Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang


Ketoasidosis diabetikum adalah salah satu komplikasi metabolik akut pada diabetes mellitus
dengan perjalanan klinis yang berat dalam angka kematian yang masih cukup
tinggi. Ketoasidosis diabetikum dapat ditemukan baik pada mereka dengan diabetes melitus tipe
1 dan tipe 2. Tetapi lebih sering pada diabetes melitus tipe 1.
Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif disirkulasi yang terkait
dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth
hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada anak dengna Diabetes Melitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan
edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.
Resiko KAD pada IDDM adalah 1-10% per pasien per tahun. Risiko meningkat dengan
kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD. Angka kematian
ketoasidosis menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai, seperti : sepsis, syok
yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah yang tinggi,
uremia, kadar keasaman darah yang rendah.
Gejala yang paling menonjol pada ketoasidosis adalah hiperglikemia dan ketosis.
Hiperglikemia dalam tubuh akan menyebabkan poliuri dan polidipsi. Sedangkan ketosis
menyebabkan benda-benda keton bertumpuk dalam tubuh, pada sistem respirasi benda keton
menjadi resiko terjadinya gagal nafas.
Oleh sebab itu penanganan ketoasidosis harus cepat, tepat dan tanggap. Mengingat masih
sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur atau konsensus yang terus
berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis diabetik. Maka, perlu adanya pembahasan
mengenai bagaimana metode tatalaksana terkini dalam menangani ketoasidosis diabetik.
B.       Rumusan Masalah
1.         Apakah pengertian dari Keto Asidosis ?
2.         Apa saja etiologi dari Keto Asidosis ?
3.         Apa saja manifestasi klinis dari Keto Asidosis ?
4.         Bagaimana patofisiologi dari Keto Asidosis ?
5.         Apa saja pemeriksaan penunjang dari Keto Asidosis ?
6.         Bagaimana penatalaksaan dari Keto Asidosis ?
7.         Bagaimana pencegahan dari Keto Asidosis ?
8.         Apa saja komplikasi dari Keto Asidosis ?
9.         Bagaimana prognosis Keto Asidosis ?
10.     Bagaimana askep pada klien dengan Keto Asidosis ?
C.      Tujuan
1.         Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu menerapakan asuhan
keperawatan pada pasien penderita Ketoasidosis Diabetikum.
2.          Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
a.         Untuk mengetahui pengertian dari Keto Asidosis
b.        Untuk mengetahui etiologi dari Keto Asidosis
c.         Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Keto Asidosis
d.        Untuk mengetahui patofisiologi dari Keto Asidosis
e.         Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Keto Asidosis
f.         Untuk mengetahui penatalaksaan dari Keto Asidosis
g.        Untuk mengetahui pencegahan dari Keto Asidosis
h.        Untuk mengetahui prognosis dari Keto Asidosis
i.          Untuk mengetahui komplikasi dari Keto Asidosis

BAB II
KONSEP MEDIS

A.      Defenisi
Ketoasidosis diabetic (diabetic ketoacidosis) atau KAD adalah keadaan gawat darurat akibat
hiperglikemia di mana terbentuk banyak asam dalam darah. Kata keto berasal dari ketone, yang
merupakan hasil pemecahan lemak oleh tubuh. Sedangkan acid adalah tanda menumpuknya
asam dalam darah karena adanya ketone.
Hal ini terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan
darurat ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah asam yang bersifat racun dalam
peredaran darah yang disebut keton. KAD ini sering terjadi pada diabetes tipe 1 akibat suntikan
insulin berhenti atau kurang, atau mungkin karena lupa menyuntik atau tidak menaikkan dosis
padahal ada makanan ekstra yang menyebabakan glukosa darah naik.
Pada infeksi atau stress berat, baik pada diabetes tipe 1 maupun 2, bisa pula timbul KAD
dimana tubuh membentuk hormone adrenalin untuk mengatasi infeksi dan stress, tetapi bisa
berdampak negative karena glukosa darah meningkat (adrenalin bersifat counterinsulin). Hal ini
bisa semakin berat jika pasien tidak mau minum obat diabetes atau suntik insulin pada saat stress
atau infeksi.
B.       Etiologi
Ada tiga penyebab utama diabetes ketoasidosis :
1.         Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.
2.         Keadaan sakit atau infeksi
3.         Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati
Penurunan kadar insulin dapat diresepkan tidak adekuat atau pasien tidak menyuntikkan
insulin dengan dosis yang cukup. Kesalahan yang menyebabkan dosis insulin yang harus
diberikan berkurang, terjadi pada pasien-pasien yang sakit dan menganggapjika mereka kurang
makan atau menderita muntah-muntah, maka dosis insulinnya juga harus dikurangi. (karena
keadaan sakit khususnya infeksi dapat meningkatkan kadar glukosa darah, maka pasien tidak
perlu menurunkan dosis insulin yang mengimbangi asupanmakanan yang berkurang ketika sakit
dan bahkan mungkin harus meningkatkan dosis insulinnya).
Penyebab potensial lainnya yang menurunkan kadar insulin mencakup kesalahan pasien
dalam menganspirasi atau menyuntikkan insulin (khususnya pada pasien dengan gangguan
penglihatan); sengaja melewati pemberian insulin (khususnya pada pasien remaja yang
menghadapi kesulitan dalam mengatasi diabetes atau aspek kehidupan yang lain); masalah
peralatan (misalnya, penyumbatan selang pompa insulin).
Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin. Sebagai respons terhadap stres
fisik (atau emosional), terjadi peningkatan kadar hormon-hormon “stres”—yaitu, glukogon,
epinefrin, norepinefrin, kortisol dan hormone pertumbuhan.
C.      Manifestasi Klinis
Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam darah, antara lain
:
1.      Napas yang cepat dan dalam (napas kussmaul)
2.      Napas bau keton atau aseton (seperti harumnya buah atau sweet, fruity smell)
3.      Nafsu makan turun
4.      Mual, muntah
5.      Demam
6.      Nyeri perut
7.      Berat badan turun
8.      Capek, lemah
9.      Bingung, mengantuk
10.  Kesadaran menurun sampai koma.
Di samping itu, sebelumnya ada tanda-tanda hiperglikemia, yaitu rasa haus, banyak kencing,
capek, lemah, luka sulit sembuh, dan lain-lain.
Tanda – tanda hiperglikemia :
1.      Rasa lelah
2.      Nafsu makan bertambah
3.      Rasa haus berlebihan
4.      Penglihatan kabur
5.      Kulit kering
6.      Sering kencing
7.      Luka yang sukar sembuh
8.      Berat badan menurun
D.      Patofisiologis
Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula.
Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini kan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis yang berat dapat
kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg natrium, kalium serta klorida
selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam – asam
lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton oleh hati. Pada
ketoasidosis diabetik terjadi produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan
asidosis metabolik
E.       Pemeriksaan Penunjang
1.         Pemeriksaan Laboratorium
a.         Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin
memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki
kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa
darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari
100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis
diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
b.        Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL
glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila
kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
c.         Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat
digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.
d.        Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan
kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam
hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
e.         Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri
mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f.         Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements. Brandenburg dan
Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih
rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari
signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir
CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
g.        Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat berlangsung
lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
h.        β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap
pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3
mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
i.          Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran kencing
yang mendasari.
j.          Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien
dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis >
330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H 2O ini, maka pasien jatuh
pada kondisi koma.
k.        Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis), maka
tingkat fosfor serum harus ditentukan.
l.          Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
m.      Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada dehirasi.
Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut
akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
2.         Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ketoasidosis diabetik dilakukan dengan cara:
a.         Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b.        Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c.         Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d.        Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e.         Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol
glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
f.         Aseton plasma: Positif secara mencolok
g.        As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
h.        Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
i.          Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
j.          Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik
k.        Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
l.          Ureum/creatinin: meningkat/normal
m.      Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut
F.       Penatalaksaan
Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaiki tiga permasalahan utama : dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis.
1.         Dehidrasi
Rehidrasi merupakan tindakan yang penting untuk mempertahankan perfusi jaringan. Di
samping itu, penggantian cairan akan menggalakkan ekskresi glukosa yang berlebihan melalui
ginjal. Pasien mungkin memerlukan 6 hingga 10 liter cairan infus yang menggantikan kehilangan
cairan yang disebabkan oleh poliuria, hiperventilasi, diare, dan muntah.
Pada mulanya, larutan saline 0,9% diberikan dengan kecepatan yang sangat tinggi biasanya 0,5
hingga 1 L/jam selama 2 hingga 3 jam. Larutan normal saline hipotonik (45%) dapat digunakan
pada pasien-pasien yang menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko mengalami
gagal jantung kongestif. Setelah beberapa jam pertama, larutan normal saline 45% merupakan
cairan infuse pilihan untuk terapi rehidrasi selama tekanan darah pasien tetap stabil dan kadar
natriumnya tidak terlalu rendah. Infuse dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200 hingga 500
ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam berikutnya.
2.         Kehilangan elektrolit.
Masalah elektrolit utama selama terapi diabetes ketoasidosis adalah kalium. Meskipun
konsentrasi kalium plasma pada awalnya rendah, kadar kalium akan menurun selama proses
penanganan diabetes ketoasidosis sehingga perlu dilakukan pemantauan kalium yang sering.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan terapi diabetes ketoasidosis yang menurunkan
konsentrasi kalium serum mencakup:
a.         Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan volume plasma dan penurunan konsentrasi
kaliumserum
b.        Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan ekskresi kalium kedalam urine
c.         Pemberian insulin yang menyebabkan peningkatan perpindahan kalium dari cairan ekstrasel ke
dalam sel.
Untuk pemberian infus kalium yang aman, perawat harus memastikan bahwa:
a.         Tidak ada tanda-tanda hiperkalemia (berupa gelombang T yang tinggi, lancip atau bertakik pada
hasil pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
b.        Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium memberikan hasil yang normal atau rendah.
c.         asien dapat berkemih (dengan kata lain, tidak mengalami gangguan fungsi ginjal.
Pembacaan hasil EKG dan pengukuran kadar kalium yang sering (pada awalnya setiap 2
hingga 4 jam sekali) diperlukan selama 8 jam pertama terapi. Penggantian kalium ditunda hanya
jika terdapat hiperkalemia atau jika pasien tidak dapat berkemih. Namun, kadar kalium dapat
turun dengan cepat akibat terapi rehidrasi dan pemberian insulin, penggantian kalium harus
segera dimulai hingga kadarnya mencapai nilai normal.
3.         Asidosis
Akumulasi badan keton (asam) merupakan akibat pemecahan lemak. Asidosis yang terjadi pada
diabetes ketoasidosis dapat diatasi melalui pemberian insulin. Insulin menghambat pemecahan
lemak sehingga menghentikan pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat asam.
Insulin biasanya diberikan melalui infuse dengan kecepatan lambat tetapi kontinu (misalnya, 5
unit per jam). Kadar glukosa darah tiap jam harus diukur. Dekstrosa ditambahkan kedalam cairan
infuse (misalnya, D5NS atau D545NS) bila kadar glukosa mencapai 250 hingga 300 mg/dl (13,8
hingga 16,6 mmol/L) untuk menghindari penurunan kadar glukosa darah yang terlalu cepat.
Perlu diingatkan bahwa glukosa darah biasanya lebih dahulu dikoreksikan daripada asidosis.
Jadi, pembererian insulin IV dapat dilanjutkan selama 12 hingga 24 jam sampai kadar bikarbonat
serum membaik (hingga mencapai sedikitnya 15 sampai 18 mEq/L) dan pasien dapat makan.
Secara umum, infuse biokarbonat untuk mengoreksi asidosis berat harus dihindari selama terapi
diabetes ketoasidosis karena dapat mencetuskan penurunan lebih lanjut kalium kadar kalium
serum yang terjadi secara mendadak (dan dapat menyebabkan kematian). Infuse insulin yang
kontinu biasanya sudah cukup untuk mengatasi keadaan asidosis pada diabetes ketoasiosis. Jika
pasien tidak dapat meminum cairan tanpa muntah atau bila kadar glukos atau keton yang tinggi
tetap bertahan, dokter harus diberi tau tau. Pasien harus mengethaui cara menghubungi dokternya
setiap saat selama 24 jam.
Keterampilan dalam menangani penyakit diabetes secara mandiri (yang mencakup penyuntikan
insulin dan pemeriksaan kadar glukosa darah) harus dikaji dengan memastikan tidak terjadi
kesalahan yang tidak disengaja pada pemberian insulin atau pemeriksaan kadar glukosa darah
tersebut. Konseling psikologi dapat dianjurkan kepada pasien dan anggota kelurganya bila
perubahan dosis insulin yang dilakukan dengan sengaja merupakan penyebab diabetes
ketoasidosis.
G.      Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak
adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan
memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,
komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluaranya di saat sakit,
serta edukasi.
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1 agar
tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi metabolik dan penanganan yang
tepat.
Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah :
1.         Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian insulin,
managemen insulin yang tepat di saat sakit.)
2.         Menghindari strees
3.         Menghindari puasa berkepanjangan
4.         Mencegah dehidrasi
5.         Mengobati infeksi secara adekuat
6.         Melakukan pemantauan kadar gula darah/ keton secara mandiri.
H.      Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1.         Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai
stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi
ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati
diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati
diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2.         Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan
menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
3.         Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres, perasaan berkurang
sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa).
4.         Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada pembuluh
darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan
kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan
penyebab kematian mendadak.
5.         Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa darah
terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian.
Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
6.         Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal penderita diabetes
harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi.
Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara
otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah.
I.         Prognosis
Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pada pasien
ini bukan disebabkan oleh sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasar
atau menyertainya. Angka kematian masih berkisar 30-50%. Di negara maju dapat dikatakan
penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi.
Di negara maju angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%.
Ketoasidosis diabetik sebesar 14% dari seluruh rumah sakit penerimaan pasien dengan
diabetes dan 16% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan diabetes. Angka kematian
keseluruhan adalah 2% atau kurang saat ini.  Pada anak-anak muda dari 10 tahun, ketoasidosis
diabetikum menyebabkan 70% kematian terkait diabetes.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.      Pengkajian
1.         Biodata : terdiri dari nama, umur (Usia : anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I) tanggal
lahir, jenis kelamin, agama.
2.         Riwayat penyakit sekarang : datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Poliphagi,lemas, luka
sukar sembuh atau adanya koma atau penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada
lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati serta penyakit pembuluh darah.
3.         Riwayat penyakit sebelumnya : mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama
dengan atau tanpa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta
penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dapat memperberat kondisi klinis.
4.         Riwayat penyakit keluarga : penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan
(herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil
(kongenital). Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.
5.         Status metabolik :  Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-
penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-
obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti
hiperglikemik oral.
6.         Pemeriksaan Fisik :
a.         Kesadaran bisa CM, letargi atau koma.
b.        Keadaan umum (Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun).
c.         Sistem pernafasan (nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang paru).
d.        Sistem integument (turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering).
e.         Sistem kardiovaskuler (hipertensi, Ortostatik hipotensi/sistole turun 20 mmHg atau lebih saat
berdiri).
f.         Sistem gastrointestinal  (nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia).
g.        Sistem neurologi (sakit kepala, kesadaran menurun).
h.        Sistem penglihatan (penglihatan kabur).
7.         Pengkajian gawat darurat :
a.         Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang
menghalangi jalan nafas.
b.        Breathing: kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan.
c.         Circulation: kaji nadi, capillary refill.
8.         Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istrahat/tidur. Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi
/disorientasi, koma.
9.         Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia. Tanda: Perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas,
kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
10.     Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan
kondisi. Tanda: Ansietas, peka rangsang.
11.     Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), nyeri tekan abdomen, diare. Tanda: Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
12.     Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan
diuretik (Thiazid). Tanda: Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah),
bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton).
13.     Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesi,
gangguan penglihatan. Tanda: Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma).
14.     Nyeri/kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat). Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi,
tampak sangat berhati-hati.
15.     Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi/tidak). Tanda: Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan
meningkat.
16.     Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda: Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi,
menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
17.     Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.
PENYIMPANGAN KDM
B.       Diagnosis
1.         Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran
cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual.
2.         Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
3.         Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan respirasi ditandai dengan
pernafasan kusmaul.
4.         Resiko infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan
pada sirkulasi.
5.         Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi.
C.      Intervensi
1.         Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran
cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual.
Kriteria Hasil :
a.         TTV dalam batas normal.
b.        Pulse perifer dapat teraba.
c.         Turgor kulit dan capillary refill baik.
d.        Keseimbangan urin output.
e.         Kadar elektrolit normal
Intervensi :
a.        Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan
Rasional : Membantu memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi yang
menyebabkan demam dan status hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan insensibel.
b.        Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatic
Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Hipovolemia
berlebihan dapat ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke
duduk atau berdiri.
c.         Observasi ouput dan kualitas urin.
Rasional : Menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan keefektifan terapi
d.        Timbang BB
Rasional : Menunjukkan status cairan dan keadekuatan rehidrasi
e.         Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan
Rasional : Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume
f.         Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emosional
Rasional : Mengurangi peningkatan suhu yang menyebabkan pengurangan cairan, perubahan
emosional menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan hipoksia
g.        Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung
Rasional : Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, sering menimbulkan
muntah  dan potensial menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit
h.        Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
dan adanya distensi pada vaskuler
Rasional : Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi
menimbulkan beban cairan dan GJK
Kolaborasi:
i.          Pemberian NS dengan atau tanpa dextrose
Rasional : Pemberian tergantung derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual
Albumin, plasma, dextran
Rasional : Plasma ekspander dibutuhkan saat kondisi mengancam kehidupan atau TD sulit
kembali normal
j.          Pertahankan kateter terpasang
Rasional : Memudahkan pengukuran haluaran urin
k.        Pantau pemeriksaan lab :
Hematokrit.
Rasional : Mengkaji tingkat hidrasi akibat hemokonsentrasi
BUN/Kreatinin
Rasional : Peningkatan nilai mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau awitan
kegagalan ginjal
Osmolalitas darah,
Rasional : Meningkat pada hiperglikemi dan dehidrasi
Natrium
Rasional : Menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik), tinggi
berarti kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespons terhadap
sekresi aldosteron
Kalium
Rasional : Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya hilang melalui urine, kadar absolut
dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis teratasi kekurangan kalium terlihat
l.          Berikan bikarbonat jika pH <7,0
Rasional : Memperbaiki asidosis pada hipotensi atau syok
m.      Pasang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi
Rasional : Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah
2.         Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
Kriteria hasil :
a.         Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
b.        Menunjukkan tingkat energi biasanya
c.         Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal
Intervensi :
a.         Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya
b.        Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang
dihabiskan
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik
c.         Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan
yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai indikasi
Rasional : Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan
motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan
intervensi.
d.        Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan pemberian yang lebih padat
yang dapat ditoleransi
Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik
e.         Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi
Rasional : Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien
f.         Observasi tanda hipoglikemia
Rasional : Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya metabolisme karbohidrat yang
berkurang sementara tetap diberikan insulin, hal ini secara potensial dapat mengancam
kehidupan sehingga harus dikenali
Kolaborasi :
g.        Pemeriksaan GDA dengan finger stick.
Rasional : Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi
h.        Pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3.
Rasional : Memantau efektifitas kerja insulin agar tetap terkontrol
i.          Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden
hipoglikemia
j.          Berikan larutan dekstrosa dan setengah salin normal.
Rasional : Larutan glukosa setelah insulim dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl.
Dengan mertabolisme karbohidrat mendekati normal perawatan harus diberikan untuk
menhindari hipoglikemia
3.         Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan respirasi ditandai dengan
pernafasan kusmaul. 
Kriteria hasil : 
a.       Pertahanan pola nafas efektif.
b.      Tampak rilex.
c.       Frekuensi nafas normal.
Intervensi :
a.       Kaji pola nafas tiap hari.
Rasional : Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi,
status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi
untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh/paling berpengaruh.
b.      Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul.
Rasional : Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja
reflek parasimpatik dan atau penurunan kemampuan menelan.
c.       Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton
Rasional : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasan yang berbau keton
berhubungan dengan pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus
terkoreksi.
d.      Pastikan jalan nafas tidak tersumbat.
Rasional : Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari
jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang munkin terjadi.
e.       Baringkan klien pada posisi nyaman, semi fowler.
Rasional : Pada posisi semi fowler paru – paru tidak tertekan oleh diafragma.
f.       Berikan bantuan oksigen.
Rasional : Pernafasan kusmaul sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan
CO2 dan O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan dapat
mempertahankan level CO2.
g.      Kaji Kadar AGD setiap hari.
Rasional : Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2dan O2 merupakan bentuk evaluasi objektif
terhadap keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen.
4.         Resiko infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan
pada sirkulasi.
Kriteria Hasil:
a.         Menurunkan resiko infeksi
b.        Merubah gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi
Intervensi :
a.       Observasi tanda – tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pus pada
luka, sputum purulen, urine berwarna keruh atau berkabut.
Rasional : pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
b.      Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang
berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang (infeksi nosokomial)
c.       Berikan perawatan kulit dengan teratur, mesase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap
kering (tidak berkerut).
Rasional : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan risiko
terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
d.      Lakukan perubahan posisi dan anjurkan pasien untuk batuk efektif/napas dalam jika pasien sadar
dan kooperatif. Lakukan pengisapan lendir pada jalan napas dengan menggunakan teknik steril
sesuai keperluannya.
Rasional : membantu dalam memventilasikan semua daerah paru dan memobilisasi secret.
Mencegah agar sekret tidak statis dengan dengan terjadinya peningkatan terhadap resiko infeksi.
e.       Bantu pasien melakukan hiegene oral
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut/gusi.
f.       Anjurkan untuk makan dan minum adekuat (pemasukan makanan dan cairan yang adekuat, kira-
kira 3000 ml/hari, jika kontraindikasi).
Rasional : menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi. Meningkatkan aliran urine untuk
mencegah urine yang statis dan membantu dalam mempertahankan pH/keasaman urine, yang
menurunkan pertumbuhan bakteri dan pengeluaran organisme dari sistem organ tersebut.
Kolaborasi:
g.      Berikan obat antibiotik yang sesuai
Rasional : penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
5.      Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energy.
Kriteria hasil :
a.       Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
b.      Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
a.       Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan pasien
dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah.
b.      Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup/tanpa diganggu.
Rasional : mencegah kelelahan yang berlebihan
c.       Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas.
Rasional : mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologi.
d.      Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya.
Rasional : pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan
akan energy pada setiap kegiatan.
e.       Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat
ditoleransi.
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi pasien.

BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Keto Asidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu kompliasi akut DM akibat defisiensi
hormone insulin yang tidak dikenal dan bila tidak mendapat pengobatan segera akan
menyebabakan kematian. Etiologi dari KAD adalah Insulin tidak diberikan dengan dosis yang
kurang, keadaan sakit atau infeksi pada DM, manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang
tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Ada tiga gambaran kliniks yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis. Dehidrasi disebabkan mekanisme ginjal dimana tubuh terjadi
hiperglikemia, sehingga ginjal mensekresikan dengan natrium dan air yang disebut poliuri.
Kehilangan elektrolit merupakan kompensasi dari defisiensi insulin. Sedangkan asidosis adalah
peningkatan pH dan diiringi oleh penumpukan benda keton dalan tubuh. Keadaan ketoasidosis
merupakan keadan yang memerlukan banyak pengontrolan dan pemantauan insulin dan cairan
elektrolit, karena bila kekurangan atau malah terjadi kelebihan akan mengakibatkan komplikasi
yang sulit untuk ditanggulangi.   
B.       Saran
Bila menemukan klien yang DM tetapi belum terjadi KAD berikan informasi tentang KAD
dan pencegahan terhadap KAD. Bila menemukan klien dengan KAD, sebaiknya selalu kontrol
pemberian insulin dan cairan elektrolit sehingga meminimalkan terjadinya komplikasi yang tidak
diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Ramainah, Savitri. 2003. Diabetes. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
Smeltzer, Suszanne, C. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC.
Price Sylvia, A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai