Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ERITROPOESIS

DI SUSUN OLEH :

NAMA : AMBU PRISKILA MAUDENG

NIM :23180038

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDY SERJANA KEBIDNAN

UNIVERSITAS RSPATI YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga
saat ini masih memberikan nikmat dan kesehatan sehingga saya diberi kesempatan untuk
menyelesaikan tugas penulisan makalah Hematologi yang berjudul "Proses Pembentukan
Eritrosit (Eritropoiesis)" ini dengan tepat waktu.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan kepada nabi junjungan kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang telah menujukan jalan menuju jalan yang lebih terang.

Tidak lupa, penulis juga mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada pihak


yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini Adapun penulisan makalah ini merupakan
bentuk dari pemenuhan tugas matakuliah Hematologi. Pada makalah ini akan dibahas
mengenai bagaimana proses pembentukan eritrosit.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, penulis memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
BAB I

PENDEHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fungsi utama dari sel-sel darah merah, yang juga dikenal sebagai eritrosit, adalah
mengangkut hemoglobin, dan seterusnya mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan.
Selain mengangkut hemoglobin, sel-sel darah merah juga mempunyai fungsi lain. Contohnya,
ia mengandung banyak sekali karbonik anhidrase, yang mengkatalisis reaksi antara
karbondioksida dan air, sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak-balik ini beberapa
ribu kali lipat. Cepatnya reaksi ini membuat air dalam darah bereaksi dengan banyak sekali
karbondioksida, dan dengan demikian mengangkutnya dari jaringan menuju paru-paru dalam
bentuk ion bikarbonat (IICO;). Hemoglobin yang terdapat sel dalam sel juga merupakan
dapar asam-basa (seperti juga pada kebanyakan protein), sehingga sel darah merah
bertanggung jawab untuk sebagian besar daya pendaparan seluruh darah.

Sel darah merah normal, berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter kirakira 7,8 µ
dan dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 µ dan pada bagian tengah I u atau
kurang. Volume rata-rata sel darah merah adalah 90 sampai 95 mikrometer kubik. Bentuk sel
darah merah dapat berubah-ubah ketika sel berjalan melewati kapiler Sesungguhnya, sel
darah merah merupakan suatu "kantung" yang dapat diubah menjadi berbagai bentuk.
Selanjutnya, karena sel normal mempunyai membran yang sangat kuat untuk menampung
banyak bahan material di dalamnya, maka perubahan bentuk tadi tidak akan meregangkan
membran secara hebat, dan sebagai akibatnya, tidak akan memecahkan sel, seperti yang akan
terjadi pada sel lainnya. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa fungsi terpenting sel
darah merah adalah transpor Oz dan CO₂ antara paru-paru dan jaringan. Suatu protein
eritrosit, yaitu hemoglobin, memainkan peranan penting pada kedua proses tersebut.
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa definisi Eritropoiesis?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi Eritropoiesis?

3. Bagaimana proses pembentukan sampai pembuangan eritrosit ?

1.3 Tujuan

1 Untuk mengetahui definisi Eritropoiesis.

2 Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi Eritropoiesis

3 Untuk mengetahui jalanya proses pembentukan sampai pembuangan eritrosit

4. Manfaat Untuk lingkungan perkuliahan, penulisan makalah ini dapat menjadi bahan
ajarmaupun bahan bacaan pada mata kuliah Hematologi dengan materi Eritropoiesis.
Sedangkan untuk orang awam dapat menggunakan makalah ini sebagai tambahan
bacaan agar lebih mengerti tentang materi Eritropoiesis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Eritrositropoiesis

Eritropoesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum tulang


hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh
hormon eritropoietin (EPO) Hormon lain. seperti hormon androgen dan tiroid, juga
menstimulasi sumsum tulang, Pertumbuhan eritrosit dari sel yang bersifat pluripoten selesai
dalam waktu sekitar 7 hari dan terdiri dari dua gambaran utama: Maturasi sel Pembentukan
hemoglobin didalam sel Eritrosit baru diproduksi oleh tubuh setiap hari melalui proses
eritropoiesis yang kompleks. Eritropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel progenitor
CFUMM (colony-forming unit granulocyte, erythroid, monocyte and megakaryocyte/unit
pembentuk koloni granulosit, critroid, monosit dan megakariosit), BFUE(burst-forming unit
erythroid /unit pembentuk letusan eritroid) dan CFU eritroid (CFU) menjadi prekusor eritrosit
yang dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas
adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah dan nukleoli, serta
kromatin yang sedikit menggumpal (Setiawan, L, 2005) Pronormoblas menyebabkan
terbentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin kecil melalui sejumlah pembelahan sel
(basofilik eritroblas- polikromatik eritroblas- ortokromatik eritroblas). Normoblas ini juga
mengandung hemoglobin yang semakin banyak (berwarna merah muda) dalam sitoplasma;
wamna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan aparatus yang
mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi semakin padat. Inti akhirnya
dikeluarkan dari normoblas lanjut (ortokromatik eritroblas) di sumsum tulang dan
menghasilkan stadium Retikulosit yang masih mengandung sedikit RNA ribosom dan masih
mampu mensintesis hemoglobin (Setiawan, 1., 2005)

Sel retikulosit sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1-2 hari
sebelum menjadi matur, terutama berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit
matur berwarna merah muda seluruhnya, bentuknya adalah cakram bikonkaf tak berinti. Satu
pronormoblas biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel darah merah berinti (normoblas)
tampak dalam darah apabila eritropoiesis terjadi di luar sumsum tulang (eritropoiesis
ekstramedular) dan juga terdapat pada penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak ditemukan
dalam darah tepi manusia yang normal. (Setiawan, L, 2005) Terjadi mekanisme stimulasi
yang kuat pada kasus-kasus anemia berat oleh eritropoetin terhadap sumsum tulang untuk
meningkatkan produksi dan pelepasan retikulosit lebih dini. Hal ini akan menyebabkan waktu
pematangan retikulosit menjadi eritrosit di dalam darah tepi bertambah lama, dari 1-2 hari
menjadi 2-3 hari. Maka untuk mendapatkan gambaran kemampuan yang sebenarnya dari
sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit, maka hitung retikulosit pada kasus-kasus seperti
ini perlu dilakukan koreksi lebih lanjut (koreksi kedua), yaitu koreksi dengan lama waktu
pematangan yang dibutuhkan dibagi dua Nilai normal retikulosit dalam hitung jumlah (%)
yaitu 0,5-2,0 % dari jumlah eritrosit, sehingga didapatkan nilai normal yang mutlak adalah 25
-85 x 103/mm3 atau 109 sel/L. (Kosasih, E.N. dan A.S. Kosasih, 2008)

2.2. Bahan Yang Diperlukan Dalam Proses Eritropoiesis

Asam folat dan vitamin B12, merupakan bahan pokok pembentuk inti sel, Asam folat
dan vitamin B12 bergabung untuk membantu tubuh dalam memecah, menggunakan dan
membentuk protein dan sel darah merah atau eritrosit.

Besi, Sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin dalam tubuh yang kemudian
digunakan untuk mentransportasikan oksigen dan nutrisi makanan ke seluruh jaringan tubuh.

Mineral (Cobalt, magnesium, Cu, Zn), ini dibutuhkan untuk proses pembentukan dan
pertumbuhan protein di dalam tubuh sehingga mempercepat proses pembentukan sel.

Asam amino, asam amino merupakan bahan yang paling dasar dalam pembentukan protein
dalam tubuh manusia, asam amino akan bergabung menjadi rantai asam amino yang disebut
polipeptida yang disebut juga sebagai protein. Vitamin lain : vitamin C. vitamin B kompleks
dan lain-lain.

2.3. Faktor Pembentukan Eritropoesis Ada 3 faktor yang mempengaruhi eritropoiesis :

1. Penurunan penyaluran 02 ke ginjal merangsang ginjal darah untuk mengeluarkan hormon


eritropoietin ke dalamdarah, dan hormon ini kemudian merangsang eritropoiesis di sumsum
tulang Eritropoictin bekerja pada turunansel-sel bakal yang belum berdiferensiasi yang telah
berkomitmen untuk menjaadi sel darah merah, yaitumerangsang proliferasi dan pematangan
mereka.

2. Kemampuan respon sumsum tulang (anemia, perdarahan)

3. Intergritas proses pematangan eritrosit Proses destruksi eritrosit terjadi secara normal
setelah masa hidup eritrosit habis (sekitar 120 hari).

2.4. Proses Pembentukan Eritrosit

Pembentukan eritrosit dihambat oleh kadar hemoglobin diatas normal dan dirangsang
oleh keadaan anemia dan hipoksia. Eritropoiesis pada masa awal janin terjadi dalam yolk sac,
pada bulan kedua kehamilan eritropoiesis berpindah ke liver dan saat bayi lahir eritropoiesis
di liverberhenti dan pusat pembentukan eritrosit berpindah ke sumsum tulang (Williams,
2007). Pada masa anak-anak dan remaja semua sumsum tulang terlibat dalam hematopoiesis,
namun pada usia dewasa hanya tulang-tulang tertentu seperti tulang panggul, sternum,
vertebra, costa, ujung proksimal femur dan beberapa tulang lain yang terlibat eritropoiesis.
Bahkan pada tulang-tulang seperti disebut diatas beberapa bagiannya terdiri dari jaringan
adiposit. Pada periode stress hematopoietik tubuh dapat melakukan reaktivasi pada limpa,
hepar dan sumsum berisi lemak untuk memproduksi sel darah, keadaan ini disebut sebagai
hematopoiesis ekstramedular (Munker, 2006).

Proses eritropoiesis diatur oleh glikoprotein bernama eritropoietin yang diproduksi


ginjal (85%) dan hati (15%). Pada janin dan neonatus pembentukan eritropoietin berpusat
pada hati sebelum diambil alih oleh ginjal (Ganong, 1999). Eritropoietin bersirkulasi di darah
dan menunjukkan peningkatan menetap pada penderita anemia, regulasi kadar eritropoietin
ini berhubungan eksklusif dengan keadaan hipoksia. Sistem regulasi ini berkaitan crat dengan
faktor transkripsi yang dinamai hypoxia induced factor-1 (HIF-1)) yang berkaitan dengan
proses aktivasi transkripsi gen eritropocitm. HIF-1 termasuk dalam sistem detektor kadar
oksigen yang tersebar luas di tubuh dengan efek relatif luas (cth: vasculogenesis,
meningkatkan reuptake glukosa, dll), namun perannya dalam regulasi eritropoiesis hanya
ditemui pada ginjal dan hati (Williams, 2007). Eritropoeitin ini dibentuk oleh sel-sel endotel
peritubulus di korteks ginjal, sedangkan pada hati hormon ini diproduksi sel Kupffer dan
hepatosit. Selain keadaan hipoksia beberapa zat yang dapat merangsang eritropoiesis adalah
garam-garam kobalt, androgen, adenosin dan katekolamin melalui sistem B-adrenergik.
Namun perangsangannya relatif singkat dan tidak signifikan dibandingkan keadaan hipoksia
(Harper, 2003), 6 Eritropoietin yang meningkat dalam darah akan mengikuti sirkulasi sampai
bertemu dengan reseptornya pada sel hematopoietik yaitu sel bakal/stem cellbeserta
turunannya dalam jalur eritropoiesis. Ikatan eritropoietin dengan reseptornya ini
menimbulkan beberapa efek seperti : a) Stimulasi pembelahan sel eritroid (prekursor
eritrosit). b) Memicu ekspresi protein spesifik eritroid yang akan menginduksi diferensiasi sel
sel eritroid. c) Menghambat apoptosis sel progenitor eritroid Eritropoietin bersama-sama
dengan stem cell factor, interleukin-3, interleukin-11, granulocyte- macrophage colony
stimulating factordan trombopoietin akan mempercepat proses matura sistem celleritroid
menjadi eritrosit (Hoffman, 2005).

Secara umum proses pematangan eritosit dijabarkan sebagai berikut :

1) Stem cell / hemocytoblast

Eritrosit berasal dari sel induk pluripoten yang dapat memperbaharui diri dan
berdiferensiasi menjadi limfosit, granulosit, monosit dan megakariosit (bakal platelet). Stem
cell atau sel punca merupakan sel yang belum berdeferensiasi dan mempunyai potensi yang
sangat tinggi untuk berkembang menjadi banyak jenis sel berbeda di dalam tubuh. Fungsinya
sebagai sistem perbaikan untuk mengganti sel-sel tubuh yang telah rusak demi kelangsungan
hidup organisme. Saat sel-sel punca terbelah, sel yang baru mempunyai potensi untuk tetap
menjadi sel punca atau menjadi sel dari jenis lain dengan fungsi yang lebih khusus. misalnya
sel darah merah.

2) BFU-E Burst Forming Uniteritroid Erythroid

merupakan prekursorimatur critroid yang lebih fleksibel dalam ekspresi genetiknya


menjadi eritrosit dewasa maupun fetus. Sensitivitas terhadap eritropoeitin masih relatif
rendah

3) CFU-E: Colony Forming Uniteritroid – Erythroid

merupakan prekursoreritroid yang lebih matur dan lebih terfiksasi pada salah satu
jenis eritrosit (bergantung pada subunit hemoglobinnya).

4) Rubiblast/Pronormoblast/Proeritroblast

a Bentuknya Ireguler
b. Ukurannya 2-3 x eritrosit (12-21 mikron)

c. Sel termuda dalam sel eritrosit d. Berinti bulat atau oval, menempati 85-90% bagian
sel.

e. Warnanya tidak teratur, tampak agregasi kromatin, dikelilingi oleh "halo" yang tipis
yang kadang sulit dilihat.

f. Anak inti dan kromatin yang halus, sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah dan
nukleoli, serta kromatin yang sedikit menggumpal

5) Prorubrisit/Normoblast Basophilik / Eritoblas Basophilik:

a. Bentuknya Irreguler

b. Ukurannya sedikit lebih kecil dari rubliblast (12-18 mikron)

c. Berinti besar dengan benang kromatin tampak jelas dengan warna gelap, sering
tersusun seperti terali sepeda d. Sitoplasmanya menempati 60-70% bagian sel, lebih
banyak tetapilebih kurang basophilik daripada rubriblast.

6) Rubrisit/Normoblast Polikromatik / Eritroblast Poliokromatik:

a. Bentuknya Irreguler.

b. Ukurannya mencapai 2x eritrosit (7-14 mikron).

c. Berinti besar dengan benang kromatin padat berwarna gelap dan sering tersusun
seperti terali sepeda, kadang ada nukleoli.

d. Sitoplasma menempati 60 70% bagian sel, lebih banyak dari

sitoplasma pronormoblast namun lebih kurang basofilik.

e Tidak bergranula.

7) Metarubrisit/Normoblast Ortokromatik / Eritroblast Ortokromatik

a. Bentuknya regular.

b. Ukurannya sedikit lebih besar dari eritrosit (7-10 mikron). c. Intinya piknotik,
kadang terletak eksentrik.
d. Sitoplasma menempati 50-80% bagian scl.

8) Retikulosit Eitrosit imatur

yang masih memiliki sedikit sisa nukleus dalam bentuk poliribosom yang aktif
mentranslasi mRNA, komponen membran sisa dari sel prekursornya, dan hanya sebagian
enzim, protein serta fosfolipid yang diperlukan sel selama masa hidupnya. Selelah proses
enukleasi, retikulosit akan memasuki sirkulasi dan menghabiskan sebagian waktu dalam 24
jam pertamanya dilimpa untuk mengalami proses maturasi dimana terjadi
remodelingmembran, penghilangan sisa nukleus, dan penambahan serta pengurangan protein,
enzim, dan fosfolipid. Setelah proses ini barulah eritrosit mencapai ukuran dan fungsi
optimalnya dan menjadi matur (Munker, 2006). Selama proses eritropoiesis sel induk eritrosit
yang paling tua atau late-stage erytroblasts akan mengalami pematangan dengan
menghilangnya inti sehingga menjadi retikulosit. Dalam periode beberapa hari proses
pematangan ini ditandai dengan :

1. Penyempurnaan pembentukan hemoglobin dan protein lainya

seperti halnya SDM yang matang.

2. Adanya perubahan bentuk dari besar ke lebih kecil, uniform dan berbentuk biconcave
discoid, dan

3. Terjadinya degradasi protein plasma dan organel internal serta residual protein lainnya.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Eritropoiesis merupakan proses pembentukan sel eritrosit yang diregulasi ketat


melalui kendali umpan balik. Dalam pembentukannya diperlukan bahan antara lain asam
folat dan vitamin b12, besi, mineral, asam amino dan vitamin yang lain, kemudian faktor
yang mempengaruhi pembentukan dari sel eritrosit adalah eritropoietin, kemampuan respon
sumsum tulang dan intergritas proses pematangan eritrosit. Proses yang dilalui untuk
membentuk sel eritrosit selama 23 hari untuk merubah sel puncak menjadi eritrosit melalui
retikulosit. Struktur sel eritrosit memiliki 3 struktur utama yang terbagi atas membran
eritrosit, sistem enzim dan hemoglobin, Di karenakan sel eritrosit mengandung hemoglobin
maka fungsi utama dari sel ini ialah sebagai sistem transportasi untuk mengedarkan oksigen
dan nutrisi ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa metabolismeuntuk di buang
melalui proses ekskresi. Umur dari sel eritrosit ini rata-rata hanya sekitar 120 hari, sehingga
apabila sel telah mencapai umurnya (menua) atau rusak maka sel eritrosit ini akan di
destruksi atau dihancurkan melalui makrofag dan di lakukan di dalam reticuloendothelial
yang kemudian sisa dari penghancuran sel eritrosit ini dibuang melalui urine maupun feses.

3.2. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber
yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggungjawabkan. Untuk saran bisa berisi
kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari
bahasan makalah yang telah di jelaskan. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Slonane E. Widyastuti P, editor. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC: 2004

Corwin EJ. Komara E, Wahyuningsih E, Yulianti D, Karyuni PE, editor. Buku saku
patofisiologi Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007

Hoffbrand A. V dkk. 2005. Essential Haematology. Jakarta: EGC Komariah M. Mekanisme


eritrosit www.unpad acid, Diunduh pada 10 Oktober

2019 http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/156/jtptunimus-gdl-fitriindah-7799-3- babii.pdf


Diunduh pada 10 Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai