Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita
yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang
peningkatan tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg
dan peningkatan diastolik lebih besar atau sama dengan 90 mmHg melebihi
140/90 mmHg, saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi
(Wikipedia, 2010).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi
batas normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan
denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan
peningkatan volume aliran darah darah (Hani, 2010)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah
normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas 160/95
dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki batasan
masing – masing :
a. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan
darah waktu berbaring > 130/90 mmHg.
b. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya >
145/90 mmHg
c. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi
(Sumber : Dewi dan Familia, 2010 : 18).
Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan
kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus
diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang
sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus
diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi
kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan
sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di
Indonesia memakan patokan >220/140.
1.2 Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana
terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang
berakibat pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ
yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf
yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan
subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut,
diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati,
eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi
1.Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
2.Kehamilan
3.Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4.Pengguna NAPZA
5.Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala,
penyakit vaskular/ kolagen)

1.3 Tanda Gejala


 Biasanya orang yang menderita hipertensi akan mengalami sakit kepala,
pusing yang sering dirasakan akibat tekanan darahnya naik melebihi
batas normal.
 Wajah akan menjadi kemerahan.
 Pada sebagian orang akan mengalami detak jantung yang berdebar-
debar.
 Orang yang mengalami darah tinggi akan mengalami gejala hipertensi
seperti pandangan mata menjadi kabur atau menjadi tidak jelas.
 Sering buang air kecil dan sulit berkonsentrasi.
 Sering mudah kelelahan saat melakukan berbagai aktivitas.
 Sering terjadi pendarah di hidung atau mimisan.
 Gejala hipertensi yang parah bisa menyebabkan seseorang mengalami
vertigo.
 Orang yang mempunyai darah tinggi biasanya akan sensitif dan mudah
marah terhadap hal-hal yang tidak dia sukai.
1.4 Patofisiologi
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder,
dapat dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan
diastolik meningkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6
jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar luas,
serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron. Perubahan patologis
jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada retina akan timbul
perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat
mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling
terpercaya dari hipertensi maligna.
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun
penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar
60-160 mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah
sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah maka akan
terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi memungkinkan
pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak
yang irreversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan
menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan
pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme
adaptasi. Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi
pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.
Gambar 1. Skema Patofisiologi Hipertensi Emergensi
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami
perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg,
sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120
mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan
batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD
menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema otak.
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa
cara:
a. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk
melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan
naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding
arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara
yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi,
yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena
perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh.
Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga
meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri
mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka
tekanan darah akan menurun.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
g. Foto dada dan CT scan

1.6 Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.
Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua
sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak
terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai
stroke dan gagal ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin
terjadi akibat hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan
sedang mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan
retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung
merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain
kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang
disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian.
Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan
iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering
dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti
pada hipertensi maligna. Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi
ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum
adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti merokok,
dislipidemia dan diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg
pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor resiko
kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75
mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler sebanyak dua kali (Anggraini, Waren, et. al, 2009).

1.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular sistemik Pada
kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata diturunkan secara
cepat, sekitar 25% dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya,
dalam beberapa menit atau jam. Penurunan tekanan darah selanjutnya
dilakukan secara lebih perlahan. Sebaiknya penurunan tekanan darah
secara cepat tersebut dicapai dalam 1- 4 jam, dilanjutkan dengan
penurunan tekanan darah dalam 24 jam berikutnya secara lebih perlahan
sehingga tercapai tekanan darah diastolik sekitar 100 mmHg.
Seperti sudah disebutkan di atas, pada kegawatan hipertensi diberikan obat
antihipertensi parenteral yang memerlukan titrasi secara hati-hati sesuai
dengan respons klinik. Setelah penurunan tekanan darah secara cepat
tercapai dengan pemberian obat antihipertensi parenteral, dimulai
pemberian obat antihipertensi oral.
Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat
antihipertensi oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat
antihipertensi parenteral sampai dihentikan. Pengukuran tekanan darah
yang berkesinambungan dapat dilakukan dengan menggunakan alat
monitor tekanan darah osilometrik otomatik.
Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau hipotensi,
kecuali pada diseksi aorta, karena akan mengakibatkan terjadinya
hipoperfusi organ target. Penurunan tekanan darah sampai normal dapat
dilaksanakan pada saat pasien berobat jalan.
Obat parenteral yang digunakan untuk terapi krisis hipertensi adalah :
1) Natrium Nitropusida
2) Nikardipin hidroklorida
3) Nitrogliserin
4) Enaraplirat
5) Hidralazin Hidroklorida
6) Diazoksid
7) Labatalol Hidroklorida
8) Fentolamin ( Mansjoer:522 )
Obat pilihan pada kedaruratan hipertensi adalah yang memiliki efek
samping segera. Nitroprusid dan labetalol hidroklorida intravena memiliki
efek vasodilatasi segera dengan waktu kerja yang pendek, sehingga
banyak digunakan pada awal klinis.
Efek pada kebanyakan obat antihipertensi diperkuat oleh deuretik.
Pemantauan tekanan darah yang sangat ketat dan status kardiovaskuler
pasien penting dilakukan selama penanganan dengan obat ini.
Penurunan tekanan darah secara mendadak dapat terjadi dan memerlukan
tindakan segera untuk mengembalikan tekanan darah ke batas normal. (
Brunner & Suddarth:908 )
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU,
pasang femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada
indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik. Tentukan
penyebab krisis hipertensi, singkirkan penyakit lain yang menyerupai
krisis hipertensi, tentukan adanya kerusakan organ sasaran. Tentukan TD
yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya,
cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang
menyertai dan usia pasien.
Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak
kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg
selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal :
disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP
ataupun TD yang didapat.
Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung
dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan,
kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta. TD
secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.
c. Diet sehat penderita krisis hipertensi
Pengaturan menu bagi penderita hipertensi selama ini dilakukan dengan
empat cara, yakni diet rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak
terbatas, diet rendah serat,dan diet rendah energi (bagi yang kegemukan).
Cara diet tersebut bertambah satu dengan hadirnya DASH (Dietary
Approach to Stop Hipertension) yang merupakan strategi pengaturan
menu yang lengkap. Prinsip utama dari diet DASH adalah menyajikan
menu makanan dengan gizi seimbang terdiri atas buah-buahan, sayuran,
produk-produk susu tanpa atau sedikit lemak, ikan, daging unggas, biji-
bijian, dan kacang-kacangan. Porsi makanan tergantung pada jumlah
kalori yang dianjurkan untuk dikonsumsi setiap harinya. Jumlah kalori
tergantung pada usia dan aktifitas. Menu yang dianjurkan dalam diet
DASH untuk yang berat badannya normal mengandung 2.000 kalori yang
dibagi dalam tiga kali waktu makan (pagi, siang, malam).

BAHAN MAKANAN PORSI SEHARI UKURAN PORSI


Karbohidrat 3 – 5 piring Kecil
Lauk hewani 1 – 2 potong Sedang
Lauk nabati 2 – 3 potong Sedang
Sayuran 4 – 5 mangkuk
Buah – buahan 4 – 5 buah/potong Sedang
Susu / yoghurt 2 – 3 gelas

Diet tinggi buah-buahan, sayuran, dan produk susu tanpa lemak atau
rendah lemak secara bersama-sama dan total dapat menurunkan tekanan
sistolik rata-rata 6 – 11 mmHg. Buah yang paling sering dianjurkan
dikonsumsi untuk mengatasi hipertensi adalah pisang. Sementara dari
golongan sayuran adalah sayuran hijau, seledri, dan bawang putih.
Sedangkan makanan yang dilarang dikonsumsi lagi oleh penderita
hipertensi adalah daging kambing dan durian.
d. Terapi
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang
lebih 110 mmHg atau berkurangnya sampai tekanan darah diastolic
kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya mean arterial blood pressure
mean arterial blood pressure25 %( pada strok penurunan hanya boleh 20
% dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara
bertahap bila sangat tinggi> 220 / 330 mmHg ) dalam waktu 2 jam.
Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat
dilanjutkan dalam 12 – 16 jam selanjutnya sampai mendekati normal.
Penurunan tekanan darah hipertensi urgency dilakukan secara bertahap
dalam dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.

1.8 Pathway

II. Rencana Asuhan Pasien Dengan Meningitis


2.2 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperwatan
a. Biodata Klien
Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis kelamin
(bisa laki-laki maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan,
Pendidikan, Alamat, Tanggal MRS, dan Diagnosa medis
b. Keluhan utama
Biasanya keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak
darah yang datang secara tiba-tiba.
c. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak darah yang
datang secara tiba-tiba.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis,
sirosis hepatitis, hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran
pencernaan bagian atas, riwayat penyakit darah (misal : DM),
riwayat penggunaan obat ulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup
(alkoholisme, gaya hidup / kebiasaan makan).
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai
kebiasaan makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis
melena, maka dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik : data focus


1) Airway
Kaji :
 Bersihan jalan nafas
 Adanya/ tidaknya jalan nafas
 Distres pernafasan
 Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji :
 Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
 Suara nafas melalui hidung atau mulut
 Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) Circulation
Kaji :
 Denyut nadi karotis
 Tekanan darah
 Warna kulit, kelembapan kulit
 Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji :
 Tingkat kesadaran
 Gerakan ekstremitas
 GCS ( Glasgow Coma Scale )
 Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
5) Eksposure
Kaji :
 Tanda-tanda trauma yang ada. ( Muslicha : 45-46 )

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
Takipnea
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan
warna kulit, suhu dingin
3. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria, Factor stress multiple
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan
menghela, peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5. Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit
kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman,
perubahan retinal optic
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, nyeri abdomen
8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea,
ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa
sputum, riwayat merokok.
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan,
bunyi napas tambahan, sianosis
9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura
10. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis,
penyakit jantung, DM , penyakit ginjal Faktor resiko etnik,
penggunaan pil KB atau hormone. (Dongoes Marilynn E, 2000)

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru


2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tirah baring

2.3 Perencanaan
2. Diagnosa Kep I : Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan
ekspansi paru
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola napas
Kriteria Hasil : - Frekuensi pernafasan normal (RR 16 – 20 x/menit). ,
Tidak terdapat bunyi nafas tambahan, pasien tidak hipoksia.
Intervensi
a. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya
suara suara tambahan yg tidak normal
R / Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
b. Pantau frekuensi,irama,kedalaman pernapasan, catat ketidakteraturan
pernapasan
c. R / Perubahan dapat menunjukan komplikasi pulmonal/menandakan
lokasi/luasnya keterlibatan otak.
d. Berikan oksigen sesuai indikasi
R / Mencegah hipoksia, jika pusat pernapasan tertekan.
e. Anjurkan pasien untuk latihan napas dalam yang efektif jika pasien
sadar
R / Mencegah/menurunkan atelektasis
f. Kaji TTV tiap hari
R / Mengetahui perubahan status kesehatan

Daftar Pustaka

Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care

Clin Office Pract 2010;33:613-23.

Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician

2009:43-50

Anggaraini, Ade Dian, et.al (2009). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat di Poliklinik Dewasa

Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai Juni 2008. Diakses 20

Desember 2016 : Http://yayanakhyar.wordpress.com

Baike (2010). Hubungan genetik terhadap penyakit kardiovaskuler. Diakses 20

Desember 2016 : http://baike.baidu.com/view/2130696.htm

Depkes RI (2011). Epidemologi Penyakit Hipertensi. Diakses 20 Desember 2016:

http: //www.depkes.org.

Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus

Books, Yogyakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting on

Hypertension. Diakses 20 Desember 2016 : http://www.dinkesjatengprov.go.id

Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi,

& Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta

Ganong, William F (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta

Banjarmasin, Desember 2016

Preseftor Akademik Preseptor Klinik

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai