Anda di halaman 1dari 32

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif pada sistem saraf, yang
ditandai dengan adanya tremor pada saat beristirahat, kesulitan untuk memulai
pergerakan dan kekakuan otot. Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter
berkebangsaan Inggris yang bernama James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini
merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami ganguan pergerakan.
Penyakit Parkinson (Parkinson Disease) adalah kelainan degeneratif dari
sistem saraf pusat yang menyebabkan gangguan pada sistem motorik dan biasanya
penderita mengalami tremor, kaku otot, sulit berjalan, gangguan keseimbangan dan
gerak gerik menjadi lambat (bradykinesia). Gejala primer tersebut disebabkan oleh
berkurangnya rangsangan pada korteks motorik dari ganglia basalis, biasanya karena
kekurangan Dopamin, yang diproduksi oleh neuron Dopaminergic di otak,
sedangkan gejala sekunder biasanya berupa gangguan pada fungsi luhur dan
gangguan wicara. (Sobha S. 2002)
Penyakit Parkinson adalah bagian dari Parkinsonism yang secara patologis
ditandai oleh degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta
(SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies)
(Hofmann. 2003)
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis
progresif, merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer.
Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga.
(Yayasan Peduli Kanker 2008)
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson
(Parkinsonismus) merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia
nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency).
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan
erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari
neuron dopaminergik pada substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya
inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies.
Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pada daerah otak lain termasuk lokus

1
ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri,
motor nukelus dari saraf cranial dan sistem saraf otonom. (Raymodn, D. 2000)
2. Epidemiologi
Penyakit Parkinson meliputi lebih dari 80% Parkinsonism. Di Amerika Utara
meliputi 1 juta penderita dan 1% dari populasi berusia lebih dari 65 tahun. Penyakit
Parkinson mempunyai prevalensi 160 per 100.000 populasi, dan angka kejadiannya
berkisar 20 per 100.000 populasi. Keduanya meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Pada umur 70 tahun prevalensi dapat mencapai 120 dan angka
kejadian 55 kasus per 100.000 populasi per tahun. Kematian biasanya tidak
disebabkan oleh Penyakit Parkinson sendiri tetapi oleh karena terjadinya infeksi
sekunder.
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan
wanita adalah 3:2. 5 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala
awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia
65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di
seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun
sampai 3,5 % pada usia 85 89 tahun.
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia
sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-
400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-
sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan
Jawa- adalah 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun
di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan
alasan yang belum diketahui.
3. Etiologi
Di dalam otak terdapat sebuah daerah yang disebut ganglia basalis. Ganglia
basalis ini berfungsi untuk mengolah sinyal dan mengantarkan pesan ke thalamus
untuk diteruskan ke korteks serebri. Jika otak memerintahkan suatu aktivitas
(misalnya mengangkat lengan), maka sel-sel saraf di dalam ganglia basalis akan
membantu menghaluskan gerakan tersebut dan mengatur perubahan sikap tubuh.
Keseluruhan sinyal yang menuju system saraf dihantarkan oleh bahan kimia yang
disebut neurotransmitter. Sinyal ini sebagai suatu impuls listrik yang dihantarkan
sepanjang jalur saraf dan diantara saraf-saraf. Neurotransmiter yang utama pada
ganglia basalis adalah dopamin. Dopamine adalah suatu bahan kimia yang dapat

2
menghantarkan sinyal-sinyal listrik diantara substantia nigra dan di sepanjang jalur
sel saraf yang akan membantu menghasilkan gerakan tubuh yang halus. Ketika kira-
kira 80% sel yang memproduksi dopamine rusak, gejala penyakit parkinson akan
nampak.
Pada penyakit Parkinson, sel-sel saraf pada ganglia basalis mengalami
kemunduran sehingga pembentukan dopamin menjadi berkurang. Penyebab dari
kemunduran sel saraf dan berkurangnya dopamin umumnya tidak diketahui.
Tampaknya faktor genetik tidak memegang peran utama, meskipun penyakit ini
cenderung diturunkan.
Pada beberapa kasus, Parkinson merupakan komplikasi yang sangat lanjut dari
ensefalitis karena virus (suatu infeksi yang menyebabkan peradangan otak).
Sementara itu dapat juga terjadi akibat penyakit degeneratif lainnya, obat-obatan
atau racun mempengaruhi atau menghalangi kerja dopamin di dalam otak. Misalnya
obat anti psikosa yang digunakan untuk mengobati paranoid berat dan skizofrenia
dapat menghambat kerja dopamin pada sel saraf.
Beberapa Etiologi dari Parkinson:
a) Keturunan
Beberapa tahun terakhir, sejumlah mutasi genetic yang spesifik penyebab
penyakit Parkinson telah ditemukan, termasuk dalam populasi tertentu (Contursi,
Italia) dan terdapat dalam suatu kasus minoritas penyakit Parkinson. Seseorang
yang menderita penyakit Parkinson kemungkinan mempunyai keluarga yang
juga mempunyai penyakit Parkinson. Namun bagaimanapun juga, hal ini tidak
berarti bahwa penyakit tersebut telah diteruskan secara genetik.
b) Toksin / Racun
Suatu teori menyebutkan bahwa penyakit bisa mengakibatkan banyak orang
mudah terluka karena toksin dan faktor lingkungan. Hipotesis ini konsisten
dengan fakta bahwa Penyakit parkinson tidak tersebar secara homogen ke
seluruh populasi, melainkan timbulnyanya bervariasi secara geografis. Racun
yang diduga sangat kuat saat ini yaitu pestisida dan transition-series logam
seperti mangan atau besi, terutama yang menghasilkan species reaktif oksigen
dan dapat mengikat neuromelanin.
c) Kepala terluka / Trauma Kepala
Kepala yang pernah terluka dan sering dikeluhkan oleh penderita memiliki
kemungkinan untuk terjadinya penyakit Parkinson lebih besar dibandingkan

3
dengan mereka yang belum pernah menderita luka di kepala secara serius.
Resiko terkenanya penyakit Parkinson meningkat 8 kali lipat untuk pasien yang
pernah di opname karena luka di kepala yang serius.
d) Penyebab obat
Antipsychotics yang digunakan untuk penyembuhan penyakit kejiwaan, dapat
mempengaruhi gejala penyakit parkison akibat penurunan aktivitas
dopaminergic. Dalam mencegah umpan balik, L-dopa juga dapat menyebabkan
gejala penyakit Parkinson dengan membebaskan Dopamin agonists sehingga
akan meningkatkan kepekaan dopamine sel terhadap rangsangan.

Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra.


Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga
bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut: (Sobha, 2002)
a) Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari
10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial
yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra, pada
penyakit parkinson.
b) Geografi
Faktor risiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini termasuk
adanya perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan terhadap
faktor lingkungan.
c) Periode
Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin
berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya
proses infeksi, industrialisasi ataupun gaya hidup.
d) Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
Parkinson, yaitu mutasi pada gen -sinuklein pada lengan panjang kromosom 4
(PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien
dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen
parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi
mitokondria.Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningkatkan

4
faktor risiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari
70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun.
e) Faktor Lingkungan
1) Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan
kerusakan mitokondria
2) Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
3) Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predisposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada
hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi
Nocardia astroides.
4) Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson.
5) Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski
peranannya masih belum jelas.
6) Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik.
Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada
stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu
stress oksidatif.
4. Patofisiologi
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal pada
penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
a. Hipotesis radikal bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron
nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogen peroksid dan radikal oksi
lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari
stress oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
b. Hipotesis neurotoksin

5
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berperan pada proses
neurodegenerasi pada Parkinson.

Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun


rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang
diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai
umpan balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah
mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan
melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi sewaktu program gerakan
diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah
gerakan involunter.
Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen,
palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus rubra,
lokus seruleus).
Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuron yang meliputi
berbagai inti subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area ventral
tegmental, nukleus basalis, hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal,
locus cereleus, nucleus central pontine dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan
struktur ini bervariasi. Pada otopsi didapatkan kehilangan sel substansia nigra dan
lokus cereleus bervariasi antara 50% - 85%, sedangkan pada nukleus raphe dorsal
berkisar antara 0% - 45%, dan pada nukleus ganglia basalis antara 32 % - 87 %. Inti-
inti subkortikal ini merupakan sumber utama neurotransmiter. Terlibatnya struktur
ini mengakibatkan berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai
75%), putamen (berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%).
Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan
neurofisiologik yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem
transmiter yang terlibat ini menengahi proses reward, mekanisme motivasi, dan
respons terhadap stres. Sistem dopamin berperan dalam proses reward dan
reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis bahwa abnormalitas sistem
neurotransmiter pada penyakit Parkinson akan mengurangi keefektifan mekanisme
reward dan menyebabkan anhedonia, kehilangan motivasi dan apatis. Sedang Taylor
menekankan pentingnya peranan sistem dopamin forebrain dalam fungsi-fungsi
tingkah laku terhadap pengharapan dan antisipasi. Sistem ini berperan dalam
motivasi dan dorongan untuk berbuat, sehingga disfungsi ini akan mengakibatkan

6
ketergantungan yang berlebihan terhadap lingkungan dengan berkurangnya
keinginan melakukan aktivitas, menurunnya perasaan kemampuan untuk mengontrol
diri. Berkurangnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat
bermanifestasi sebagai perasaan tidak berguna dan kehilangan harga diri.
Ketergantungan terhadap lingkungan dan ketidakmampuan melakukan aktivitas
akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa. Sistem serotonergik
berperan dalam regulasi suasana perasaan, regulasi bangun tidur, aktivitas agresi dan
seksual. Disfungsi sistem ini akan menyebabkan gangguan pola tidur, kehilangan
nafsu makan, berkurangnya libido, dan menurunnya kemampuan konsentrasi.
Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan gambaran
dari sindrom klasik depresi.

7
5. Pathway

Faktor predisposisi di Dopamine menipis Kehilangan kelola


substansi nigra: dalam substansi nigra dari substansi nigra
usia&arteriosklerosis, dan korpus striatum
post-ensefalitis, induksi
oba, dan keracunan Globus palidus
logam berat mengeluarkan impuls yang
abnormal
Kerusakan control gerakan
Impuls globus palidus ini
volunteer yang memiliki
Aliran darah serebral regional tidak melakukan inhibisi
ketangkasan sesuai dan
menurun terhadap korteks
gerakan otomatis otomatis
piramidalis dan
ekstrapiramidalis
Manifestasi psikiatrik
Gangguan N. Gangguan N.III
VIII

Perubahan kepribadian Regriditas deserebrasi Gangguan konstraksi otot-


psikosis, demensia, dan otot bola mata
konfusi akut Perubahan gaya berjalan,
kekakuan dalam
beraktifitas Gangguan konvergensi
Kognitif menurun
Persepsi menurun
Pandangan kabur
Koping Hambatan
individu tidak komunikasi Perubahan persepsi
efektif verbal sensorik visual

Resiko cidera
Perubahan aktifitas Hambatan mobilitas
fisik umum fisik

Konstipasi

Tremor ritmik bradikinesia Gangguan N.IX, X

Perubahan wajah dan


Gangguan menelan
sikap tubuh

Gangguan konsep diri

8
6. Klasifikasi
Penyakit parkinson juga dikenal dengan nama Parkinsonism primer atau
Penyakit Parkinson idiopatik. Untuk parkinsonism sekunder biasanya karena
keracunan, diantaranya keracunan obat-obatan, trauma kapitis atau gangguan medis
lainnya. Penyakit ini biasanya dialami pada usia 60 tahun keatas, walaupun
ditemukan juga pada beberapa penderita Parkinson yang berusia dibawah 50 tahun.
Penyakit ini bersifat progresif, artinya gejala dan tanda tersebut akan bertambah
buruk. Walaupun dalam jangka waktu yang lama dan bertahap.
a) Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum
jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
b) Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin,
reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, serta akibat perdarahan serebral petekial
pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri,
hipoparatiroid dan kalsifikasi.
c) Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi hepato-
lentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi
striatonigral, atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).
7. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala pada penyakit Parkinson dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu:
a) Gejala Motorik
1) Gemetaran (tremor)
Seseorang penderita penyakit parkinson pada saat beristirahat atau
tidak melakukan aktivitas akan mengalami gemetaran. Gemetaran yang
timbul dapat terjadi pada tangan, kaki, rahang, atau kepala. Pada banyak
penderita, pada mulanya Parkinson muncul sebagai tremor (gemetar) tangan
ketika sedang beristirahat, tremor akan berkurang jika tangan digerakkan
secara sengaja dan menghilang selama tidur. Pada awalnya tremor terjadi
pada satu tangan, akhirnya akan mengenai tangan lainnya, lengan dan

9
tungkai. Tremor juga akan mengenai rahang, lidah, kening dan kelopak mata.
Pada sepertiga penderita, tremor bukan merupakan gejala awal; pada
penderita lainnya tremor semakin berkurang sejalan dengan berkembangnya
penyakit dan sisanya tidak pernah mengalami tremor.
2) Kekakuan (rigiditas).
Penderita akan mengalami rasa kaku pada otot, rasa sakit pada bahu,
leher, dan sendi-sendi sehingga sulit untuk bergerak. Penderita mengalami
kesulitan dalam memulai suatu pergerakan dan terjadi kekakuan otot. Jika
lengan bawah ditekuk ke belakang atau diluruskan oleh orang lain, maka
gerakannya terasa kaku. Kekakuan dan kesulitan dalam memulai suatu
pergerakan bisa menyebabkan berbagai kesulitan. Otot-otot kecil di tangan
seringkali mengalami gangguan, sehingga pekerjaan sehari -hari (misalnya
mengancingkan baju dan mengikat tali sepatu) semakin sulit dilakukan.
Wajah penderita menjadi kurang ekspresif karena otot-otot wajah
untuk membentuk ekspresi tidak bergerak. Pandangan tampak kosong
dengan mulut terbuka dan matanya jarang mengedip. Penderita seringkali
ileran atau tersedak karena kekakuan pada otot wajah dan tenggorokan
menyebabkan kesulitan menelan.
3) Sebagian besar penderita memiliki intelektual yang normal, tetapi ada juga
yang menjadi pikun.
4) Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan,
hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya
fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).
5) Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus
hal ini merupakan gejala dini.
6) Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat
(Marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
7) Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara,
otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang
monoton dengan volume suara halus (suara bisikan) dan lambat. Penderita

10
berbicara sangat pelan dan tanpa aksen (monoton) dan menjadi gagap karena
mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan fikirannya. Hipofonia yaitu
suara menjadi kecil, serak, dan bicara monoton. Beberapa orang dengan
penyakit Parkinson mengeluhkan lidahnya "berat" ataupun berkata-kata
'kotor'. Festinating speech yaitu berbicara sangat cepat, suaranya kecil, dan
isi pembicaraan tidak berbobot.
8) Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan
deficit kognitif.
9) Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ),
mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap
pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban
yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
10) Hilangnya reflek postural.
Penderita akan mengalami ganguan keseimbangan tubuh. Penderita
mengalami kesulitan dalam melangkah dan seringkali berjalan tertatih-tatih
dimana lengannya tidak berayun sesuai dengan langkahnya. Jika penderita
sudah mulai berjalan, mereka mengalami kesulitan untuk berhenti atau
berbalik. Langkahnya bertambah cepat sehingga mendorong mereka untuk
berlari kecil supaya tidak terjatuh. Sikap tubuhnya menjadi bungkuk dan sulit
mempertahankan keseimbangan sehingga cenderung jatuh ke depan atau ke
belakang.
11) Kebekuan
Gejala ini mengacu terhadap ketidakmampuan untuk melakukan
pergerakan yang aktif. Ketika akan berjalan, memutar, berjalan melalui jalan
yang sempit penderita akan sulit utuk melakukannya. Shuffling: ditandai
gerakan dengan langkah kecil-kecil, dengan kaki yang hampir tidak terangkat
dari lantai sehingga menimbulkan suara diseret waktu berjalan. Halangan
kecil saja dapat menyebabkan pasien tersandung. Turning "en bloc": lain
halnya dengan gerakan membalik badan pada orang normal, pasien
Parkinson mempertahankan tulang belakang mereka tetap kaku (rigit) karena
untuk membalikkan badan, mereka butuh melakukannya dengan perlahan-
lahan.

11
12) Bradykinesia/Akinesia
Pengurangan atau tidak adanya gerakan sama sekali. Gerakan cepat,
berulang-ulang menghasilkan sebuah gerakan disritmik dan pengurangan
kekuatan gerakan.
b) Gejala Non Motorik
1) Gejala lainnya yang juga khas meliputi kelainan mood, tingkah laku,
pemikiran dan sensasi (gejala non motorik). Pada masing-masing pasien,
gejala klinis mungkin tidak sama dan progresivitas penyakit juga berbeda.
2) Gejala non motor yang timbul pada penderita penyakit parkinson antara lain
penderita merasakan sakit seperti terbakar, perasaan geli, hilangnya motivasi,
susah tidur, ataupun merasakan tekanan. Kebanyakan gejala ini akan
memperparah penderita penyakit parkinson.
3) Disfungsi otonom
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik. Kulit berminyak dan infeksi kulit
seborrheic. Pengeluaran urin yang banyak.
4) Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, orgasme.
5) Gangguan suasana hati dimana penderita sering mengalami depresi
6) Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
7) Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
8) Gangguan sensasi.
Kepekaan kontras visual lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan
warna, penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension orthostatic, suatu kegagalan system saraf otonom untuk
melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi
badan dan berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (
microsmia atau anosmia),
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan:
a) Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk
mendeteksi hipotensi ortostatik.

12
b) Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan
diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan
rigiditas yang sangat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
c) Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh
menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris
dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk
perbandingan waktu follow up berikutnya.
d) Inspeksi : wajah seperti muka topeng, tanpa ekspresi, mata jarang berkedip,
pandangan tampak kosong, tampak adanya tremor saat istirahat, mulut tampak
terbuka dan sering kali keluar air liur, tampak kekakuan otot saat bergerak dan
tampak kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung
melengkung bila berjalan.
e) Palpasi : teraba adanya kekakuan otot

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan per-sistem (B1-B6) dan terarah dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 dan dihubungkan dengan keluhan klien.
a) Keadaan umum
Klien dengan penyakit parkinson umumnya tidak mengalami penurunan
kesadaran. Adanya perubahan pada tanda vital, yaitu bradikardi, hipotensi,dan
penurunan frekuensi pernafasan.
b) B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernafasan yang terjadi berkaitan dengan hipoventilasi,
inaktivitas, aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan
saluran nafas. Inspeksi: ditemukan klien batuk dan mengalami penurunan
kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan
penggunaan otot bantu nafas. Palpasi: ditemukan taktil fremitus seimbang kanan
dan kiri. Perkusi: ditemukan adanya resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi: ditemukan bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi,
stridor,ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan
batuk yang menurun yang sering ditemukan padaklien dengan inaktivitas.
c) B2(Blood)
Hipotensi postural yang terjadi berkaitan dengan efek samping pemberian obat
dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem saraf otonom.
d) B3 (Brain)

13
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Pada inspeksi umum ditemukan
perubahan pada gaya berjalan, tremor secara umum pada seluruh otot, dan kaku
pada seluruh gerakan.
e) Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis dan juga bergantung pada
penurunan aliran darah serebri regional mengakibatkan perubahan pada status
kognitif klien.
f) Status mental biasanya mengalami perubahan yang berhubungan dengan
penurunan status kongnitif, penurunan persepsi,, dan penurunan memori baik
jangka pendek dan memori jangka panjang.
g) Pemeriksaan saraf kranial
1) N I : Biasanya pada klien cidera tulang belakang tidak ditemukan kelainan
dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
2) N II : Hasil uji ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat
usia, biasanya klien lanjut usia dengan penyakit parkinson mengalami
penurunan ketajaman penglihatan.
3) N III, IV,VI : Gangguan saraf okulomotorius sewaktu melakukan
konvergensi penglihatan menjadi kabur karena tidak mampu
mempertahankan kontraksi otot-otot bola mata
4) N V : Pada klien dengan penyakit Parkinson umumnya ditemukan perubahan
pada otot wajah. Adanya keterbatasan otot wajah menyebabkan ekspresi
wajah klien mengalami penurunan, saat bicara wajah seperti topeng.
5) N VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal
6) N VIII : Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi yang berhubungan dengan
proses senilis dan penurunan aliran darah regional.
7) N IX dan X : Ditemukan kesulitan dalam menelan makanan.
8) N XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) N XII : Lidah simetris, tidak ditemukan deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
h) Sistem motorik
1) Inspeksi umum, ditemukan perubahan pada gaya berjalan, tremor secara
umum pada seluruh otot, dan kaku pada seluruh gerakan. Klien sering
mengalami rigiditas deserebrasi.
2) Tonus otot, ditemukan meningkat.

14
3) Keseimbangan dan koordinasi, ditemukan mengalami gangguan karena
adanya kelemahan otot, kelelahan, perubahan pada gaya berjalan, tremor
secara umum pada seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan.
9. Pemeriksaan Penunjang
a) EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
b) CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar,
hidrosefalua eks vakuo)
c) Tehnik neuroimaging juga dapat berguna dalam mendiagnosis penyakit
Parkinson. Seperti MRI, [18F]-fluorodopa positron emission tomografi, [11C]-
eaclopride imaging of dopamine D2 receptors dan single photon emission
computed tomografi dari striatal dopamine re-uptake. Satu penelitian
mengungkapkan bahwa sonografi parenkim otak mungkin memiliki spesifikasi
yang tinggi dalam membedakan penyakit Parkinson dengan atypical
parkinsonism.
10. Therapi
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi
untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi
gejala yang timbul. Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual dan
simtomatik, obat-obatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit
atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas,
dan slowness. Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk
memperlambat dan menghambat perkembangan dari penyakit itu.
a) Terapi Obat-obatan (Farmakologi)
Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:
1) Antikolinergik
Benzotropine (Cogentin), trihexyphenidyl (Artane). Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson dan untuk menghaluskan
pergerakan.
Carbidopa/levodopa. Levodopa merupakan pengobatan utama untuk
penyakit parkinson. Di dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-
dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-
aromatik asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun
demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya

15
dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas.
Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa
endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,
membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron
dopaminergik. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan
memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali
menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa
untuk meningkatkan efektivitasnya dan mengurangi efek sampingnya. Efek
samping levodopa dapat berupa: Neusea, muntah, distress abdominal,
Hipotensi postural, Sesekali akan didapatkan aritmia jantung terutama pada
penderita yang berusia lanjut (efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik
dopamine pada system konduksi jantung, ini bisa diatasi dengan obat beta
blocker seperti propanolol) dan diskinesis.
2) COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol
fluktuasi motor pada pasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone
adalah penghambat enzim COMT, memperpanjang efek L-Dopa. Tapi
karena efek samping yang berlebihan seperti liver toksik, maka jarang
digunakan. Jenis yang sama, entacapone, tidak menimbulkan penurunan
fungsi liver.
3) Agonis dopamine
Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax),
pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid dianggap
cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan
merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan
penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan
menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. Obat ini dapat berguna untuk
mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan
diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi.
4) MAO-B inhibitors
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga
berguna pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat
ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula
memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi

16
levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson, yaitu untuk mengaluskan
pergerakan. Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan
menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat
perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik.
Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Efek
sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan L-dopa dapat
meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa diterangkan
secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.
5) Amantadine (Symmetrel)
Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.
b) Terapi NonFarmakologi:
1) Deep Brain Stimulation (DBS)
Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan
elektroda yang memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-menerus ke
dalam otak. Terapi ini disebut deep brain stimulation (DBS). DBS adalah
tindakan minimal invasif yang dioperasikan melalui panduan komputer
dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat medis yang
disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah
target di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus.
Stimulasi ini digerakkan oleh alat medis implant yang menekan tremor.
Terapi ini memberikan kemungkinan penekanan pada semua gejala dan efek
samping, dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN) dan
globus pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi elektris. Pilihan wilayah
target tergantung pada penilaian klinis.
2) Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-benar
diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami
kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi (malnutrisi)
pada penderita. Makanan berserat akan membantu mengurangi ganguan
pencernaan yang disebabkan kurangnya aktivitas, cairan dan beberapa obat.
3) Terapi Fisik
Program terapi fisik pada penyakit Parkinson merupakan program
jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau

17
perburukan penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan
hambatan lainnya. Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun
tari dapat bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas,
fleksibilitas, keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu
dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan
memindahkan makanan di dalam mulut.
4) Terapi Suara
Perawatan yang paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan
oleh penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment
(LSVT). LSVT berfokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu studi
menemukan bahwa alat elektronik yang menyediakan umpan balik indera
pendengar atau frequency auditory feedback (FAF) untuk meningkatkan
kejernihan suara.
5) Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap
terapi gen yang melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang
dikirim ke bagian otak yang disebut subthalamic nucleus (STN). Gen yang
digunakan memerintahkan untuk mempoduksi sebuah enzim yang disebut
glutamic acid decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi
neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai penghambat langsung
sel yang terlalu aktif di STN.
6) Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau
sel stem yang berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai
dilakukan. Percobaan pertama yang dilakukan adalah randomized double-
blind sham-placebo dengan pencangkokan dopaminergik yang gagal
menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk pasien di bawah umur.
7) Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak
ditemukannya levodopa. Operasi dilakukan pada pasien dengan Parkinson
yang sudah parah di mana terapi dengan obat tidak mencukupi. Operasi
dilakukan thalatotomi dan stimulasi thalamik.
8) Terapi neuroprotektif

18
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors.
9) Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik untuk kemudian
digunakan secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L-
Tyrosin yang merupakan suatu perkusor L-dopa menunjukkan efektifitas
sekitar 70% dalam mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu
kofaktor penting dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala
pada penelitian terhadap 110 pasien. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi
secara teori dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien
Parkinson. Kedua vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim
superoxide dismutase dan katalase untuk menetralkan anion superoxide yang
dapat merusak sel.
11. Komplikasi
a) Gangguan Mood
Pasien dengan PD idiopatik sekitar 90%-nya mengalami komplikasi psikiatrik,
termasuk didalamnya gangguan mood mayor (depresi mayor, distimia, atau
gangguan bipolar); gangguan penyesuaian; gejala ansietas disabling, perubahan
mood yang dicetuskan oleh obat, rasa sedih patologis, demensia; keadaan apatis;
atau delirium.
b) Depresi
Depresi mayor terjadi hampir 40% pada pasien dengan PD, angka kejadian
tersebut bervariasi dari tiap studi yang ada yaitu dari 4% hingga 70 %. Intensitas
gejala depresi mayor secara umum terjadi dari sedang hingga berat dan sering
bersamaan dengan gejala ansietas.
c) Apatis
Gejala apatis dapat timbul pada PD dengan gejala depresi mayor. Keadaan
apatis merupakan analogi dari aspek PD itu sendiri, seperti keadaan
bradiphrenia dan bradikinesia, diperkirakan beberapa gejala kognitif,
behavioral, dan motorik pada PD saling berhubungan patofisiologinya. Sebagai
buktinya yaitu keadaan bradiphrenia berhubungan dengan hilangnya neuron
pada lokus seruleus yang berimplikasi terjadinya disfungsi noradrenergik.

19
d) Emosionalisme
Keadaan emosi yang timbul pada PD merupakan suatu keadaan sentimental
yang tinggi dan berlebihan yang tidak sesuai, tidak dimotivasi dan tidak
disadari.
e) Ansietas
Keadaan ansietas merupakan masalah umum terjadi pada pasien PD, tetapi
sering kurang diperhatikan mengenai fenomena ini. Sindroma ansietas pada PD
tampaknya berhubungan dengan penyakit otak yang mendasari dengan
implikasi disfungsi noradrenergik.
f) Psikosis
Psikosis dapat timbul secara spontan atau berhubungan dengan gangguan
kognitif, fluktuasi periode on dan off, gangguan mood, pengobatan
psikoaktif, dan atau keadaan delirium. Gejala psikosis yang timbul secara umum
dapat dibagi menjadi tiga kategori. Kategori pertama terdiri dari gejala
halusinasi visual berupa gambaran binatang atau orang yang terjadi dengan
rasa sensasi yang jelas dan disertai insight. Tipe yang kedua halusinasi atau
delusi yang terjadi menjadi persisten tetapi dengan hilangnya insight. Pada grup
yang ketiga, halusinasi atau delusi terjadi pada keadaan delirium.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboraturium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk
membuat rencana asuhan keperawatan klien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
1) Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis.
2) Pulse rate meningkat/menurun tergantung dari mekanisme kompensasi,
sistem konduksi jantung & pengaruh sistem saraf otonom.
3) Respiratory rate
4) Suhu

20
c. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernafasan yang terjadi berkaitan dengan hipoventilasi,
inaktivitas, aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas. Inspeksi: ditemukan klien batuk dan mengalami
penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, dan penggunaan otot bantu nafas. Palpasi: ditemukan taktil
fremitus seimbang kanan dan kiri. Perkusi: ditemukan adanya resonan pada
seluruh lapang paru. Auskultasi: ditemukan bunyi nafas tambahan seperti
nafas berbunyi, stridor,ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret
dan kemampuan batuk yang menurun yang sering ditemukan padaklien
dengan inaktivitas.
2) B2(Blood)
Hipotensi postural yang terjadi berkaitan dengan efek samping pemberian
obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem saraf
otonom.
3) B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Pada inspeksi umum
ditemukan perubahan pada gaya berjalan, tremor secara umum pada seluruh
otot, dan kaku pada seluruh gerakan.
4) Pemeriksaan saraf kranial
(a) N I : Biasanya pada klien cidera tulang belakang tidak ditemukan
kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
(b) N II : Hasil uji ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai
tingkat usia, biasanya klien lanjut usia dengan penyakit parkinson
mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
(c) N III, IV,VI : Gangguan saraf okulomotorius sewaktu melakukan
konvergensi penglihatan menjadi kabur karena tidak mampu
mempertahankan kontraksi otot-otot bola mata.
(d) N V : Pada klien dengan penyakit Parkinson umumnya ditemukan
perubahan pada otot wajah. Adanya keterbatasan otot wajah
menyebabkan ekspresi wajah klien mengalami penurunan, saat bicara
wajah seperti topeng.

21
(e) N VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal
(f) N VIII : Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi yang berhubungan
dengan proses senilis dan penurunan aliran darah regional.
(g) N IX dan X : Ditemukan kesulitan dalam menelan makanan.
(h) N XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
(i) N XII : Lidah simetris, tidak ditemukan deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d. Sistem motorik
1) Inspeksi umum, ditemukan perubahan pada gaya berjalan, tremor secara
umum pada seluruh otot, dan kaku pada seluruh gerakan. Klien sering
mengalami rigiditas deserebrasi.
2) Tonus otot, ditemukan meningkat.
3) Keseimbangan dan koordinasi, ditemukan mengalami gangguan karena
adanya kelemahan otot, kelelahan, perubahan pada gaya berjalan, tremor
secara umum pada seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
2) CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar,
hidrosefalua eks vakuo)
3) Tehnik neuroimaging juga dapat berguna dalam mendiagnosis penyakit
Parkinson. Seperti MRI, [18F]-fluorodopa positron emission tomografi, [11C]-
eaclopride imaging of dopamine D2 receptors dan single photon emission
computed tomografi dari striatal dopamine re-uptake. Satu penelitian
mengungkapkan bahwa sonografi parenkim otak mungkin memiliki
spesifikasi yang tinggi dalam membedakan penyakit Parkinson dengan
atypical parkinsonism.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Akinesia/bradikinesia, tremor
ditandai dengan keterbatasan dalam rentang gerak dan gerakan volunter
melambat.
b. Gangguan menelan berhubungan dengan rigiditas otot sekunder akibat parkinson
ditandai dengan disfagia, tersedak dan mengiler.
c. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik
otot-otot bicara sekunder akibat parkinson ditandai dengan ataksia otot bicara,

22
kerusakan kemampuan untuk berbicara, penurunan volume bicara dan
perlambatan otot bicara.
d. Konstipasi berhubungan dengan medikasi dan penurunan aktivitas akibat
kelemahan otot pada penyakit parkinson ditandai dengan feses keras, defekasi
kurang dari tiga kali seminggu.
e. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan penampilan dan sikap
tubuh.
f. Risiko cidera berhubungan dengan gaya berjalan yang tidak mantap akibat
penurunan reflek postural.
g. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan depresi dan disfungsi
akibat perkembangan penyakit.

23
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilaksanakan asuhan 1. Hindari berbaring atau 1. Berbaring atau duduk
berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 jam duduk dalam posisi yang dalam posisi yang
Akinesia/bradikinesia, tremor diharapkan hambatan mobilitas fisik sama dalam waktu lama. sama dalam waktu
ditandai dengan keterbatasan teratasi dengan kriteria hasil: 2. Ajarkan latihan rentang lama dapat
dalam rentang gerak dan 1. Mempertahankan/meningkatkan gerak aktif pada anggota meningkatkan
gerakan volunter melambat. kekuatan dan fungsi umum gerak yang sehat kekakuan otot dan
2. Tonus otot meningkat sedikitnya 4x sehari. menimbulkan risiko
3. Lakukan mandi air dekubitus.
hangat. 2. Untuk merelaksasikan
4. Anjurkan untuk otot agar imobilitas
ambulasi, dengan atau fisik perlahan-lahan
tanpa alat bantu. dapat teratasi
5. Lakukan pengukuran 3. Mandi air hangat
kekuatan otot. dapat mengurangi
kekakuan tubuh pada
pagi hari dan
memperbaiki mobilita
4. Untuk melatih otot

24
agar terbiasa untuk
mobilisasi
5. Untuk mengkaji
sejauhmana
kemampuan otot
pasien
2 Gangguan menelan Setelah dilaksanakan asuhan 1. Sebelum mulai memberi 1. Mengkaji tingkat
berhubungan dengan rigiditas keperawatan selama ... x 24 jam makan, kaji apakah kesadaran dan reflek
otot sekunder akibat diharapkan gangguan menelan teratasi individu cukup sadar dan muntah individu
parkinson ditandai dengan dengan kriteria hasil: responsif, apakah dapat membantu
disfagia, tersedak dan 1. Tidak adanya disfagia mengontrol mulut, dapat mengurangi
mengiler. 2. Tidak adanya tersedak batuk atau reflek kemungkinan aspirasi
3. Tidak mengiler. muntah, dan dapat 2. Posisi yang benar
menelan salivanya akan membantu dalam
sendiri. menelan dan
2. Posisikan dengan benar, mengurangi risiko
duduk tegak 60 derajat- aspirasi.
90 derajat pada kursi 3. Penempatan bolus
atau tempat duduk makanan secara tepat
3. Bantu individu pada bagian posterior
menggerakkan bolus mulut membantu klien

25
makanan dari bagian dalam proses menelan
interior mulut ke bagian makanan.
posterior. Tempatkan 4. Membantu
makanan pada bagian meningkatkan
posterior mulut tempat keefektifan dalam
penelanan dipastikan menelan.
dapat terjadi.
4. Hindari mulut terlalu
penuh, beri makanan
dengan lambat dan
pastikan gigitan
sebelumnya sudah
ditelan.
3 Hambatan komunikasi verbal Setelah dilaksanakan asuhan 1. Beri metode alternatif 1. Memudahkan klien
berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 jam komunikasi seperti tanda dalam berkomunikasi
kerusakan fungsi motorik diharapkan hambatan komunikasi isyarat untuk beberapa dengan orang lain
otot-otot bicara sekunder verbalteratasi dengan kriteria hasil: perintah 2. Suara bising dapat
akibat parkinson ditandai 1. Tidak adanya penurunan volume 2. Beri lingkungan yang mempengaruhi
dengan ataksia otot bicara, bicara tenang keadaan klien dan
kerusakan kemampuan untuk 2. Tidak adanya perlambatan 3. Ajarkan teknik komunikasi yang
berbicara, penurunan volume abnormal otot bicara memperbaiki bicara terbentuk menjadi

26
bicara dan perlambatan otot 3. Tidak adanya kerusakan tidak teratur
bicara. kemampuan bicara. 3. Sebagai latihan
memperbaiki
gangguan komunikasi
4 Konstipasi berhubungan Setelah dilaksanakan asuhan 1. Catat dan kaji kembali 1. Sebagai pengkajian
dengan medikasi dan keperawatan selama ... x 24 jam warna, konsistensi, dasar untuk
penurunan aktivitas akibat diharapkan konstipasi teratasi dengan jumlah dan waktu buang mengetahui adanya
kelemahan otot pada penyakit kriteria hasil: air besar masalah bowel
parkinson ditandai dengan 1. Feses tidak keras, normal, mudah 2. Jika terjadi fekal 2. Membantu
feses keras, defekasi kurang dikeluarkan impaction : mengeluarkan feses
dari tiga kali seminggu. 2. Defekasi normal satu kali sehari a. Lakukan 3. Membantu feces lebih
pengeluaran manual lunak
b. Lakukan gliserin 4. Gerakan aktif dan
klisma pasif membantu
3. Berikan cairan adekuat meningkatkan
4. Bantu klien dalam pergerakan usus,
melakukan aktivitas sehingga feses lebih
pasif dan aktif mudah dikeluarkan.

5 Gangguan konsep diri Setelah dilaksanakan asuhan 1. Bina hubungan saling 1. Sebagai dasar
berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 jam percaya pengembangan

27
perubahan penampilan dan diharapkan gangguan konsep diri 2. Dorong individu untuk tindakan keperawatan.
sikap tubuh. teratasi dengan kriteria hasil: mengekspresikan 2. Membantu
1. Klien menerima kondisi dan perasaan, khususnya mengidentifikasi
penampilan tubuhnya. mengenai pikiran, masalah utama
perasaan, dan pandangan mengenai konsep diri
dirinya. klien
3. Kaji kemampuan yang 3. Sebagai alternatif
dimiliki klien memanfaatkan
4. Dorong individu untuk kemampuan dengan
bertanya mengenai menutupi kekurangan
masalah, penanganan, 4. Mengembangkan
perkembangan, harga diri melalui
prognosis kesehatan. komunikasi dan
5. Siapkan orang terdekat menambah wawasan
terhadap perubahan fisik klien
dan emosinal. 5. Membantu perawat
6. Beri kesempatan berbagi dalam membina
rasa dengan individu hubungan saling
yang mengalami percaya
pengalaman sama 6. Memberi kesempatan
klien bertukar

28
pendapat tentang
kondisinya dengan
pasien lain dengan
penyakit sama dan
diharapkan timbul
peningkatan
kepercayaan diri.

6 Risiko cidera berhubungan Setelah dilaksakan asuhan 1. Orientasikan pasien pada 1. Mengetahui kondisi
dengan gaya berjalan yang keperawatan selama ... x 24 jam kondisi di sekelilingnya. sekeliling membantu
tidak mantap akibat diharapkan cidera tidak terjadi 2. Diskusikan dengan mencegah terjadinya
penurunan reflek postural. dengan kriteria hasil : keluarga perlunya cidera.
1. Tidak ada luka pemantauan konstan 2. Pasien dengan
2. Pasien tidak terjatuh terhadap pasien. parkinson dapat
3. Lakukan kewaspadaan mengalami kelemahan
keamanan pada pasien otot sehingga keluarga
yang mengalami perlu melakukan
kelemahan otot. pemantauan yang
4. Gunakan tempat tidur dilakukan secara
rendah, dengan pagar terus-menerus untuk

29
yang terpasang mengantisipasi hal-hal
5. Gunakan matras pada buruk yang mengenai
lantai klien
3. Kewaspadaan dapat
menghindarkan pasien
dari kemungkinan
mengalami
cidera.Penggunaan
tempat tidur yang
rendah dengan pagar
terpasang dapat
menghindari
terjatuhnnya pasien
dari tempat tidur.
4. Mencegah pasien
mengalami cidera dan
mengantisipasi
kemungkinan pasien
terjatuh ke lantai.
7 Ketidakefektifan koping Setelah dilaksanakan asuhan 1. Kaji status koping 1. Untuk menentukan
individu berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 jam individu saat ini tindakan yang tepat

30
depresi dan disfungsi akibat diharapkan keefektifankoping individu 2. Beri dukungan jika sesuai status koping
perkembangan penyakit. tercapai dengan kriteria hasil: individu bebicara klien
1. Pengungkapan kemampuan 3. Dorong untuk 2. Memberi semangat dan
mengatasi masalah atau meminta melakukan evaluasi diri motivasi bagi klien
bantuan. tentang perilakunya 3. Sebagai acuan bagi
2. Prilaku konstruktif terhadap diri. 4. Bantu klien memecahkan perawat tentang pola
masalah dengan cara pikir klien saat itu
yang konstruktif 4. Menuntun klien pada
5. Ajarkan klien teknik koping efektif
relaksasi 5. Menenangkan klien
6. Beri kesempatan klien 6. Membantu dalam
untuk belajar dan memanajemen stres
menggunakan teknik klien sewaktu-waktu
manajemen stres (mis.
Jogging, Yoga dll)

31
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi
5. Evaluasi Keperawatan
a. Dx 1
1) Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi umum
2) Tonus otot meningkat
b. Dx 2
1) Tidak adanya disfagia
2) Tidak adanya tersedak
3) Tidak mengiler.
c. Dx 3
1) Tidak adanya penurunan volume bicara
2) Tidak adanya perlambatan abnormal otot bicara
3) Tidak adanya kerusakan kemampuan bicara.
d. Dx 4
1) Feses tidak keras, normal, mudah dikeluarkan
2) Defekasi normal satu kali sehari
e. Dx 5
1) Klien menerima kondisi dan penampilan tubuhnya.
f. Dx 6
1) Tidak ada luka
2) Pasien tidak terjatuh
g. Dx 7
1) Pengungkapan kemampuan mengatasi masalah atau meminta bantuan.
2) Prilaku konstruktif terhadap diri.

32

Anda mungkin juga menyukai