Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH DIABETES KETO ASIDOSIS

Untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB


Pembimbing:
Rosa Delima Ekwantini, S.Kp.,M.Kes

Disusun oleh:
Alfika Dewi Wijayanti

(P07120213001)

Ichtiarfi Waryanuarita

(P07120213020)

Intan Mirantia

(P07120213022)

Jessi Indriasari

(P07120213023)

Nia Handayani

(P07120213027)

Winda Arfian Sari

(P07120213037)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran ALLAH SWT, berkat rahmat
dan karunia_Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang Diabetes Keto
Asidosis.
Makalah ini dibuat berdasarkan hasil diskusi kelompok kami. Dan kami
juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
pembuatan makalah ini.
Adapun maksud dari penulisan makalah ini adalah sebagai tugas yang
diberikan oleh dosen pembimbing dan untuk menambah pengetahuan kami
tentang Diabetes Keto Asidosis.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa banyak kekurangan,
untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca yang sangat
bermanfaat diperlukan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Kami juga
mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya
kami sebagai penulis dan diharapkan ALLAH SWT akan membalas segala
kebaikan kita. Amin yaa Robal Alamin.
Yogyakarta,17 Maret 2015
Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketoasidosis diabetikum adalah salah satu komplikasi metabolik akut pada
diabetes mellitus dengan perjalanan klinis yang berat dalam angka kematian yang
masih cukup tinggi. Ketoasidosis diabetikum dapat ditemukan baik pada mereka
dengan diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Tetapi lebih sering pada diabetes melitus
tipe 1.
Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif
disirkulasi

yang

terkait

dengan

glukagon, katekolamin, kortisol, dan

peningkatan
growth

sejumlah

hormon

hormone. Ketoasidosis

seperti
diabetik

(KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengna
Diabetes Melitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema
serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.
Resiko KAD pada IDDM adalah 1-10% per pasien per tahun. Risiko
meningkat dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah
mengalami episode KAD. Angka kematian ketoasidosis menjadi lebih tinggi pada
beberapa keadaan yang menyertai, seperti : sepsis, syok yang berat, infark
miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah yang tinggi,
uremia, kadar keasaman darah yang rendah.
Gejala yang paling menonjol pada ketoasidosis adalah hiperglikemia dan
ketosis. Hiperglikemia dalam tubuh akan menyebabkan poliuri dan polidipsi.
Sedangkan ketosis menyebabkan benda-benda keton bertumpuk dalam tubuh,
pada sistem respirasi benda keton menjadi resiko terjadinya gagal nafas.
Oleh

sebab

itu

penanganan

ketoasidosis

harus

cepat,

tepat

dan

tanggap. Mengingat masih sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik


dan prosedur atau konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan
ketoasidosis diabetik. Maka, perlu adanya pembahasan mengenai bagaimana
metode tatalaksana terkini dalam menangani ketoasidosis diabetik.

B.

Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Keto Asidosis ?
2. Apa saja etiologi dari Keto Asidosis ?
3. Apa saja manifestasi klinis dari Keto Asidosis ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Keto Asidosis ?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Keto Asidosis ?
6. Bagaimana penatalaksaan dari Keto Asidosis ?
7. Bagaimana pencegahan dari Keto Asidosis ?
8. Apa saja komplikasi dari Keto Asidosis ?
9. Bagaimana prognosis Keto Asidosis ?
10. Bagaimana askep pada klien dengan Keto Asidosis ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu
menerapakan asuhan keperawatan pada pasien penderita Ketoasidosis
Diabetikum.
3. Tujuan Khusus
4. Adapun tujuan khusus dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pengertian dari Keto Asidosis
b. Untuk mengetahui etiologi dari Keto Asidosis
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Keto Asidosis
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari Keto Asidosis
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Keto Asidosis
f. Untuk mengetahui penatalaksaan dari Keto Asidosis
g. Untuk mengetahui pencegahan dari Keto Asidosis
h. Untuk mengetahui prognosis dari Keto Asidosis
i. Untuk mengetahui komplikasi dari Keto Asidosis

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis) atau KAD adalah
keadaan gawat darurat akibat hiperglikemia dimana banyak asam terbentuk
dalam darah (Tandra, 2008). Kata keto berasal dari ketone, yang merupakan

hasil pemecahan lemak oleh tubuh. Sedangkan acid adalah tanda


menumpuknya asam dalam darah karena adanya ketone. Hal ini terjadi akibat
sel otot tidak mampu lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan darurat
ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah asam yang bersifat racun
dalam peredaran darah yang disebut keton. KAD ini sering terjadi pada
diabetes tipe 1 akibat suntikan insulin berhenti atau kurang, atau mungkin
karena lupa menyuntik atau tidak menaikkan dosis padahal ada makanan
ekstra yang menyebabakan glukosa darah naik. Ketoasidosis diabetik
disebabkan oleh ketidakadaan atau tidak adekuatnya insulin. Kondisi ini
mengakibatkan kelainan dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Tiga gambaran klinik utama KAD adalah dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan
asidosis. (Baughman dan Hackley, 2000).

B. ETIOLOGI
Ada tiga penyebab utama ketoasidosis diabetes :
1.
2.
3.

Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi


Keadaan sakit atau infeksi
Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati.
Ketoasidosis diabetik terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi
membentuk energi sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah
lemak, dan terbentuklah asam yang bersifat racun dalam peredaran darah
yang disebut keton. Pada infeksi atau stres berat, baik pada diabetes tipe 1
maupun 2, juga bisa timbul KAD. Tubuh membentuk hormon adrenalin untuk
mengatasi infeksi dan stres. Namun, dampak negatifnya adalah glukosa darah
meningkat (adrenalin bersifat counter-insulin). Hal ini dapat menjadi lebih
berat karena pasien tidak mau minum obat diabetes atau melakukan suntik
insulin pada saat stres atau infeksi. (Tandra, 2008)

C. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat
dalam darah, antara lain (Tandra, 2008) :
1. Napas yang cepat dan dalam (napas Kussmaul)
2. Napas bau keton atau aseton (seperti harumnya buah atau sweet, fruity
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

smell)
Nafsu makan turun
Mual
Muntah
Demam
Nyeri perut
Berat badan turun
Capek, lemah
Bingung
Mengantuk
Kesadaran menurun sampai koma.
Di samping itu, sebelumnya ada tanda-tanda hiperglikemia, yaitu rasa

haus, banyak kencing, capek, lemah, luka sulit sembuh, dan lain-lain. Tandatanda hiperglikemia :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Rasa lelah
Nafsu makan bertambah
Rasa haus berlebihan
Penglihatan kabur
Kulit kering
Sering kencing
Luka yang sukar sembuh
Berat badan menurun

D. PATOFISIOLOGI
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan
pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis
yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit
dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan

mengekresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium, dan


kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini
kan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis
yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500
mEg natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah
menjadi benda keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi
benda keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang
secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, benda keton akan
menimbulkan asidosis metabolik

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah
dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000

mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.


Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan
dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami
asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 200
mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan
ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai
400-500 mg/dl.
b. Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg/dL glukosa lebih dari 100 mg/dL, tingkat
natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq/L. Bila kadar glukosa
turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
c. Kalium
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem
di tingkat potasium.
d. Bikarbonat
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0-15 mEq/L dan pH
yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah (10-30 mmHg)
mencerminkan

kompensasi

respiratorik

(pernapasan

kussmaul)

terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang


mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton
dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya
dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
e. Sel darah lengkap (CBC)
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109/L) atau
ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f. Gas darah arteri (ABG)
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang
pH measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada
tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah
dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan
dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk

melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah


dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
g. Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
h. -hidroksibutirat
Serum atau hidroksibutirat kapiler dapat digunakan untuk mengikuti
respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5
mmol/L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol/L berkorelasi
dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
i. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi
infeksi saluran kencing yang mendasari.
j. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na+) (mEq/L) + glukosa (mg/dL) / 18 + BUN
(mg/dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam
keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm/kg H 2O.
Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm/kg H2O ini, maka pasien
jatuh pada kondisi koma.
k. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
l. Tingkat BUN meningkat
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
m. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga
dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan,
kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan
2.

dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.


Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ketoasidosis diabetik dilakukan dengan cara:
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.

d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.


e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
f.
g.
h.
i.
j.

terjadinya aterosklerosis.
Aseton plasma: Positif secara mencolok
As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik)

dengan kompensasi alkalosis respiratorik


k. Trombosit
darah:
Ht
mungkin
meningkat,

leukositosis,

hemokonsentrasi
l. Ureum/creatinin: meningkat/normal
m. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut
3.

Penatalaksaan

Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:


1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
2. Penggantian cairan dan garam yang hilang
3. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin.
4. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
5. Mencegah komplikasi dan mengembalikan keadaan fisiologis normal serta
menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaiki tiga permasalahan utama :
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
1. Dehidrasi
Rehidrasi
merupakan
tindakan
yang
penting
untuk
mempertahankan perfusi jaringan. Di samping itu, penggantian cairan
akan menggalakkan ekskresi glukosa yang berlebihan melalui ginjal.
Pasien mungkin memerlukan 6 hingga 10 liter cairan infus yang

menggantikan kehilangan cairan yang disebabkan oleh poliuria,


hiperventilasi, diare, dan muntah.
Pada mulanya, larutan saline 0,9% diberikan dengan kecepatan
yang sangat tinggi biasanya 0,5 hingga 1 L/jam selama 2 hingga 3 jam.
Larutan normal saline hipotonik (45%) dapat digunakan pada pasienpasien yang menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko
mengalami gagal jantung kongestif. Setelah beberapa jam pertama, larutan
normal saline 45% merupakan cairan infuse pilihan untuk terapi rehidrasi
selama tekanan darah pasien tetap stabil dan kadar natriumnya tidak terlalu
rendah. Infuse dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200 hingga 500
ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam berikutnya.
2. Kehilangan elektrolit.
Masalah elektrolit utama selama terapi diabetes ketoasidosis adalah
kalium. Meskipun konsentrasi kalium plasma pada awalnya rendah, kadar
kalium akan menurun selama proses penanganan diabetes ketoasidosis
sehingga perlu dilakukan pemantauan kalium yang sering.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan terapi diabetes
ketoasidosis yang menurunkan konsentrasi kalium serum mencakup:
a. Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan volume plasma dan
b.

penurunan konsentrasi kaliumserum


Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan ekskresi kalium

kedalam urine
c. Pemberian insulin yang menyebabkan peningkatan perpindahan
kalium dari cairan ekstrasel ke dalam sel.
Untuk pemberian infus kalium yang aman, perawat harus memastikan
bahwa:
a. Tidak ada tanda-tanda hiperkalemia (berupa gelombang T yang
tinggi,

lancip

atau

bertakik

pada

hasil

pemeriksaan

elektrokardiogram (EKG)
b. Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium memberikan hasil
yang normal atau rendah.
c. Pasien dapat berkemih (dengan kata lain, tidak mengalami
gangguan fungsi ginjal.
Pembacaan hasil EKG dan pengukuran kadar kalium yang sering
(pada awalnya setiap 2 hingga 4 jam sekali) diperlukan selama 8 jam
pertama terapi. Penggantian kalium ditunda hanya jika terdapat
hiperkalemia atau jika pasien tidak dapat berkemih. Namun, kadar

kalium dapat turun dengan cepat akibat terapi rehidrasi dan pemberian
insulin, penggantian kalium harus segera dimulai hingga kadarnya
mencapai nilai normal.
3. Asidosis
Badan keton (asam) merupakan akibat pemecahan lemak. Asidosis
yang terjadi pada diabetes ketoasidosis dapat diatasi melalui pemberian
insulin. Insulin menghambat pemecahan lemak sehingga menghentikan
pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat asam.
Insulin biasanya diberikan melalui infuse dengan kecepatan lambat
tetapi kontinu (misalnya, 5 unit per jam). Kadar glukosa darah tiap jam
harus diukur. Dekstrosa ditambahkan kedalam cairan infuse (misalnya,
D5NS atau D545NS) bila kadar glukosa mencapai 250 hingga 300 mg/dl
(13,8 hingga 16,6 mmol/L) untuk menghindari penurunan kadar glukosa
darah yang terlalu cepat.
Perlu diingatkan bahwa glukosa darah biasanya lebih dahulu
dikoreksikan daripada asidosis. Jadi, pembererian insulin IV dapat
dilanjutkan selama 12 hingga 24 jam sampai kadar bikarbonat serum
membaik (hingga mencapai sedikitnya 15 sampai 18 mEq/L) dan pasien
dapat makan.
Secara umum, infuse biokarbonat untuk mengoreksi asidosis berat
harus dihindari selama terapi diabetes ketoasidosis karena dapat
mencetuskan penurunan lebih lanjut kalium kadar kalium serum yang
terjadi secara mendadak (dan dapat menyebabkan kematian). Infuse
insulin yang kontinu biasanya sudah cukup untuk mengatasi keadaan
asidosis pada diabetes ketoasiosis. Jika pasien tidak dapat meminum cairan
tanpa muntah atau bila kadar glukos atau keton yang tinggi tetap bertahan,
dokter harus diberi tau tau. Pasien harus mengethaui cara menghubungi
dokternya setiap saat selama 24 jam.
Keterampilan dalam menangani penyakit diabetes secara mandiri
(yang mencakup penyuntikan insulin dan pemeriksaan kadar glukosa
darah) harus dikaji dengan memastikan tidak terjadi kesalahan yang tidak
disengaja pada pemberian insulin atau pemeriksaan kadar glukosa darah
tersebut. Konseling psikologi dapat dianjurkan kepada pasien dan anggota
kelurganya bila perubahan dosis insulin yang dilakukan dengan sengaja
merupakan penyebab diabetes ketoasidosis.
G.

Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi
insulin yang tidak adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya
dapat diatasi dengan memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk

mencapai fasilitas kesehatan, komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan


dan penderita dan keluaranya di saat sakit, serta edukasi.
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita
DM tipe 1 agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi
metabolik dan penanganan yang tepat.
Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah :
1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak
menghentikan pemberian insulin, managemen insulin yang tepat di
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

saat sakit.)
Menghindari strees
Menghindari puasa berkepanjangan
Mencegah dehidrasi
Mengobati infeksi secara adekuat
Melakukan pemantauan kadar gula darah/ keton secara mandiri.
Ketika jatuh sakit, periksa kadar gula darah setiap 2-4 jam.
Periksa keton dalam urin jika gula darah terlalu tinggi (diatas

250mg/dl)
9. Menyimpan omor kontak dokter untuk dihubungi dalam keadaan
darurat.

H.

Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini.
Bila penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air
kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan
disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita
nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan
cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung
kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada
lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan
kebutaan.
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )

4.

5.

6.

7.

Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita


bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat
dirasakan (mati rasa).
Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai
komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung
akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan
penyebab kematian mendadak.
Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila
penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan
segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul
mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni,
ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat
kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan
kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi,
secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah
takanan darah.
Impotensi.
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang
impotensi yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah
menyerang saraf. Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut
usia, tetapi juga mereka yang masih berusia 35 40 tahun. Pada tingkat
yang lebih lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau
bahkan hampir tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk ke
dalam kandung seni (ejaculation retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan
mengalami kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi
keluhan ini penderita menggunakan obat-obatan yang mengandung
hormon dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya. Karena
obat-obatan hormon tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang
sebenarnya kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel
produksi hormon akan menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan
seksual tidak banyak dikeluhkan.
Walau demikian diabetes millitus mempunyai pengaruh jelek pada
proses kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah
mengalami keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturutturut, berat bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang
berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.

8. Komplikasi lainnya.
Selain komplikasi yang telah disebutkan di atas, masih terdapat
beberapa komplikasi yang mungkin timbul. Komplikasi tersebut misalnya:
a. Ganggunan pada saluran pencernakan akibat kelainan urat saraf. Untuk
itu makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
b. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada
dasarnya karena kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi,
sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.
c. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita
diabetes millitus lebih mudah terserang infeksi.
I.

Prognosis
Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya
kematian pada pasien ini bukan disebabkan oleh sindom hiperosmolarnya sendiri
tetapi oleh penyakit yang mendasar atau menyertainya. Angka kematian masih
berkisar 30-50%. Di negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian
adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di negara
maju angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%.
Ketoasidosis diabetik sebesar 14% dari seluruh rumah sakit penerimaan
pasien dengan diabetes dan 16% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan
diabetes. Angka kematian keseluruhan adalah 2% atau kurang saat ini. Pada
anak-anak muda dari 10 tahun, ketoasidosis diabetikum menyebabkan 70%
kematian terkait diabetes.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Anamnesis :
Riwayat DM
Poliuria, Polidipsi
Berhenti menyuntik insulin
Demam dan infeksi
Nyeri perut, mual, mutah

Penglihatan kabur
Lemah dan sakit kepala

Pemeriksan Fisik :
Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri)
Hipotensi, Syok
Nafas bau aseton (bau manis seperti buah)
Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam)
Kesadaran bisa CM, letargi atau koma
Dehidrasi
1. Pengkajian gawat darurat :
a. Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau
benda asing yang menghalangi jalan nafas
b. Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya
penggunaan otot bantu pernafasan
c. Circulation : kaji nadi, capillary refill

2. Pengkajian head to toe


a. Data subyektif :
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit sekarang
Status metabolik : intake makanan yang melebihi kebutuhan
kalori, infeksi atau penyakit-penyakit akut lain, stress yang
berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social, obatobatan atau terapi lain yang mempengaruhi glikosa darah,
penghentian insulin atau obat anti hiperglikemik oral.
b. Data Obyektif :
1) Aktivitas / Istirahat
a. Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot,
tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur
b. Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau
aktifitas Letargi/disorientasi, koma
2) Sirkulasi

a. Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi,


kebas dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama, takikardia.
b. Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi
yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena
jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata
cekung.
3) Integritas/ Ego
a. Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi
b. Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
a. Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri/terbakar,

kesulitan

berkemih

(infeksi),

ISK

baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.


b. Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia
berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras,
adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif
(diare)
5) Nutrisi/Cairan
a. Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi
diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan
berat

badan

lebih

dari

beberapa

hari/minggu,

haus,

penggunaan diuretik (Thiazid)


b. Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik

dengan

peningkatan

gula

darah),

bau

halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)


6) Neurosensori
a. Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot, parestesi, gangguan penglihatan
b. Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap
lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental,

refleks tendon dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap


lanjut dari DKA).
7) Nyeri/kenyamanan
a. Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
b. Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat
berhati-hati
8) Pernapasan
a. Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa
sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
b. Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
frekuensi pernapasan meningkat
9) Keamanan
a. Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
b. Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi,
menurunnya

kekuatan

umum/rentang

gerak,

parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika


kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
10) Seksualitas
a. Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
b. Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
11) Penyuluhan/pembelajaran
a. Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke,
hipertensi. Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat
sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital
(dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau
tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.
b. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan
terhadap glukosa darah.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah;
pembatasan intake akibat mual, kacau mental

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


ketidakcukupan

insulin,

penurunan

masukan

oral,

status

berhubungan

dengan

hipermetabolisme
3. Resiko

tinggi

terhadap

infeksi

(sepsis)

peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi lekosit, perubahan pada


sirkulasi
4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan
dengan ketidkseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
5. Kelelalahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,
insufisiensi

insulin,

peningkatan

kebtuhan

energi

status

hipermetabolik/infeksi
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang,
ketergantungan pada orang lain
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengoobatan
berhubungan dengan

kesalahan menginterpretasi informasi, tidak

mengenal sumber informasi


C. Rencana Keperawatan (Intervensi)
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah;
pembatasan intake akibat mual
Batasan karakteristik :

Peningkatan urin output


Kelemahan, rasa haus, penurunan BB secara tiba-tiba
Kulit dan membran mukosa kering, turgor kulit jelek
Hipotensi, takikardia, penurunan capillary refill

Kriteria Hasil :

TTV dalam batas normal


Pulse perifer dapat teraba
Turgor kulit dan capillary refill baik
Keseimbangan urin output
Kadar elektrolit normal

Intervensi
1.Kaji riwayat durasi/intensitas mual,

Rasional
Membantu memperkirakan pengurangan

muntah dan berkemih berlebihan

volume total. Proses infeksi yang


menyebabkan demam dan status
hipermetabolik meningkatkan
pengeluaran cairan insensibel.

2.Monitor vital sign dan perubahan tekanan Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh
darah orthostatik

hipotensi dan takikardia. Hipovolemia


berlebihan dapat ditunjukkan dengan
penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari
posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
Pelepasan asam karbonat lewat respirasi

3.Monitor perubahan respirasi: kussmaul,

menghasilkan alkalosis respiratorik

bau aceton

terkompensasi pada ketoasidosis. Napas


bau aceton disebabkan pemecahan asam
keton dan akan hilang bila sudah
terkoreksi
Peningkatan beban nafas menunjukkan

4.Observasi kulaitas nafas, penggunaan otot ketidakmampuan untuk berkompensasi


asesori dan cyanosis

terhadap asidosis
Menggambarkan kemampuan kerja ginjal

5.Observasi ouput dan kualitas urin.

dan keefektifan terapi


Menunjukkan status cairan dan

6.Timbang BB

keadekuatan rehidrasi
Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi

7.Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika

volume

diindikasikan

Mengurangi peningkatan suhu yang

8.Ciptakan lingkungan yang nyaman,

menyebabkan pengurangan cairan,

perhatikan perubahan emosional

perubahan emosional menunjukkan


penurunan perfusi cerebral dan hipoksia
Kekurangan cairan dan elektrolit

9.Catat hal yang dilaporkan seperti mual,

mengubah motilitas lambung, sering

nyeri abdomen, muntah dan distensi

menimbulkan muntah dan potensial

lambung

menimbulkan kekurangan cairan &


elektrolit
Pemberian cairan untuk perbaikan yang

10.Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang cepat mungkin sangat berpotensi


meningkat, edema, peningkatan BB, nadi

menimbulkan beban cairan dan GJK

tidak teratur dan adanya distensi pada


vaskuler

Pemberian tergantung derajat kekurangan

Kolaborasi:

cairan dan respons pasien secara

-Pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa individual


Plasma ekspander dibutuhkan saat kondisi
-Albumin, plasma, dextran

mengancam kehidupan atau TD sulit


kembali normal
Memudahkan pengukuran haluaran urin

-Pertahankan kateter terpasang


-Pantau pemeriksaan lab :

Hematokrit

BUN/Kreatinin

Mengkaji tingkat hidrasi akibat


hemokonsentrasi
Peningkatan nilai mencerminkan
kerusakan sel karena dehidrasi atau awitan
kegagalan ginjal
Meningkat pada hiperglikemi dan

dehidrasi
Osmolalitas darah
Menurun mencerminkan perpindahan

cairan dari intrasel (diuresis osmotik),


tinggi berarti kehilangan cairan/dehidrasi

Natrium

berat atau reabsorpsi natrium dalam


berespons terhadap sekresi aldosteron
Kalium terjadi pada awal asidosis dan
selanjutnya hilang melalui urine, kadar
absolut dalam tubuh berkurang. Bila

insulin diganti dan asidosis teratasi

Kalium

kekurangan kalium terlihat


Mencegah hipokalemia
Memperbaiki asidosis pada hipotensi atau

Berikan Kalium sesuai indikasi

Berikan bikarbonat jika pH <7,0

-Pasang NGT dan lakukan

syok
Mendekompresi lambung dan dapat
menghilangkan muntah

penghisapan sesuai dengan indikasi

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status
hipermetabolisme
Batasan karakteristik :
Klien melaporkan masukan butrisi tidak adekuat, kurang nafsu

makan
Penurnan berat badan, kelemahan, tonus otot buruk
Diare

Kriteria hasil :

Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat


Menunjukkan tingkat energi biasanya
Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai
rentang normal

Intervensi
1.Pantau berat badan setiap hari atau sesuai

Rasional
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat

indikasi

termasuk absorpsi dan utilitasnya

2.Tentukan program diet dan pola makan

Mengidentifikasi kekurangan dan

pasien dan bandingkan dengan makanan yang penyimpangan dari kebutuhan terapetik
dihabiskan
3.Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri

Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan

abdomen/perut kembung, mual, muntahan

dan elektrolit dapat menurunkan

makanan yang belum dicerna, pertahankan

motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus

puasa sesuai indikasi

paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan


intervensi.

4.Berikan makanan yang mengandung nutrien Pemberian makanan melalui oral lebih baik
kemudian upayakan pemberian yang lebih

jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal

padat yang dapat ditoleransi

baik

5.Libatkan keluarga pasien pada perencanaan Memberikan informasi pada keluarga untuk
sesuai indikasi

memahami kebutuhan nutrisi pasien

6.Observasi tanda hipoglikemia

Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya


metabolisme karbohidrat yang berkurang
sementara tetap diberikan insulin , hal ini
secara potensial dapat mengancam
kehidupan sehingga harus dikenali

7.Kolaborasi :

Memantau gula darah lebih akurat daripada


reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi

Memantau efektifitas kerja insulin agar tetap

Pemeriksaan GDA dengan finger stick terkontrol

Pantau pemeriksaan aseton, pH dan


HCO3

Berikan pengobatan insulin secara


teratur sesuai indikasi

Mempermudah transisi pada metabolisme


karbohidrat dan menurunkan insiden
hipoglikemia
Larutan glukosa setelah insulim dan cairan
membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl.
Dengan mertabolisme karbohidrat
mendekati normal perawatan harus
diberikan untuk menhindari hipoglikemia

Berikan larutan dekstrosa dan


setengah salin normal

BAB IV
PENUTUP

a. Kesimpulan
Diabetes Keto Asidosis (DKA) atau Keto Asidosis Diabetikum
(KAD) merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi
hormon insulin yang tidak dikenal dan bila tidak mendapat pengobatan
segera akan menyebabakan kematian sehingga membutuhkan pengelolaan
gawat darurat. Etiologi dari DKA adalah Insulin tidak diberikan dengan
dosis yang kurang, keadaan sakit atau infeksi pada DM, manifestasi
pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis
yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Dehidrasi disebabkan
mekanisme ginjal dimana tubuh terjadi hiperglikemia, sehingga ginjal
mensekresikan dengan natrium dan air yang disebut poliuri. Kehilangan
elektrolit merupakan kompensasi dari defisiensi insulin. Sedangkan
asidosis adalah peningkatan pH dan diiringi oleh penumpukan benda keton
dalan tubuh. Keadaan ketoasidosis merupakan keadan yang memerlukan
banyak pengontrolan dan pemantauan insulin dan cairan elektrolit, karena
bila kekurangan atau malah terjadi kelebihan akan mengakibatkan
komplikasi yang sulit untuk ditanggulangi.
b. Saran
Bila menemukan klien yang DM tetapi belum terjadi DKA berikan
informasi tentang DKA dan pencegahan terhadap DKA. Bila menemukan
klien dengan DKA, sebaiknya selalu kontrol pemberian insulin dan cairan
elektrolit sehingga meminimalkan terjadinya komplikasi yang tidak
diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah: Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta
: EGC.
Baughman, Diane C. 2000. Keparawatan Medikal-Bedah; Buku Untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 3. Jakarta: EGC.
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol 3.
Jakarta: EGC
Price Sylvia, A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jilid 2 Edisi
4. Jakarta : EGC.
Ramainah, Savitri. 2003. Diabetes. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
Smeltzer, Suszanne, C. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta:
EGC.
Tandra, Hans. 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang
Diabetes. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai