Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

Sindrom cushing adalah kumpulan keadaan klinis yang diakibatkan


oleh efek metabolik dari kadar glukokortikoid atau kortisol yang meningkat
dalam darah. Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli
bedah yang pertama kali mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912.
Sindrom cushing terjadi akibat kelebihan glukokortikosteroid. Sangat sering
terjadi akibat pemberian kortikosteroid terapeutik. (Gleadle, 2003)
Kumpulan gejala klinis yang ditemukan yaitu hipertensi, striae,
osteoporosis, hiperglikemia, moon face, buffalo hump (penumpukan lemak di
area leher, dan lain sebagainya. Gejala klinis yang ditemukan sangat mudah
berpengaruh terhadap perkembangan penyakit selanjutnya atau risiko
komplikasinya.
Prevalensi sindroma cushing ini pada laki-laki sebesar 1:30.000 dan
pada perempuan 1: 10.000. Angka kematian ibu yang tinggi pada sindrom
cushing desebabkan oleh hipertensi berat sebesar 67%, diabetes gestasional
sebesar 30%. Kematian ibu telah dilaporkan sebanyak 3 kasus dari 65
kehamilan dengan sindrom cushing. (Hernaningsih dan Soehita, 2005)
Oleh karena itu, untuk mencegah angka kematian khususnya ibu pasca
melahirkan dengan sindrom cushing yang semakin bertambah kami mencoba
untuk menyusun asuhan keperawatan penyakit sindrom cushing. Kami akan
menyusun asuhan keperawatan penyakit sindrom chusing secara umum yang
baik.

1
Anatomi fisiologi Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar adrenal juga
disebut sebagai kelenjar suprarenalis karena letaknya yang ada di atas ginjal.
Selain itu kelenjar adrenal juga disebut kelenjar anak ginjal karena lokasinya
yang menempel pada ginjal.
Kelenjar adrenal tersusun dari dua lapis yaitu korteks dan medulla.
Korteks adrenal esensial untuk bertahan hidup. Kehilangan hormon
adrenokortikal dapat menyebabkan kematian. Korteks adrenal mensintesis
tiga kelas hormon steroid yaitu mineralokortikoid, glukokortikoid, dan
androgen. (Hotma, 1999)
Hormon mineralokortikoid pada manusia yang utama adalah
aldosteron dibentuk di zona glomerulosa. Hormon ini mengatur
keseimbangan elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium dan ekskresi
kalium. Aktivitas fisiologik ini selanjutnya membantu dan mempertahankan
tekanan darah normal dan curah jantung.
Hormon glukokortikoid pada manusia yang utama adalah kortisol
dibentuk di zona fasikulata. Kortisol memiliki efek pada tubuh seperti
metabolisme glukosa yaitu glukoneogenesis yang meningkatkan kadar
glukosa darah, metabolisme protein, keseimbangan cairan dan elektrolit,
inflamasi dan imunitas.
Korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil steroid seks dari zona
retikularis. Adrenal mensekresi sedikit androgen dan esterogen.
2.1 Hormon glukokortikoid (kortisol)
Kortisol adalah glukokortikoid utama dihasilkan oleh zona fasikulata
(ZF) dan zona reticularis (ZR) bagian dalam yang dirangsang oleh ACTH
(adenokortikotropik hormon). Sekresi kortisol memiliki pola tertinggi ketika
bangun tidur (pagi) dan terendah pada waktu tidur (malam atau bed time).
Sekresi kortisol mencapai puncaknya antara pukul 06.00 sampai 08.00 WIB.
Selain itu, produksi kortisol juga meningkat pada waktu latihan fisik karena
penting untuk meningkatkan glukosa dan asam lemak bebas sebagai bahan
pembentuk energi.

2
Jumlah kortisol normal pada jam 09.00 WIB sebesar 6-20 µg/dl, pada
tengah malam kurang dari 8 µg/dl. Kortisol terikat erat dengan transkortin
atau Cortisol-Binding Globulin (CBG) ± 75% dari jumlah kortisol
seluruhnya. 15% terikat kurang erat dengan albumin, dan 10% dari jumlah
kortisol seluruhnya memiliki efek metabolik.
Berikut beberapa efek metabolik kortisol, yaitu :
(a) Protein : Proses katabolik sehingga meningkatkan glukoneogenesis
(b) Lemak :Proses lipolisis sehingga pelepasan lemak bebas (FFA)
meningkat dan menyebabkan deposisi lemak sentripetal (Buffalo Hump)
(c) Karbohidrat :Penyerapan glukosa di otot dan lemak menurun, sekresi
glukosa oleh hepar meningkat sehingga sel beta pankreas dapat
dilemahkan (DM tersembunyi muncul).
Fungsi kortisol berlawanan dengan insulin yaitu menghambat sekresi
insulin dan meningkatkan proses glukoneogenesis di Hepar. Sekresi kortisol
juga dirangsang oleh beberapa faktor seperti trauma, infeksi, dan berbagai
jenis stres. Kortisol akan menghambat proteksi dan efek dari berbagai
mediator dari proses inflamasi dan imunitas seperti interleukin-6 (IL-6),
Lymphokines, Prostaglandins, dan histamine
Produksi kortisol dibutuhkan untuk produksi Angiostensin-II yaitu
efek unutk vasokontriksi dan vasotonus sehingga dapat membantu
mempertahankan tonus pembuluh darah yang adekuat (adequate vascular
tone). Tonus pembuluh darah yang adekuat untuk mengatur tonus arteriol dan
memlihara tekanan darah. Glukokortikoid juga meningkatan sekresi air (renal
free water clearance), ekskresi K+, retensi Na+ dan menekan penyerapan
kalsium di tubulus renalis.
Mekanisme sekresi kortisol yaitu ketika kadar kortisol dalam darah
menurun maka target cells yaitu kelenjar adrenal menstimulasi hipofisis untuk
mensekresi ACTH, agar ACTH tersekresi maka perlu menstimulasi
hipotalamus untuk sekresi ACRH.

3
ACRH Adrenocortico Releasing Hormon berperan mengontrol sintesa sekresi
hormon hipofisis. TSH

2.2 Definisi Cushing Syndrome


Cushing sindrome adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar
adrenal sehingga mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid
(kortisol). Bentuk gangguan ini relatif jarang dijumpai.
Sindrom cushing adalah keadaan glukokortikoid yang tinggi dan
mencakup kelebihan glukokortikoid yang disebabkan oleh pemberian
terapeutik kortikosteroid.
Sindrom cushing merupakan pola khas obesitas yang disertai dengan
hipertensi, akibat dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal
karena hiperfungsi korteks adrenal. Sindromnya dapat tergantung
kortikotropin (ACTH) ataupun tidak tergantung ACTH.

2.3 Etiologi Cushing Syndrome


Sindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat
tinggi di dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh,
misalnya dalam pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan
metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak dalam makanan.
Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di
dalam tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma
chusing latrogenik yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti
prednison) dosis tinggi dalam waktu lama. Obat ini memiliki efek yang sama
seperti kortisol pada tubuh. 
Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi
kortisol di dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang
berlebihan pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon

4
ACTH (hormon yang mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari
kelenjar hipofise. Hal ini dapat disebabkan oleh :
1) Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-
80% wanita lebih sering menderita sindroma chusing.
2) Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise
yang menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga
menstimulasi kelenjar adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak. 
3) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang
terjadi, dimana tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi
ACTH, kemudian tumor menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan.
Tumor ini bisa jinak atau ganas, dan biasanya ditemukan pada paru-paru
seperti oat cell carcinoma dari paru dan tumor karsinoid dari paru,
pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid (karsinoma moduler tiroid), atau
thymus (tumor thymus).
4) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi
kortisol secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi
akibat adanya tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu
dapat juga tumor ganas pada kelenjar adrenal (adrenocortical carcinoma).  
5) Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol
mampu menaikkan kadar kortisol.
6) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor
adrenokorteks yang sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi
kadang-kadang adenoma benigna.

2.4 Patofisiologi
Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar
maupun dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi
chusing syndrome. Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil
dipengaruhi oleh jumlah sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan
glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam
tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:
1.) Metabolisme protein

5
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki
glukokortikoid menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk
protein untuk mensistesis protein. Kortisol menekan pengangkutan asam
amino ke sel otot dan mungkin juga ke sel ekstrahepatika seperti jaringan
limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga
sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu
peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di
dalam sel. Proses katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi
asam amino dari jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh
kehilangan simpanan protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot,
pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di
hati. Oleh karena itu secara klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang
mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada
kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi
lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan
penyokong pembuluh darah menyebabkan mudah timbul luka memar.
Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis,
sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan asam
amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak asam amino
tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati
sehingga pembentukan glukosa meningkat.
2.) Metabolisme karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa
zat lain oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai
10 kali lipat. Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah
jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian
glukosa oleh kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses
oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk

6
NAD+. Karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek
ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa sel.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian
glukosa oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah.
Glukosa darah yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan
kadar plasma insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa
plasma seperti ketika kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid
menurunkan sensitivitas banyak jaringan, terutama otot rangka dan
jaringan lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada ambilan dan
pemakaian glukosa.
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja
insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami
hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin
yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan
meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa.
Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun
tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan
manifestasi klinik DM.
3.) Metabolisme lemak
α gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk
penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak.
Jika α gliserofosfat tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam
lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi
asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan
pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak berlebih sehingga
obesitas. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh
menimbulkan obesitas wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa
supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas
trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat atropi otot
memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
4.) Sistem kekebalan

7
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan
antibodi humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan
antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh
limfosit T yang tersensitasi.
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang
bermakna pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi
sekresi sel-sel T dan antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat
kekebalan terhadap sebagian besar benda asing yang memasuki tubuh akan
berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan
menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon
primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada
setiap tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-
sel sistem monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit
imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan
reaksi hipersensitifitas lambat.
5.) Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum.
Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan
menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga
menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
6.) Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan
pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh
steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
7.) Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini
ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan
episode depresi singkat.
8.) Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi

8
jaringan limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan
peningkatan eritropoiesis.

2.6 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan


orang dengan gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah
bulat, peningkatan lemak di sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan
kaki. Anak-anak cenderung untuk menjadi gemuk dengan tingkat
pertumbuhan menjadi lambat.
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing
syndrome antara lain :
a. Rambut tipis
b. Moon face
c. Penyembuhan luka buruk
d. Mudah memar karena adanya penipisan kulit
e. Petekie
f. Kuku rusak

9
g. Kegemukan dibagian perut
h. Kurus pada ekstremitas
i. Striae
j. Osteoporosis
k. Diabetes Melitus
l. Hipertensi
m. Neuropati perifer
Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk
(a) Kelelahan yang sangat parah
(b) Otot-otot yang lemah
(c) Tekanan darah tinggi
(d) Glukosa darah tinggi
(e) Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan
(f) Mudah marah, cemas, bahkan depresi
(g) Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu
(National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service, 2008)

2.7 Penatalaksanaan Sindrom Cushing


Terapi SC dapat berupa terapi bedah, radioterapi dan terapi medik. Sasaran
terapi SC adalah memperbaiki gejala klinik, menormalkan kadar kortisol, dan
kendali jangka panjang tanpa kekambuhan. Jika tidak diobati akan meningkatkan
mortalitas. Tanpa pengobatan, penderita dengan SC mempunyai prognosis yang
kurang baik, yaitu survival 5 tahun sebesar 50%.

Pembedahan Untuk penderita dengan SC tidak tergantung ACTH akibat adenoma


adrenal, dilakukan adrelektomi unilateral. Jika terjadi hyperplasia bilateral,
adrelektomi bilateral dapat dikerjakan namun akan mengakibatkan insufisiensi
adrenal dan membutuhkan terapi pengganti hormon glukortikoid dan
minerokortikoid sepanjang hidupnya.
Penderita dengan SC, adenomektomi transspenoidal merupakan pilihan
pada kebanyakan penderita. Tujuannya adalah melakukan reseksi lengkap dari
adenoma pituitari dan koreksi hiperkortisolemia tanpa menyebabkan defisiensi

10
pituitari yang menetap. Keberhasilan untuk prosedur ini untuk penderita dengan
mikroadenoma bervariasi antara 65-90% tergantung dari keterampilan dokter
bedah disamping ukuran dan tempat tumor. Pembedahan ulang dan radioterapi
kadangkadang dilakukan untuk penderita dengan hiperkortisolemia menetap
setelah adenomektomi transspenoidal. Pendekatan untuk adrenalektomi
laparoskopik kini telah menjadi prosedur baku, ini bisa dilakukan dengan berbagai
cara misalnya transperitoneal, retroperitoneal, single-port access, dan sistem
robotik da Vinci.

Radioterapi
Radioterapi pernah menjadi terapi pilihan pertama pada tahun 1940-1980,
dengan angka keberhasilan sekitar 50%. Namun kini, radioterapi menjadi pilihan
kedua setelah terapi pembedahan gagal. Dengan cara ini, remisi tercapai antara
53-83% dengan kekambuhan sampai 17%. Radioterapi konvensional dan targeted
radiosurgery mempunyai potensi untuk eradikasi tumor pituitari, tetapi kendali
hiperkortisolemia terjadi pada sekitar 50-60% penderita dalam 3-5 tahun, dan
mungkin terjadi defisiensi pituitari setelah tindakan. Radioterapi bisa
dipertimbangkan sebagai terapi pilihan pertama untuk anak-anak dengan angka
remisi sama dengan pembedahan transspenoidal. Namun demikian, keefektivan
maksimum dari radioterapi baru tercapai selama 1 tahun. Kombinasi dengan
farmakoterapi perlu dipertimbangkan jika manifestasi klinik akibat
hiperkortisolemia sangat nyata. Defisiensi hormone pertumbuhan merupakan
komplikasi tersering (50%), selanjutnya hipogonadisme, dan kerusakan saraf mata
yang terjadi pada <1% penderita.

Terapi Medik
Ada beberapa tujuan terapi medik pada penderita SC. Terapi medik dapat
diberikan kepada mereka dengan komplikasi akut seperti sikosis akut, hipertensi
berat, dan infeksi oportunistik (Tabel 3). Keadaan yang mengancam jiwa ini
terutama dikaitkan dengan Sindrom ACTH Ektopik (SAE) dimana membutuhkan
penurunan kadar kortisol yang berlebihan dengan cepat. Pada beberapa pusat,

11
terapi medik untuk menurunkan kadar kortisol digunakan sebelum tindakan
pembedahan dilakukan dengan tujuan untuk mengoptimalkan keadaan penderita
yaitu memperbaiki katabolisme dan regulasi tekanan darah dan homeostasis
glukosa. Disamping itu penurunan kadar kortisol dapat mengurangi
kecenderungan perdarahan pada saat tindakan bedah. Secara umum terapi medik
yang ditujukan untuk pengobatan hiperkortisolemia adalah: (1) setelah gagal
terapi bedah untuk penderita SC tergantung ACTH atau SAE; (2) penderita
dengan penyakit metastasis, misalnya tumor neuroendokrin yang menghasilkan
ACTH dan karsinoma adrenokortikal yang menghasilkan kortisol; dan (3) pada
penderita dengan risiko operasi yang tinggi misalnya dengan ko-morbiditas dan
usia lanjut. Beberapa kelompok obat yang umum diberikan sebagai terapi medik
pada penderita SC adalah: penghambat steroidogenesis adrenal, obat yang bekerja
secara sentral, antagonis reseptor glukokortikoid, dan beberapa obat baru yang
sedang dikembangkan.

Tabel 3. Indikasi terapi medik untuk Sindrom Cushing


 Komplikasi akut hiperkortisolemia
 Pengobatan awal sebelum pembedahan pituitari
 Setelah gagal terapi bedah
 Terapi jembatan setelah penyinaran pituitary
 Terapi medik primer: adenoma dengan lokasi tidak jelas, adenoma tidak
terlihat
 Tidak dapat dioperasi: penyakit metastasis, risiko operasi tinggi

Obat-obat penghambat steroidogenesis adrenal yang kini digunakan


diantaranya adalah: ketokonazol, flukonazol, metirapon, mitotan, etomidat. Yang
termasuk obatobat yang bekerja sentral adalah ligan reseptor somatostatin
(pasireotid), agonis dopamin (kobergolin, bromokriptin), bahan cimerik, asam
retinoat, temozolomid, siproheptadin, asam valproate, ligan peroxisome
proliferator-activated receptor gamma, dan antagonis reseptor adrenergik alfa 1.
Dan obat golongan antagonis reseptor glukokortikoid misalnya mifepriston

12
Kombinasi obat-obat diatas juga telah menjadi pilihan karena dapat
mengurangi efek samping dan menambah potensiasi obat untuk menurunkan
sekresi ACTH. Namun demikian belum ada terapi baku untuk kombinasi ini. Hal
ini tergantung dari sifat obat dan keadaan penderita. Contoh obat kombinasi yang
telah digunakan untuk uji klinik diantaranya ketokonazol + kabergolin /
pasireotid / octreotid, temozolomid + pasireotid, dan mitotan + metirapon +
ketokonazol.

Remisi

Ada perbedaan tentang definisi remisi yang diajukan, bervariasi dari


terjadinya hipokortisolemia pasca pembedahan definitif atau transien sampai
supresi kortisol setelah pemberian deksametason yang adekuat. Berdasarkan
konsensun terakhir, kadar kortisol serum pagi pasca pembedahan menetap
<2g/dL (~50 nmol/L) dikaitkan dengan remisi dan angka kekambuhan yang
rendah ~10% dalam 10 tahun. Kadar kortisol serum menetap diatas 5 g/dL
(~140 nmol/L) selama 6 minggu setelah pembedahan diperlukan evaluasi lebih
lanjut. Jika kadar kortisol serum antara 25g/dL, penderita dapat
dipertimbangkan sebagai remisi dan dapat diamati tanpa terapi tambahan.
Sebagian penderita dapat mengalami insufisiensi adrenal lengkap (kadar kortisol
serum <2g/dL [~50 nmol/L]) sampai 12 minggu setelah pembedahan.
Karenanya, evaluasi ulangan pada awal pasca pembedahan perlu dilakukan.
Namun demikian, tindak lanjut jangka panjang diperlukan bagi semua penderita
karena nilai batas kortisol tunggal untuk menyingkirkan mereka yang kambuh,
dan hampir 25% penderita mendapatkan kekambuhan adenoma dalam waktu 10
tahun setelah pembedahan.

Kesimpulan
Cushing sindrom adalah kelainan hiperfungsi kelenjar adrenal yang
bertugas memproduksi glukokortikoid atau kortisol. Pada penyakit ini kadar
kortisol dalam darah meningkat. Faktor pemicu keadaan tersebut ada dua
yaitu faktor luar dan dalam tubuh. Secara umum yang paling sering terjadi

13
yaitu pengobatan kortikosteroid dan keganasan dalam tubuh yang memicu
peningkatan CRH oleh hipotalamus dan ACTH dari hipofisis sebagai respon
umpan balik saat sel target akan hormon kortisol. Hormon kortisol yang
meningkat memberikan dampak pada beberapa fungsi tubuh seperti
penumpukan lemak pada daerah sentral yang disebut moon face, tubuh
semakin gemuk baik akibat kelebihan volume cairan maupun penumpukan
lemak, dan lain sebagainya.

14

Anda mungkin juga menyukai