Skenario:
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang dibawa ke IGD RS oleh keluarga kerana tidak
sadarkan diri. Menurut mereka sejak 2 hari yang lalu pasien lemas, nyeri ulu hati yang hebat,
muntah-muntah namun tidak mahu berobat ke dokter.
PENDAHULUAN
Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami
dehidrasi berat dan bahkan dapat menyebabkan syok.
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut
akselerasi puasa dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes
ketergantungan insulin.1
1
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang dan kasus yang diberikan, dapat dirumuskan permasalahan yaitu:
a. Pasien diduga mengidap Ketoasidosis Diabetik e.c Diabetes Mellitus I
b. Didapat pemeriksaan fisik pada pasien:
- Pasien datang dengan keluhan nafas yang cepat dan pasien sukar dibangunkan dan apabila
ransangan terhenti, pasien tidur lagi (somnolen)
- Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien somnolen, nafas berbau aseton, nafas dalam dan
cepat, TD 130/80 mmHg, denyut nadi 100x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, dan nyeri tekan
epigastrium (+)
- Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan GDS 400 mg/dL, keton urin (+),
SGOT/SGPT = 64/67, leukosit 15000, amilase 100U/L
Anamnesis
Seperti kasus di atas, pasien datang dengan keluhan utama, tidak sadarkan diri. Dan
sebelumnya mengalami nyeri ulu hati yang hebat dan muntah-muntah. Diketahui dari
keluarganya pasien mengidap penyakit diabetes mellitus (DM) yang tidak dikontrol ke dokter
selama 3 tahun.
Untuk pasien yang datang dengan gawat darurat terutamanya yang tidak sadarkan diri
kita melakukan alloanamnesis. Yang kita tanya kan adalah anamnesis berfokus untuk
menyingkirkan differential diagnosis dan menegakkan diagnosis.
2
Antara anamnesis yang bisa ditanyakan:
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, yang paling penting dilakukan adalah memeriksa kesadaran
dan tanda-tanda vital seperti nadi, tekanan darah, suhu, kadar pernafasan dan kondisi sclera
sama ada ikterik atau tidak.
Kesadaran: somnolen
Tekanan darah: 130/80mmHg
Nadi: 100x/minit
Pernafasan: 24x/minit ( cepat dan dalam)
Demam (+)
Kemudian, bau mulut pasien diperiksa apakah bau keton nya positif atau tidak. Selain
itu, kita bisa memeriksa tanda-tanda dehidrasi seperti gambar dibawah karena pasien
muntah-muntah sebelum hilang kesadarannya. Jika pasien mengalami dehidrasi sedang atau
berat, kita harus memberikan penanganan dengan cepat seperti memberikan infus resusitasi
dengan menggunakan cairan kristaloid.2
3
Gambar 1: Derajat dehidrasi
Pada inspeksi, dilihat adakah terdapat retraksi dada apabila pasiennya bernafas sama
ada pernafasan pasien dangkal atau dalam. Kemudian, dievaluasi juga kecepatan nafasnya.
Untuk palpasi, ditekan seluruh abdomen untuk mencari adakah pasien nyeri tekan di
abdomen. Dalam kasus ini, ternyata pasien mempunyai nyeri tekan di bagian epigastrium.
Pada pasien ketoasidosis diabetikum ini selalunya bisa juga terdapat defens muskular. Pada
pemeriksaan auskultasi, kita bisa mendengarkan apakah terdapat bunyi bising usus kerana
pasien pankreatitis akut, bising usus nya menghilang akibat dari ileus kolon.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien gawat darurat cukuplah untuk kita melakukan pemeriksaan hasil
laboratorium yang bersifat emergency sahaja. Dalam kasus ini, pasien tidak sadarkan diri
dan dari anamnesis kita bisa mendapatkan differential diagnosis ketoasidosis diabetik dan
pankreatitis akut.
Antara hasil lab yang bisa dilakukan untuk menyingkirkan diffrential diagnosis
adalah:
4
Pemeriksaan darah rutin
Analisa gas darah
Keton darah dan keton urin
Serum amilase
Nilai BUN dan SGOT/SGPT
Selain hasil laboratorium kita bisa melakukan ultrasonografi kerana mudah dilaksanakan.
Gambaran ultrasonografi pankreatitis akut tampak pelebaran menyeluruh dari pankreas.
Karena edema pada pankreas, maka tampak densitas gema menurun. Secara ultrasonografi
dapat diikuti perkembangan pankreatitis.3
Working Diagnosis
Ketoasidosis Diabetikum
Didasarkan atas adanya "trias biokimia" yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis.
Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :1,4,5
Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
Koma diabetik adalah gejala dekompensasi akut kerana kekurangan insulin dalam tubuh
yang bisa berakibat fatal jika tidak diintervensi dengan segera. Koma diabetik terbahagi
kepada dua tipe yaitu ketoasidosis diabetikum (KAD) dan hiperglisemik hiperosmolar non-
ketotik (HHNK). Gambar 2 dibawah ini menunjukkan perbedaaan antara KAD dan HHNK.
5
Gambar 2: perbedaan KAD dan HHNK
Sumber: Harrisons manual of edition 17th
Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak
ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif
di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin,
kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas
terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh
kematian akibat KAD.4
Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah > 11
mmol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mmol/L). Keadaan ini
juga berkaitan dengan glikosuria, ketonuria, dan ketonemia. Beberapa pemeriksaan
laboratoris dapat diindikasikan pada pasien KAD, yaitu:2
Gula darah
1. Analisis gula darah diperlukan untuk monitoring perubahan kadar gula darah selama
terapi dilakukan, sekurang-kurangnya satu kali setiap pemberian terapi.
2. Pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap jam apabila kadar glukosa turun secara
progresif atau bila diberikan infus insulin.
Gas darah
6
1. Pada umumnya, sampel diambil dari darah arteri, namun pengambilan darah dari vena
dan kapiler pada anak dapat dilakukan untuk monitoring asidosis karena lebih mudah
dalam pengambilan dan lebih sedikit menimbulkan trauma pada anak.
2. Derajat keparahan ketoasidosis diabetik didefinisikan sebagai berikut: Ringan (pH <
7,30; bikarbonat, 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10 mmol/L) dan
berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4 mmol/L).
Kalium
1. Pada pemeriksaan awal, kadar kalium dapat normal atau meningkat, meskipun kadar
kalium total mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat adanya kebocoran kalium
intraselular. Insulin akan memfasilitasi kalium kembali ke intraselular, dan kadar
kalium mungkin menurun secara cepat selama terapi diberikan.
2. Pemeriksaan secara berkala setiap 1-2 jam dilakukan bersamaan dengan monitoring
EKG, terutama pada jam-jam pertama terapi.
Natrium
1. Kadar natrium pada umumnya menurun akibat efek dilusi hiperglikemia
2. Kadar natrium yang sebenarnya dapat dikalkulasi dengan menambahkan 1,6 mEq/L
natrium untuk setiap kenaikan 100 mg/dL glukosa (1 mmol/L natrium untuk setiap 3
mmol/L glukosa).
3. Kadar natrium umumnya meningkat selama terapi
4. Apabila kadar natrium tidak meningkat selama terapi, kemungkinan berhubungan
dengan peningkatan risiko edema serebri.
Ureum dan Kreatinin: Peningkatan kadar kreatinin seringkali dipengaruhi oleh senyawa
keton, sehingga memberikan kenaikan palsu. Kadar ureum mungkin dapat memberikan
ukuran dehidrasi yang terjadi pada KAD.
Kadar keton: Pengukuran kadar keton kapiler digunakan sebagai tolok ukur ketoasidosis,
dimana nilainya akan selalu meningkat pada KAD (> 2 mmol/L). Terdapat dua
pengukuran yang dilakukan untuk menilai perbaikan KAD, yaitu nilai pH >7,3 dan kadar
keton kapiler < 1 mmol/L.
Hemoglobin terglikosilasi (HbA1c): Peningkatan HbA1c menentukan diagnosis diabetes,
terutama pada pasien yang tidak mendapat penanganan sesuai standar.
Pemeriksaan darah rutin: Peningkatan kadar leukosit sering ditemukan, meskipun tidak
terdapat infeksi.
Urinalisis: Pemeriksaan urin dilakukan untuk menilai kadar glukosa dan badan keton per
24 jam, terutama bila pemeriksaan kadar keton kapiler tidak dilakukan.
Insulin: Pemeriksaan ini khusus dilakukan pada anak dengan KAD rekuren, dimana
rendahnya kadar insulin dapat terkonfirmasi. Perlu diperhatikan adanya senyawa analog
insulin yang dapat memberikan nilai palsu dalam hasil pemeriksaan.
Osmolaritas serum: Osmolaritas serum umumnya meningkat.
7
Differential diagnosis
Pankreatitis akut
Pankreatitis akut terjadi akibat respon pankreas terhadap trauma atau akibat suatu
peradangan difusi. Penyebab tersering antara lain penyakit sistem empedu, alkoholik dan
penyebab idiopatik. Umumnya diketahui bahwa duktus pankreatikus tersumbat disertai
oleh hipersekresi enzim-enzim eksokrin dari pankreas.3
Enzim-enzim ini memasuki saluran empedu serta diaktifkan di sana, dan kemudian
bersama-sama getah empedu mengalir balik (refluks). Ke dalam duktus pankreatikus
sehingga terjadi pankreatitis. Pankreatitis akut (inflamasi pada pankreas) terjadi akibat
proses tercernanya organ ini oleh enzim-enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin.
Penyakit ketoasidosis diabetik selalu disalah diagnose oleh dokter karena KAD
mempunyai gejala reffered pain yaitu nyeri yang bisa timbul di beberapa bagian
terutamanya abdomen. Dalam kasus ini, pasien mempunyai nyeri tekan di epigastrium,
jadi kita memerlukan pemeriksaan penunjang yang lain untuk menentukan diagnosis
pasien.
Tanda dan gejala terbagi menjadi serangan ringan, sedang dan berat.
8
Pankreatitis akut serangan sedang
Epidemiologi
Kejadian ketoasidosis diabetik meliputi wilayah geografik yang luas dan bervariasi
bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu wilayah. Frekuensi
di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di Kanada dan Eropa, angka kejadian KAD
yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan IDDM telah diteliti, yaitu sebanyak
10 dari 100.000 orang.4
Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada
pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus.
Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis
berulang. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah pankreatitis akut,
penggunaan obat golongan steroid, serta menghentikan atau mengurangi dosis insulin. 7 Tidak
adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
9
Patofisiologi
- Defisensi insulin
- Peningkatan hormon termasuk glukagon, kortisol, GH, dan katekolamin
- Percepatan katabolisme dari lemak (lipolisis) dari jaringan lemak meningkatakan
sirkulasi FFA yang mana di hepar dirubah menjadi benda keton.
Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak bebas, oksidasi
akan turut memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk asam asetoasetat dan
hidroksibutirat (keton) secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya asidosis
metabolik (pH < 7,3). Keadaan ini juga diperparah oleh semakin meningkatnya asidosis
laktat akibat perfusi jaringan yang buruk. Dehidrasi yang berlangsung progresif,
hiperosmolar, asidosis, dan gangguan elektrolit akan semakin memperberat ketidak-
seimbangan hormonal dan menyebabkan keadaan ini berlanjut membentuk semacam
siklus. Akibatnya, dekompensasi metabolik akan berjalan progresif. Manifestasi klinis
berupa poliuria, polidipsia, dehidrasi, respirasi yang panjang dan dalam, akan
menurunkan nilai PCO2 dan buffer asidosis, menyebabkan keadaan berlanjut menjadi
koma. Derajat keparahan KAD lebih terkait dengan derajat asidosis yang terjadi: ringan
(pH 7,2 7,3), moderat (pH 7,1 7,2), dan berat (pH < 7,1).5
10
diukur dengan menambahkan kadar natrium sebanyak 1,6 mEq/L untuk setiap kenaikan
kadar glukosa 100 mg/dL.
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien KAD adalah:1,5,6
1 Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
2 Terdapat keton di urin
3 Banyak buang air kecil sehingga dapat dehidrasi
4 Sesak nafas (nafas cepat dan dalam)
11
5 Nafas berbau aseton
6 Badan lemas
7 Kesadaran menurun sampai koma
8 KU lemah, bisa penurunan kesadaran
9 Polidipsi, poliuria
10 Anoreksia, mual, muntah, nyeri perut
11 Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotik
12 Kulit kering
13 Keringat <<<
14 Kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolik
Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD ialah edema paru,
hipertrigliseridemia, infark miokard akut dan komplikasi iatrogenik..
1)Edema serebral6
Edema serebral merupakan suatu keadaan yang jarang terjadi, namun ianya dapat membawa kepada
kematian atau dapat menimbulkan kerusakan neurologis yang serius. Biasanya ditemukan pada anak-
anak dan dewasa muda, dan pada pasien yang tidak terdiagnosis diabetes. Etiologi terjadinya edema
serebral masih menimbulkan spekulasi. Edema otak tanpa tanda-tanda klinis yang jelas selama
pengobatan DKA tampaknya menjadi sebuah temuan yang cukup umum. Penggunaan CT scan dapat
membantu menegakkan diagnosis. Bila terdapat perubahan mendadak pada status mental dan
neurologik pasien semasa rawatan DKA, terapi manitol merupakan terapi yang paling baik untuk
diberikan secepat mungkin.6 Jika pasien koma, intubasi dengan hiperventilasi dapat digunakan.
2) Asidosis hiperkloremik
Pasien pulih dari DKA umumnya dapat mengembangkan non-anion gap asidosis metabolik
hiperkloremik. Fenomena ini mungkin memiliki sejumlah penyebab. Hilangnya keton melalui
ketonuria yaitu hasil dari terapi cairan, karena keton dapat digunakan sebagai substrat untuk
regenerasi bikarbonat. Jumlah bikarbonat di tubulus proksimal juga dapat dikurangi, sehingga
reabsorpsi klorida meningkat. akhirnya, baik bikarbonat plasma dan kapasitas buffer total berkurang,
menyebabkan asidosis hiperkloremik.
12
3) Edema paru
Jika penggantian cairan yang terlalu mendadak dilakukan, edema paru dapat terjadi, terutama jika
pasien telah mempunyai riwayat penyakit jantung. Namun, dengan penggantian cairan yang lebih
sesuai dan / atau fungsi jantung yang cukup baik, edema paru jarang terjadi. Aspirasi isi lambung
adalah masalah lain yang potensia, hal ini dapat dicegah dengan penempatan tabung nasogastrik
dengan hisapan pada semua pasien tidak sadar.
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
1. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hiperventilasi),
derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
2.Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), kadar glukosa
darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah.
Resusitasi
c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB bolus.
13
Observasi Klinik
a. Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD mengingat
penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi berlansung. Untuk itu perlu
dilaksanakan pemeriksaan:
b. kadar glukosa darah tiap jam dengan glukometer
c. elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan.
d. Analisis gas darah, bila pH <7 waktu masuk periksa setiap 6 jam sampai pH >7,1,
Secondary Survey
a. Lengkapkan anamnesis
b. Pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh
c. Penatalaksanaan yang definite
Diagnosis awal mencakup skrining genetik dan imunologi terhadap anak dengan
risiko tinggi KAD terkait onset diabetes mellitus. Kesadaran tinggi terhadap individu dengan
riwayat keluarga dengan IDDM juga akan membantu menurunkan risiko KAD. Berbagai
strategi, seperti publikasi kesehatan oleh dokter dan sekolah pada anak-anak akan
menurunkan komplikasi KAD dari 78% hingga hampir 0%. Peningkatan kesadaran dan
pemahaman masyarakat mengenai tanda dan gejala diabetes harus dilakukan agar diagnosis
dini menjadi lebih mudah dan misdiagnosis dapat dicegah.
Sesudah Diagnosis
Pada pasien dengan terapi insulin kontinu, episode KAD dapat diturunkan dengan
edukasi algoritmik mengenai diabetes mellitus. Setiap gejala yang merujuk pada episode
KAD harus segera ditangani. Pada kasus rekurensi KAD yang multipel, selain dengan
15
pemberian insulin berkala, juga diberikan edukasi yang baik, evaluasi psikososial, dan status
kesehatan fisik ke pusat pelayanan kesehatan.
Prognosis
Prognosis pasien diobati dengan ketoasidosis diabetes sangat baik, terutama pada pasien
yang lebih muda jika infeksi intercurrent tidak ada. Prognosis terburuk adalah biasanya
diamati pada pasien yang lebih tua dengan penyakit intercurrent parah, misalnya, infark
miokard, sepsis, atau pneumonia. Kehadiran koma mendalam pada saat diagnosis,
hipotermia, dan oliguria merupakan tanda-tanda prognosis buruk.
KESIMPULAN
Komplikasi KAD dapat berupa edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut
dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenik tersebut ialah hipoglikemia, hiperkloremia,
hipokalemia, edema otak, dan hipokalsemia.
Ketoasidosis diabetikum sering terjadi akbat adanya faktor infeksi dan penghentian
obat insulin atau OHO. Perlunya upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk
mencegah timbulnya kasus KAD. Program edukasi perlu menekankan pada cara-cara
mengatasi saat sakit akut, meliputi informasi mengenai pemberian insulin kerja cepat, target
16
kadar glukosa darah pada saat sakit, mengatasi demam dan infeksi, memulai pemberian
makanan cair yang mengandung karbohidrat garam yang mudah dicerna. Yang paling penting
ialah agar tidak menghentikan pemberian insulin atau OHO dan sebaiknya segera mencari
pertolongan atau nasehat tenaga kesehatan yang profesional.
Pasien DM harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat mengalmi masa-
masa sakit, dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan keton urine sendiri. Di
sinilah pentingnya edukasi diabetes yang dapat membantu pasien dan keluarga, terutama
padaa keadaan sulit.
DAFTAR PUSAKA
1. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al. Acute
complications of diabetes mellitus. Harrisons Principles of Internal Medicine 18th
edition. USA : The McGraw-Hill Inc. 20012.
2. Becker W, Berlauk J, Canafax DM, Cerra FB, Crumbley. Diabetic ketoacidosis.
Manual of Critical Care. US : Mosby. 2009;p611-616.
3. Walter Siegenthaler. Differential Diagnosis in Internal Medicine 1st edition. USA:
Thieme. 2009.p988-1002.
4. Rucker DW. Diabetic ketoasidosis. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/766275-overview. 2015.
6. EAM Gale, JV Anderson. Kumar adn Clarks Clinical Medicine 8 th edition. USA:
Saunders. 2012.p1001-1018
17
7. DK Arwagal, T. Jeloka, AP. Sharma. Steroid induces diabetes mellitus presenting as
diabetic ketoacidosis. Indian Journal of Nephrology. India; 2010
18