Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN

HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK STATE (HHS)

KELOMPOK 2
1. Dasniati NIM R011191009
2. Isa Ramdayani NIM R011191022
3. Junaedi NIM R011191037
4. Rabia M NIM R011191052
5. Yanni Manni NIM R011191080
6. Yuliarti Syafruddin NIM R011191102
7. Rahmania NIM R011191111
8. Riska Rofika NIM R011191142

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK STATE

A. Konsep Penyakit Sesuai Kasus


1. Definisi
Koma hiperosmolar hyperglikemik nonketotik merupakan komplikasi
akut/emergenci diabetes melitus (DM). Syndrome HHNK ditandai oleh
hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah
dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan neurologis
dengan atau tanpa adanya ketosis [ CITATION Set15 \l 1057 ]
Hiperosmolar Hiperglikemik State (HHS) adalah suatu situasi dimana
hiperglikemia dan hiperosmolaritas terjadi menonjol dengan perubahan sensorium
(indera kesadaran).[ CITATION Bau00 \l 1057 ]
Hiperglikemic hyperosmolar nonketotic syndrome (HHNS) adalah komplikasi
yang mengancam nyawa dari penyakit diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol.
Pertama diketahui lebih dari seabad yang lalu namun jarang didiagnosis sampai
adanya laporan dari sament dan Schwartz pada tahun 1957. [ CITATION Ven31 \l 1057 ] .
Syndrome hiperglikemik hiperosmolar (SHH) ditandai dengan peningkatan
kensentrasi glukosa yang ekstrim dalam darah yang disertai dengan hiperosmolar
tanpa adanya ketosis yang signifikan, dan biasanya jarang terjadi pada anak-anak.
Namun hasil studi kasus belakangan ini menjelaskan bahwa kejadian SHH pada anak
diprediksikan akan meningkat [ CITATION Zei41 \l 1057 ]

2. Etiologi
HHKN biasanya terjadi pada orang tua dengan DM yang mempunyai penyakit
penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan. Faktor pencetus dapat
dibagi menjadi 6 kategori[ CITATION Set15 \l 1057 ]
1. Infeksi : pneumonia, sepsis, gastroentritis
2. Pengobatan
3. Noncompliance
4. DM tidak terdiagnosis
5. Penyalahgunaan obat
6. Penyakit penyerta

3. Patofisiologi
Faktor yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis glukosuria.
Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat derajat kehilangan air.
Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa di atas ambang batas
tertentu. Namun demikian, penurunan volume intravaskuler atau penyakit ginjal yang
telah ada sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi glomerilar, menyebabkan
konsentrasi glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibanding natrium
menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang tidak cukup untuk menurunkan
konsentrasi glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi insulin. [ CITATION Set15 \l
1057 ]
Syndrome hiperglikemia hiperosmolar non ketotik menggambarkan
kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin
menyebabkan hambatan pergerakan glukosa kedalam sel, sehingga terjadi akumulasi
glukosa plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang
dapat meningkatkan kadar glukosa plasma, peningkatan kadar glukosa mengakibatkan
hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam
intra vaskuler, yang dapat menurunkan volume cairan intraseluler. Bila klien tidak
merasakan sensasi haus menyebabkan kekurangan cairan. Tingginya kadar glukosa
serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria yang dapat
mengakibatkan deurisis osmotik secara berlebihan (poliuria). Dampak dari poliuria
akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium,
sodium, phospat. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi
glukogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak
dapat menahan hiperglikemi karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg
sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang
menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine disebut glukosuria.
Bersamaan dengan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine disebut
poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraseluler, hal ini akan merangsang pusat
haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi
ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul
hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat,
lemak, dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran
dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga mengakibatkan banyak makan
yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan
hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat.
Disfungsi sistem saraf pusat karena gangguan transport oksigen ke otak dan
cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat
mengakibatkan pembentukan pembekuan darah, tromboemboli, infark serebral,
jantung.

4. Manifestasi Klinis
Pasien dengan HHS, umumnya berusia lanjut, sering tidak ada riwayat DM,
dan pasien DM tipe 2 yang dapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik oral.
Sering juga dijumpai pada penggunaan obat yang semakin memperberat masalah,
seperti diuretik.
Keluhan pasien HHS ialah:
1. Rasa lemah,
2. Gangguan penglihatan,
3. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang jika
dibandingkan dengan KAD.
4. Kadang, pasien datang dengan disertai keluhan saraf, disorientasi, hemiparesis,
kejang atau koma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor
yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung dan perabaan ektremitas yang
dingin serta denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan
suhu tubuh yang tak terlalu tinggi, dapat pula dijumpai distensi abdomen yang
membaik setelah rehidrasi adekuat.
Perubahan pada status mental dapat berkisar dari disorientasi sampai koma.
Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung dengan
osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum mencapai lebih dari
350 mOsm/kg (350 mmol per kg). kejang ditemukan pada 25% pasien, dan dapat juga
terjadi hemiparesis yang bersifat reversible dengan koreksi deficit cairan.
5. Pemeriksaan diagnostik
Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHS adalah konsentrasi
glukosa darah yang sangat tinggi (>600 mg/dL) dan osmolaritas serum tinggi (>320
mOsm/kg), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak.
Separuh pasien akan menunjukkan asidosis metabolic dengan anion gap yang ringan
(10-12). Jika anion gap nya berat (>12), harus dipirkan diagnose diferensial asidosis
laktat atau penyebab lain. Muntah dan penggunaan diuretic tiazid dapat menyebabkan
alkalosis metabolic yang dapat menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi
kalium dapat meningkat atau normal. Konsetrasi kreatinin, blood urea nitrogen
(BUN), dan hematocrit hamper selalu meningkat. HHS menyebabkan tubuh banyak
kehilangan berbagai macam elektrolit

Variabel Hasil Pemeriksaan


Kadar Glukosa Plasma (mg/dL) >600
Kadar pH arteri >7,30
Kadar Bokarbonat Serum 9mEq/L) >15
Keton pada Urine atau Serum Sedikit/negative
Osmolaritas Serum Efektif 9mOsm/kg) >320
Anion gap Bervariasi
Kesadaran Stupor, Koma

Kehilangan Elektrolit pada HHS


Elektrolit Hilang
Natrium 7 – 13 mEq/kg
Klorida 3 – 7 mEq/kg
Kalium 5 – 15 mEq/kg
Fosfat 70 – 140 mEq/kg
Kalsium 50 – 100 mEq/kg
Magnesium 50 – 100 mEq/kg
Air 100 – 200 mL/kg

6. Penatalaksanaan
Tujuan terapi awal adalah rehidrasi intravena secara agresif sehingga dapat
mengembalikan perfusi perifer. Pada HHS sebagian besar terjadi kehilangan elektrolit
seperti natrium, klorida, dan kalium, sehingga cairan basa yang harus digunakan
adalah larutan natrium klorida 0,9% dengan kalium ditambahkan sesuai kebutuhan.
Penatalksanaan HHS memerlukan monitoring ketat terhadap kondisi pasien
dan responnya terhadap terapi yang diberikan. Pasien-pasien tersebut harus dirawat
dan sebagian besar dari pasien pasien tersebut sebaiknya dirawat di ruang intensif atau
intermediate.
a. Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksanaan HHS adalah penggantian
carian yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan mempertimbangkan
perkiraan deficit cairan (biasanya 100-200 mL/kg, atau total rata-rata 9 L).
penggunaan cairan isotonic akan menyebabkan overload cairan dan cairan
hipotonik mungkin dapat mengkoreksi deficit cairan terlalu cepat dan potensial
menyebabkan kematian lisis myelin difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya
diberikan 1 L normal saline per jam. Jika pasiennya mengalami syok hipovolemik,
mungkin dibuthkan plasma expanders. Jika pasien dalam keadaan syok
kardiogenik maka diperlukan monitor hemodinamik.
Pada awal terapi, konsentarsi glukosa darah akan menurun, bahkan sebelum
insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi indicator yang baik akan cukupnya
terapi cairan yang diberikan. Jika konsentarsi glukosa darah tidak bisa diturunkan
sebesar 75-100 mg/dL/jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian cairan
yang kurang atau gangguan ginjal.
b. Eleltrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena konsentrasi
kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Konsentarsi kalium yang
sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan
kalium serum masuk kedalam sel. Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus-
menerus dan irama jantung pasien juga harus dimonitor.
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per L, pemberiaan insulin ditunda dan
diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai tercapai
konsentrasi kalium setidaknya 3,3 mEq per L). Jika konsentarsi kalium harus
diturunkan sampai di bawah 5,0 mEq per L, namun sebaiknya konsentarsi kalium
ini peril dimonitor tiap dua jam. Jika konsentarsi awal kalium antara 3,3 – 5,0
Meq per L, maka 20-3- Meq kalium harus diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3
kalium fosfat) untuk mempertahankan konsentarsi kalium antara 4,0 meq per L
(4,0 mml per L) dan 5,0 mEq per L.
c. Insulin
Hal yang terpenting dalam pemberiaan insulin adalah perlunya pemberian carian
yang ade kuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan,
maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan
hipotensi, kolaps vaskuler, atau kematian.
Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15 U/kgBB secara intaravena,
dan diikuti dengan drip 0,1U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah
turun antara 250 mg per dL (13,9 mmol per L0 samapi 300 mg per dL. Jika
konsentrasi glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dl per jam, dosis yang
diberikan dapat ditingkatkan. Ketika konsentrasi glukosa darah sudah mencapai
dibawah 300 mg/dl, sebaiknya diberikan dekstrose secara intravena dan dosis
insulin ditirasi secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan
hyperosmolar

7. Komplikasi
Kelainan elektrolit sebagai akibat dari perawatan HHS cukup sering.
Perawatan harus diambil untuk memastikan pemantauan sering dan menghindari efek
samping yang merugikan. Gangguan elektrolit yang umum termasuk hipokalemia dan
hipoglikemia. Edema serebral adalah komplikasi yang ditakuti tetapi jarang pada
HHS. Ini lebih sering terjadi pada populasi anak-anak dan terjadi karena penurunan
kadar glukosa yang cepat.

8. Prognosis
Secara umum, angka kematian keseluruhan rendah dan biasanya disebabkan
oleh penyakit yang mendasari yang menyebabkan krisis hiperglikemik. Pasien lanjut
usia yang mengalami koma parah dan hipotensi memiliki prognosis yang buruk
dibandingkan dengan yang lebih muda

9. Pencegahan
Pendidikan diabetes termasuk instruksi tentang hidrasi yang memadai sangat
penting untuk menghindari episode berulang

B. Asuhan Keperawatan Kritis


1. Pengkajian (Brain, Breathing, Blood, Bladder, Bowel, Bone)
a. Nama : Ny. X
b. Umur : 54 tahun
c. BB : 45 kg
d. TB : 165 cm
e. Diagnosa : DM tipe 2 dengan protokol Hyperglycemic Hyperosmolar
State (HHS)
f. Keluhan masuk :
g. B1 (Brain) : Kesadaran koma
h. B2( Breathing) : Terpasang ventilator SIMV dengan volume tidal 450ml , RR:
12x/mnt, I : E Ratio 1:2, PS 6 cmH2O, FiO2 90%, PEEP 5
cmH2O, spO2 90%
i. B3 (Blood) : TD: 83/60mmHg, Nadi: 120x/menit, akral dingin dan kulit
pucat.
j. B4 (Bladder) : Produksi urin 400 cc/24jam
k. B5 (Bowel) :-
l. B6 (Bone) :-

2. Analisis Data
No Data Etilogi Masalah/Diagnosa Keperawatan
I DS: - Kekurangan intake cairan Hipovolemia

DO:
 Produksi urine 400cc
 Hematokrit: 65%
 Na:98mEq/L.
 Mulut kering
 Kerutan longitudinal lidah
 BB 45kg
 Vital signTD: 83/60 mmHg,
Sb: 38 derajat, N: 120x/m
 CVP: 1 mmHg

II Ds: - Hiperglikemi dan kekurangan Perfusi perifer tidak efektif


volume cairan
Do:
 GDS: 650gr/dl
 Osmolalitas serum :
380mOsm
 Akral dingin
 Kulit pucat
 Mulut kering
 Kesadaran menurun
 Therapy insulin dengan
protokol HHS
III Ds: - Gangguan metabolisme Gangguan ventilasi spontan

Do:
 AGD:
Ph: 7,48. PaCo2: 38,2mmHg
PaO2: 59 mmHg. HcO3:29,6
BE: 3
(Alkalosis Metabolik )
 SaO2 : 89 %
 PO2: 59
 HR: 120x/mnt
 Terpasang ventilator
 FiO2: 90%
IV Ds: - Ketidakseimbangan cairan Risiko ketidakseimbangan elektrolit

Do:
 Osmolalitas serum 380
mOsm/kg
 Elektrolit:
Na:98mEq/L.
Kalsium:4,5mEq/L. Kalium:
1,3mEq/L.fosfat:0,7mEq/L
 Hematokrit 65%

3. Pathway

< hormon Insuli >Hormon Glukogen

Akumulasi Glukosa di Glukogenesis


plasma
Transport glukosa ke sel meningkat
menurun
Hiperglikemia Hemokonsentrasi

Makanan sel kurang glikosuria


Viskositas
darah Tromboemboli
Diuresis osmotik meningkatr
Poliphagia
Hipertrofi
Poliuria ventrikel
Gangguan
transport
Kehilangan cairan oksigen Gagal
jantung
Potasium, sodium,
Iskemia
phospat menurun
jaringan

Gannguan
Imbalance elektrolit
Nekrosis transpor
oksigen di
Merangsang Dehidrasi otak
pusat haus Gangguan
perfusi
Hiperosmola
jaringan Koma
r
Polidipsi
Hipovolume
Metabolisme Kesadaran
anaerob menurun
Volume cairan
kurang dari
kebutuhan
Asam laktat Jalan napas
meningkat tidak efektif

Fatique

Intoleransi
aktifitas

4. Diagnosis Keperawatan
Prioritas Diagnosa keperawatan Tanggal Ditemukan Tanggal Teratasi
1. Hipovolemia

2. Perfusi perifer tidak efektif

3. Gangguan ventilasi spontan

4. Risiko ketidakseimbangan elektrolit

5. Luaran dan Intervensi Keperawatan dengan menggunakan NIC atau SIKI

No. DIAGNOSA
NOC NIC
Dx KEPERAWATAN
I Hipovolemi Status Cairan L.03028 Manajemen cairan I.03098

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Monitor status hidrasi (frekuensi


3x24 jam hipovolemi teratasi dengan nadi, akral, kelembapan mukosa,
kriteria hasil: turgor kulit, tekanan darah, suhu)
2. Monitor berat badan harian
1. Turgor kulit dari menurun (1) 3. Monitor hasil pemeriksaan
ditingkatkan ke cukup meningkat (4) laboratorium (hematokrit, natrium,
2. Output urine dari menurun (1) kalium, chlorida)
ditingkatkan ke cukup meningkat (4) 4. Monitor status hemodinamik
3. Takikardi dari memburuk (1) (CVP)
ditingkatkan ke cukup membaik (4) 5. Catat intake-output dan hitung
4. Tekanan darah dari memburuk (1) balans cairan 24 jam
ditingkatkan ke cukup membaik (4) 6. Berikan asupan cairan sesuai
5. Membran mukosa dari memburuk kebutuhan
(1) ditingkatkan ke cukup membaik 7. Kolaborasi pemberian cairan
(4) intravena sesuai protokol HHS
6. Kadar hematokrit dari memburuk (1)
ditingkatkan ke cukup membaik (4)
7. Central Venous Pressure (CVP) dari
memburuk (1) ditingkatkan ke cukup
membaik (4)
8. Suhu tubuh dari memburuk (1)
ditingkatkan ke cukup membaik (4)
II Perfusi perifer tidak Perfusi perifer tidak efektif L.02011 Manajemen syok I.02048
efektif
Setelah di lakukan tindakan leperawatan 1. Monitor satus kardiopulmonal
1x24 jam di harapkan perfusi perifer ( frekuensi dan kekuatan
efektif terarasi dengan kriteria: nadi,frekuensi nafas, TD, MAP,
 Warna kulit pucat menurun (1) di CVP)
turunkan ke (4) cukup meningkat 2. Monitor status oksigenasi
 Akral memburuk (1) membaik ke (4) (AGD,Oksimetri nadi)
cukup membaik 3. Monitor status cairan ( masukan
 Tekana darah sistilok memburuk (1) dan haluaran, turgor kulit, CRT)
membaik ke (4) cukup membaik 4. Monitor tingkat kesadaran dan
 Tekana darah diastolik memburuk respon pupil
(1) membaik ke (4) cukup membaik 5. Monitor serum glukosa dan atasi
 Penurunan tingkat kesadaran berat nilai abnormalitas, sesuai
(1) di tingkatkan ke (3) sedang kebutuhan
 Satuarsi oksigen deviasi berat (1) di 6. Pertahankan jalan nafas
tingkatkan ke (3) deviasi sedang 7. Pertahankan saturasi oksigen >
94%
8. Pertahankan intubasi dan ventilasi
mekanik,jika perlu
9. Pasang jalur IV
10. Pasang kateter urin untuk menilai
produksi urine
11. Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 1-2 L pada orang
dewasa
III Gangguan ventilasi Ventilasi spontan L.01007 Manajemen ventilasi mekanik
spontan I.01013
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
3x24 jam hipovolemi teratasi dengan 1. Monitor efek ventilator terhadap
kriteria hasil: efek ventilasi (AGD, SaO2, respon
subyektif pasien)
 PaO2 dari memburuk (1) 2. Monitor kriteria perlunya
ditingkatkan ke cukup membaik (4) penyapihan ventilator
 SaO2 dari memburuk (1) 3. Monitor kondisi yang
ditingkatkan ke cukup membaik (4) meningkatkan konsumsi oksigen
 Takikardi dari memburuk (1) (demam)
ditingkatkan ke cukup membaik (4) 4. Monitor gangguan mukosa oral
5. Atur posisi kepala 45°-60° untuk
mencegah aspirasi
6. Reposisi pasien tiap 2 jam jika
perlu
7. Lakukan perawatan mulut secara
rutin
8. Lakukan suctioning lendir sesuai
kebutuhan
9. Dokumentasi respon terhadap
ventilator
10. Kolaborasi pemilihan mode
ventilator (kontrol volume, kontrol
tekanan)
11. Kolaborasi penggunaan PS atau
PEEP untuk meminimalkan
hipoventilasi
IV Risiko Keseimbangan elektrolit L.03021 Manajemen elektrolit (I.03103)
ketidakseimbangan
elektrolit 1. Identifikasi tanda dan gejala ketidak
seimbangan kadar elektrolit
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 2. Identifikasi penyebab ketidak
1x 24 jam di harapkan tidak terjadi seimbangan elektrolit
resiko ketidak seimbangan elektrolit 3. Monitor kadar elektrolit yang
dengan kriteria : abnormal
4. Berikan cairan
5. Berikan diet yang tepat ( mis,
Tinggi kalium,rendah natrium)
 Serum Natrium menurun (1) di 6. Anjurkan pasien dan keluarga untuk
tingkatkan ke (3) sedang modifikasi diet
 Serum Kalium menurun (1) di 7. Pasang akses intravena
tingkatkan (3) Sedang 8. Pertahankan pemberian intravena
 Serum Kalsium menurun (1) di berisi elektrolit dengan laju yang
lambat
tingkatkan (3) Sedang
9. Jelaskan jenis,penyebab dan
 Serum Fosfor menurun (1) di penanganan ketidakseimbangan
tingkatkan (3) sedang elektrolit
10. Kolaborasi pemberian suplemen
elektrolit sesuai indikasi (pemberian
KCl dan terapi elektrolit lainnya
sesuai protokol HHS)

Daftar Pustaka
Baughman, C. D., & Hackley, C. J. (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Buku Saku
dari Bruner & Suddarth. Jakarta: EGC

Healthy Choice. 2002. Insulin Serat Makanan Istimewa (Edisi I). Jakarta: Majalah
Healthy Choice.

Journal : Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Coma (HHNC, Hyperosmolar


Hyperglycemic Nonketotic Syndrome, Adebayo Adeyinka; Noah P.
Kondamudi,2020)

Ngatimin, R. 2001. Perilaku Dokter di Rumah Sakit dan Masyarakat Sekitarnya.


Makassar: Yayasan PK-3.

Pikiran Rakyat Cyber Media. 2003. Cara Tepat Mengendalikan Gula Darah, (Online),
(http://www.pikiran-rakyat.com., diakses 16 Agustus 2006).

PPNI, T. P. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia: definisi dan indikator


diagnostik edisi 1. Jakarta Selatan: Deawan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar luaran keperawatan indonesia: definisi dan kriteria hasil
keperawatan edisi 1. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia: definisi dan tindakan


keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Setiati Siti, dkk. (2017). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Penerbit
Internsl Publishing: Jakarta

Sidartawan, S. 2001. Pengalaman Klinis Pengobatan Diabetes Mellitus Tipe 2


(Volume 51). Jakarta: Majalah Kedokteran Indonesia

Siti, S., Idrus, A., Sudoyo, W. A., K, s. M., Bambang, S., & Syam, F. A. (2015). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi VI. Jakarta: Internal Publishing.

Venkatraman, R., & Singhi, S. (2008(73):1). Hyperglicemic Hyperosmolar nonketotic


Syndrome, indian journal of pediatric.

Wiryowidigdo Noor, N.N. 2002. Epidemiologi. Makassar: Lembaga Penelitian


Universitas Hasanuddin.

Zamri, A. (2019). Diagnosis dan Penatalaksanaan Hyperosmolar Hyperglycemic State


(HHS). Jmj, 7(2), 151–160

Zeiter, P., Haqq, A., Rosenbloom, A., & Glaser, N. (2011 (4):1). Hyperglicemic
Hyperosmolar Syndrome in Children: Pathophysiologi consideration and
Suggested Guidelines for Treatment. The Journal of Pediatric.

Anda mungkin juga menyukai