Oleh :
Anggita Ratna Damayanti (201300310023)
Ami Puspitasari (20130310034)
Asri Auliana Anggraeni (20130310050)
Seorang wanita 47 tahun datang ke IGD tanggal 22 Mei 2017 jam 10.00 yang merupakan
pasien rujukan dari Puskesmas Sedayu. Didapatkan dari anamnesis, pasien demam sudah 2 hari,
batuk-batuk, dahak sulit keluar, menggigil 3 hari, mual dan muntah.
Intervensi pre hospital telah dilakukan infus. Kemudian dilakukan survei primer, setelah
itu didapatkan data : jalan napas paten (aman), namun tipe pernapasan kusmaul dan takipnea,
sehingga masalah pernapasan mengancam jiwa. Nadi regular dan lemah, kulit/mukosa normal,
akral hangat dan kering, CRT < 2 detik dan GCS E4V5M6.
Hasil pengukuran vital sign : tekanan darah 105/69, nadi 89x/menit, pernapasan
35x/menit, suhu 36,50C, saturasi oksigen 100 %, GDS 490 mg/dl.
2. Analisis :
2) Ketoasidosis Diabetes Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang
terlalu tinggi dan kadar insulin yang rendah, maka tubuh tidak dapat menggunakan
glukosa sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak sebagai
sumber energi alternatif. Pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-
badan keton dalam darah atau disebut dengan ketosis. Ketosis inilah yang menyebakan
derajat keasaman darah menurun atau disebut dengan istilah asidosis. Kedua hal ini
lantas disebut dengan istilah ketoasidosis. Adapun gejala dan tanda-tanda yang dapat
ditemukan pada pasien ketoasidosis diabetes adalah kadar gula darah > 240 mg/dl,
terdapat keton pada urin, dehidrasi karena terlalu sering berkemih, mual, muntah, sakit
perut, sesak napas, napas berbau aseton, dan kesadaran menurun hingga koma
3) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK) Sindrom HHNK
merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia serta
diikuti oleh perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini
berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan
diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke
ruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaaan
hipernatremia dan peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan utama antar HHNK
dan ketoasidosis diabetes adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada HHNK.
Perbedaan jumlah insulin yang terdapat pada masing-masing keadaan ini dianggap
penyebab parsial perbedaan di atas. Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala
hipotensi, dehidrasi berat, takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi.
KETOASIDOSIS DIABETES
1. Patofisiologi
Gejala dan tanda KAD dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia
dan akibat ketosis. Defisiensi insulin menyebabkan berkurangnya penggunaan glukosa oleh
jaringan tepi dan bertambahnya glukoneogenesis di hati. Keduanya menyebabkan
hiperglikemia.
Defisiensi insulin menyebabkan bertambahnya kadar glukagon dan perubahan rasio ini
menimbulkan peningkatan lipolisis di jaringan lemak serta ketogenesis di hati. Lipolisis terjadi
karena defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak dengan akibat
bertambahnya pasokan asam lemak bebas ke hati. Di dalam mitokondria hati enzim karnitil
asil transferase I terangsang untuk mengubah asam lemak bebas ini menjadi benda keton,
bukan mengoksidasinya menjadi CO2 atau menimbunnya menjadi trigliserid. Proses ketosis
ini menghasilkan asam betahidroksibutirat dan asam asetoasetat yang menyebabkan asidosis.
Aseton tidak berperan dalam kejadian ini walaupun penting untuk diagnosis ketoasidosis.
Defisiensi insulin yang menyebabkan ketoasidosis, pada manusia ternyata defisiensi
relatif, karena pada waktu bersamaan juga terjadi penambahan hormon stres yang kerjanya
berlawanan dengan insulin. Glukagon, ketokolamin, kortisol, dan somatotropin masing-
masing naik kadarnya menjadi 450%, 760%, 450% dan 250% dibandingkan dengan kadar
normal 100%.
2. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis KAD meliputi gejala-gejala klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan
laboratorium.
a. Polidipsia, poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering yang ditemukan, dimana
beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya hiperglikemia dan lamanya penyakit.
b. Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-anak) dapat dijumpai
dan ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai penyebab dari
sebagian besar gejala ini. Beberapa penderita diabetes bahkan sangat peka dengan adanya
keton dan menyebabkan mual dan muntah yang berlangsung dalam beberapa jam sampai
terjadi KAD.
c. Ileus (sekunder akibat hilangnya kalium karena diuresis osmotik) dan dilatasi lambung
dapat terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi.
d. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai kompensasi terhadap asidosis
metabolik dan terjadi bila pH < 7,2.
e. Secara neurologis, 20% penderita tanpa perubahan sensoris, sebagian penderita lain dengan
penurunan kesadaran dan 10% penderita bahkan sampai koma.
3. KRITERIA DIAGNOSIS
Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan gejala seperti pada kriteria
berikut ini :
a. Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat dan dalam
(kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi.
b. Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut, infark miokard akut, stroke,
dan sebagainya.
c. Laboratorium :
4. DIAGNOSIS BANDING
Dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas maka KAD dapat di diagnosis
banding dengan : Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik.
5. Perbandingan Ketoasidosis Diabetikum dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik
Nonketotik
Setelah dilakukan resusitasi cairan dengan 3 flabot RL di Puskesmas, tekanan darah pasien
mengalami perbaikan. Pasien dirujuk ke UGD dalam keadaan takipnea.
PUKUL 10.00 :
- Ringer Laktat ke 4
- NRM 4lpm
- Gula Darah Sewaktu 450mg/dl
- Tekanan Darah 105/69
- Respiration Rate 35
Pembahasan:
Setelah melakukan assessment terhadap Airway dan jalan napas dinyatakan paten,
maka assessment berikutnya ialah Breathing. Sesuai dengan rekomendasi dari American
College of Chest Physicians and National Heart Lung and Blood Institute, respiratory distress
yang ditandai dengan RR >24 merupakan salah satu indikasi pemberian terapi oksigen.
Oksigen digunakan untuk mengatasi hipoksia maupun hipoksemia yang mungkin terjadi
sambil dilakukan pemeriksaan lainnya untuk menentukan diagnosis klinisnya.
Pemberian RL dapat dilanjutkan untuk maintenance sirkulasi sistemik sambil terus
memantau perkembangan pasien terutama takipneu yang belum teratasi.
PUKUL 10.10
- Injeksi iv insulin 10 IU
- Ro thorax AP
Pembahasan:
Pemberian injeksi insulin tepat untuk dilakukan pada pasien ini karena terdapat indikasi
hiperglikemi. Pemeriksaan rontgen thoraks dilakukan demi menyingkirkan kemungkinan
diagnosis lain.
PUKUL 10.45
- Ringer Laktat ke 5
- NRM 10 lpm
- Tekanan Darah 93/58
- Respiratory Rate 35
Pembahasan:
Perbaikan RR tidak terjadi sehingga dilakukan penambahan oksigen. Tekanan darah
mengalami sedikit penurunan namun belum diperlukan resusitasi cairan tambahan.
PUKUL 11.10
- Gula Darah Sewaktu 392
- Tekanan Darah 91/55
- Respiratory Rate 33
Pembahasan:
Glukosa darah mengalami perbaikan dengan tekanan darah yang mengalami sedikit
penurunan. Pasien dilakukan observasi.
PUKUL 11.30
- TD 89/54
- RR 33
- Pemeriksaan darah
Pembahasan:
Berdasarkan pemeriksaan, didapatkan bahwa kadar kreatinin masih dalam batas normal yang
mengindikasikan tidak adanya kerusakan ginjal.
PUKUL 12.09
- Pemeriksaan AGD
Pembahasan:
Pemeriksaan AGD dilakukan untuk memastikan diagnosis krisis hiperglikemi. Namun
berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah, krisis hiperglikemi tidak terbukti dan ditemukan
kadar PCO2 rendah, PO2 tinggi, serta pH darah tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya
alkalosis respiratorik yang terjadi pada pasien.
Penatalaksanaan utama pada pasien ini adalah terapi underlying disorder karena pH darah <7,5.
Pemberian terapi oksigen juga dapat dikurangi ataupun dihentikan untuk menurunkan PO2 dan
meningkatkan PCO2. Sedatif dan antidepresan dapat diberikan apabila terapi konservatif tidak
bekerja.
SELULITIS
1. DEFINISI
Selulitis adalah infeksi umum pada kulit dan jaringan lunak di bawah kulit. Hal ini
terjadi ketika bakteri menyerang kulit yang rusak atau normal dan mulai menyebar di bawah
kulit dan ke dalam jaringan lunak. Hal ini menyebabkan infeksi dan peradangan.
Setiap orang memiliki risiko mengalami selulitis terutama bagi mereka dengan trauma
pada kulit atau masalah medis lainnya seperti:
- Diabetes Melitus
- Peredaran darah yang kurang lancar yakni kurangnya pasokan darah ke tungkai, aliran
balik vena dan drainase limfatik yang terhambat, seperti pada varises.
- Penyakit hati seperti hepatitis kronis atau sirosis
- Gangguan kulit seperti eksim, psoriasis, penyakit menular yang menyebabkan lesi kulit
seperti cacar air, atau jerawat yang parah.
2. PENYEBAB SELULITIS
Kondisi-kondisi yang berisko terjadinya infeksi meupakan faktor penyebab dari selulitis ini,
diantaranya:
- Cedera yang menembus kulit
- Infeksi yang berhubungan dengan prosedur pembedahan
- Perlukaan atau lesi kulit yang kronis seperti eksim dan psoriasis
- Benda asing di kulit
- Infeksi tulang di bawah kulit
Selulitis dapat terjadi di hampir setiap bagian tubuh. Paling sering terjadi di daerah-
daerah yang telah rusak atau meradang karena sebab lain, misalnya cedera meradang, luka
terkontaminasi, dan daerah dengan kondisi kulit dengan sirkulasi yang buruk.
Gejala yang sering muncul pada selulitis diantaranya :
- Kemerahan pada kulit yang dapat menjadi sangat luas
- Pembengkakan
- Hangat pada perabaan pada kulit yang terlibat
- Sakit atau nyeri
- Drainase atau bocornya cairan bening kuning atau nanah dari kulit, dapat pula
membentuk luka yang lebar
- Pembengkakan Kelenjar getah bening di dekat daerah yang terkena
- Demam dapat terjadi jika infeksi menyebar ke tubuh melalui darah.
- Selulitis pada tangan
- Selulitis pada tangan, bengkak terjadi di jaringan bawah kulit.
4. DIAGNOSIS
5. TERAPI