Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN GANGGUAN SISTEM

INTEGUMEN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kulit adalah organ yang paling liuas pada tubuh, mewakili kira-kira 16% dari berat
badan orang dewasa. Kulit merupakan organ satu-satunya yang dapat digosok, dipijat,
diregangkan, dan dicium. Kulit bersifat fleksibel dan tahan terdapat perubahan-perubahan
yang terjadi sepanjang kehidupan sehari-hari. Tanpa fleksibilitas ini, suatu jabatan tangan
yang sederhana akan menimbulkan pengelupasan kulit akibat regangan dan tekanan.
Karena kulit dapat terlihat sangat jelas, kulit tersebut bertindak sebagai suatu suatu
jendela terhadap kematian seseorang. Walaupun benar bahwa tidak seorangpun meninggal
karena kulit yang sudah tua atau terjadi kegagalan kulit karena suatu diagnosis,
pemahaman tentang bukti-bukti perubahan fisiologis pada kulit seiring peningkatan usia
memberikan
banyak
informasi
bagi
perawat
tentang
klien
lansia.
Secara structural, kulit adalah suatu organ kompleks yang terdiri dari epidermis, dermis,
dan subkutis. Hal yang dikaitkan dengan penuaan adalah khususnya perubahan yang
terlihat pada kulit seperti atropi, keriput, dan kulit yang kendur. Perubahan yang terlihat
sangat abervariasi, tetapi pada prinsipnya terjadi karena hubungan antara penuaan
intreinstik (alami) dan penuaan ekstrinsik (lingkungan).
Secara fungsional kulit memiliki berbagai kegunaan, dan kehadirannya sangat penting
untuk bertahan hidup secara keseluruhan. Karena kulit mampu untuk melakukan sensasi,
kulit dapat melindungi tubuh dari cedera dan serangan tiba-tiba dari lingkungan. Kulit
yang utuh lebih jauh lagi dapat melindungi individu secara imunologis dengan cara
mencegah bakteri masuk kedalam tubuh. Kulit memainkan suatu peran utama dalam
termoregulasi dan adaptasi terhadap lingkungan. Kulit juga bertindak sebagai organ
ekskresi, sekresi, absorbsi, dan akumulasi. Akhirnya, kulit mewakili kontak pertama
individu dengan orang yang lain secara social dan secara seksual. Bagaimana cara kita
melihat diri sendiri cenderung untuk menentukan bagaimana perasaan kita tentang diri
kita sendiri dan merupakan suatu komponen penting dari harga diri dan konsep diri.
PROSES PENUAAN NORMAL STRATUM KORNEUM
Lapisan paling luar dari epidermis, stratum korneum terutama terdiri dari timbunan
korneosit. Dengan peningkatan usia, jumlah keseluruhan sel-sel dan lapisan sel secara
esensial tetap tidak berubah, tetapi kohesi sel mengalami penurunan. Waktu perbaikan
lapisan sel menjadi lambat, menghasilkan waktu penyembuhan yang lebih lama.
Penurunan kekohesivan sel dalam hubungannya dengan penggantian sel beresiko
terhadap lansia. Pelembab pada stratum korneum berkurang, tetapi status barier air
tampaknya tetap terpelihara, yang berakibat pada penampilan kulit yang kasar dan kering.
Kekasaran ini menyebabkan pemantulan cahaya menjadi tidak seimbang, yang

menyebabkan kulit kurang bercahaya yang sering dihubungkan dengan kemudahan dan
kesehatan yang baik.
EPIDERMIS
Epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit seiring penuaan sesorang.
Namun, terdapat perlambatan dalam proses perbaikan sel, jumlah sel basal yang lebih
sedikit, dan penurunan jumlah dan kedalaman rete ridge. Rete ritge dibentuk oleh
penonjolan epidermal dari lapisan basal yang mengarah kebawah kedalam dermis.
Pendataran dari rete ridge tersebut mengurangi area kontak antara epidermis dan dermis,
menyebabkan mudah terjadi pemisahan antara lapisan-lapisan kulit ini. Akibatnya adalah
proses penyembuhan kulit yang rusak ini lambat dan merupakan predisposisi infeksi bagi
individu tersebut. Kulit dapat mengelupas akibat penggunaan plester atau zat lain yang
dapat menimbulkan gesekan. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan suatu perekat
yang tidak lebih kuat dari taut epidermal-dermal itu sendiri untuk mencegah atau
meminimalkan cedera akibat penggunaan plester.
Terjadi penurunan jumlah melanosit seiring penuaan, dan sel yang tersisa mungkin
tidak dapat derfungsi secara normal. Rambut mungkin menjadi beruban, kulit mungkin
mengalami pigmentasi yang tidak merata, dan perlindungan pigmen dari sinar ultraviolet
(UV) mungkin menurun.
DERMIS
Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami penurunan, dermis
menjadi tipis, dan jumlah sel biasanya menurun. Konsekuensi fisiologis dari perubahan
ini termasuk penundaan atau penekanan timbulnya penyakit pada kulit, penutupan dan
penyembuhan luka lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respon inflamasi, dan
penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topical.
Perubahan degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia 30 tahun. Serabut
elastis dan jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzim-enzim,
menghasilkan perubahan dalam penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan
pada daerah sekitar mata. Pada saat elastisitas menurun, dermis meningkatkan kekuatan
peregangannya; hasilnya adalah lebih sedikit melentur ketika kulit mengalami tekanan.
Organisasi
kolagen
menjadi
tidak
teratur, dan
turgor
kulit
hilang.
Vaskularitas juga menurun, dengan lebih sedikit pembuluh darah kecil yang umumnya
terdapat pada dermis yang memiliki vaskuler sangat tinggi. Dermis berisi lebih sedikit
fibroblast, makrofag, dan sel batang. Secara visual kulit tampak pucat dan kurang mampu
untuk melakukan termoregulasi. Lansia oleh karena hal tersebut beresiko tinggi untuk
mengalami hipertermia atau hipotermia.
SUBKUTIS
Secara umum, lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan seiring dengan
peningkatan usia. Hal ini turut berperan lebih lanjut terhadap kelemahan kulit dan
penampilan kulit yang kendur/menggantung diatas tulang rangka. Penurunan lapisan
lemak terutama dapat dilihat secara jelas pada wajah,tangan, kaki, dan betis, pembuluh
darah menjadi lebih cenderung untuk mengalami trauma. Deposit lemak cenderung untuk
meningkatkan pada abdomen baik pada wanita dan pria, seperti halnya bagian paha pada
wanita. Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh lebih lanjut menimbulkan
gangguan fungsi perlindungan dari kulit tersebut.
1.2 Tujuan

Menggambarkan perubahan fisiologis pada kulit yang mengalami penuaan.


Mengenali dampak dari penuaan dini karena sinar matahari pada kulit.
Menggambarkan lesi pada kulit sebagai akibat terpajan penyinaran.
Menyebutkan dua jenis resiko dari trauma terhadap kulit.
Menggambarkan dua alasan terjadinya penyembuhan luka yang tertunta pada
lansia.
Menggambarkan proses pengkajian kulit dan mendemonstrasikan dokumentasi
yang sesuai.
Mengembangkan suatu rencana perawatan untuk mempertahankan integritas kulit
1.3 Manfaat
Manfaat dari setiap makalah apapun dan dengan tema apapun selalu memiliki
kesamaan dalam manfaatnya yakni menambah wawasan bagi penulis sendiri karena
dalam penulisannya, penulis di tuntut untuk mengambil beberapa referensi sebagai bahan
penulisannya dan juga bagi para pembaca. Selain itu, dapat menjadi salah satu acuan
untuk menerapkan ilmu saat proses keperawatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara
terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus
atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena
adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence)
dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan akan
menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila ini
berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau
iskemi
jaringan
dan
akhirnya
dapat
mengakibatkan
kematian
sel
Informasi:
Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan masalah serius yang sering tejadi
pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang
belakang atau penyakit degeneratif. Istilah dekubitus sebenarnya kurang tepat dipakai
untuk menggambarkan luka tekan karena asal kata dekubitus adalah decumbere yang
artinya berbaring. Ini diartikan bahwa luka tekan hanya berkembang pada pasien yang
dalam keadaan berbaring. Padahal sebenarnya luka tekan tidak hanya berkembang pada
pasien yang berbaring, tapi juga dapat terjadi pada pasien yang menggunakan kursi roda
atau prostesi. Oleh karena itu istilah dekubitus sekarang ini jarang digunakan di literatur
literatur
untuk
menggambarkan
istilah
luka
tekan.
Etiologi
Faktor intrinsik: penuaan (regenerasi sel lemah), Sejumlah penyakit yang menimbulkan
seperti DM, Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, Anemia,
Hipoalbuminemia, Penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak
pembuluh
darah,
Keadaan
hidrasi/cairan
tubuh.
Faktor Ekstrinsik:Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau
peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, Duduk
yang buruk, Posisi yang tidak tepat, Perubahan posisi yang kurang.
Patofisiologi
Immobile atau terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring (lebih dari 2
jam),tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 3045 mmHg (normal: tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33
mmHg),iskemik,nekrosis
jaringan
kulit
selain faktor tegangan, ada faktor lain yaitu: Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan
meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring
Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat
tidur, sehingga seakan-akan kulit tertinggal dari area tubuh lainnya.
Tanda

dan

Gejala,

stadium

dan

komplikasi

1.
Stadium
Satu
a. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan
kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan
temperatur
kulit
(lebih
dingin
atau
lebih
hangat)
b.
perubahan
konsistensi
jaringan
(lebih
keras
atau
lunak)
c.
perubahan
sensasi
(gatal
atau
nyeri)
d. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang
menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah
yang
menetap,
biru
atau
ungu.
2.
Stadium
Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya
adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
3.
Stadium
Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn
subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang
yang
dalam
4.
Stadium
Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan,
kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus
juga
termasuk
dalam
stadium
IV
dari
luka
tekan.
Faktor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Mobilitas
Penurunan
Tenaga

dan
sensori
yang

Pergesekan

Tekanan

arteriolar
Stress
Temperatur

merobek
(

yang

resiko
aktivitas
persepsi
Kelembapan
(shear)
friction)
Nutrisi
Usia
rendah
emosional
Merokok
kulit

Klasifikasi
dan
stadium
ulkus
dekubitus
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan
perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi
tiga:
1.
Tipe
normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan kulit
sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena
iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh
darah
sebenarnya
baik.
2.
Tipe
arterioskelerosis

Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit
sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada
pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus disamping
faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3.
Tipe
terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.
Proses
penyembuhan
luka
Prinsip-prinsip
Perawatan
Luka
Ada
dua
prinsip
utama
dalam
perawatan
luka:
Prinsip pertama menyangkut pembersihan/pencucian luka. Luka kering (tidak
mengeluarkan cairan) dibersihkan dengan teknik swabbing, yaitu ditekan dan digosok
pelan-pelan menggunakan kasa steril atau kain bersih yang dibasahi dengan air steril atau
NaCl
0,9
%.
Sedang luka basah dan mudah berdarah dibersihkan dengan teknik irrigasi, yaitu
disemprot lembut dengan air steril (kalau tidak ada bisa diganti air matang) atau NaCl 0,9
%. Jika memungkinkan bisa direndam selama 10 menit dalam larutan kalium
permanganat (PK) 1:10.000 (1 gram bubuk PK dilarutkan dalam 10 liter air), atau
dikompres larutan kalium permanganat 1:10.000 atau rivanol 1:1000 menggunakan kain
kasa.
Cairan antiseptik sebaiknya tidak digunakan, kecuali jika terdapat infeksi, karena dapat
merusak fibriblast yang sangat penting dalam proses penyembuhan luka, menimbulkan
alergi, bahkan menimbulkan luka di kulit sekitarnya. Jika dibutuhkan antiseptik, yang
cukup aman adalah feracrylum 1% karena tidak menimbulkan bekas warna, bau, dan
tidak
menimbulkan
reaksi
alergi.
Lansia beresiko tinggi mengalami dekubitus karena adanya perubahan nutrisi, perubahan
sensasi untuk perlindungan terhadap tekanan, adanya penyakit kronis, defisit perawatan
diri, dukungan dirumah tidak adekuat, inkontensia, defisit, mobilitas, dan perubahan
tingkat kesadaran . pada tahun 1992 edisi pertama presure ulcers in adult : prediction
and prevention diterbitkan olek agency for health care policy and research. Petunjuk ini
sangat bermanfaat dalam menentuka suatu program yang menyeluruh untuk
mengidentifikasi individu yang beresiko tinggi dan strategi awal untuk pencegahan dan
pemeliharaan
integritas
kulit.
Dekubitus terjadi terutama diatas tonjolan tulang tetapi munkin juga terjadi padadaerah
jaringan lain yang tertekan .tempat terpasangnya slang , daerah di bawah restrain dan
daerah jaringan lunak yang tertekan oleh suatu traksi atau bidai adalah beberapa contoh
lokasi non tulang yang merupakan predisposisi terjadinya nekrosis akibat tekanan. Setiap
jaringan dapat mengalami ulserasi jika terpajan tekanan dari luar yang lebih besar
dibandingkan
tekanan
penutupan
kapiler
untuk
jangka
panjang.
Derajat ulserasi bergantung pada beberapa faktor, baik faktor instrinsik maupun
ekstrinsik. Pada saat tekanan terus berlanjut tanpa interupsi, jaringan tersebut menjadi
kekurangan oksigen dan nutrisi yang penting bagi metabolismesel dan kemudian sel
mengalami hipoksia dan membengkak. Jika diberi tekanan pada titik ini , jaringan akan
dipenuhi darah karena pembuluh darah kapiler membesar dan daerah tersebut akan

berwarna kemerahan yang dikenal secara klinis sebagai hiperemia regional.dalam


keadaan ini area yang berada dibawah tekanan dapat dengan sepenuhnya kembali
kekondisi semula pada saat faktor resiko telah dikenali dan dihilangkan dan tindakan
pencegahan dimulai. Namun , jika masalah tidak diketahui pada titik ini, tekanan tidak
akan dapat dihilangkan dan edema sel akan berkembang menjadi trombosis pembuluh
darah kecil, penurunan suplai oksigen yang lebih lanjut, dan jaringan akan mulai
mengalami
ulserasi.
Derajat
lesi
dibedakan
atas
:
Lesi derajat 1 dilihat sebagai daerah berwarna merah, daerah yang jelas tidak memucat
ketika ketika dilakuka palpasi ringan, yang mengidisikan adanya kerusakan jaringan yang
lebih
dalam.
Lesi derajat 2 epidermis telah mengelupas, menampakkan dermis yang memiliki
vaskularisasi sangat tinggi. Bila sensasi tetap utuh , lesi derajat 2 ini sangat menyakitkan.
Lesi derajat 3 pada saat lapisan lapisan jaringan mengalami nekrosis, subkutis menjadi
lebih terlibat mendorong ke arah perkembangan. Ulkus ini dapay dengan cepat mengikis
bagian tepi sementara lapisan jaringan subkutan mengalami nekrosis lebih cepat
dibandingkan
dengan
dermis
yang
sangat
vaskuler.
Lesi derajat 4 mengakibatkan infeksi tulang lokal dan sulit, serta memakan waktu
cukup
lama
untuk
sembuh
tanpa
intrvensi
pembedahan.
Manifestasi
Klinik
PERUBAHAN
PROLIFERASI
DAN
PERBAIKAN
SEL
Ketika waktu perggantian epidermal meningkat dan sel digantikan lebih lambat,
penyembuhan luka lebih panjang dan kemungkinan untik menderita trauma perkutan
meningkat. Penutupan luka yang lambat dapat mendorong ke arah peningkatan resiko
terjadinya infeksi sekunder karena adanya kerusakan integritas kulit.infeksi sekunder
sering kali terjadinya merupakan hasil dari pertumbuhan stafilokokus atau streptokokus
dari
luka
yang
tercemar
dengan
flora
normal
kulit.
Pada saat kulit mengalami penipisan dan kehilangan elastisitasnya, kulit menjadi suatu
target untuk trauma. Secara klinis, kulit mudah meregang oleh tekanan yang kecil akan
tetapi, kemudian berkerut dan kendur dari pada kembali lagi keposisi semula setelah
peregangan tersebut.hal ini lebih lanjut merupakan predisposisi bagi individu untuk
mengalami trauma. Lansia lebih rentan terhadap ulserasi pada kulit dan struktur yang
lebih dalam yang diakibatkan oleh penekanan karena penurunan massa otot dan lemak
padatubuhnya, juga penuruna sensitivitas mereka terhadap tekanan dan nyeri.
Braden dan bergstrom menggambarkan suatu bagan konseptual untuk menjelaskan
keterkaitan antara faktor nutrisi, kelembapan, persepsi sensori, aktivitas, mobilitas, dan
gesekan gesekan pengelupasan kulit dalam perkembangan dari luka akibat tekanan.
Ketika cadangan nutrisi habis, hanya sedikit nutrisi yang tersedia pada saat kondisi stress.
Status cairan menurun, dan massa otot rangka menurun, jaringan kehilangan itegritas
strukturalnya, dan ketika trauma terjadi. Kerusakan yang timbul lambat untuk diperbaiki.
Sirkulasi pembuluh darah perifer mengalami penurunan, dan pompa pusat tidak
mempunyai cadangan yang cukup untuk menangani stress dan peningkatan permintaan

dari perifer. Penurunan dalam peredaran darah perifer dan hilangnya lemak subkutan
mengurangi perlindungan individu dari panas dan dingin. Lansia mempunyai lebih sedikit
kemampuan untuk mengisolasi panas dan berkurangnya dasar kapiler untuk memfasilitasi
pendinginan melalui vasodilatasi.respon hiperemi terhadap tekanan lokal minkin lambat
atau tidak ada, mengkasilka iskemia jaringan yang diperpanjang dan sebagai akibatnya
timbul ulserasi. Insidensi edema dependen lebih banyak ditemukan pada lansia,
menyebabkan
tungkai
terasa
berat,
sakit,
dan
mengalami
ulserasi.
Penurunan proliferasi sel dan waktu perputaran yang lebih panjang menghasilkan suatu
efek yang diperpanjang pada pengiritasikulit lokal seperti deterjen cair dan agens topikal.
Terapi difokuskan pada pengidentifikasikan zat yang mengganggu, menghilangkan nya
dan memulai perawatan. Namun , absorpsi agens topikal untuk perawatan adalah lambat,
menyebabkan respon yang sangat lambat. Pemantauan yang berkesinambungan
diperlukan untuk mengakomodasi penundaan absorpsi dan respon, juga menunda waktu
pembersihannya, memberikan kombinasi untuk memperpanjang efek obat topikal
tersebut. Mekanisme pemberian transdermal untuk pengobatan seperti dosis dan efek
sistemikyang diharapkan dari nitrogliserin harus dipantau secara ketat.
PENURUNAN
KEKUATAN
IMUN
Perubahan kompetensi imun mencerminkan perubahan dalam imunitas sel, seperti
penurunan fungsi dan jumlah sel T da B. Lansia menunjukkan suatu penurunan atau tidak
adanya
respon
inflamasi.
Fenske dan lober melaporkan bahwa lokasi uji tempel kulit harus dipantau 3 minggu
setelah penempelan suatu iritan yang dicurigai.kecenderungan lansia untuk menderita
kanker kulit juga merupakan akibat suatu gangguan fungsi imun. Peningkatan kerentanan
terhadap virus perkutan dan infeksi jamur adalah konsekuensilain dari penurunan
kompetensi imun lansia. Infeksi jamur dapat menyebar dengan cepat, sering disebabkan
oleh inkontensia, dan kemungkinan sulit diobati.karena penyebaran infeksi jamur kuli
yang cepat, diagnosis dan perawatannya harus cepat untuk menghindari konsekuensi
sistemik.

BAB
ASUHAN
Asuhan

III
KEPERAWATAN
Keperawatan

1.Pengkajian
a.
Aktivitas/
istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak. Pada area yang sakit
gangguannya
misalnya
otot
perubahan
tunas.
b.
Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera,
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin, pembentukan

edema

jaringan.

c.
Eleminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna mungkin
hitam
kemerahan
,
bila
terjadi,
mengidentifiasi
kerusakan
otot.
d.
Tanda
e.
Gejala

edema

jaringan

umum,

anoreksia,

Neurosensori
area

mual

Makanan/cairan
dan
muntah.

kebas/kesemutan

f.
Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan neurology,
paralysis
abdominal
dan
otot
pernapasan.
g.
Gejala
Tanda

Integritas
:
masalah
keluarga,
pekerjaan,
: ansietas, menangis, ketergantungan,

ego
keuangan,
kecacatan.
mmenarik diri, marah.

h.
Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot tetanik, sampai
dengan
syok
listrik).
2.
Diagnosa
Keperawatan
1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan
sekunder
terhadap
tekanan,
gesekan
dan
fraksi.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang
diharuskan,
status
yang
dikondisikan,
kehilangan
control
motorik
akibatperubahan
status
mental.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan
pemasukkan
oral.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar
dekubitus,
penekanan
respons
inflamasi.
5. Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik
berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan,
tindakan
dan
perawatan
dirumah.
3.
Intervensi
dan
Implementasi
DX 1 :Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis
jaringan
sekunder
terhadap
tekanan,
gesekan
dan
fraksi.
Terapkan
prinsip
pencegahan
luka
dekubitus.
R : prinsip pencegahan luka dekubitus, meliputi mengurangi atau merotasi tekanan
dari
jaringan
lunak.

Atur
posis
pasien
senyaman
mungkin.
R
:
meminimalkan
terjadinya
jaringan
yang
terkena
dekubitus.
- Balut luka dengan balutan yang mempertahankan kelembaban lingkungan diatas
dasar
luka.
R
:
luka
yang
lembab
dapat
mempercepat
kesembuhan.
DX 2: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang
diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik akibat
perubahan
status
mental.
Dukungan
mobilisasi
ketingkat
yang
lebih
tinggi.
R : gerakan teratur menghilangkan tekanan konsisten diatas tonjolan tulang.
Bantu/dorong
perawatan
diri/kebersihan,
seperti
mandi.
R : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan control pasien dalam
situasi
dan
peningkatan
kesehatan
lingkungan.
Berikan
perhatian
khusus
pada
kulit.
R : penelitian menunjukkan bahwa kulit sangat rentan untuk mengalami kerusakan
karena
konsentrasi
berat
badan.
DX 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan
pemasukkan
oral.
- Beri makan dalm jumlah kecil, sering dan dalam keadaan hangat.
R : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan dan meningkatkan
pemasukkan,
menambah
napsu
makan.
Bantu
kebersihan
oral
sebelum
makan.
R : mulut/peralatan bersih meningkatkan napsu makan yang baik.
Pertahankan
kalori
yang
ketat.
R
:
pedoman
tepat
untuk
pemasukkan
kalori
yang
tepat.
DX 4: Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus,
penekanan
respons
inflamasi.
Gunakan
tehnik
yang
tepat
selama
mengganti
balutan.
R : teknik yang baik mengurangi masuknya mikroorganisme pathogen kedalam luka.- Ukur
tanda

tanda
vital
.
R : peningkatan suhu tubuh, takikardia menunjukkan adanya sepsis.
Gunakan
sarung
tangan
steril
setiap
mengganti
balutan.
R : setiap ulkus terkontaminasi oleh mikroorganisme yang berbeda, tindakan ini dapat
mencegah
infeksi.
Cuci
dasar
luka
dengan
larutan
NaCl
0,9
%.
R : Dapat membuang jaringan yang mati pada permukaan kulit dan mengurangi
mikroorganisme.
Berikan
obat
antibiotic
sesuai
indikasi.
R : antibiotic pilihanpada ulkus dekubitus berguna melawan organisme gram negative
dan
gram
positif.

DX 5: Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik


berhubungan
dengan
ketidakcukupan
pengetahuan
tentang
etiologi,
pencegahan,
tindakan
dan
perawatan
dirumah.
Anjurkan
tindakan
untuk
mencegah
luka
dekubitus.
R
:
pencegahan
luka
dekubitus
lebih
mudah
dari
pengobatan.
Anjurkan
tindakan
untuk
mengobati
luka
dekubitus.
R : instruksi spesifik ini membantu pasien dan keluarga belajar untuk meningkatkan
penyembuhan dan mencegah infeksi.

Anda mungkin juga menyukai