Anda di halaman 1dari 20

REFLEKSI KASUS

STROKE NON HEMORAGIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Syaraf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :
Asri Auliana Anggraeni
20174011046

Diajukan kepada :

dr. Isnawan Widyayanto, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF


RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

i
LEMBAR PENGESAHAN
REFLEKSI KASUS

STROKE NON HEMORAGIK

Telah dipresentasikan pada tanggal :


7 Juni 2018

Oleh :
Asri Auliana Anggraeni
20174011046

Disetujui oleh :
Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Syaraf
RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo

dr. Isnawan Widyayanto, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.


Segala puji syukur bagi Alllah SWT, atas karunia dan nikmat-Nya yang telah

diberikan. Alhamdulilah, dengan penuh mengucap rasa syukur, penulis dapat menyelesaikan

Refleksi Kasus “Stroke Non Hemoragik” ini.


Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Isnawan Widyayanto, Sp.S selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu

Penyakit Syaraf sekaligus pembimbing Refleksi Kasus di RSUD KRT Setjonegoro,

Wonosobo.

2. Seluruh Perawat Flamboyan dan Poli Syaraf RSUD KRT Setjonegoro yang telah

berkenan membantu berjalannya Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu Anestesi dan Terapi

Intensif.

Semoga pengalaman dalam membuat Refleksi Kasus ini dapat memberikan hikmah

bagi semua pihak. Mengingat penyusunan Refleksi Kasus ini masih jauh dari kata sempurna,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menjadi masukan berharga sehingga

menjadi acuan untuk penulisan Refleksi Kasus selanjutnya.


Wonosobo, Juni 2018

Penulis

DAFTAR ISI

REFERAT...................................................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................ii

KATA PENGANTAR...............................................................................................................iii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
iii
BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

BAB II........................................................................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................2

A. Definisi............................................................................................................................2

B. Etiologi............................................................................................................................3

C. Patofisiologi....................................................................................................................4

D. Klasifikasi.......................................................................................................................4

E. Gambaran Klinis.............................................................................................................5

F. Diagnosa..........................................................................................................................6

G. Diagnosa Banding...........................................................................................................8

H. Terapi Intensif pada pasien PPOK eksaserbasi.............................................................11

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................15

iv
BAB I
RANGKUMAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Tanggal lahir : 13 Oktober 1945 (72 th)
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kalikajar, Wonosobo
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal masuk RS : 27 Mei 2018
Tanggal keluar RS : 2 Juni 2018

B. Anamnesis Pasien
1. Keluhan Utama : penurunan kesadaran
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD KRT Setjonegoro dengan keluhan kelemahan
anggota gerak kiri pada pukul 1 dini hari. Sebelumnya pasien tidak
mengeluhkan nyeri kepala, muntah. Pasien kurang komunikatif karena
pendengaran pasien berkurang. Menurut alloanamnesis dari keluarga
pasien sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien tidak mau makan.
Kemudian susah untuk berbicara. Saat sampai di IGD pasien tidak
sadarkan diri, kemudian di rawat Intensif di ICCU selama 3 hari. Saat
pasien membaik, pasien dipindahkan ke bangsal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat hipertensi dan gagal ginjal kronik. Pasien
melakukan pengobatan rutin namun mulai berhenti pengobatan dalam 3
bulan terakhir. Pasien sudah melakukan Hemodialisa rutin sejak 2 tahun
yang lalu. Dan berhenti melakukan HD karena pasien mengalami
kecemasan dan ketakutan berlebih ketika melakukan HD.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga tidak memiliki penyakit jangka panjang maupun penyakit
keturunan. Tidak ada anggota keluarga yang sedang sakit serupa dengan
pasien

5. Riwayat Personal Sosial


Riwayat merokok (-) riwayat alcohol (-)
5
6. Anamnesis Sistem
a. Sistem Cerebrospinal : Demam (-), Nyeri Kepala (+)
b. Sistem Cardiovaskular : Nyeri dada (-)
c. Sistem Respirasi : Sesak (+)
d. Sistem Gastrointestinal : Mual (-), Muntah (-), Nyeri (-)
e. Sistem Urogenital : BAB (-) BAK (+) urin sedikit
f. Sistem Integumentum : Sianosis (-), turgor kulit menurun
g. Sistem Muskuloskeletal : Terdapat kelemahan ekstremitas
kiri saat pasien belum dibawa ke IGD
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Compos Mentis
2. Kesadaran : GCS E4V5M6
3. Tanda vital
a. Tekanan darah : 164/104 mmHg
b. Suhu : 36,7 oC
c. Nadi : 64 x/ menit
d. Pernapasan : 22x/ menit
4. Status generalis
a. Kepala
Bentuk : Normocephal
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : Bentuk normal, epistaksis (-)
Telinga: Bentuk normal, simetris, discharge (-)
Mulut : Bentuk normal, sianosis (-)
b. Leher
Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-)
c. Thorax dan Pulmo
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, tidak ada
retraksi
Palpasi : vocal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : suara sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : tidak terdapat wheezing pada kedua lapang paru
d. Cor : Dalam batas normal
e. Abdomen
Inspeksi : Supel, datar
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen
f. Ekstremitas
Bentuk normal anatomis, tidak terdapat deformitas, tidak terdapat
nyeri gerak aktif dan pasif, tidak edema.
Kekuatan motorik :
5 1
5 6 2
g. Pemeriksaan Refleks
Refleks Fisiologis :
 Refleks patella +/+
 Reflek biceps +/+
Refleks Patologis :
 refleks babinski -/-
h. Pemeriksaan neurologis
Nervus Cranialis
1) N.I ( Olfaktorius) kanan kiri
Daya penghidu : Normosmia Normosmia
2) N II (Opticus) kanan kiri
Ketajaman penglihatan : Baik Baik
Pengenalan warna : Tidak dilakukan
Lapang pandang : Baik Baik
Funduscopy : Tidak dilakukan
3) N III,IV,VI (Oculamotorius,Trochlearis,Abducens)
Ptosis : (-) (-)
Strabismus : (-) (-)
Gerakan bola mata:
Lateral : (+) (+)
Medial : (+) (+)
Atas : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Pupil
Ukuran pupil : Ǿ3 mm Ǿ3mm
Bentuk pupil : bulat bulat
Isokor/anisokor : isokor
Rf cahaya langsung : (+) (+)
Rf cahaya tdk langsung: (+) (+)
4) N V (Trigeminus)
Menggigit : (+)
Membuka mulut : Simetris
Sensibilitas Atas : (+) (+)
Tengah : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
5) N VII (Facialis)
Mengerutkan dahi : simetris kanan dan kiri
Mengerutkan alis : simetris kanan dan kiri
Meringis : simetris kanan dan kiri
Menggembungkan pipi : simetris kanan dan kiri
6) N. VIII ( Acusticus )
Mendengarkan suara gesekan jari tangan : (+) (+)
7
Mendengar detik arloji : (+) (+)
7) N. IX ( Glossopharyngeus )
Arcus pharynk : simetris
Posisi uvula : di tengah
8) N.X ( Vagus )
Denyut nadi : teraba, reguler
Arcus faring : simetris
Bersuara : normal
Menelan : tidak ada gangguan
9) N. XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : normal
Sikap bahu : simetris
Mengangkat bahu : dapat dilakukan
10) N.XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : normal
Atrofi lidah : tidak ada
Artikulasi : jelas
Tremor lidah : tidak ada

i. Fungsi vestibuler/ serebeler


Nistagmus :-
Uji Romberg :-
Tandem Gait : tidak ada kelainan

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Homoglobin 8.8 g/dL 11.7-15.5
Leukosit 9,2 10^3/uL 3,6-11,0
Eosinosil 0.40 % 2,00-4,00
Basofil 0,20 % 0-1
Netrofil 80,90 % 50-70
Limfosit 8,50 % 25-40
Monosit 8.70 % 2-8
Hematokrit 28 % 35-47

8
Eritrosit 3,0 10^6/uL 3.80-5.20
Trombosit 218 10^3/uL 150-400
MCV 96 fL 80-100
MCH 30 Pg 26-34
MCHC 31 g/dL 32-36
Gula Darah Sewaktu 132 mg/dL 70-150
Ureum 159.9 mg/dL <50
Creatinin 9.38 mg/dL 0.40-0.90
Asam Urat 8.5 mg/dL 2-7
Cholesterol Total 125 mg/dL <220
SGOT 45.6 U/L 0-35
SGPT 22.8 U/L 0-35

2. EKG

9
3. CT-Scan

- Infark corona radiata dextra

- Cortical infark lobus parietalis sinistra

- Tak tampak perdarahan

E. Diagnosis
Diagnosis klinis : hemiparese sinistra, dispneu

Diagnosis Topik : Stroke Non Hemoragik, STEMI

F. Terapi
- Infus Ringer Laktat 10tpm

- Inj. Citicolin 500mg

10
- Inj. Mecobalamin 500mg

- Inj. Piracetam 3 gram

- Aspilet 1 tablet8

11
BAB II
PERASAAN TERHADAP PENGALAMAN

1. Apakah kejadian STEMI dapat bersamaan terjadinya dengan Stroke


Infark?
2. Apakah gagal ginjal kronik dapat meningkatkan resiko penyakit
kardiovaskular?
3. Bagaimanakah tatalaksana stroke non hemoragik menurut guideline?

12
BAB III
ANALISIS

Pasien datang ke IGD KRT Setjonegoro dengan keluhan kelemahan anggota


gerak kiri pada pukul 1 dini hari. Sebelumnya pasien tidak mengeluhkan nyeri
kepala, muntah. Pasien kurang komunikatif karena pendengaran pasien
berkurang. Menurut alloanamnesis dari keluarga pasien sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit pasien tidak mau makan. Kemudian susah untuk berbicara.
Saat sampai di IGD pasien tidak sadarkan diri, kemudian di rawat Intensif di
ICCU selama 3 hari. Saat pasien membaik, pasien dipindahkan ke bangsal.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan gagal ginjal kronik. Pasien
melakukan pengobatan rutin namun mulai berhenti pengobatan dalam 3 bulan
terakhir. Pasien sudah melakukan Hemodialisa rutin sejak 2 tahun yang lalu. Dan
berhenti melakukan HD karena pasien mengalami kecemasan dan ketakutan
berlebih ketika melakukan HD.
Keluarga tidak memiliki penyakit jangka panjang maupun penyakit
keturunan. Tidak ada anggota keluarga yang sedang sakit serupa dengan pasien.
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang maka pasien
didiagnosis Stroke Non Hemoragik, STEMI, dan CKD. Berdasarkan hal diatas
menimbulkan beberapa pertanyaan, diantaranya :
1. Apakah kejadian STEMI dapat bersamaan terjadinya dengan Stroke
Infark?
Ada beberapa sumber potensial emboli: (a) thrombus mural infark
miokard, (b) vegetasi katup jantung, (c) emboli dari plak karotis, (d)
menunjukkan infark korteks di daerah yang dipasok darah oleh arteri cerebri
media terminal karena emboli. Emboli yang menyumbat pembuluh darah yang
menuju ke otak akan mengurangi atau menghentikan aliran darah ke bagian
distal dari sumbatan, Sejalan dengan berkurangnya aliran darah, fungsi neuron
akan terganggu dalam dua tahap. Pertama-tama, dengan penurunan aliran
darah otak dibawah titik kritis, kedua terjadi kegagalan homeostasis ion selular
yang tergantung energi kemudian dari penurunan perfusi dan kehilangan
13
homeostasis ion selular tersebut akan menyebabkan kematian sel sistem saraf
pusat.
Infark miokard dihubungkan dengan terbentuknya plak aterosklerosis
yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah maupun lepasnya plak
aterosklerotik yang akan mengakibatkan obstruksi sehingga terjadi gangguan
pengangkutan oksigen serta hasil metabolisme ke miokard. Faktor risiko yang
dapat diubah maupun tidak sama dengan stroke iskemik. Pada saat episode
perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat
menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal
miokard. Jika obstruksi pembuluh darah terus berlanjut, maka miokard akan
mengalami infark
Kegagalan suplai oksigen miokard menyebabkan infark miokard dimana
terjadi beberapa hal seperti disfungsi otot jantung (akinetik) yang menjadikan
stagnasi/stasis aliran darah dijantung yang dapat mengakibatkan pembentukan
trombus. Akibat gangguan fungsi otot jantung, pada infark terjadi kerusakan
endotel otot jantung sehingga timbul pengumpulan platelet dan fibrin yang
kemudian akan membentuk trombus mural dan dapat lepas menjadi emboli.
Penyebab emboli serebri paling sering ialah gumpalan darah dari
jantung. Trombus mural dapat lepas dan terbawa sampai ke arteri serebri
menjadi emboli, jika emboli itu tersangkut pada arteri serebri maka akan
terjadi oklusi yang menyebabkan berkurangnya suplai oksigen sehingga terjadi
hipoksia neuron yang diperdarahinya atau terjadi iskemik. Penurunan aliran
darah ini jika tidak ada perdarahan kolateral dan tidak dapat terpenuhi maka
akan menyebabkan jaringan otak mati atau disebut infark.
Dari penelitian Witt and collagues mendapatkan hasil 2160 pasien
dengan insiden infark miokard, dengan stroke rata-rata 22,6 per 1000
orang/bulan (CI 95%, 16,3 sampai 30,6 per 1000 orang/bulan) selama 30 hari
pertama setelah infark miokard, dengan kenaikan 44 kali lipat (morbiditas rasio
standar, 44 [CI 95%, 32-59]) risiko stroke pada populasi di Rochester,
Minnesota. Risiko stroke 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari yang diharapkan
selama 3 tahun pertama setelah infark miokard. Usia tua, riwayat stroke
14
sebelumnya, dan diabetes meningkatkan risiko untuk terjadinya stroke, yang
tidak menurun selama penelitian. Data diatas menunjukkan risiko stroke
meningkat tajam setelah infark miokard, terutama periode awal setelah
terjadinya infark miokard, dibandingkan pada populasi tanpa infark miokard
risiko terjadinya stroke lebih rendah.
2. Apakah gagal ginjal kronik dapat meningkatkan resiko penyakit
kardiovaskular?
Beberapa penelitian epidemiologi yang dilakukan oleh asosiasi antara
chronic kidney disease (CKD) dan Heart diseases menghasilkan, adanya resiko
penyakit cardiovascular pada seseorang dengan CKD. Jika dihubungkan
dengan factor resiko penyakit kardiovaskular, fungsi ginjal yang memburuk
dan peningkatan konsentrasi dari albumin dalam urin meningkatkan resiko
penyakit kardiovaskular 2 sampai 4 kali lipat. Namun, penyakit kardiovaskular
masih sering tidak didiagnosis dan tidak dilakukan terapi pada pasien dengan
CKD.
Hipertensi seperti yang kita ketahui memiliki factor resiko pada CKD.
Namun, sebab dan akibat dapatmenjadi keterbalikan. Bahkan, pada fase awal
dari CKD dapat menyebabkan hipertensi, yang dapat memungkinkan
peningkatan factor resiko penyakitkardiovaskular pada pasien. Sehingga
beberapa penelitianmenyarankan target tekanan darah kurang dari 140/90
mmHg pada pasien CKD untuk menghindari kejadian kardiovaskular.
Pada pasien dengan CKD fase awal atau lanjutan, angka kejadian dari
left-ventricular hipertrofi dapat meningkat tajam. Yang menyebabkan hal
tersebutadalah selain adanya hipertensi, renal anemia dan peningkatan kekauan
dari pembuluh darah, yang akan mengarah ke sindrom coroner. Adanya sintase
nitric-oxide di endotel yang diketahui sebagai penyebab dari disfungsi
endothelial coroner pada fase awal CKD.
Factor lain yang meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular pada
pasien CKD adalah peningkatan aktifitas dari system renin-angiotensis dan
aktifitas nervus simpatik pada CKD. Angiotensin menstimulasikan superoxide,
interleukin-6 dan beberapasitokin. Bioavailability dari nitrit oxide, yang
15
termasuk dalam kontraksi dan pertumbuhan otot polos dari vascular, agregasi
platelet dan adesi leukosit pada endotelium menurun. Aktifitas dari renal
berkurang pada individu dengan CKD. Enzim yangdiproduksi oleh ginjal dan
katekolamin yang tidakaktif. Semua factor vasoaktif tersebut berkontribusi
pada fungsi endotel. Albumin dapat di interpretasikan sebagai tandai, tetapi
juga termasuk dalam fungsi endotel.
Factor lain yang menyangkut fungsi endotel adalah asymmetric
dimethylarginine. Konsentrasinya menignkat dengan adanya penurunan fungsi
ginjal dan memperkirakan mortalitas dan komplikasi kardiovaskular pada
pasien CKD. Asymmetric dimethylarginine mencegah pembentukan nitric
oxide, menurunkan kardiak output, dan meningkatkan resisten vascular dan
tekanan darah. Peningkatan dari asymmetric dimethylargnine yang diduga kuat
penyebab left-ventricular hipertrofi, yang sesuai dengan hipotesis bahwa factor
tersebut yang menyebabkan abnormalitas pada jantung di CKD.
Pasien dengan kerusakan pada fungsi ginjal akan mengalami defisiensi
vitamin D karena kekurangan dari prekusornya, terganggunya aktifitas enzim

ginjal 1 α-hydroxylase, yang mengubahnya menjadi hormone aktif. Penelitian


observasional menunjukan pasien CKD dengan defisiensi vitamin D dan
peningkatan factor resiko kejadian kardiovaskular dan data eksperimen
menunjukan bahawa vitamin D termasuk dalam perbaikan struktur dan fungsi
jantung.

3. Bagaimanakah tatalaksana stroke non hemoragik menurut guideline?


Tujuan utama terapi dari stroke non hemoragik adalah untuk melindungi
jaringan yang terkena iskemik, dimana perfusinya akan berkurang tetapi masih
dapat menjaga agar tidak terjadi infark.jaringan pada daerah tersebut dapat di
pertahankan dengan mengembalikan aliran darah yang adekuat.
Sebagai tambahan untuk membatasi lamanya iskemia yang terjadi,
strategi alternative untuk menghindari keparahan dari kerusakan akibat iskemia
(contoh, neuronal protection). Melakukan neuroprotective dapat melindungi

16
jaringan yang terkena iskemik dan untuk memperpanjang terjadinya
revaskularisasi. Namun demikian, tidak ada agen neuroprotective yang
menunjukan hasil yang berpengaruh dalam stroke iskemik.
Tujuan utama dalam tatalaksana emergensi pada stroke adalah untuk
menilai airway, breathing dan circulation dari pasien, menstabilkan pasien, dan
melakukan evaluasi awal dan assessment, termasuk pemeriksaan radiologi dan
laboratorium dalam 60 menit sejak pasien datang.
Terapi fibrinolitik yang menunjukan keuntungan dengan stroke iskemik
akut adalah alteolase (rt-PA), sedangkan streptokinase menguntungkan pasien
dengan akut miokard infark. Pemberian streptokinase pada pasien dengan
stroke iskemik akut menunjukan peningkatan resiko ontracranial hemoragik
dan kematian. Namun, terdapat kriteria inklusi dan eksklusi pada pasien yang
akan diberikan terapi fibrinolitikmenurut the American Heart
Association/American Stroke Association :
1. Stroke iskemik menyebabkan deficit neurologis
2. Tidak ada trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan sebelumnya
3. Tidak ada infark miocard dalam 3 bulan sebelumnya
4. Tidak ada perdarahan gastrointestinal/genitourinary dalam 21 hari
terakhir
5. Tidak ada penusukanarteri dalam 7 har terakhir
6. Tidak ada operasi mayor dalam 14 hari sebelumnya
7. Tidak ada riwayat perdarahan intracranial
8. Tekanan sistolik dibawah 185mmHg, diastolic dibawah 110mmHg
9. Tidak ada bukti adanya trauma akut dan perdarahan
10. Tidak mengkonsumsi obat antikoagulan, atau jika iya INR dibawah
1.7
11. Jika memberikan heparin dalam 48 jam, active protrombin time
(aPT) dalam batas normal
12. Angka trombosit lebih dari 100.000
13. Glukosa darah lebih dari 50mg/dL

17
14. CT scan tidak menunjukan adanya infark yang multilobar (hipodens
yang lebih dari 3 hemisphere) atau intracerebral hemoragik
15. Pasien dan keluarga memahami resiko dan keuntungan dari terapi

National Institute of Neurologic Disorders and Strokes melaporkan


bahwa pemberian rt-PA diawal dapat menguntungkan beberapa pasien dengan
stroke iskemik akut. Rt-PA harus diberikan dalam onset 3 jam setalah
terjadinya stroke dan hanya setelah melakukan CT scan untuk menyingkirkan
terjadinya stroke hemoragik. Pemberian fibrinolitik dalam 3-4.5 jam setelah
terjadinya symptom dapat meningkatkan outcome dari neurologic.
AHA/ASA merekomendasikan pemberian aspirin, 325 mg oral dalam
24-48 jam sejak terjadinya stroke iskemik. Keuntungan pemberian aspirin
menyebabkan berkurangnya kejadian stroke berulang.
Terapi Umum pada stroke iskemik Letakkan kepala pasien pada posisi
300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam;
mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya,
bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih
penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa
atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya
baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan
pemberian obat-obatan sesuai gejala.
18
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik
≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥
130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70
mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4
jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum
terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi
dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.
Terapi khusus ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan, tau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

19
DAFTAR PUSTAKA

Jauch, Edward. 2018. Ischemic Stroke Treatment & Management. Diakses di


https://emedicine.medscape.com/article/1916852-treatment#d20 pada
tanggal 6 Juni 2018
Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. Diakses di
www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf.
Pada tanggal 6 Juni 2018
Gansevoort, Ran., Correa-Rotter, Ricardo, Hemmelgarn, Brenda dkk. 2013.
Global Kidney Disease 5. Chronic Kidney Disease and Cardiovascular
risk : epidemiology,mechanism,and prevention. Diakses di
https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(13)60595-
4/fulltext?code=lancet-site pada tanggal 5 Juni 2018.
Sengsempurno, Trubus. 2013 Hubungan Antara Stroke Iskemik Dengan Infark
Miokard Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi. diakses di
http://eprints.ums.ac.id/22453/15/2.Naskah_publikasi.pdf pada tanggal 5
Juni 2018

20

Anda mungkin juga menyukai