I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita
yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang
peningkatan tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg
dan peningkatan diastolik lebih besar atau sama dengan 90 mmHg melebihi
140/90 mmHg, saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi
(Wikipedia, 2010).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi
batas normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan
denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan
peningkatan volume aliran darah darah (Hani, 2010)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah
normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas 160/95
dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki batasan
masing – masing :
a. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan
darah waktu berbaring > 130/90 mmHg.
b. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya >
145/90 mmHg
c. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi
(Sumber : Dewi dan Familia, 2010 : 18).
Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan
kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus
diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang
sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus
diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi
kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan
sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di
Indonesia memakan patokan >220/140.
1.2 Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana
terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang
berakibat pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ
yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf
yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan
subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut,
diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati,
eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi
1.Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
2.Kehamilan
3.Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4.Pengguna NAPZA
5.Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala,
penyakit vaskular/ kolagen)
1.6 Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.
Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua
sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak
terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai
stroke dan gagal ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin
terjadi akibat hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan
sedang mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan
retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung
merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain
kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang
disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian.
Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan
iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering
dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti
pada hipertensi maligna. Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi
ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum
adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti merokok,
dislipidemia dan diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg
pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor resiko
kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75
mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler sebanyak dua kali (Anggraini, Waren, et. al, 2009).
1.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular sistemik Pada
kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata diturunkan secara
cepat, sekitar 25% dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya,
dalam beberapa menit atau jam. Penurunan tekanan darah selanjutnya
dilakukan secara lebih perlahan. Sebaiknya penurunan tekanan darah
secara cepat tersebut dicapai dalam 1- 4 jam, dilanjutkan dengan
penurunan tekanan darah dalam 24 jam berikutnya secara lebih perlahan
sehingga tercapai tekanan darah diastolik sekitar 100 mmHg.
Seperti sudah disebutkan di atas, pada kegawatan hipertensi diberikan obat
antihipertensi parenteral yang memerlukan titrasi secara hati-hati sesuai
dengan respons klinik. Setelah penurunan tekanan darah secara cepat
tercapai dengan pemberian obat antihipertensi parenteral, dimulai
pemberian obat antihipertensi oral.
Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat
antihipertensi oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat
antihipertensi parenteral sampai dihentikan. Pengukuran tekanan darah
yang berkesinambungan dapat dilakukan dengan menggunakan alat
monitor tekanan darah osilometrik otomatik.
Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau hipotensi,
kecuali pada diseksi aorta, karena akan mengakibatkan terjadinya
hipoperfusi organ target. Penurunan tekanan darah sampai normal dapat
dilaksanakan pada saat pasien berobat jalan.
Obat parenteral yang digunakan untuk terapi krisis hipertensi adalah :
1) Natrium Nitropusida
2) Nikardipin hidroklorida
3) Nitrogliserin
4) Enaraplirat
5) Hidralazin Hidroklorida
6) Diazoksid
7) Labatalol Hidroklorida
8) Fentolamin ( Mansjoer:522 )
Obat pilihan pada kedaruratan hipertensi adalah yang memiliki efek
samping segera. Nitroprusid dan labetalol hidroklorida intravena memiliki
efek vasodilatasi segera dengan waktu kerja yang pendek, sehingga
banyak digunakan pada awal klinis.
Efek pada kebanyakan obat antihipertensi diperkuat oleh deuretik.
Pemantauan tekanan darah yang sangat ketat dan status kardiovaskuler
pasien penting dilakukan selama penanganan dengan obat ini.
Penurunan tekanan darah secara mendadak dapat terjadi dan memerlukan
tindakan segera untuk mengembalikan tekanan darah ke batas normal. (
Brunner & Suddarth:908 )
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU,
pasang femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada
indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik. Tentukan
penyebab krisis hipertensi, singkirkan penyakit lain yang menyerupai
krisis hipertensi, tentukan adanya kerusakan organ sasaran. Tentukan TD
yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya,
cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang
menyertai dan usia pasien.
Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak
kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg
selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal :
disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP
ataupun TD yang didapat.
Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung
dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan,
kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta. TD
secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.
c. Diet sehat penderita krisis hipertensi
Pengaturan menu bagi penderita hipertensi selama ini dilakukan dengan
empat cara, yakni diet rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak
terbatas, diet rendah serat,dan diet rendah energi (bagi yang kegemukan).
Cara diet tersebut bertambah satu dengan hadirnya DASH (Dietary
Approach to Stop Hipertension) yang merupakan strategi pengaturan
menu yang lengkap. Prinsip utama dari diet DASH adalah menyajikan
menu makanan dengan gizi seimbang terdiri atas buah-buahan, sayuran,
produk-produk susu tanpa atau sedikit lemak, ikan, daging unggas, biji-
bijian, dan kacang-kacangan. Porsi makanan tergantung pada jumlah
kalori yang dianjurkan untuk dikonsumsi setiap harinya. Jumlah kalori
tergantung pada usia dan aktifitas. Menu yang dianjurkan dalam diet
DASH untuk yang berat badannya normal mengandung 2.000 kalori yang
dibagi dalam tiga kali waktu makan (pagi, siang, malam).
Diet tinggi buah-buahan, sayuran, dan produk susu tanpa lemak atau
rendah lemak secara bersama-sama dan total dapat menurunkan tekanan
sistolik rata-rata 6 – 11 mmHg. Buah yang paling sering dianjurkan
dikonsumsi untuk mengatasi hipertensi adalah pisang. Sementara dari
golongan sayuran adalah sayuran hijau, seledri, dan bawang putih.
Sedangkan makanan yang dilarang dikonsumsi lagi oleh penderita
hipertensi adalah daging kambing dan durian.
d. Terapi
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang
lebih 110 mmHg atau berkurangnya sampai tekanan darah diastolic
kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya mean arterial blood pressure
mean arterial blood pressure25 %( pada strok penurunan hanya boleh 20
% dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara
bertahap bila sangat tinggi> 220 / 330 mmHg ) dalam waktu 2 jam.
Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat
dilanjutkan dalam 12 – 16 jam selanjutnya sampai mendekati normal.
Penurunan tekanan darah hipertensi urgency dilakukan secara bertahap
dalam dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.
1.8 Pathway
2.3 Perencanaan
2. Diagnosa Kep I : Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan
ekspansi paru
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola napas
Kriteria Hasil : - Frekuensi pernafasan normal (RR 16 – 20 x/menit). ,
Tidak terdapat bunyi nafas tambahan, pasien tidak hipoksia.
Intervensi
a. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya
suara suara tambahan yg tidak normal
R / Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
b. Pantau frekuensi,irama,kedalaman pernapasan, catat ketidakteraturan
pernapasan
c. R / Perubahan dapat menunjukan komplikasi pulmonal/menandakan
lokasi/luasnya keterlibatan otak.
d. Berikan oksigen sesuai indikasi
R / Mencegah hipoksia, jika pusat pernapasan tertekan.
e. Anjurkan pasien untuk latihan napas dalam yang efektif jika pasien
sadar
R / Mencegah/menurunkan atelektasis
f. Kaji TTV tiap hari
R / Mengetahui perubahan status kesehatan
Daftar Pustaka
Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care
Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician
2009:43-50
Anggaraini, Ade Dian, et.al (2009). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan
http: //www.depkes.org.
Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus
Books, Yogyakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting on
Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi,
( ) ( )