Anda di halaman 1dari 26

i

PRESENTASI KASUS

ULKUS KORNEA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu


Penyakit Mata Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta

Disusun oleh :

Asri Auliana Anggraeni

20174011046

Diajukan kepada :

dr. M. Faisal Lutfi, Sp.M

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

ULKUS KORNEA

Telah dipresentasikan pada :

April 2019

Oleh :

Asri Auliana Anggraeni

20174011046

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Mata

RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo

dr. M. Faisal Lutfi, Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Segala puji syukur bagi Alllah SWT, atas karunia dan nikmat-Nya yang telah

diberikan. Alhamdulilah, dengan penuh mengucap rasa syukur, penulis dapat

menyelesaikan Presentasi Kasus “Ulkus Korena” ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. M. Faisal Lutfi, Sp.M selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu

Penyakit Mata di RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo yang telah berkenan

memberikan bantuan, pengarahan, dan bimbingan dari awal sampai

terselesaikannya penulisan presentasi kasus ini.

2. Perawat Poliklinik Mata RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo yang telah

berkenan membantu dalam proses berjalannya Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu

Penyakit Mata.

3. Keluarga dan teman-teman yang selalu mendukung dan membantu dalam

selesainya penulisan presentasi kasus ini.

Semoga pengalaman dalam membuat Presentasi Kasus ini dapat memberikan

hikmah bagi semua pihak. Mengingat penyusunan Presentasi Kasus ini masih jauh dari

kata sempurna, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menjadi masukan

berharga sehingga menjadi acuan untuk penulisan Presentasi Kasus selanjutnya.

Wonosobo, April 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

PRESENTASI KASUS ..................................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii
PRESENTASI KASUS .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iv
BAB I................................................................................................................................ 1
STATUS PASIEN ............................................................................................................ 1
IDENTITAS PASIEN ........................................................................................... 1
ANAMNESIS ........................................................................................................ 1
PEMERIKSAAN FISIK ........................................................................................ 2
Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................... 3
Diagnosis ............................................................................................................... 3
Penatalaksanaan ..................................................................................................... 3
BAB II .............................................................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 4
Definisi Ulkus Kornea ........................................................................................... 4
Anatomi dan Fisiologi Kornea .............................................................................. 4
Epidemiologi ......................................................................................................... 6
Etiologi .................................................................................................................. 7
Patogenesis ............................................................................................................ 8
Klasifikasi ............................................................................................................ 12
Manifestasi Klinis ................................................................................................ 14
Diagnosis ............................................................................................................. 14
Penatalaksanaan ................................................................................................... 15
Komplikasi .......................................................................................................... 16
Prognosis ............................................................................................................. 18
BAB III ........................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 21

iv
BAB I
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
o Nama : Tn. AS
o Usia : 66 th
o Jenis Kelamin : Laki-laki
o Alamat : Sidengkok, Pejawaran
o Pekerjaan : Petani
o Tanggal Kontrol : 26 Maret 2019
o No RM : 671024

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada mata kanan
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo


dengan keluhan mata kanan nyeri sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan
setelah pasien pulang dari sawah. Pasien mengeluh mata kanan menjadi merah,
nyeri, silau, nrocos, dan keluar kotoran mata warna kuning. Keluhan pasien tidak
disertai adanya gangguan penglihatan.
3 hari terakhir pasien mengeluh munculnya bercak putih pada mata yang
makin lama makin membesar, mata terasa mengganjal, dan disertai penglihatan
yang menjadi kabur. Mata merah (+), nyeri (-), silau (+), nrocos (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat gejala serupa, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung


dan paru, alergi, asma, trauma dan gangguan mata sebelumnya disangkal.
Riwayat operasi mata disangkal, Riwayat penggunaan kacamata dan
gangguan penglihatan sebelumnya disangkal. Pasien menderita eritroderma
dan rutin berobat di poli kulit RSUD Wonosobo sejak tahun 2011.

1
2

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat gejala serupa, hipertensi, diabetes mellitus, alergi dan
gangguan mata pada keluarga disangkal.
Riwayat Personal Sosial
Sehari-hari pasien bekerja sebagai petani. Pasien merupakan seorang perokok
aktif sejak usia 17 tahun, pasien menyangkal mengonsumsi alkohol, obat-obatan
terlarang, dan obat-obatan seperti tetes mata sebelumnya.
Resume Anamnesis
Seorang laki-laki berusia 66 tahun datang dengan keluhan mata kanan nyeri,
terasa pegal, merah, dan mengeluarkan air mata terus-menerus. Pasien
merupakan seorang petani yang bekerja di sawah setiap hari.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
- Keadaan Umum : baik
- Kesadaran : compos mentis
Pemeriksaan Subyektif

Pemeriksaan Visus
OD OS
1/300 5/30

Pemeriksaan Obyektif

OD OS
Pemeriksaan

Sekitar Mata
Simetris,distribusi merata Simetris,distribusi merata
Supercilia dan cilia
3

Palpebra Normal Normal


Gerakan Edema (-) Edema (-)
Margo sup dan inf Nyeri (-) Nyeri (-)

Gerakan Bola Mata N N

Konjungtiva
K palpebra sup et inf Hiperemis (+) Hiperemi (-)
K bulbi Hiperemis (+) Hiperemi (-)

Sklera - Warna Putih Putih

Jernih
ulkus dengan diameter
Kornea 3mm pada setral kornea (+) Jernih
neovaskular (-) perforasi(+)

Lensa Tidak dapat diperiksa Jernih

Refleks Normal Normal

Pemeriksaan Penunjang

Funduskopi – C/D Ratio : Tidak Dilakukan

Tonometri : Tidak Dilakukan

Diagnosis

Ulkus Kornea Perforasi

Penatalaksanaan

Cendo Giflox 12dd gtt I OD

Cendo Vital tablet 1dd I tablet

Metyl Prednisolon 8mg tablet/8jam/peroral


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Ulkus Kornea

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian


jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma (Ilyas, 2015).
Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar
11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-
beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan
kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan
refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea
juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan
melihat halo. (Ilyas, 2015)

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam : (Jones, 2018)


Lapisan epitel

4
5

 Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal
didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
 Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
 Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15
bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast
terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan
dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
 Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 µm.
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden.
6

Gambar 2. Corneal Cross Section

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
(Jones, 2018)
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari
atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya. (Ilyas, 2015)

Epidemiologi
Di Amerika, ulkus kornea merupakan penyebab tersering kebutaan dengan
insidensi 30.000 kasus pertahun. Sedangkan di California, insidensi terjadinya ulkus
kornea dilaporkan sebesar 27,6/100.000 orang pertahun, dengan perkiraan sebanyak
75.000 orang yang mengalami ulkus kornea setiap tahunnya. Faktor predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain trauma, pemakaian lensa kontak, riwayat operasi
kornea, penyakit permukaan okular, pengobatan topikal lama dan penyakit
imunosupresi sistemik. ( Amescua, 2012)

Di Indonesia, Insiden ulkus kornea tahun 2013 adalah 5,5 persen dengan
prevalensi tertinggi di Bali (11,0%), diikuti oleh DI Yogyakarta (10,2%) dan
7

Sulawesi Selatan (9,4%). Prevalensi kekeruhan kornea terendah dilaporkan di Papua


Barat (2,0%) diikuti DKI Jakarta (3,1%). Prevalensi kekeruhan kornea pada laki‐laki
cenderung sedikit lebih tinggi dibanding prevalensi pada perempuan. Prevalensi
kekeruhan kornea yang paling tinggi (13,6%) ditemukan pada kelompok responden
yang tidak sekolah. Petani/nelayan/buruh mempunyai prevalensi kekeruhan kornea
tertinggi (9,7%) dibanding kelompok pekerja lainnya. Prevalensi kekeruhan kornea
yang tinggi pada kelompok pekerjaan petani/nelayan/buruh mungkin berkaitan
dengan riwayat trauma mekanik atau kecelakaan kerja pada mata, mengingat
pemakaian alat pelindung diri saat bekerja belum optimal dilaksanakan di Indonesia.
(Riskesdas, 2013)

Etiologi
1. Infeksi (Vaughan, 2013)
 Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium dan spesies mikosis fungoides.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus.
 Acanthamoeba
Infeksi kornea oleh acanthamoeba sering terjadi pada pengguna lensa kontak
lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga
biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensakontak yang terpapar air atau
tanah yang tercemar.
2. Noninfeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
 Radiasi atau suhu
 Sindrom Sjorgen
 Defisiensi vitamin A
 Obat-obatan (kortikosteroid, idoxiuridine, anestesi topical, immunosupresif)
8

 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.


 Pajanan (exposure)
 Neurotropik (Vaughan, 2013)
3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu rusaknya
sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti : (Perdami, 2010)
a. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,
sumbatan saluran lakrimal)
b. Oleh faktor-faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosi kornea) karena
trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada muka
c. Kelainan lokal pada kornea, meliputi edema kornea kronik, keratitis exposure
(pada lagoftalmos, anestesi umum, koma), keratitis karena defisiensi vitamin
A, keratitis neuroparalitik, keratitis superficialis virus
d. Kelainan sistemik, meliputi malnutrisi, alkoholisme, sindrom Steven-
Johnson, sindrom defisiensi imun (AIDS, SLE)
e. Obat-obatan penurun sistem imun, seperti kortikosteroid, obat anestesi lokal

Patogenesis
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel
dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi
di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea
segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya
kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang
hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. (Perdami, 2010)
Kornes merupakan bagian mata yang avaskuler, sehingga apabila terjadi
infeksi maka proses infiltrasi dan vaskularisasi dari limbus baru akan terjadi 48 jam
kemudian. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam
stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan
dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi
perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma,
leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
9

tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus
kornea.(Perdami, 2010)
Apabila kerusakan atau cedera pada epithelium telah dimasuki oleh agen-
agen asing, terjadilah sekuel perubahan patologik yang muncul saat perkembangan
ulkus kornea dan proses ini dapat dideskripsikan dalam empat stadium, yaitu
infiltrasi, ulkus aktif, regresi, dan sikatrik. Hasil akhir dari ulkus kornea tergantung
kepada virulensi agen infektif, mekanisme daya tahan tubuh, dan terapi yang
diberikan. Bergantung kepada tiga faktor tersebut, maka ulkus kornea dapat menjadi
: (Srinivasan, 2009)
a. ulkus terlokalisir dan sembuh
b. penetrasi lebih dalam sampai dapat terjadi perforasi, atau menyebar secara cepat
pada seluruh kornea dalam bentuk ulkus kornea
1. Stadium infiltrasi progresif.

Karakteristik yang menonjol adalah infiltrasi dari polimorphonuklear


dan/atau limfosit ke epithelium dari suplementasi sirkulasi perifer melalui stroma
jika jaringan ini juga terkena. Nekrosis pada jaringan juga dapat terjadi,
tergantung pada virulensi agen dan ketahanan daya tahan tubuh pasien.
(Srinivasan, 2009)

Gambar 2: Stadium infiltrasi progresif

2. Stadium ulkus aktif


Ulkus aktif adalah suatu hasil dari nekrosis dan pelepasan epithelium.
Lapisan Bowman dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamella
dengan menginhibisi cairan dan sel-sel leukosit yang ada diantara lapisan bowman
dan stroma. Zona infiltrasi memberikan jarak antara jaringan sekitar dan tepi
10

ulkus. Pada stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan dan
pengelupasan. Pada stadium ini, akan menimbulkan hiperemia pada pembuluh
darah jaringan circumcorneal yang menimbulkan eksudat purulen pada kornea.
Muncul juga kongesti vaskular pada iris dan badan silier dan beberapa derajat
iritis yang disebabkan oleh absorbsi toksin dari ulkus. Eksudasi menuju kamera
okuli anterior melalui pembuluh darah iris dan badan silier dapat menimbulkan
hipopion. Ulserasi mungkin terjadi kemajuan dengan penyebaran ke lateral yang
ditunjukkan pada ulkus superfisial difus atau kemajuan itu lebih ke arah dalam
dan dapat menyebabkan pembentukan desmetocele dan dapat menyebabkan
perforasi. Bila agen infeksius sangat virulen dan/atau daya tahan tubuh menurun
maka dapat penetrasi ke tempat yang lebih dalam pada stadium ulkus aktif.
(Srinivasan, 2009)

3. Stadium Regresi
Regresi dipicu oleh daya tahan tubuh natural (produksi antibodi dan
immune selular) dan terapi yang dapat respon yang baik. Garis demarkasi
terbentuk disekeliling ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralisir dan
phagosit yang menghambat organisme dandebris sel nekrotik. Proses ini didukung
oleh vaskularisasi superfisial yang meningkatkan respon imun humoral dan
sesuler. Ulkus pada stadium ini mulai membaik dan epithelium mulai tumbuh
pada sekeliling ulkus.
11

4. Stadium Sikatrik
Stadium ini, proses penyembuhan berlanjut dengan semakin progresifnya
epithelisasi yang membentuk lapisan terluar secara permanen. Selain epithelium,
jaringan fibrous juga mengambil bagian dengan membentuk fibroblast pada
kornea dan sebagian sel endotelial untuk membentuk pembuluh darah baru.
Stroma yang menebal dan mengisi lapisan bawah epithelium , mendorong epithel
ke anterior. Derajat jaringan parut (scar) pada penyembuhan bervariasi. Jika ulkus
sangat superfisial dan hanya merusak epithelium saja, maka akan sembuh tanpa
ada kekaburan pada kornea pada ulkus tersebut. Bila ulkus mencapai lapisan
Bowman dan sebagian lamella stroma, jaringan parut yang terbentuk disebut
dengan nebula. Makula dan leukoma adalah hasil dari proses penyembuhan pada
ulkus yang lebih dari 1/3 stroma kornea.

Perforasi ulkus kornea dapat terjadi bila proses ulkus lebih dalam dan
mencapai membrana descement. Membran ini keluar sebagai descemetocele, (lihat
gambar 6). Pada stadium ini, tekanan yang meningkat pada pasien secara tiba-tiba
seperti batuk, bersin, mengejan, dan lain-lain akan menyebabkan perforasi,
kebocoran humor aqueous, tekanan intraokuler yang menurun dan diafragma iris-
lensa akan bergerak depan. Efek dari perforasi ini tergantung pada posisi dan ukuran
12

perforasi. Bila perforasi kecil dan bertentangan dengan tisu iris, dapat terjadi proses
penyembuhan dan pembentukan sikatrik yang cepat. Leukoma adheren adalah hasil
akhir setelah tejadinya cedera.

Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu :
1. Ulkus kornea sentral.
a. Ulkus kornea bakterialis
 Ulkus Streptokokus
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh
streptokokus pneumonia.
 Ulkus Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan disertai
infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati
secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan
infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus sering kali
indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
 Ulkus Pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.ulkus sentral ini
dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke dalam
dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. Gambaran
berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan
berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin.
Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
 Ulkus Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.Tepi ulkus akan
terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran
karakteristik yang disebut ulkus serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel
yang penuhdan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat
cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat
13

banyak kuman. Ulkus ini selalu ditemukan hipopion yang tidak selamanya
sebanding dengan beratnya ulkus yangterlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.
b. Ulkus kornea fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada
permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu
pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di
bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya. Tukak kadang-
kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida
bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.Dapat terjadi neovaskularisasi
akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.
c. Ulkus kornea virus
 Ulkus kornea Herpes Zoster
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini
timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan
vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh
akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk
dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit
herpes zoster berwarna abu-abu kotor. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa
sakit. Keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi
sekunder.
 Ulkus kornea Herpes Simplex
Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat terjadi tanpa
gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang
kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea
disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi
pada korneasecara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran
kelenjar preaurikuler. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulseratif, jelas
diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya
d. Ulkus kornea acanthamoeba
14

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,


kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural.
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
 Injeksi siliar
 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
 Hipopion

Diagnosis
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang. Keberhasilan penanganan ulkus kornea tergantung
pada ketepatan diagnosis, penyebab infeksi, dan besarnya kerusakan yang terjadi.
Adapun jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu penegakan
diagnosis adalah : (Ilyas, 2015)
15

 Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan oleh
pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika melihat
cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga harus digali ialah adanya riwayat trauma,
kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya penyakit vaskulitis atau
autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

 Pemeriksaan fisis
- Visus
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh
karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang
masuk ke dalam media refrakta.
- Slit lamp
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan
pada kornea. Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva
ataupun perikornea.
 Pemeriksaan penunjang
- Tes fluoresein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea. Untuk
melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan
daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah
yang intak).
- Pewarnaan gram dan KOH
Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.
- Kultur
Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa
kasus.

Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus
kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung
16

antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan
dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat
memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
Tujuan pengobatan ulkus kornea secara umum adalah untuk mencegah
berkembangnya bakteri dan mengurangi reaksi radang, dengan cara :
1. Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Erosi
kornea yang sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
2. Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas
dapat diberikan sebagai salep, tetes, atau suntikan subkonjungtiva.
3. Pemberian sikloplegika
Sikloplegika yang sering digunakan adalah sulfas atropin karena masa kerjanya
lama, hingga 1-2 minggu. Efek kerja atropin adalah sebagai berikut :
 Sedatif, menghilangkan rasa sakit
 Dekongestif, menurunkan tanda radang
 Menyebabkan paralise m.siliaris dan m.konstriktor pupil. Dengan
lumpuhnya m.siliaris mata tidak mempunyai daya akomodasi sehingga
mata dalam keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya m.konstriktor pupil,
terjadi midriasis, sehingga sinekia posterior yang telah terjadi dapat
dilepaskan dan dicegah pembentukan sinekia posterior yang baru.
4. Bedah
Tindakan bedah meliputi
 Keratektomi superficial tanpa membuat perlukaan pada membran
Bowman
 Tissue adhesive atau graft amnion multilayer
 Flap konjungtiva
 Patch graft dengan flap konjungtiva
 Keratoplasti tembus
 Fascia lata graft

Komplikasi
Komplikasi ulkus kornea antara lain : (Srinivan, 2009)
17

1. Iridosiklitis toksik : seringkali dikaitkan dengan ulkus kornea yang purulen


karena terjadinya absorbs toksin dari segmen anterior.
2. Glaukoma sekunder : timbul karena adanya blok dari eksudat yang fibrinous
pada sudut segmen anterior (inflamatori glaukoma).
3. Descemetocele : Beberapa ulkus disebabkan oleh agen virulen yang
menembus kornea dengan cepat menuju membran descemet, yang
dapat menimbulkan resistensi yang hebat, tetapi karena terdapat tekanan
intraokuler, maka terjadi herniasi sebagai vesikel yang transparan yang disebut
dengan descemetocele. Ini adalah tanda dari perforasi yang mengancam dan
sering kali menimbulkan nyeri hebat.
4. Perforasi ulkus kornea : tekanan tiba-tiba seperti batuk, bersin atau
spasme otot orbikularis dapat membuat perforasi yang mengancam menjadi
perforasi yang sebenarnya. Pada saat terjadi perforasi, nyeri berkurang dan
pasien merasakan adanya cairan hangat (aqueous) yang keluar dari mata.
Sekuel dari perforasi ulkus kornea, termasuk :

 Prolaps iris: muncul segera mengikuti perforasi.


 Subluksasi atau dislokasi anterior dari lensa dapat muncul karena
adanya peregangan dan ruptur zonula secara tiba-tiba.
 Anterior capsular katarak: terbentuk saat terjadi kontak antara lensa dan
ulkus pada saat perforasi pada area pupillary.
 Fistula kornea : terbentuk saat perforasi pada area pupillary tidak diikuti
oleh iris dan dibatasi oleh epithelium yang membuat jalan secara cepat.
Terjadinya kebocoran aqueous secara terus menerus melalui fistula ini.
 Uveitis purulen, endoftalmitis, bahkan panoftalmitis yang berkembang
karena penyebaran infeksi secara intraokular.
 Perdarahan intraokuler dalam bentuk perdarahan vitreus atau
perdarahanchoroid yang muncul pada beberapa pasien karena terjadinya
penurunan tekanan bola mata secara mendadak. (Khurana, 2007)
5. Jaringan parut kornea
Merupakan hasil akhir dari penyembuhan ulkus kornea. Jaringan
parut kornea menyebankan gangguan penglihatan secara permanen
mulai dari penurunan penglihatan ringan sampai dengan buta total.
18

Tergantung pada gambaran klinis dari ulkus kornea, jaringan parut mungkin
dapat seperti nebula, makula, leukoma, kerectesia (ektatik sikatrik), lekoma
adheren atau staphyloma.

Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi
tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi,
maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga
dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan
penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan
resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi
sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh
darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat
melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai
darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian
sikatrik. (AAO, 2008)
BAB III

PEMBAHASAN

Seorang laki-laki berumur 66 tahun, bekerja sebagai petani dengan tempat tinggal
di Pejawaran, datang ke Poliklinik Mata RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo dengan
keluhan mata kanan nyeri sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan setelah pasien
pulang dari sawah. Pasien mengeluh mata kanan menjadi merah, nyeri, silau, nrocos, dan
keluar kotoran mata warna kuning. Keluhan pasien tidak disertai adanya gangguan
penglihatan.
3 hari terakhir pasien mengeluh munculnya bercak putih pada mata yang makin
lama makin membesar, mata terasa mengganjal, dan disertai penglihatan yang menjadi
kabur. Mata merah (+), nyeri (-), silau (+), nrocos (-).
Berdasarkan keluhan utama dari penderita, yaitu adanya penurunan penglihatan
disertai dengan nyeri dan mata merah, maka dapat dipikirkan kemungkinan adanya ulkus
kornea, keratitis, glaukoma akut dan uveitis anterior.
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien mengeluh mata kanan tidak bisa
melihat, putih berbayang dan nyeri. Keluhan ini terjadi secara bertahap selama 1 minggu
yang semakin lama semakin berat. Penderita juga mengeluh adanya timbulnya bintik
putih pada mata. Diagnosis yang sangat memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus
kornea dan keratitis.
Kemungkinan diagnosis glaukoma akut dapat disingkirkan karena pada penderita
ini tidak ada riwayat penurunan penglihatan dengan tiba-tiba dan nyeri kepala hebatm,
mual dan muntah yang menyertainya, ataupun keluhan adanya penglihatan pelangi atau
halo ketika melihat lampu.
Kemungkinan uveitis anterior sebagai diagnosis utama pada pasien ini juga dapat
disingkirkan karena pada penderita ini ditemukan adanya infiltrat dan gambaran tukak di
kornea yang menunjukkan bahwa ini adalah bukan suatu murni uveitis anterior. Kelainan
pada kornea seperti ini menunjukkan adanya suatu inflamasi dan infeksi pada kornea.
Kemungkinan uveitis anterior sebagai komplikasi diagnosis utama dapat
dipertimbangkan karena infeksi pada kornea dapat menyebar ke uvea anterior. Adanya
hipopion pada mata kiri penderita ini menunjukkan terjadi peradangan pada uvea anterior
yaitu badan silier dan iris.

19
20

Diagnosis yang sangat memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus kornea.
Diagnosis keratitis dapat disingkirkan karena pada penderita ini bukan hanya terdapat
infiltrasi sel radang pada kornea yang ditandai oleh kekeruhan pada kornea akan tetapi
terdapat juga gambaran tukak atau bergaung pada kornea.
Diagnosis ulkus kornea ini dapat ditegakkan karena ditemukan adanya penurunan
visus disertai dengan mata yang merah, silau, berair, dan adanya sekret. Pada pemeriksaan
oftalmologis, ditemukan adanya mix injeksi serta gambaran defek bergaung di parasentral
arah jam 4.
Untuk menentukan penyebab dari ulkus, maka dapat dilihat dari pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, letak ulkus yang sentral
mengandung sekret kental dengan dasar yang keruh, memberikan kemungkinan
penyebabnya adalah proses infeksi oleh bakteri atau jamur. Karena itu perlu dilakukan
pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kornea dengan cara scrapping dan dengan KOH
10%.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah Sulfas Atropin 1% dimaksudkan untuk
menekan peradangan dan untuk melepaskan dan mencegah terjadinya sinekia anterior,
karena sulfas atropin memiliki efek sikloplegik yang menyebabkan pupil midriasis,
sehingga mencegah perlengkatan iris pada kornea. Artificial tears diberikan sebagai air
mata buatan agar terjadi penyerapan obat tetes mata dengan baik. Antibiotika yang sesuai
topical dan subkonjungtiva
Prognosis penderita ini, quo ad vitam bonam, karena tanda-tanda vitalnya masih
dalam batas normal, sedangkan quo ad functionam dubia ad malam karena walaupun
dengan pengobatan yang tepat dan teratur ulkusnya dapat sembuh, namun meninggalkan
bekas berupa sikatrik yang dapat menimbulkan gangguan tajam penglihatan.
Diagnosis katarak ditegakkan atas adanya tanda-tanda klinik subyektif dan
obyektif. Pada penderita berdasarkan pemeriksaan fisik didiagnosa dengan katarak senile
OS stadium matur karena Dari pemeriksaan fisik tajam penglihatan (visus) mata kiri 1/60.
Tidak ditemukan kelainan pada palpebra, konjungtiva, kornea, slera, bilik mata depan dan
iris pada kedua mata. Mata kiri, pupil tampak putih (leukokoria) yang menunjukkan lensa
keruh dan shadow test (-).
21

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas Sidarta, Sri Rahayu Y. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke‐5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2015.

Jones, O., 2018. The Eyeball - Structure - Vasculature - TeachMeAnatomy. [Diakses pada 18
Desember 2018] Available at: https://teachmeanatomy.info/head/organs/eye/eyeball/
[Diakses pada 3 April 2019]

Amescua G, Miller D, Alfonso EC. What is Causing the Corneal Ulcer? Management strategies
for unresponsive corneal ulceration [internet]. USA; 2012 [diakses tanggal 3 April 2019.
Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22157915.

Riset Kesehatan Dasar. Laporan Hasil Riset Kesehatan Daerah Nasional. Badan penelitian dan
Pengembangan kesehatan [internet]. Jakarta; 2013 [diakses tanggal 3 April 2019]. Tersedia
dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf.

Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia.2010. Ulkus Kornea dalam : Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke2. Penerbit Sagung Seto Jakarta.
Vaughan D G, Asbury T, Riordan P. 2013. Oftalmologi umum. 14th Ed. Alih bahasa: Tambajong
J, Pendit BU. Jakarta: Widya Medika.
Srinivasan M, Lalitha P, Mahalakshmi R, Prajna NV, Mascarenhas I,Chidambaram JD, et
al .Corticosteroids for Bacterial Corneal Ulcers. Br JOphthalmol. 2009; 93(2): 198–202.

American Academy of Ophthalmology. 2008. Infectious Disease of External Eyes. Clinical


aspects. San Francisco: Basic and Clinical Science Course; 2008:185‐7.

Khurana, A.K. 2007. Comprehensive Ophthalmology. Disi ke‐4. New Delhi:New Age
International Ltd
22

Anda mungkin juga menyukai