Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKIAL

I. Konsep Penyakit Asma Bronkial


1.1 Definisi/deskripsi penyakit
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas
yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan
aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan
meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).

Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan


karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada
siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering
terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia
sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).

1.2 Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
1.2.1 Faktor predisposisi
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.

1.2.2 Faktor presipitasi


a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1). Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
2). Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3). Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut.

1.3 Tanda gejala


Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial menurut adalah batuk,
dispnea, dan mengi. Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan
tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak
bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta
tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma
bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian
penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu
dijumpai bersamaan.
Selain gejala tersebut, ada beberapa gejala menyertainya :
1.3.1 Takipnea
1.3.2 Gelisah
1.3.3 Diaphorosis
1.3.4 Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan
1.3.5 Fatigue ( kelelahan)
1.3.6 Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara.
1.3.7 Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada
disertai pernafasan lambat.
1.3.8 Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi

1.4 Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada
asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil.

Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut


meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan
dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi
paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat
sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal
yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.

Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara
ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
1.5 Pemeriksaan Penunjang
1.5.1 Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada
paru
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.
1.5.2 Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
1.5.3 Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru yaitu :
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clock wise rotation. terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot
jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
1.5.4.Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-
paru.
1.5.5 Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.
1.5.6 Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
b. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat
mucus plug.
1.5.7 Pemeriksaan darah
a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi..

1.6 Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas

1.7 Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan
serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnya, sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk
tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan:
MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk
halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma
Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec,
brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya
dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik,
tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai
pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan
langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang
lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai
sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara
pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum
teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

1.8 Pathway

Alergen/antigen yang telah terikat oleh IgE yang menancap pada


permukaan sel mast atau basofil

llLepasnya macam-macam mediator dari sel mast atau basofil

Kontriksi otot Peningkatan Peningkatan sekresi


polos permeabilitas kapiler mukus

Bronkospasme  Edema Mukosa Produksi mukus


 Hipersekresi meningkat

Ketidakefektifan pola nafas Obstruksi saluran Penurunan nafsu


nafas makan

Ketidakefektifan
bersihan jalan Hipoventilasi Ketidakseimbangan
nafas nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Distribusi ventilasi tidak merata dengan sirkulasi darah


paru

Gangguan difusi gas di alveoli

 Hipoksemia
Intoleransi aktivitas
Gangguan  Hiperkapnia
Pertukaran Gas

Sumber : Corwin (2009)


II. Rencana asuhan klien dengan gangguan asma bronkial
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
a. Riwayat kesehatan yang lalu:
 Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru
sebelumnya.
 Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor
lingkungan.
2.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan :
2.1.2.1 Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi
pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi
istirahat klien.
2.1.2.2 Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau
bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau
tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna
rambut, kelembaban dan kusam
2.1.2.3 Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan,
riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing,
vertigo kejang ataupun hilang kesadaran.
2.1.2.4 Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah
stres yang dirasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya.
2.1.2.5 Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis alergi
dan fungsi olfaktori.
2.1.2.6 Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan
dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau
perubahan suara.
2.1.2.7 Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran
tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan
2.1.2.8 Thorak
a. Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi
otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta
frekwensi peranfasan.
b. Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan
taktil fremitus.
c. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d. Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi,
dengan bunyi pernafasan dan wheezing karena sekresi
mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme
otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat.
2.1.2.9 Kardiovaskuler.
Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising
nafas dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah
dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus.
2.1.2.10 Abdomen.
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda
infeksi karena dapat merangsang serangan asma frekwensi
pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi.
2.1.2.11 Ekstremitas
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda
infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan
asma.
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
2.1.3.1 Laboratorium:
a. Lekositosis dengan neutrofil yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi
b. Eosinofil darah meningkat > 250/mm3 , jumlah eosinofil
ini menurun dengan pemberian kortikosteroid.
2.1.3.2 Analisa gas darah:
Hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat
atau status asmatikus. Pada keadaan ini dapat terjadi
hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Pada asma
ringan sampai sedang PaO2 normal sampai sedikit menurun,
PaCO2 menurun dan terjadi alkalosis respiratorik. Pada asma
yang berat PaO2 jelas menurun, PaCO2 normal atau meningkat
dan terjadi asidosis respiratorik.
2.1.3.3 Radiologi:
Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru
biasanya tidak menunjukkan adanya kelainan. Beberapa tanda
yang menunjukkan yang khas untuk asma adanya hiperinflasi,
penebalan dinding bronkus, vaskulasrisasi paru.
2.1.3.4 Faal paru:
Menurunnya FEV1
2.1.3.5 Uji kulit:
Untuk menunjukkan adanya alergi
2.1.3.6 Uji provokasi bronkus:
Dengan inhalasi histamin, asetilkolin, alergen. Penurunan FEV
1 sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi merupakan
petanda adanya hiperreaktivitas bronkus.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Ketidakefektifan pola nafas
2.2.1 Definisi
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat
2.2.2 Batasan karakteristik
Subyektif
Dispnea
Napas pendek
Obyektif
Perubahan ekskursi dada
Mengambil posisi tiga titik tumpu
Bradipnea
Penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi
Penurunan ventilasi semenit
Penurunan kapasitas vital
Napas dalam (dewasa VT500 ml pada saat istirahat, bayi 6-8 ml/kg)
Peningkatan diameter anterior posterior
Napas cuping hidung
Ortopnea
Fase ekpirasi memanjang
Pernapasan bibir mencucu
Takipnea
Rasio waktu
Penggunaan otot bantu asesorius untuk bernapas

2.2.3 Faktor yang berhubungan


Ansietas
Posisi tubuh
Deformitas tulang
Deformitas dinding dada
Penurunan energi dan kelelahan
Hiperventilasi
Sindrom hipoventilasi
Kerusakan musculoskeletal
Imaturitas neurologis
Disfungsi neuromuscular
Obesitas
Nyeri
Kerusakan persepsi atau kognitif
Kelelahan otot-otot pernapasan
Cedera medula spinalis

Diagnosa 2: Gangguan pertukaran gas


2.2.4 Definisi
Kelebihan atau deifisit oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida
pada membran elveolar-kapiler
2.2.5 Batasan karakteristik
Diaforesis
Dipsnea
Gangguan penglihatan
Gas darah arteri abnormal
Gelisah
Hiperkapnia
Hiposemia
Nafas cuping hidung
Penurunan CO2
Pola pernafasan abnormal
Sakit kepala saat bangun
Somnolen
Takikardi

2.2.6 Faktor yang berhubungan


Ketidakefektifan ventilasi-perfusi
Perubahan membran alveolar-kapiler

Diagnosa 3 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


2.2.7 Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas
2.2.8 Batasan Karakteristik :
Batuk yang tidak efektif
Dispnea
Gelisah
Kesulitan verbalisasi
Mata terbuka lebar
Penurunan bunyi nafas
Sputum dalam jumlah yang berlebihan
Suara nafas tambahan
Sianosis
2.2.8 Faktor yang berhubungan :
Lingkungan
Perokok
Perokok pasif
Terpajan asap
Obstruksi Jalan Nafas
Adanya jalan nafas buatan
Benda asing dalam jalan nafas
Eksudat dalam alveoli
Hiperplasia pada dinding bronkus
Mukus berlebihan
Sekresi yang tertahan
Spasme jalan nafas
Fisiologis
Asma
Disfungsi neuromuskular
Infeksi
Jalan nafas alergik

Diagnosa 4 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


2.2.9 Definisi : Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
2.2.10 Batasan karakteristik :
Penggunaan diagnosis ini hanya jika terdapat satu diantara tanda
NANDA berikut :
- Berat badan kurang dari 20 % atau lebih dibawah berat badan ideal
untuk tinggi badan dan rangka tubuh
- Asupan makanan kurang dari kebutuhan metabolik, baik kalori total
maupun zat gizi tertentu
- Kehilangan berat badan dengan asupan makanan yang adekuat

Subjektif

- Kram abdomen
- Nyeri abdomen
- Menolak makan
- Melaporkan perubahan sensasi rasa
- Merasa cepat kenyang setelah mengonsumsi makanan
Objektif
- Pembuluh kapiler rapuh
- Diare
- Kehilangan rambut yang berlebihan
- Bising usus hiperaktif
- Membran mukosa pucat
- Tonus otot buruk
- Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah
2.2.11 Faktor yang berhubungan
- Penyakit kronis
- Kesulitan mengunyah atau menelan
- Faktor ekonomi
- Intoleransi makanan
- Hilang nafsu makan
- Mual dan muntah
- Gangguan psikologis
Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas
2.2.12 Definisi : Ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang
harus atau yang ingin dilakukan
2.2.13 Batasan Karakteristik :
Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
Ketidaknyamanan setelah beraktifitas
Dispnea setelah beraktifitas
Menyatakan merasa letih
Menyatakan merasa lemah
2.2.14 Faktor yang berhubungan :
Tirah baring
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Imobilitas
Gaya hidup monoton

2.3 Perencanaan

No Diagnosa Tujuan & kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)

1 Ketidakefe Setelah dilakukan tindakan NIC :


ktifan pola keperawatan selama ... jam,
Airway Management
nafas pasien mampu :
1. Buka jalan nafas,
 Respiratory status :
guanakan teknik chin lift
Ventilation
atau jaw thrust bila perlu
 Respiratory status : Airway
2. Posisikan pasien untuk
patency
memaksimalkan ventilasi
 Vital sign Status
3. Identifikasi pasien
Dengan Kriteria Hasil :
perlunya pemasangan alat
1. Mendemonstrasikan batuk jalan nafas buatan
efektif dan suara nafas yang 4. Pasang mayo bila perlu
bersih, tidak ada sianosis 5. Lakukan fisioterapi dada
dan dyspneu (mampu jika perlu
mengeluarkan sputum, 6. Keluarkan sekret dengan
mampu bernafas dengan batuk atau suction
mudah, tidak ada pursed 7. Auskultasi suara nafas,
lips) catat adanya suara
2. Menunjukkan jalan nafas tambahan
yang paten (klien tidak 8. Lakukan suction pada
merasa tercekik, irama mayo
nafas, frekuensi pernafasan 9. Berikan bronkodilator bila
dalam rentang normal, tidak perlu
ada suara nafas abnormal) 10. Berikan pelembab udara
3. Tanda Tanda vital dalam Kassa basah NaCl
rentang normal (tekanan Lembab
darah, nadi, pernafasan) 11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan
status O2
Terapi Oksigen

1. Bersihkan mulut, hidung


dan secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas
yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu,


dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Airway Management


pertukaran keperawatan selama ...jam,
1. Buka jalan nafas, gunakan
gas pasien mampu :
teknik chin lift atau jaw
 Respiratory Status: Gas thrust bila perlu
exchange 2. Posisikan pasien untuk
 Respiratory Status: memaksimalkan ventilasi
ventilation 3. Identifikasi pasien
 Vital Sign Status perlunya pemasangan alat
Dengan kriteria hasil : jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
a. Mendemonstrasikan
5. Lakukan fisioterapi dada
peningkatan ventilasi dan
jika perlu
oksigenasi yang adekuat
6. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
b. Memelihara kebersihan paru 7. Auskultasi suara nafas,
paru dan bebas dari tanda catat adanya suara
tanda distress pernafasan tambahan
c. Mendemonstrasikan batuk 8. Lakukan suction pada
efektif dan suara nafas yang mayo
bersih, tidak ada sianosis dan 9. Berika bronkodilator bial
dyspneu (mampu perlu
mengeluarkan sputum, 10. Barikan pelembab udara
mampu bernafas dengan 11. Atur intake untuk cairan
mudah, tidak ada pursed lips) mengoptimalkan
d. Tanda tanda vital dalam keseimbangan.
rentang normal 12. Monitor respirasi dan
status O2

Respiratory Monitoring

1. Monitor rata – rata,


kedalaman, irama dan
usaha respirasi
2. Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
3. Monitor suara nafas,
seperti dengkur
4. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
9. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3 Ketidakefe Setelah diberikan tindakan NIC Label >> Respiratory


ktifan keperawatan selama ...jam, monitoring
bersihan diharapkan bersihan jalan nafas
1. Pantau rate, irama,
jalan nafas klien kembali efektif dengan
kedalaman, dan usaha
kriteria hasil:
respirasi
NOC Label >> Respiratory 2. Perhatikan gerakan
status: airway patency dada, amati simetris,
penggunaan otot
 Frekuensi pernapasan
aksesori, retraksi otot
dalam batas normal
supraclavicular dan
(16-20x/mnt)
interkostal
 Irama pernapasn
3. Monitor suara napas
normal
tambahan
 Kedalaman pernapasan
4. Monitor pola napas :
normal
bradypnea, tachypnea,
 Klien mampu
hyperventilasi, napas
mengeluarkan sputum
kussmaul, napas
secara efektif
cheyne-stokes, apnea,
 Tidak ada akumulasi
napas biot’s dan pola
sputum
ataxic
NIC Label >> Airway
Management

5. Auskultasi bunyi
nafas tambahan;
ronchi, wheezing.
6. Berikan posisi yang
nyaman untuk
mengurangi dispnea.
7. Bersihkan sekret dari
mulut dan trakea;
lakukan penghisapan
sesuai keperluan.
8. Anjurkan asupan
cairan adekuat.
9. Ajarkan batuk efektif
10. Kolaborasi pemberian
oksigen
11. Kolaborasi pemberian
broncodilator sesuai
indikasi.
NIC Label >> Airway
suctioning

12. Putuskan kapan


dibutuhkan oral
dan/atau trakea
suction
13. Auskultasi sura nafas
sebelum dan sesudah
suction
14. Informasikan kepada
keluarga mengenai
tindakan suction
15. Gunakan universal
precaution, sarung
tangan, goggle,
masker sesuai
kebutuhan
16. Gunakan aliran
rendah untuk
menghilangkan sekret
(80-100 mmHg pada
dewasa)
17. Monitor status
oksigen pasien (SaO2
dan SvO2) dan status
hemodinamik (MAP
dan irama jantung)
sebelum, saat, dan
setelah suction

4 Ketidak Setelah dilakukan asuhan NIC Label >> Nutrition


keperawatan selama ...jam management
seimbang
diharapkan pemenuhan
1. Kaji status nutrisi
an nutrisi kebutuhan pasien tercukupi
pasien
kurang dengan kriteria hasil :
2. Jaga kebersihan
dari
NOC Label >> Nutritionl mulut, anjurkan untuk
kebutuhan
status selalu melalukan oral
hygiene.
 Intake nutrisi tercukupi.
3. Delegatif pemberian
 Asupan makanan dan
nutrisi yang sesuai
cairan tercukupi
dengan kebutuhan
NOC Label >> Nausea dan
pasien : diet pasien
vomiting severity
diabetes mellitus.
 Penurunan intensitas 4. Berian informasi yang
terjadinya mual muntah tepat terhadap pasien
 Penurunan frekuensi tentang kebutuhan
terjadinya mual nutrisi yang tepat dan
muntah. sesuai.
NOC Label >> Weight : 5. Anjurkan pasien
Body mass untuk mengkonsumsi
makanan tinggi zat
 Pasien mengalami
besi seperti sayuran
peningkatan berat
hijau
badan
NIC Label >> Nausea
management

1. Kaji frekuensi mual,


durasi, tingkat
keparahan, faktor
frekuensi, presipitasi
yang menyebabkan
mual.
2. Anjurkan pasien
makan sedikit demi
sedikit tapi sering.
3. Anjurkan pasien
untuk makan selagi
hangat
4. Delegatif pemberian
terapi antiemetik :
 Ondansentron 2×4
(k/p)
 Sucralfat 3×1 CI
NIC Label >> Weight
management

1. Diskusikan dengan
keluarga dan pasien
pentingnya intake
nutrisi dan hal-hal
yang menyebabkan
penurunan berat
badan.
2. Timbang berat badan
pasien jika
memungkinan dengan
teratur.

5 Intoleransi Setelah dilakukan intervensi Activity Therapy


aktivitas selama ...jam diharapkan 1. Kolaborasi dengan
kondisi klien stabil saat tim kesehatan lain
aktivitas dengan KH: untuk merencanakan ,

Activity Tolerance monitoring program


aktivitasi klien.
 Saturasi O2 saat 2. Bantu klien memilih
aktivitas dalam batas aktivitas yang sesuai
normal (95-100%) dengan kondisi.
 Nadi saat aktivitas 3. Bantu klien untuk
dalam batas normal melakukan
(60-100x/mnt)
 RR saat aktivitas dalam aktivitas/latihan fisik
batas normal (12- secara teratur.
20x/mnt) 4. Monitor status
 Tekanan darah systole emosional, fisik dan
saat aktivitas dalam social serta spiritual
batas normal (100- klien terhadap
120mmHg) latihan/aktivitas.
 Tekanan darah diastole 5. Monitor hasil
saat aktivitas dalam pemeriksaan EKG
batas normal (60- klien saat istirahat dan
80mmHg) aktivitas (bila
Fatigue Level memungkinkan
dengan tes toleransi
 Tidak nampak
latihan).
kelelahan
6. Kolaborasi pemberian
 Tidak nampak lesu
obat antihipertensi,
 Tidak ada penurunan
obat-obatan digitalis,
nafsu makan
diuretic dan
 Tidak ada sakit kepala
vasodilator.
 Kualitas tidur dan
Energy Management
istirahat dalam batas
normal 1. Tentukan pembatasan
aktivitas fisik pada
klien
2. Tentukan persepsi
klien dan perawat
mengenai kelelahan.
3. Tentukan penyebab
kelelahan (perawatan,
nyeri, pengobatan)
4. Monitor efek dari
pengobatan klien.
5. Monitor intake nutrisi
yang adekuat sebagai
sumber energy.
6. Anjurkan klien dan
keluarga untuk
mengenali tanda dan
gejala kelelahan saat
aktivitas.
7. Anjurkan klien untuk
membatasi aktivitas
yang cukup berat
seperti berjalan jauh,
berlari, mengangkat
beban berat, dll.
8. Monitor respon terapi
oksigen klien.
9. Batasi stimuli
lingkungan untuk
relaksasi klien.
10. Batasi jumlah
pengunjung.

III. Daftar Pustaka


Almazini, P. (2012). Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk
Asma Berat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Brunner & Suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
.Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Gloria M. Bulechek, et al. (2013). Nursing Interventions Classifications
(NIC) 6th Edition. Missouri: Mosby Elsevier
Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius
Moorhed,et al. (2013). Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th
Edition. Missouri: Mosby Elsevier
Saheb, A. (2011). Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Banjarmasin, Oktober 2019

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(...........................................................) (......................................................)

Anda mungkin juga menyukai