TINJAUAN PUSTAKA
A. Eritropoiesis
Eritrosit baru diproduksi oleh tubuh setiap hari melalui proses
eritropoiesis yang kompleks. Eritropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel
progenitor CFUGEMM (colony-forming unit granulocyte, erythroid, monocyte
and megakariocyte / unit pembentuk koloni granulosit, eritroid, monosit dan
megakariosit), BFUE(burst-forming unit erythroid / unit pembentuk letusan
eritroid) dan CFU eritroid (CFU U) menjadi prekusor eritrosit yang dapat
dikenali pertama kali di sumsum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas
adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah dan nukleoli,
serta kromatin yang sedikit menggumpal. (Setiawan, L, 2005)
Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian normoblas
yang makin kecil melalui sejumlah pembelahan sel (basofilik eritroblas
polikromatik eritroblas ortokromatik eritroblas). Normoblas ini juga
mengandung hemoglobin yang semakin banyak (berwarna merah muda) dalam
sitoplasma; warna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA
dan aparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi
semakin padat. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas lanjut (ortokromatik
eritroblas) di sumsum tulang dan menghasilkan stadium Retikulosit yang masih
bentuknya
1. Eritropoietin
Eritropoiesis diatur oleh hormon eritropoietin, yaitu suatu polipeptida
yang sangat terglikosikasi yang terdiri dari 165 asam amino dengan berat
molekul 30400. Normalnya 90% hormon ini dihasilkan di sel interstisial
peritubular ginjal dan 10% nya di hati dan tempat lain. Tidak ada cadangan
yang sudah dibentuk sebelumnya, dan stimulus pembentukan eritropoietin
adalah tekanan oksigen (O2) dalam jaringan ginjal. Karena itu produksi
eritropoietin meningkat pada kasus anemia, jika karena sebab metabolik atau
struktural, hemoglobin tidak dapat melepaskan O2 secara normal, jika O2
atmosfer rendah atau jika gangguan fungsi jantung, paru atau kerusakan
sirkulasi ginjal mempengaruhi pengiriman O2 ke ginjal. (Setiawan, L, 2005)
Eritropoietin merangsang eritropoiesis dengan meningkatkan jumlah sel
progenitor yang terikat untuk eritropoiesis. BFUE dan CFUE lanjut yang
mempunyai
reseptor
eritropoietin
terangsang
untuk
berproliferasi,
melepaskan
O2 dibanding
normalnya)
menurunkan
dorongan
adesif sedangkan retikulosit normal telah kehilangan reseptor ini begitu sel ini
bermigrasi ke perifer.(Suega, K, 2010)
Suatu studi memperkirakan lama waktu tinggal retikulosit di sumsum
tulang sebelum memasuki sirkulasi darah tepi bervariasi antara 17 jam pada
tikus normal sampai 6,5 jam pada tikus yang menderita anemia. Walaupun
retikulosit baik di sumsum tulang maupun di darah tepi bisa dipisahkan dari
kontaminasi sel yang sama dari kompartemen yang berbeda akan tetapi
pemisahan ini tidak sempurna sekali sehingga metode untuk membedakan
masih perlu disempurnakan untuk mengetahui dengan tepat fungsi sitologis
dan maturasi dari retikulosit. Diperkirakan waktu
pematangan
retikulosit
adalah berkisar antara 2 - 5 jam, tergantung metode yang dipakai, spesies yang
dipelajari dan juga tingkat stimulasi proses yang menentukan kapan retikulosit
keluar dari sumsum tulang ke sirkulasi masih belum jelas diketahui. Ada studi
yang mendapatkan bahwa perbedaan spesies dapat menentukan perbedaan
jumlah retikulosit yang beredar didarah tepi, dimana pada tikus dan babi
didapatkan jumlah retikulosit yang banyak sedang pada manusia, anjing dan
kucing jumlahnya sedikit bahkan pada kuda hampir tidak didapatkan atau
sedikit sekali. Perbedaan yang unik ini bisa dikenali dengan metode manual
dengan pengecatan supravital seperti metode biru metilen. (Suega, K, 2010)
Retikulosit yang sangat muda (imatur) adalah retikulosit yang dilepaskan
ke darah tepi akibat adanya rangsangan akibat anemia dan hal ini disebut
stressed reticulocyte. Retikulosit jenis ini mempunyai masa hidup yang lebih
pendek apabila di tranfusikan ke dalam resipien normal dan secara umum
dianggap sel ini tidak normal karena tidak melalui perkembangan sel yang
normal sampai ke divisi terminal dari perkembangan retikulosit. Sebuah studi
ingin meneliti masa hidup dari retikulosit normal dan retikulosit stress ini baik
pada pasien normal maupun pasien anemia. Eksperimen ini mendapatkan data:
(1) Masa hidup retikulosit akan normal jika retikulosit normal diinjeksikan ke
binatang yang non anemik;
(2) Oleh karena gangguan intrinsik dari retikulosit stress, akan menyebabkan sel
ini lebih cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh resepien normal dengan
kecepatan yang lebih besar dibandingkan dengan resepien yang anemia; dan
(3) Baik retikulosit normal maupun retikulosit yang stress akan disingkirkan
SDM,
dan
parameter
retikulosit
ini
menggambarkan
b.
c.
d.
e.
Eritropoiesis
inefektif,
misalnya
thallasemia
mayor,
anemia
f.
B. Anemia
1. Definisi
Keseimbangan antara pelepasan eritrosit ke dalam sirkulasi dan
keluarnya eritrosit dari sirkulasi dipertahankan secara ketat, sehingga dalam
keadaan normal kadar hemoglobin di peredaran darah relatif konstan. Bila
keluarnya eritrosit dari sirkulasi maupun penghancuran eritrosit meningkat
tanpa diimbangi oleh peningkatan produksi atau pelepasan eritrosit dalam
sirkulasi menurun, demikian pula bila kedua proses tersebut terjadi bersama
sama akan menyebabkan anemia. (Kresna, S.B., 1989)
Anemia bukan merupakan diagnosa akhir dari suatu penyakit akan tetapi
selalu merupakan salah satu gejala dari suatu penyakit dasar. Oleh karenanya
apabila kita telah menentukan adanya anemia maka menjadi kewajiban kita
selanjutnya menentukan etiologi dari anemianya. (Supandiman, Iman, 1997)
2. Klasifikasi
Klasifikasi diadakan dengan maksud untuk memudahkan menegakkan
diagnosis, dengan demikian dapat merupakan pedoman guna mencari penyakit
yang sesungguhnya. (Darmawan, I, 1996)
Anemia Defisiensi Besi
Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat
besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang
karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar
zat besi dalam darah. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya
saturasi
Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam
tubuh karena banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung
dari jenis zat besi dan bahan makanan yang dapat menghambat dan
meningkatkan penyerapan besi.
c.
Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti
pada bayi, anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan
Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut
kehilangan zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga
kehilangan zat besi melalui menstruasi. Di samping itu kehilangan zat besi
disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di dalam usus.
3. Tanda dan Gejala
Tanda tandanya meliputi :
a) Kepucatan membran mukosa
b) Sirkulasi yang hiperdinamik dapat menunjukkan takikardia, nadi kuat,
kardiomegali, dan bising jantung.
c) Tanda spesifik yaitu koilonikia untuk defisiensi besi, ikterus untuk anemia
hemolitik atau megaloblastik, dan lainnya. (Setiawan, L, 2005)
Gejala meliputi :
a) Nafas pendek, khususnya pada saat berolahraga, kelemahan, dan sakit
kepala.
b) Pada pasien yang tua, mungkin ditemukan gejala gagal jantung, angina
pektoris, atau kebingungan.
c) Gangguan penglihatan akibat pendarahan retina. (Setiawan, L, 2005)
C. Menstruasi
1. Definisi
Menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi pada perempuan, yaitu
perdarahan yang teratur dari uterus sebagai tanda bahwa organ kandungan telah
berfungsi matang. Umumnya remaja yang mengalami menarche adalah pada
usia 12 16 tahun. Periode ini akan mengubah beberapa aspek, misalnya
psikologi dan lainnya. Siklus menstruasi normal terjadi setiap 22 35 hari,
dengan lamanya menstruasi 3 7 hari (Kusmiran, E, 2012). Jumlah kehilangan
volume darah pada proses menstruasi adalah sekitar 50-60 ml.
Saat menstruasi terjadi pengeluaran darah dari dalam tubuh. Hal itu
menyebabkan zat besi yang terkandung dalam hemoglobin juga ikut terbuang.
Lama menstruasi yang melebihi normal dapat menyebabkan darah yang
dikeluarkan tubuh semakin banyak, sehingga kemungkinan kehilangan zat besi
juga semakin tinggi. (Arumsari, E, 2008)
Kurangnya zat besi dalam darah mengakibatkan konsentrasi hemoglobin
dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah
akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. (Masrizal, 2007). Penelitian
sebelumnya, menstruasi menurunkan kadar hemoglobin antara 0,3-1,7 g %.
2. Fisiologi Menstruasi
a. Stadium menstruasi
Berlangsung selama 3 7 hari. Pada saat itu endometrium (selaput
rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan. Hormon hormon ovarium
berada pada kadar paling rendah.(Kusmiran, E, 2012)
b. Stadium proliferasi
Berlangsung pada 7 9 hari. Dimulai sejak berhentinya darah
menstruasi sampai hari ke-14. Setelah menstruasi berakhir, dimulailah fase
proliferasi di mana terjadi pertumbuhan dari desidua fungsionalis yang
mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Endometrium pada fase ini
tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel
telur dari indung telur (disebut ovulasi). (Kusmiran, E, 2012)
c. Stadium sekresi
Berlangsung 11 hari, yaitu masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon
progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium
untuk membuat kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke
rahim). (Kusmiran, E, 2012)
d. Stadium premenstruasi
Berlangsung selama kurang lebih 3 hari, dimana ada infiltrasi sel sel
darah putih, bisa sel bulat. Stroma mengalami disintegrasi dengan hilangnya
cairan dan sekret sehingga akan terjadi kolaps dari kelenjar dan arteri. Fase
ini menimbulkan vasokontriksi, kemudian pembuluh darah itu berelaksasi
dan akhirnya pecah. (Kusmiran, E, 2012)
D. Pemeriksaan Laboratorium Hitung Jumlah Retikulosit
Retikulosit mengandung sebagian RNA yang masih tertinggal, adanya
RNA ini hanya dapat dinyatakan dalam eritrosit yang masih hidup; eritrosit
yang telah mengering pada kaca objek atau yang telah mati tidak dapat dipulas.
Pemulasan ini disebut pulasan vital. (Gandasoebrata, R, 2007)
cara
basah
lebih
efisien
dibandingkan
cara
kering.
dan
dapat
E. Kerangka Teori
Lama pengecatan
Menstruasi
Anemia
Jumlah retikulosit
Ketelitian perhitungan
F. Kerangka Konsep
Sebelum dan
Sesudah Menstruasi
Jumlah retikulosit
G. Hipotesis
Ada perbedaan jumlah retikulosit antara sebelum menstruasi dan sesudah
menstruasi.