Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN TUTORIAL

KESEIMBANGAN ASAM BASA DAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN


ELEKTROLIT

Laporan ini di ajukan untuk memenuhi tugas keperawatan gadar kritis 2

dosen pengampu Tri Antika, S,Kep., M.Kep

di susun oleh

Diny Sri Meilany 218051


Farhan Malik Ibrahim Syafrudin 218055
Haerudin Firmasyah 2180
Mohamad Ihsan G 218065
Noor Azmi Fazria 218079
Pudja Antika Julianti 218071
Sophia Apriliani 218079
Sunandi Mardesta 218080

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT

BANDUNG

2021
Tinjauan Pustaka

A. Definisi
Diabetes mellitus merupakan sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan
antara tuntunan dan sulai insulin. Sindrom ini ditandai oleh hiperglikemi dan
berkaitan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak dan protein.
Abnormalitas metabolic ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi
ginjal, okular, neurologic dan kardiovaskuler.
Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah keadaan darurat hiperglikemi yang
mengancam jiwa pasien dengan diabetes mellitus. KAD terjadi ketika seseorang
mengalami penurunan insulin yang relatife atau absolut yang ditandai dengan
hiperglikemi, asidosis, ketosis, dan kadar glukosa darah >125 mg/dl. KAD merupakan
komplikasi akut yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat (American
diabetes Association, 2013).
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrin yang disebabkan
oleh defisiensi insulin relative dan absolut. Ketoasidosis diabetikum terjadi pada
penderita DM.
B. Etiologi
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat
hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
1. Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong
peningkatan proses katabolik, insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis
yang dikurangi, ataupun menolak terapi insulin
2. Infeksi
Penurunan kadar insulin dapat diresepkan tidak adekuat atau pasien tidak
menyuntikkan insulin dengan dosis yang cukup. Kesalahan yang menyebabkan
dosis insulin yang harus diberikan berkurang, terjadi pada pasien-pasien yang
sakit dan menganggap jika mereka kurang makan atau menderita muntah-muntah,
maka dosis insulinnya juga harus dikurangi. (karena keadaan sakit khususnya
infeksi dapat meningkatkan kadar glukosa darah, maka pasien tidak perlu
menurunkan dosis insulin yang mengimbangi asupanmakanan yang berkurang
ketika sakit dan bahkan mungkin harus meningkatkan dosis insulinnya).
Penyebab potensial lainnya yang menurunkan kadar insulin mencakup
kesalahan pasien dalam menganspirasi atau menyuntikkan insulin (khususnya
pada pasien dengan gangguan penglihatan); sengaja melewati pemberian insulin
(khususnya pada pasien remaja yang menghadapi kesulitan dalam mengatasi
diabetes atau aspek kehidupan yang lain); masalah peralatan (misalnya,
penyumbatan selang pompa insulin).
Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin. Sebagai respons
terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi peningkatan kadar hormon-hormon
“stres”—yaitu, glukogon, epinefrin, norepinefrin, kortisol dan hormone
pertumbuhan.
C. Patosifiolgi
Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes
ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan
glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium, dan kalium). Diurisis
osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini kan menyebabkan dehidrasi
dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis yang berat dapat kehilangan kira –
kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg natrium, kalium serta klorida selam
periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam
–asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton
oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi benda keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya
keadaan tersebut. Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi
darah, benda keton akan menimbulkan asidosis metabolik

Defisiensi insulin

Penurunan pemakaian glukosa, sehingga Terjadi peningkatan glukoneogenesis


Hiperglikemia.

Osmitik diuresis

 Dehidrasi intrasel.
 Glukosuria
 Kehilangan cairan dan elektrolit.
 Peningkatan serum osmolalitas.
 Penurunan fungsi renal ( BUN meningkat

Shock

D. Manifestasi klinis
Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam
darah, antara lain :
1. Napas yang cepat dan dalam (napas kussmaul)
2. Napas bau keton atau aseton (seperti harumnya buah atau sweet, fruity smell¬)
3. Nafsu makan turun
4. Mual, muntah
5. Demam
6. Nyeri perut
7. Berat badan turun
8. Capek, lemah
9. Bingung, mengantuk
10. Kesadaran menurun sampai koma.
Di samping itu, sebelumnya ada tanda-tanda hiperglikemia, yaitu rasa haus,
banyak kencing, capek, lemah, luka sulit sembuh, dan lain-lain.
Tanda – tanda hiperglikemia :
1. Rasa lelah
2. Nafsu makan bertambah
3. Rasa haus berlebihan
4. Penglihatan kabur
5. Kulit kering
6. Sering kencing
7. Luka yang sukar sembuh
8. Berat badan menurun
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian
lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang
biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa ketoasidosis
diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian
pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar
dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.
b. Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk
setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum
diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium
serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
c. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.
d. Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang
rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan
kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik.
Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil
pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam
hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
e. Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f. Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang
pH measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat
gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03
pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari
signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih
menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara
untuk menilai asidosis juga.
g. Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria
dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
h. β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons
terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap
normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk
ketoasidosis diabetik (KAD).
i. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi
saluran kencing yang mendasari.
j. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg /
dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan
koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas
kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
k. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme
kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
l. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
m. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat
terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar
kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang
mengalami insufisiensi renal.

2.   Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik ketoasidosis diabetik dilakukan dengan cara:


a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
f. Aseton plasma: Positif secara mencolok
g. Asam Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
h. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
i. Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
j. Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik) dengan
kompensasi alkalosis respiratorik
k. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
l. Ureum/creatinin: meningkat/normal
m. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut
F. Penatalaksaan Medis
a. Terapi Cairan
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan.
terapi insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi
dan hanya dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi
lebih rendah. Studi menunjukkan bahwa selama empat jam pertama,
lebih dari 80% penurunan kadar gula darah disebabkan oleh rehidrasi.
Oleh karena itu, hal penting pertama yang harus dipahami adalah
penentuan difisit cairan yang terjadi. Beratnya kekurangan cairan yang
erjadi dipengaruhi oleh durasi hiperglikemia yang terjadi, fungsi ginjal, dan
intake cairan penderita.
Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif. Targetnya
adalah penggantian cairan sebesar 50% dari kekurangan cairan dalam 8-12
jam pertama dan sisanya dalam 12 " 16 jam berikutnya. Menurut perkiraan
banyak ahli, total kekurangan cairan pada pasien KAD sebesar 100
ml/kgBB, atau sebesar 5-8 liter. Pada pasien dewasa, terapi cairan awal
langsung diberikan untuk ekspansi volume cairan intravaskular dan
ekstravaskular dan menjaga perfusi ginjal.
b. Terapi insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan
rehidrasi yang memadai. Sumber lain menyebutkan pemberian insulin dimulai
setelah diagnosis KAD ditegakkan dan pemberian cairan telah dimulai.
Pemakaian insulin akan menurunkan kadar hormone glukagon, sehingga
menekan produksi benda keton dihati, pelepasan asam lemak bebas dari
jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan
utilisasi glukosa oleh jaringan.
c. Natrium
Penderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium
serum yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap
peningkatan gula darah 100mg/dl diatas 100mg/dl maka kadar natrium
diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l dari pada kadar yang diukur.
d. Kalium
Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh
(sampai3 – 5 mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali
terjadi. Hal ini terjadi karena shift kalium dari intrasel ke ekstra sel oleh
karena asidosis, kekurangan insulin, dan hipertonisitas, sehingga terapi insulin,
koreksiasidosis, dan penambahan volume cairan akan menurunkan konsentrasi
kalium serum. Untuk mencegah hypokalemia, penggantian kalium dimulai
setelah kadar kalium serum kurangdari5,0.
e. Bikarbonat
pada pasien KAD dengan pH antara 6,9 – 7,1. Tidak didapatkan studi
random prospektif yang mempelajari pemakaian bikarbonat pada KAD dengan
nilai pH <6,9. Mengetahui bahwa asidosis berat menyebabkan banyak efek
vascular yang tidak diinginkan, tampak nya cukup bijaksana menentukan
bahwa pada pasien dewasa dengan pH <6,9, 100 mmol natrium bikarbonat di
tambahkan ke dalam 400ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan
200ml/jam. Pada pasien ph 6,9-7,0, 50mmol natrium dicampurkan dalam
200ml cairan Þsiologis dan diberikan dengan kecepatan 200ml/jam. Natrium
bikarbonat tidak diperlukan jika pH >7,0.
f. Fosfat
Kadar fosfat menurun dengan terapi insulin. Studi acak prospektif
gagal untuk menunjuk kan efek menguntungkan dari pemberian fosfat pada
hasil akhir pasien KAD, dan terapi fosfat berlebihan dapat menyebabkan
hypokalemia berat tanpa bukti adanya tetanus. Bagaimanapun untuk
menghindari lemahnya otot rangka dan jantung serta depress pernapasan yang
disebabkan hipofosfatemia, pemberian fosfat secara hati-hati mungkin kadang
kadang di indikasikan pada pasien dengan kelainan jantung, anemia, atau
depresi pernapasan dan pada mereka dengan kadar serum posfat< 1,0 mg/dl.
Ketika diperlukan,20– 30mEq/l kalium fosfat dapat ditambahkan pada terapi
cairan yang telah diberikan. Untuk itu diperlukan pemantauan secara kontinu.
Beberapa peneliti menganjurkan pemakaian kalium fosfatrutin karena mereka
percaya akan dapat menurunkan hiperkloremia setelah terapi dengan
membatasi pemberianan ion Cl-. Pemberian fosfat juga mencetuskan
hipokalsemia simtomatis pada beberapa pasien.
g. Magnesium
Biasanya terdapat deÞsit magnesium sebesar 1 – 2 mEq/l pada pasien
KAD. Kadar magnesium ini juga dipengaruhi oleh pemakaian obat seperti
diuretic yang dapat menurunkan kadar magnesium darah. Gejala kekurangan
magnesium sangat sulit di nilai dan sering tumpang tindih dengan gejala
akibat kekurangan kalsium, kalium atau natrium. Gejala yang sering
dilaporkan adalah parestesia, tremor, spame karpopedal, agitasi, kejang, dan
aritmia jantung. Pasien biasanya menunjukkan gejala pada kadar ≤1,2mg/dl.
Jika kadar nyadi bawah normal disertai gejala, maka pemberian magnesium
dapat dipertimbangkan.
h. Hiperkloremik asidosis selama terapi
Oleh karena pertimbangan pengeluaran ketoacid dalam urine selama
fase awal terapi, substrat atau bahan turunan bikarbonat akan menurun.
Sebagian deÞsit bikarbonat akan diganti dengan infusion klorida pada
sejumlah besar salin untuk mengkoreksi dehidrasi. Pada kebanyakan pasien
akan mengalami sebuah keadaan hiperkloremik dengan bikarbonat yang
rendah dengan aniongap yang normal. Keadaan ini merupakan kelainan yang
ringan dan tidak akan berbahaya dalam waktu 12 – 24 jam jika pemberian
cairan intravena tidak diberikan terlalu lama.
i. Penatalaksanaan terhadap infeksi yang menyertai
Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap factor
pencetus terjadinya KAD. Jika factor pencetus infeksi belum dapat ditemukan,
maka antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas.
j. Terapi Pencegahan terhadap Deep Vein Thrombosis (DVT)
Terapi pencegahan DVT diberikan terhadap penderita dengan risiko
tinggi, terutama terhadap penderita yang tidak sadar, immobilisasi, orangtua,
dan hyperosmolar berat. Dosis yang dianjurkan 5000iu tiap 8 jam secara
subkutan.
G. Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
a. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan
berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu
nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
b. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata.
Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
c. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres,
perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati
rasa).
d. Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis
pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung
koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan
tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian
mendadak.
e. Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan
kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari
rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
f. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan
pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan
mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah.
H. Pencegahan
Untuk mencegah diabetes keadosis yang berhubungan dengan keadaan sakit,
pasien harus di ajarkan “aturan enam hari (sick day rules) agar ia mampu menangani
diabetesnya ketika sakit. Menghindari makanan seperti sari-sari buah dan minuman
manis.
Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin
yang tidak adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat
diatasi dengan memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai
fasilitas kesehatan, komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita
dan keluaranya di saat sakit, serta edukasi.
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM
tipe 1 agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi metabolik
dan penanganan yang tepat.
Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah :
a) Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak
menghentikan pemberian insulin, managemen insulin yang tepat di
saat sakit.)
b) Menghindari strees
c) Menghindari puasa berkepanjangan
d) Mencegah dehidrasi
e) Mengobati infeksi secara adekuat
f) Melakukan pemantauan kadar gula darah/ keton secara mandiri.
ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS II

Pasien laki-laki usia 43 tahun datang ke IGD RS dalam keadaan sadar dengan keluhan mual

dan muntah sejak satu hari yang lalu, mual dirasakan bertambah setiap saat, muntah

dikatakan 3 kali sejak kemarin dengan volume kurang lebih 200ml yang berisi makanan dan

air, dan terasa asam. Pasien mengatakan terdapat muntah darah 1 kali dan nyeri pada ulu

hati. Pasien dikatakan merasakan demam sejak dua hari yang lalu (tidak terukur). Demam

menetap sepanjang hari. Pasien terdapat batuk dengan dahak berwarna putih. Pasien juga

merasakan pusing yang berputar-putar. Pasien mempunyai riwayat DM sejak 12 tahun yang

lalu. Ibu pasien mempunyai riwayat DM.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan BMI pasien 27 kg/m 3, keadaan umum lemas, terdapat

ronkhi pada lobus kanan bawah, dapat tercium nafas berbau asam, dengan pemeriksaan

penunjang di RS pada tanggakl 29 mei 2021 didapatkan WBC 19,13 x 10 3 /µL, trigliserida

324,0 mg/dL, GDS 385 mg/dL, HBA1C 12,0 %, BUN 40 mg/dL, Cr 1,52 mg/dL, pH 7,30,

PCO2 25,8 mmHg, BE -14,1 mmol/L, HCO3 12,4 mmol/L, urinalisis pH 5,50, leukosit +++,

glukosa ++++, darah +.

Therapi :

1. Nacl 0,9% 20 tpm

2. Drip insulin 1 U/jam

3. Drip lansoprazole 6 mg/jam

4. Puasa

5. Gastric lavage @4 jam

6. Antasida 3x15 ml oral

7. Sucralfat 3x15 ml oral

8. Cefoperazone 2x1 gr IV
9. Azitromicin 1x500 mg oral

10. Monitoring keluhan, balance cairan, BUN @hari , Na, K @ 8 jam selama drip insulin,

GDS @ 4 jam

A. Pengkajian

1. Pengkajian Primer

a) Airway

terdapat ronkhi pada lobus kanan bawah

b) Breathing

Terdengar bunyi ronkhi, dapat tercium nafas berbau asam

c) Circulation

d) Disability

Kesadaran composmetis

2. Pengkajian Sekunder

a) Identitas pasien dan riwayat

1) Data demografi

Nama : Tn. a

Jenis kelamin : laki-laki

Umur : 43 tahun

Status : menikah

Agama :-

Alamat :-

No medrek :-

Tanggal masuk :-

Tanggal pengkajian :-
2) Riwayat kesehatan

a. Riwayat penyakit dahulu

Pasien mempunyai riwayat DM sejak 12 tahun yang lalu.

b. Riwayat penyakit sekarang

Pasien laki-laki usia 43 tahun datang ke IGD RS dalam keadaan sadar dengan

keluhan mual dan muntah sejak satu hari yang lalu, mual dirasakan bertambah

setiap saat, muntah dikatakan 3 kali sejak kemarin dengan volume kurang

lebih 200ml yang berisi makanan dan air, dan terasa asam. Pasien mengatakan

terdapat muntah darah 1 kali dan nyeri pada ulu hati. Pasien dikatakan

merasakan demam sejak dua hari yang lalu (tidak terukur). Demam menetap

sepanjang hari. Pasien terdapat batuk dengan dahak berwarna putih. Pasien

juga merasakan pusing yang berputar-putar. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan BMI pasien 27 kg/m3, keadaan umum lemas, terdapat ronkhi pada

lobus kanan bawah, dapat tercium nafas berbau asam, dengan pemeriksaan

penunjang di RS pada tanggakl 29 mei 2021 didapatkan WBC 19,13 x 10 3

/µL, trigliserida 324,0 mg/dL, GDS 385 mg/dL, HBA1C 12,0 %, BUN 40

mg/dL, Cr 1,52 mg/dL, pH 7,30, PCO2 25,8 mmHg, BE -14,1 mmol/L, HCO3

12,4 mmol/L, urinalisis pH 5,50, leukosit +++, glukosa ++++, darah +.

c. Pemeriksaan fisik

Kesaran composmetis, BMI pasien 27 kg/m3, keadaan umum lemas, terdapat

ronkhi pada lobus kanan bawah, dapat tercium nafas berbau asam.

d. Diagnosa medis

Ketoasidosis diabetikum (KAD)

e. Pemeriksaan penunjang
WBC 19,13 x 103 /µL, trigliserida 324,0 mg/dL, GDS 385 mg/dL, HBA1C

12,0 %, BUN 40 mg/dL, Cr 1,52 mg/dL, pH 7,30, PCO2 25,8 mmHg, BE

14,1 mmol/L, HCO3 12,4 mmol/L, urinalisis pH 5,50, leukosit +++, glukosa +

+++, darah +

f. Therapy

Nacl 0,9% 20 tpm, Drip insulin 1 U/jam, Drip lansoprazole 6 mg/jam, Puasa,

Gastric lavage @4 jam, Antasida 3x15 ml oral, Sucralfat 3x15 ml oral,

Cefoperazone 2x1 gr IV, Azitromicin 1x500 mg oral, Monitoring keluhan,

balance cairan, BUN @hari , Na, K @ 8 jam selama drip insulin, GDS @ 4

jam.

B. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Pasien mengatakan muntah 3 TIK ↑ Defisit volume
kali sejak kemarin dengan volume ↓ cairan
Merangsang reseptor
kurang lebih 200 ml yang berisi
TIK
makanan, air serta terasa asam ↓
Merangsang pusat
muntah di
DO: Pasien datang dalam keadaan
dorsolateral
sadar dengan keluhan mual dan formation reticularis
muntah sejak satu hari yang lalu ↓
Kontraksi duodenum
dan antrum lambung

Tekanan
Intraabdmen ↑

Peristaltik retrograde

Lambung penuh
diafragma naik

Tekanan Intratoraks ↑

Spincter esophagus
membuka

Muntah
2. DS : Pasien mengatakan mual Kekurangan suplai Nutrisi kurang
bertambah setiap saat nutrisi ke jaringan dari kebutuhsn
Pasien mengatakan muntah 3 kali ↓ tubuh
sejak kemarin dengan volume Penurunan berat

kurang lebih 200 ml yang berisi badan


makanan, air serta terasa asam ↓
Nutrisi kurang dari
DO : Pasien terlihat lemas
kebutuhan tubuh
3 DS : Pasien mengatakan pusing Produksi insulin Pola nafas tidak
yang berputar putar menurun efektif


DO : HCO3 ↓, PCO2 ↓, pH↓ Glukagon meningkat

Lipolisis meningkat

Asam lemak
teroksidasi

Ketoanemia

Ketonuri

Ketoasidosis

HCO3 ↓, PCO2 ↓,
pH↓

Nafas cepat dan
dalam

Pola nafas tidak
efektif
C. Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan :

muntah

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik

D. Intervensi

Anda mungkin juga menyukai