuai dengan kondisi daerah
dan kemampuan masyarakat.
e) Menentukan Langkah Pencegahan dan
Mitigasi, serta melakukan rencana aksi.

16
3) Mitigasi
Mitigasi (mitigation) adalah langkah-langkah
struktural dan non struktural yang diambil untuk
membatasi dampak merugikan yang ditimbulkan
bahaya alam, kerusakan lingkungan dan bahaya
teknologi. Mitigasi dapat dilakukan secara struktural
yaitu pembangunan infrastruktur sabo, tanggul, alat
pendeteksi atau peringatan dini, dan dapat
dilakukan secara non struktural seperti pelatihan
dan peningkatan kapasitas di masyarakat.
Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat
digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi
pasif dan mitigasi aktif.
a) Tindakan dalam mitigasi pasif antara lain :
(1) Penyusunan peraturan perundang-
undangan
(2) Pembuatan peta rawan bencana dan
pemetaan masalah.
(3) Pembuatan pedoman/standar/prosedur
(4) Pembuatan brosur/leaflet/poster
(5) Penelitian/pengkajian karakteristik
bencana
(6) Pengkajian/analisis risiko bencana
(7) Internalisasi penanggulangan bencana
dalam muatan lokal pendidikan
(8) Pembentukan organisasi atau satuan
gugus tugas bencana 9) Perkuatan unit-
unit sosial dalam masyarakat, seperti
forum

17
(9) Pengarusutamaan penanggulangan
bencana dalam perencanaan
pembangunan
b) Tindakan yang tergolong dalam mitigasi aktif
antara lain:
(1) Pembuatan dan penempatan tanda-tanda
peringatan, bahaya, larangan memasuki
daerah rawan bencana dan sebagainya.
(2) Pengawasan terhadap pelaksanaan
berbagai peraturan tentang penataan
ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB),
danperaturan lain yang berkaitan dengan
pencegahan bencana.
(3) Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat
dan masyarakat.
(4) Pemindahan penduduk dari daerah yang
rawan bencana ke daerah yang lebih
aman.
(5) Penyuluhan dan peningkatan
kewaspadaan masyarakat.
(6) Perencanaan daerah penampungan
sementara dan jalur-jalur evakuasi jika
terjadi bencana.
(7) Pembuatan bangunan struktur yang
berfungsi untuk mencegah, mengamankan
dan mengurangi dampak yang ditimbulkan
oleh bencana, seperti: tanggul, dam,
penahan erosi pantai, bangunan tahan
gempa dan sejenisnya.
b. Fase Bencana

18
Manajemen penanggulangan bencana pada fase bencana
disebut sebagai fase tanggap darurat. Fase tanggap darurat
merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk
membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari
bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana pada saat tanggap darurat meliputi: pengkajian secara
cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber
daya; penentuan status keadaan darurat bencana; penyelamatan
dan evakuasi masyarakat terkena bencana; pemenuhan kebutuhan
dasar; perlindungan terhadap kelompok rentan; dan pemulihan
dengan segera prasarana dan sarana vital.
Fase tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi
darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan.
Aktivitas yang dilakukan secara kongkret yaitu: instruksi
pengungsian, pencarian dan penyelamatan korban, menjamin
keamanan di lokasi bencana, pengkajian terhadap kerugian akibat
bencana, pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada
kondisi darurat, pengiriman dan penyerahan barang material,
menyediakan tempat pengungsian, dan lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih
dipersempit lagi dengan membaginya menjadi “fase akut” dan “fase
sub akut”. Dalam fase akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi
disebut “fase penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis
darurat”. Pada fase ini 66 dilakukan penyelamatan dan pertolongan
serta tindakan medis darurat terhadap orang-orang yang terluka
akibat bencana. Kira-kira satu minggu sejak terjadinya bencana
disebut dengan “fase sub akut”. Dalam fase ini, selain tindakan
“penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis darurat”,
dilakukan juga perawatan terhadap orang-orang yang terluka pada
saat mengungsi atau dievakuasi, serta dilakukan tindakan-tindakan

19
terhadap munculnya permasalahan kesehatan selama dalam
pengungsian.
Tindakan yang dilakukan pada saat tanggap darurat :

1) Siaga Darurat
Setelah ada peringatan maka aktivitas yang pertama kali
dilakukan adalah siaga darurat. Peringatan mengacu
pada informasi yang berkaitan dengan jenis ancaman
dan karakteristik yang diasosiasikan dengan ancaman
tersebut. Peringatan harus disebarkan dengan cepat
kepada institusi-institusi pemerintah, lembaga-lembaga,
dan masyarakat yang berada di wilayah yang berisiko
sehingga tindakan-tindakan yang tepat dapat diambil,
baik mengevakuasi atau menyelamatkan properti/aset
dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Peringatan dapat
disebarkan melalui radio, televisi, media masa tulis
(internet), telepon, dan telepon genggam.

2) Pengkajian Cepat
Tujuan utama pengkajian adalah menyediakan
gambaran situasi paska bencana yang jelas dan akurat.
Dengan pengkajian itu dapat diidentifikasikan
kebutuhan-kebutuhan seketika serta dapat
mengembangkan strategi penyelamatan jiwa dan
pemulihan dini. Oleh karena itu tools pengkajian cepat
ini harus responsif pada kebutuhan korban yang
beragam dari sisi umur, gender dan keadaan fisik dan
kebutuhan khususnya. Sebab pengkajian menentukan
pilihan-pilihan bantuan kemanusiaan, bagaimana
menggunakan sumber daya sebaik-baiknya, atau
mengembangkan permintaan/proposal bantuan

20
berikutnya. Kaji cepat dialkukan pada umumnya dengan
menggunakan beberapa indikator diantaranya adalah :
a) Jumlah korban meninggal dunia dan luka-luka
b) Tingkat kerusakan infrastruktur
c) Tingkat ketidakberfungsian pelayanan-pelayanan
dasar
d) Cakupan wilayah bencana
e) Kapasitas pemerintah setempat dalam merespon
bencanatersebut
3) Penentuan Status
Kedaruratan Penentuan status kedaruratan
dilakukan setelah pengkajian cepat dilakukan.
Penentuan status dilakukan oleh pemerintah setelah
berkoordinasi dengan tim pengkaji. Penentuan status
dilakukan sesuai dengan skala bencana, dan status
kedaruratan dibagi menjadi tiga:

a) Darurat nasional
b) Darurat propinsi
c) Darurat kabupaten/kota

Saat status kedaruratan ditetapkan, tindakan yang


dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
adalah membentuk satuan komando tanggap darurat
yang dipimpin kepala BNPB atau BPBD. Memberikan
kemudahan akses dalam pengerahan sumber daya
manusia, pengerahan peralatan, pengerahan logistik,
imigrasi-cukai-karantina, izin operasi, pengadaan
barang dan jasa, pengelolaan bantuan, pengelolaan
informasi, pengelolaan keuangan, penyelamatan,
komando terhadap sektor-sektor terkait.

21
4) Search and Rescue (SAR)
Search and rescue (SAR) adalah proses
mengidentifikasikan lokasi korban bencana yang
terjebak atau terisolasi dan membawa mereka kembali
pada kondisi aman serta pemberian perawatan medis.
Dalam situasi banjir, SAR biasanya mencari korban
yang terkepung oleh banjir dan terancam oleh naiknya
debit air. SAR dilakukan baik dengan membawa
mereka ke tempat aman atau memberikan makanan
dan pertolongan pertama lebih dahulu hingga mereka
dapat dievakuasi. Dalam kasus setelah gempa bumi,
SAR biasanya terfokus pada orang-orang yang terjebak
atau terluka di dalam bangunan yang roboh.
5) Pencarian, Penyelamatan dan Evakuasi (PPE)
Evakuasi melibatkan pemindahan
warga/masyarakat dari zona berisiko bencana ke lokasi
yang lebih aman. Perhatian utama adalah perlindungan
kehidupan masyarakat dan perawatan segera bagi
mereka yang cedera. Evakuasi sering berlangsung
dalam kejadian seperti banjir, tsunami, konflik
kekerasan, atau longsor (yang bisa juga diawali oleh
gempa bumi). Evakuasi yang efektif dapat dilakukan
jika ada:
a) Sistem peringatan yang tepat waktu dan
akurat.
b) Identifikasi jalur evakuasi yang jelas dan
aman.
c) Identifikasi data dasar tentang penduduk.

22
d) Kebijakan/peraturan yang memerintahkan
semua orang melakukan evakuasi ketika
perintah diberikan.
e) Program pendidikan publik yang membuat
masyarakat sadar tentang rencana
evakuasi.

Dalam kasus bencana yang terjadi


perlahan-lahan seperti kekeringan parah,
perpindahan orang dari wilayah berisiko ke
tempat yang lebih aman, proses evakuasi ini
disebut sebagai migrasi akibat krisis.
Perpindahan ini biasanya tidak terorganisasi
dan dikoordinasi oleh otoritas tetapi respon
spontan dari para migran untuk mencari jalan
keluar di tempat lain.

6) Respon and Bantuan (Response and Relief)


Response and relief harus berlangsung
sesegera mungkin; penundaan tidak bisa dilakukan
dalam situasi ini. Oleh karena itu, sangat penting
untuk memiliki rencana kontinjensi sebelumnya. Relief
adalah pengadaan bantuan kemanusiaan berupa
material dan perawatan medis yang dibutuhkan untuk
menyelamatkan dan menjaga keberlangsungan
hidup. Relief juga memampukan keluarga-keluarga
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti
tempat tinggal, pakaian, air, makanan, dan medis.
Perhatikan kebutuhan khusus bagi bayi, perempuan
yang baru melahirkan/sedang mentsruasi atau
perempuan manula. Kebutuhan dasar juga harus
mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan

23
keamanan dan kenyamanan. Penyediaan bantuan
atau layanan biasanya bersifat gratis pada hari-hari
atau minggu-minggu sesudah terjadinya bencana.
Dalam situasi darurat yang perlahan-lahan namun
sangat merusak dan meningkatkan pengungsian
populasi, masa pemberian bantuan darurat dapat
diperpanjang.
7) Pengkajian untuk rehabilitasi danrekonstruksi
Beberapa minggu sesudah berlangsungnya
tanggap darurat, pengkajian yang lebih mendalam
tentang kondisi masyarakat korban bencana harus
dilakukan. Langkah ini berkaitan dengan identifikasi
kebutuhan pemulihan masyarakat. Fokus pengkajian
bergeser ke hal-hal vital yang dibutuhkan masyarakat
supaya mereka mampu melakukan kegiatan sehari-
hari secara normal. Instrumen pengkajian itu harus
cukup lengkap dalam mengidentifikasi kebutuhan
yang sangat beragam.
c. Fase Pasca Bencana
Setelah fase bencana /tanggap darurat teratasi, fase
berikutnya adalah fase ‘pasca bencana’. Manajemen
penanggulangan bencana pada fase pasca bencana ini dibagi
menjadi dua tahap, yaitu fase pemulihan/recovery dan fase
rekonstruksi/ rehabilitasi.

1) Fase Pemulihan/Recovery
Fase pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan
sampai kapan, tetapi fase ini merupakan fase dimana individu
atau masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat
memulihkan fungsinya seperti sediakala (sebelum terjadi

24
bencana). Orang-orang melakukan perbaikan darurat tempat
tinggalnya, pindah ke rumah sementara, mulai masuk sekolah
ataupun bekerja kembali sambil memulihkan lingkungan tempat
tinggalnya. Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi lifeline dan
aktivitas untuk membuka kembali usahanya. Institusi
pemerintah juga mulai memberikan kembali pelayanan secara
normal serta mulai menyusun rencana-rencana untuk
rekonstruksi sambil terus memberikan bantuan kepada para
korban. Fase ini bagaimanapun juga hanya merupakan fase
pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi
normal seperti sebelum bencana terjadi. Dengan kata lain, fase
ini merupakan masa peralihan dari kondisi darurat ke kondisi
tenang. Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan
rekonstruksi.
Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah
untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana
yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik,
agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan
kembali.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
a) Perbaikan lingkungan daerah bencana
b) Perbaikan prasarana dan sarana umum
c) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
d) Pemulihan sosial psikologis
e) Pelayanan kesehatan
f) Rekonsiliasi dan resolusi konflik
g) Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya
h) Pemulihan keamanan dan ketertiban
i) Pemulihan fungsi pemerintahan

25
j) Pemulihan fungsi pelayanan public
2) Fase Rekontruksi/Rehabilitasi
Setelah fase tanggap darurat terlewati, berikutnya adalah
fase rekonstruksi/rehabilitasi. Jangka waktu fase
rehabilitasi/rekonstruksi juga tidak dapat ditentukan, namun ini
merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha
mengembalikan fungsifungsinya seperti sebelum bencana dan
merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Tetapi,
seseorang atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan
yang sama seperti sebelum mengalami bencana, sehingga
dengan menggunakan pengalamannya tersebut diharapkan
kehidupan individu serta keadaan komunitas pun dapat
dikembangkan secara progresif.
Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk
membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat
bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu
pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan
yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor
terkait (Rpb & Jawa, 2019)
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
a) Pembangunan kembali prasarana dan sarana
b) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
c) Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya
masyarakat
d) Penerapan rancang bangun yang tepat dan
penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan
bencana
e) Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat
f) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;

26
g) Peningkatan fungsi pelayanan public
h) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen penanggulangan bencana merupakan suatu
proses yang dinamis, yang dikembangkan dari fungsi manajemen
klasik yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pembagian
tugas, pengendalian dan pengawasan dalam penanggulangan
bencana. Proses tersebut juga melibatkan berbagai macam
organisasi yang harus bekerjasama untuk melakukan pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan akibat
bencana (Pendidikan et al., 2017)

B. Saran
Dengan membaca makalah ini, pembaca diharapkan dapat
mempelajari dan memahami mengenai Aplikasi Pendidikan
Kesehatan Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Dampak
Buruk Bencana, Pemberdayaan Masyarakat, Pendidikan Dan
Kesiapsiagaan. Semoga bermanfaat bagi pembaca dan khususnya
penyusun/penulis.

27
DAFTAR PUTAKA

Bencana, D. A. N., Batu, A. M. R. L., & Kes, M. (2019). Manajemen gawat


darurat dan bencana.

Pendidikan, P., Pelatihan, D. A. N., Daya, S., & Dan, A. I. R. (2017).


Modul manajemen penanggulangan bencana pelatihan
penanggulangan bencana banjir 2017.

Rpb, D., & Jawa, P. (2019). Rencana Penanggulangan Bencana (RPB)


Provinsi Jawa Tengah 2019 - 2023.

Anda mungkin juga menyukai