Oleh:
Meidina Juliani
1814901110122
I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara
tuntunan dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Abnormalitas metabolik
ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular,
neurologik dan kardiovaskuler.
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang
disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius
pada diabetes ketergantungan insulin.
1.2 Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali.
Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor
pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan
ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang
nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1.2.1 Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
1.2.2 Keadaan sakit atau infeksi
1.2.3 Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati
Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:
1.2.1 Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa
jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari
infeksi.
1.2.2 Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
1.2.3 Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
1.2.4 Kardiovaskuler : infark miokardium
1.2.5 Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan,
pengobatan kortikosteroid and adrenergik.
(Samijean Nordmark, 2008)
1.4 Patofisiologi
Adanya gangguan dalam regulasi insulin, khususnya pada IDDM dapat cepat menjadi
diabetik ketoasidosis manakala terjadi
1.4.1 Diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa
1.4.2 Ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin
1.4.3 Adolescen dan pubertas
1.4.4 Aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes
1.4.5 Stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan emosional.
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini
dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak
dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan
makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit
diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot
jantung, stroke, dan sebagainya.
Faktor-faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan KAD adalah infeksi,
infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan
metabolik yang ditemukan pada KAD adalah tergolong konsekuensi langsung atau
tidak langsung dari kekurangan insulin.
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air
dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari
siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu
pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik
yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 l air dan sampai 400 hingga 500 meq
natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam. Akibat defisiensi insulin
yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan
gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada KAD
terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin
yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat
asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan
asidosis metabolik
Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga
apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi
sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air
maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut
poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan merangsang
pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan
minum terus yang disebut polidipsi.
1.5.1.2 Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat
natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa
turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
1.5.1.3 Kalium
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem
di tingkat potasium.
1.5.1.4 Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH
yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul)
terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton
dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan
kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
1.5.1.5 Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau
ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
1.5.1.6 Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada
tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah
dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan
dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk
melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah
dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
1.5.1.7 Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
1.5.1.8 β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti
respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol
/ L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan
kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
1.5.1.9 Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin kettosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi
infeksi saluran kencing yang mendasari.
1.5.1.10 Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN
(mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada
dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm /
kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka
pasien jatuh pada kondisi koma.
1.5.1.11 Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
1.5.1.12 Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
1.5.1.13 Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga
dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan,
kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan
dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
1.6 Komplikasi
1.6.1 Ginjal diabetik (Nefropati Diabetik)
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan
berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu
nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
1.6.2 Kebutaan (Retinopati Diabetik)
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata.
Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
1.6.3 Syaraf (Neuropati Diabetik)
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres,
perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati
rasa).
1.6.4 Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis
pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung
koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan
tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian
mendadak.
1.6.5 Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan
kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari
rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
1.6.6 Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan
pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan
mengirimkan signal ke otak untuk menambah tekanan darah.
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
7.1 Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
7.2 Menghentikan ketogenesis (insulin)
7.3 Koreksi gangguan elektrolit
7.4 Mencegah komplikasi
7.5 Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
Fase II/maintenance:
7.1 Cairan maintenance
7.1.1 Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
7.1.2 Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4U
7.2 Kalium
7.2.1 Perenteral bila K+ <4mEq
7.2.2 Peroral (air tomat/kaldu 1-2 gelas, 12 jam
Glukosuria Proses
pembentukan
Rangsang metabolism
ATP/energy anaerobik
Poliuria terganggu
Asidosis Metabolisme
Syok Dehidrasi
Keletihan
Co2 meningkat
Defisien Volume cairan
PCo2 meningkat
Hambatan ventilasi
spontan
2.1.6 Neurosensori
2.1.6.1 Gejala : pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesia, gangguan penglihatan
2.1.6.2 Tanda : disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon
dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
2.1.7 Nyeri/kenyamanan
2.1.7.1 Gejala : abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
2.1.7.2 Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
2.1.8 Pernapasan
2.8.1.1 Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
2.8.1.2 Tanda : lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi
pernapasan meningkat
2.1.9 Keamanan
2.1.9.1 Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit
2.1.9.2 Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya
kekuatan umum/rentang gerak, arestesia/paralisis otot termasuk otot-
otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
2.1.10 Seksualitas
Gejala : rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita
2.1.11 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan
yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak
memerlukan obat diabetik sesuai pesanan
Rencana pemulangan : mungkin memrlukan bantuan dalam pengatuan diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah
Diagnosa 2 : Defisiensi volume cairan b.d kehilangan cairan melalui rute normal
2.2.1 Definisi : Penurunan cairan intravaskular,intertisial, dan atau
Intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa
perubahan kadar natrium.
2.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif
- Haus
Objektif
- Perubahan status mental
- Penurunan turgor kulit dan lidah
- Penurunan haluaran urin
- Penurunan pengisian vena
- Kulit dan membrane mukosa kering
- Kematokrit meningkat
- Suhu tubuh meningkat
- Peningkatan frekuensi nadi, penurunan TD, penurunan volume dan
tekanan nadi
- Konsentrasi urin meningkat
- Penurunan berat badan yang tiba-tiba
- Kelemahan
2.2.3 Faktor yang berhubungan
- Kehilangan volume cairan aktif
- Konsumsi alcohol yang berlebihan terus menerus
- Kegagalan mekanisme pangaturan
- Asupan cairan yang tidak adekuat
2.2 Perencanaan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria
Intervensi (NIC)
Dx Hasil (NOC)
1. Hambatan ventilasi Status - Manajemen jalan nafas
spontan pernafasan:pertukaran buatan
gas - Manajemen ventilasi
mekanik:invasif
- Monitor pernafasan
- Bantuan ventilasi
2. Defisien volume cairan Keseimbangan cairan: - Manajemen cairan
- Manajemen hipovolemi
- Manajemen syok:volume
III. Daftar Pustaka
Ahern, N. R & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9
Edisi Revisi. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit
Mediaction.
Wallace, T.M. & Matthews, D.R. (2004). Recent Advance in The Monitoring and
management of Diabetic Ketoacidosis. QJ Med; 97 : 773-80.
Banjarmasin, 7 Oktober 2019
(…………………..……..) (…………………..……..)