Anda di halaman 1dari 11

LO

No. 1 Morfologi, Pembentukan, dan Metabolisme Sel Darah Merah


MORFOLOGI
Sel darah merah adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen
ke jaringan-jaringan tubuh manusia.Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin sebuah biomolekul
yang dapat mengikat oksigen. Eritrosit merupakan suatu sel yang kompleks, membrannya terdiri dari
lipid dan protein, sedangkan bagian dalam sel merupakan mekanisme yang mempertahankan sel
selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin selama masa hidup sel tersebut
(Williams, 2007). Eritrosit berbentu bikonkaf dengan diameter sekitar 7,5 m, dan tebal 2 m, pada
pria dewasa dengan jumlah eritrosit normal sekitar 5,4jt/ l didapati kadar hemoglobin sekitar 15,6
mg/dl (Ganong, 1999). Hemoglobin pada eritrosit akan mengambil oksigen dari paru-paru dan
oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah sel darah merah
sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel
darah merah dibuat di sumsum tulang belakang lalu membentuk kepingan bikonkaf melalui proses
eritropoesis. Di dalam sel darah merah tidak terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri aktif selama
120 hari sebelum akhirnya dihancurkan. Eritropoiesis merupakan proses yang diregulasi ketat melalui
kendali umpan balik. Pembentukan eritrosit dihambat oleh kadar hemoglobin diatas normal dan
dirangsang oleh keadaan anemia dan hipoksia. Eritropoiesis pada masa awal janin terjadi dalam yolk
sac, pada bulan kedua kehamilan eritropoiesis berpindah ke liver dan saat bayi lahir eritropoiesis
di liver berhenti dan pusat pembentukan eritrosit berpindah ke sumsum tulang (Williams, 2007).
Proses pembentukan eritrosit yang disebut sebagai eritropoiesis merupakan proses yang
diregulasi ketat melalui kendali umpan balik. Pembentukan eritrosit dihambat oleh kadar hemoglobin
diatas normal dan dirangsang oleh keadaan anemia dan hipoksia. Eritropoiesis pada masa awal janin
terjadi dalam yolk sac, pada bulan kedua kehamilan eritropoiesis berpindah ke liver dan saat bayi lahir
eritropoiesis di liverberhenti dan pusat pembentukan eritrosit berpindah ke sumsum tulang (Williams,
2007).
Pada masa anak-anak dan remaja semua sumsum tulang terlibat dalam hematopoiesis, namun
pada usia dewasa hanya tulang-tulang tertentu seperti tulang panggul, sternum, vertebra, costa, ujung
proksimal femur dan beberapa tulang lain yang terlibat eritropoiesis. Bahkan pada tulang-tulang
seperti disebut diatas beberapa bagiannya terdiri dari jaringan adiposit. Pada
periode stress hematopoietik tubuh dapat melakukan reaktivasi pada limpa, hepar dan sumsum berisi
lemak untuk memproduksi sel darah, keadaan ini disebut sebagai hematopoiesis ekstramedular
(Munker, 2006).
Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari Bahasa Yunani, yaitu
erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel).Eritrosit secara umum terdiri dari
hemoglobin sebuah metalloprotein kompleks yang mengandung gugus heme dimana dalam golongan
heme tersebut, atom besi akan tersambung secara temporer dengan molekul oksigen(O 2) di paru-paru.
Kemudian molekul oksigen ini akan di lepas ke seluruh tubuh. Oksigen dapat secara mudah berdifusi
lewat membran sel darah merah. Hemoglobin di eritrosit juga membawa beberapa produk buangan
seperti CO dari jaringan-jaringan di seluruh tubuh. Hampir keseluruhan molekul CO tersebut dibawa
dalam bentuk bikarbonat dalam plasma darah. Myoglobin , sebuah senyawa yang terkait dengan
hemoglobin, berperan sebagai pembawa oksigen di jaringan otot.Guna mengetahui pertahan sel darah
merah dapat kita periksa bentuk sel darah merah, apakah masih berbentuk normal atau telah
mengalami perubahan, atau dapat juga kita melihat adanya reaksi tranfusi pada pasien yang sedang
atau telah menjalani proses tranfusi darah. Karena salah satu factor terjadinya reaksi tranfusi darah
adalah telah terjadinya perubahan bentuk sel darah merah sehingga akan mempengaruhi fungsi dari
sel darah merah tersebut.Penghancuran sel darah merah terjadi setelahumur rata-rata 120 hari ketika
sel dipindahkan ke ekstra vaskuler oleh makrofag sistem retikuloendotelial (RE), teristimewa dalam
sumsum tulang, tetapi juga terjadi dalam hati dan limpa. Metabolisme sel darah merah perlahan lahan
memburuk karena enzim tidak diganti, sampai sel menjadi tidak mampu, tetapi alasan yang
tepatmengapa sel darah merah mati tidaklah jelas. Sel darah merah yang pecah membebaskan besi
untuk sirkulasi melalui transferin plasma ke eritroblas sumsum, dan protoporfirin yang dipecah
menjadi bilirubin. Bilirubin beredar ke hati dimana ia di konjugasikan dengan glukoronida yang di
ekskresike dalam usus melalui empedu dan dikonversi menjadi sterkobilinogen dan sterkobilin
(diekskresi didalam feses).

PRODUKSI SEL-SEL DARAH MERAH


Daerah-Daerah Tubuh yang Memproduksi Sel Darah Merah.
Dalam minggu-minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel darah merah primitif yang berinti
diproduksi di yolk sac. Selama pertengahan trimester masa gestasi, hati dianggap sebagai organ utama
untuk memproduksi sel-sel darah merah, namun terdapat juga sel-sel darah merah dalam jumlah
cukup banyak yang diproduksi di limpa dan kelenjar limfe. Lalu kira-kira selama bulan terakhir
kehamilan dan sesudah lahir, sel-sel darah merah hanya diproduksi di sumsum tulang. Pada dasarnya
sumsum tulang dari semua tulang memproduksi sel darah merah sampai seseorang berusia 5 tahun;
tetapi sumsum tulang panjang, kecuali bagian proksimal humerus dan tibia, menjadi sangat berlemak
dan tidak memproduksi sel-sel darah merah setelah berusia kurang lebih 20 tahun. Setelah usia ini,
kebanyakan sel darah merah diproduksi dalam sumsum tulang membranosa, seperti vertebra, sternum,
rusuk, dan ilium. Bahkan dalam tulang- tulang ini, sumsum tulang menjadi kurang produktif seiring
dengan bertambahnya usia.

Pembentukan Sel Darah


Sel Stem Hemotopoietik Pluripoten, Penginduksi Pertumbuhan, dan Penginduksi Diferensiasi.
Sel darah memulai kehidupannya di dalam sum-sum tulang dari suatu tipe sel yang disebut sel
ste m hematopoietik pluripoten, yang merupakan asal dari semua sel dalam darah sirkulasi. Sewaktu
sel-sel darah ini bereproduksi, ada sebagian kecil dari sel-sel ini yang bertahan persis seperti sel-sel
pluripoten asalnya dan disimpan dalam sumsum tulang guna mempertahankan suplai sel-sel darah
tersebut, walaupun jumlahnya berkurang seiring dengan pertambahan usia. Sebagian besar sel-sel
yang direproduksi akan berdiferensiasi untuk membentuk sel-sel tipe lain. Sel yang berada pada tahap
pertengahan sangat mirip dengan sel stem pluripoten, walaupun sel-sel ini telah membentuk suatu
jalur khusus pembelahan sel dan disebut commited stem cells.
Berbagai commited stem cells, bila ditumbuhkan dalam biakan, akan menghasilkan koloni
tipe sel darah yang spesifik. Suatu commited stem cells yang menghasilkan eritrosit disebut unit
pembentuk koloni eritrosit, dan singkatan CFU-E digunakan untuk menandai jenis sel stem ini.
Demikian pula, unit yang membentuk koloni granulosit dan monosit ditandai dengan singkatan CFU-
GM, dan seterusnya.
Pertumbuhan dan reproduksi berbagai sel stem diatur oleh bermacam-macam protein yang
disebut penginduksi pertumbuhan. Telah dikemukakan empat penginduksi pertumbuhan
yang utama dan masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Salah satunya adalah interleukin-3, yang
memulai pertumbuhan dan reproduksi hampir semua jenis commited stem cells yang berbeda-beda,
sedangkan yang lain hanya menginduksi peftumbuhan pada tipe-tipe sel yang spesifik.
Penginduksi pertumbuhan akan memicu pertumbuhan dan bukan memicu diferensiasi sel-sel.
Diferensiasi sel adalah fungsi dari rangkaian protein yang lain, yang disebut penginduksi diferensiasi.
Masing-masing protein ini akan menghasilkan satu tipe commited stem cells untuk berdiferensiasi
sebanyak satu langkah atau lebih menuju ke sel darah dewasa bentuk akhir.
Pembentukan penginduksi pertumbuhan dan penginduksi diferensiasi itu sendiri dikendalikan
oleh faktor-faktor di luar sum-sum tulang. Contohnya, pada eritrosit (sel darah merah), paparan darah
dengan oksigen yang rendah dalam waktu yang lama akan mengakibatkan induksi pertumbuhan,
diferensiasi, dan produksi eritrosit dalam jumlah yang sangat banyak. Pada sel darah putih, penyakit
infeksi akan menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi, dan akhirnya pembentukan sel darah putih tipe
tertentu yang diperlukan untuk memberantas setiap infeksi.
Tahap-Tahap Diferensiasi Sel Darah Merah
Sel pertama yang dapat dikenali sebagai bagian dari rangkaian sel darah merah adalah proeritroblas.
Dengan rangsangan yang sesuai, sejumlah besar sel ini dibentuk dari sel-sel stem CFU-E.
Begitu proeritroblas ini terbentuk, maka ia akan membelah beberapa kali, sampai akhirnya
membentuk banyak sel darah merah yang matur. Sel-sel generasi pertama ini disebut basofil eritroblas
sebab dapat dipulas dengan zat wama basa; sel yang terdapat pada tahap ini mengumpulkan sedikit
sekali hemoglobin. Pada generasi berikutnya, sel sudah
dipenuhi oleh hemoglobin sampai konsentrasi sekitar 34 persen, nukleus memadat menjadi kecil, dan
sisa akhirnya diabsorbsi atau didorong keluar dari sel. Pada saat yang sama, retikulum endoplasma
direabsorbsi. Sel pada tahap ini disebut retikulosit karena masih mengandung sejumlah kecil materi
basofilik, yaitu terdiri dari sisa-sisa aparatus golgi, mitokondria, dan sedikit organel sitoplasma
lainnya. Selama tahap retikulosit ini, sel-sel berjalan dari sumsum tulang masuk ke dalam kapiler
darah dengan cara diapedesis (terperas melalui pori-pori membran kapiler).
Materi basofilik yang tersisa dalam retikulosit normalnya akan menghilang dalam waktu 1
sampai 2 hari, dan sel kemudian menjadi eritrosit matur. Karena waktu hidup retikulosit ini pendek,
maka konsentrasinya di antara semua sel darah merah normalnya sedikit kurang dari 1 persen.

Pengaturan Produksi Sel Darah Merah- Peran Eritropoietin


Jumlah total sel darah merah dalam sistem sirkulasi diatur dalam kisaran batas yang kecil,
sehingga (l) sejumlah sel-sel darah merah yang adekuat selalu tersedia untuk mengangkut oksigen
yang cukup dari paru-paru ke jaringan, namun (2) sel-sel tersebut tidak menjadi berlimpah ruah
sehingga aliran darah tidak terhambat.

Oksigenasi Jaringan Adalah Pengatur Utama Produksi Sel Darah Merah.


Setiap keadaan yang menyebabkan penurunan transportasi sejumlah oksigen ke jaringan
biasanya akan meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah. Jadi, bila seseorang rnenjadi begitu
anemis akibat adanya perdarahan atau kondisi lainnya, maka sumsum tulang segera memulai produksi
sejumlah besar sel darah merah. Selain itu, bila terjadi kerusakan pada sebagian besar sumsum tulang
akibat sebab apapun, terutama oleh terapi dengan sinar-x, akan mengakibatkan hiperplasia sumsum
tulang yang tersisa, dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan sel darah merah dalam tubuh.
Di dataran yang sangat tinggi, dengan jumlah oksigen dalam udara yang sangat rendah,
oksigen dalam jumlah yang tidak cukup itu diangkut ke jaringan, dan produksi sel darah merah sangat
meningkat. Dalam hal ini, bukan konsentrasi sel darah merah dalam darah yang mengatur produksi
sel, melainkan jumlah oksigen yang diangkut ke jaringan dalam hubungannya dengan kebutuhan
jaringan akan oksigen.
Berbagai penyakit pada sistem sirkulasi yang menyebabkan penurunan aliran darah melalui
pembuluh darah perifer, dan terutama yang dapat menyebabkan kegagalan penyerapan oksigen oleh
darah sewaktu melewati paruparu, dapat juga meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah. Hal
ini tampak jelas terutama pada keadaan gagal jantung yang lama, dan pada kebanyakan penyakit paru,
karena hipoksia jaringan yang timbul akibat keadaan ini akan meningkatkan produksi sel darah
rnerah, dengan hasil akhir berupa kenaikan hematokrit dan biasanya juga akan meningkatkan volume
darah total.

Eritropoietin Merangsang Produksi Sel Darah Merah, dan Pembentukannya Meningkat


Sebagai Respons Terhadap Hipoksia.
Stimulus utama yang dapat merangsang produksi sel darah merah dalam keadaan oksigen
yang rendah adalah hormon dalam sirkulasi yang disebut eritropoietin, yaitu suatu glikoprotein
dengan berat molekul kira-kira 34.000. Tanpa adanya eritropoietin, keadaan hipoksia tidak akan
berpengaruh atau pengaruhnya sedikit sekali dalam perangsangan produksi sel darah merah. Akan
tetapi, bila sistem eritropoietin ini berfungsi, maka hipoksia akan menimbulkan peningkatan produksi
eritropoietin yang nyata, dan eritropoietin selanjutnya akan memperkuat produksi sel darah merah
sampai hipoksia mereda.

Peran Ginjal dalam Pembentukan Eritropoietin


Pada orang normal, kira-kira 90 persen dari seluruh eritropoietin dibentuk dalam ginjal,
sisanya terutama dibentuk di hati. Bagian ginjal tempat pembentukan eritropoietin masih belum
diketahui dengan pasti. Ada suatu kemungkinan yang cukup kuat bahwa eritropoietin disekresi oleh
sel epitel tubulus renal, karena darah yang anemis tidak mampu menghantarkan cukup oksigen dari
kapiler peritubulus ke sel tubulus yang sangat banyak mengonsumsi oksigen, sehingga merangsang
produksi eritropoietin.
Kadang-kadang, keadaan hipoksia di bagian tubuh lainnya, tetapi bukan di ginjal, akan
merangsang sekresi eritropoietin ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin terdapat beberapa
sensor di luar ginjal yang mengirimkan sinyal tambahan ke ginjal untuk memproduksi hormon
tersebut. Khususnya, baik norepinefrin maupun epinefrin serta beberapa prostaglandin akan
merangsang produksi eritropoietin.
Bila kedua ginjal seseorang diangkat atau rusak akibat penyakit ginjal, maka orang tersebut
akan menjadi sangat anemis, sebab 10 persen eritropoietin normal yang dibentuk di jaringan lain
(terutama di hati) hanya cukup menyediakan sepertiga sampai setengah dari produksi sel darah merah
yang diperlukan oleh tubuh.

Pengaruh Eritropoietin dalam Pembentukan Sel-Sel Darah Merah.


Bila kita menempatkan seekor binatang atau seseorang dalam atmosfer yang kadar
oksigennya rendah, eritropoietin akan mulai dibentuk dalam beberapa menit sampai beberapa jam,
dan produksinya mencapai maksimum dalam waktu 24 jam. Namun, hampir tidak dijumpai adanya
sel darah merah baru dalam sirkulasi darah sampai 5 hari kemudian. Berdasarkan fakta ini, dan
penelitian lain, sudah dapat ditentukan bahwa pengaruh utama eritropoietin adalah merangsang
produksi proeritroblas dari sel stem hematopoietik di sumsum tulang. Selain itu, begitu proeritroblas
terbentuk, maka eritropoietin juga menyebabkan sel-sel ini dengan cepat melalui berbagai tahap
eritroblastik ketimbang pada keadaan normal. Hal tersebut akan lebih mempercepat produksi sel darah
merah yang baru. Cepatnya produksi sel ini terus berlangsung selama orang tersebut tetap dalam
keadaan oksigen rendah, atau sampai jumlah sel darah merah yang telah terbentuk cukup untuk
mengangkut oksigen dalam jumlah yang memadai ke jaringan walaupun kadar oksigennya rendah,
pada saat ini, kecepatan produksi eritropoietin menurun sampai kadar tertentu yang akan
mempertahankan jumlah sel darah merah yang dibutuhkan, namun tidak sampai berlebihan.
Bila tidak ada eritropoietin, sumsum tulang hanya membentuk sedikit sel darah merah. Pada
keadaan lain yang ekstrem, bila jumlah eritropoietin yang terbentuk sangat banyak, dan jika tersedia
sejumlah besar zat besi dan zat nutrisi lainnya yang diperlukan, maka kecepatan produksi sel darah
merah dapat meningkat sampai sepuluh kali lipat atau lebih dibandingkan keadaan normal. Oleh
karena itu, mekanisme eritropoietin dalam pengaturan produksi sel darah merah merupakan suatu
mekanisme yang kuat.

Pematangan Sel Darah Merah - Kebutuhan Vitamin B12 (Sianokobalamin) dan Asam Folat
Karena adanya kebutuhan yang berkesinambungan untuk memenuhi sel darah merah, maka
sel eritropoietik sumsum tulang merupakan salah satu sel yang tumbuh dan bereproduksi paling cepat
di seluruh tubuh. Oleh karena itu, seperti yang diperkirakan, pematangan dan kecepatan produksinya
sangat dipengaruhi oleh status nutrisi seseorang.
Dua vitamin yang khususnya penting untuk pematangan akhir sel darah merah adalah,
vitamin B12, dan asam folat. Keduanya penting untuk sintesis DNA karena masing- masing vitamin
dengan cara yang berbeda dibutuhkan untuk pembentukan timidin trifosfat, yaitu salah satu zat
pembangun esensial DNA. Oleh karena itu, kurangnya vitamin B12 atau asam folat dapat
menyebabkan abnormalitas dan pengurangan DNA dan akibatnya adalah, kegagalan pematangan inti
dan pembelahan sel. Selanjutnya, sel-sel eritroblastik pada sumsum tulang, selain gagal berproliferasi
secara cepat, akan menghasilkan sel darah merah yang lebih besar dari normal, disebut makrosit, dan
sel itu sendiri mempunyai membran yang sangat lemah dan seringkali berbentuk tidak teratur, besar,
dan oval berbeda dengan bentuk lempeng bikonkaf yang biasa. Sel yang berbentuk kurang baik ini,
setelah masuk dalam darah sirkulasi, mampu mengangkut oksigen secara normal, akan tetapi
kerapuhannya menyebabkan sel tersebut memiliki masa hidup yang pendek, yakni setengah sampai
sepertiga normal. Oleh karena itu, dikatakan bahwa defisiensi vitamin B12 atau asam folat dapat
menyebabkan kegagalan pematangan dalam proses eritropoiesis.
Kegagalan Pematangan Sel Akibat Buruknya Absorpsi Vitamin B12-Anemia Pernisiosa.
Penyebab umum kegagalan pematangan adalah adanya kegagalan untuk mengabsorbsi
vitamin B12 dari traktus gastrointestinal. Hal ini sering terjadi pada penyakit anemia pernisiosa,
dengan dasar kelainan berupa atrofi mukosa lambung, yang gagal menghasilkan sekret lambung
normal. Sel-sel parietal pada kelenjar lambung menyekresi
glikoprotein yang disebut faktor intrinsik, yang bergabung dengan vitamin B12 dari makanan,
sehingga B12 dapat diabsorpsi oleh usus. Hal tersebut dapat terjadi dengan cara berikut:
(l) Faktor intrinsik berikatan erat dengan vitamin B12. Dalam keadaan terikat, B12 terlindungi dari
pencernaan oleh sekret gastrointestinal.
(2) Masih dalam keadaan terikat faktor-faktor intrinsik akan berikatan dengan reseptor khusus yang
terletak di brush border membran sel mukosa di ileum.
(3) Kemudian, vitamin B12 diangkut ke dalam darah selama beberapa jam berikutnya melalui proses
pinositosis, yang mengangkut faktor intrinsik bersama vitamin melewati membran.
Oleh karena itu, kekurangan faktor intrinsik akan menyebabkan kurangnya ketersediaan
vitamin B12 akibat kelainan absorbsi vitamin tersebut. Begitu vitamin B12 sudah diabsorbsi dari
traktus gastrointestinal, maka vitamin ini akan disimpan dalam jumlah yang besar di hati dan
kemudian dilepaskan secara lambat sesuai kebutuhan sumsum tulang. Jumlah minimum vitamin B12
yang dibutuhkan setiap hari untuk menjaga supaya pematangan sel darah merah tetap normal hanya
sebesar I sampai 3 mikrogram, dan yang disimpan di hati dan jaringan tubuh lainnya kira-kira 1000
kali jumlah ini. Jadi, untuk menimbulkan anemia akibat kegagalan pematangan dibutuhkan gangguan
absorpsi B12 selama 3 sampai 4 tahun.

Kegagalan Pematangan yang Disebabkan oleh Defisiensi Asam Folat (Asam Pteroilglutamat).
Asam folat adalah bahan normal yang ditemukan pada sayuran hijau, buah-buahan tertentu,
dan daging (terutama hati). Namun, bahan ini mudah rusak selama makanan dimasak. Selain itu, pada
orang-orang dengan kelainan absorpsi gastrointestinal, misalnya sering mengalami penyakit usus
halus yang disebut sprue (sariawan usus), seringkali mengalami kesulitan yang serius dalam
mengabsorbsi asam folat maupun vitamin B12. Oleh karena itu, sebagian besar kegagalan maturasi
disebabkan adanya defisiensi absorpsi asam folat dan vitamin B12 di usus.

Pembentukan Hemoglobin
Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan berlanjut bahkan dalam stadium
retikulosit pada pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu, ketika retikulosit meninggalkan
sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil
hemoglobin satu hari sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.
Mula-mula, suksinil-KoA, yang dibentuk dalam siklus Krebs berikatan dengan glisin untuk
membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protoporfirin IX,
yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhimya, setiap molekul
heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang disintesis oleh ribosom,
mombentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin. Tiap-tiap rantai mempunyai
berat molekul kira-kira 16.000; empat rantai ini selanjutnya akan berikatan longgar satu sama lain
untuk membentuk molekul hemoglobin yang lengkap.

Heme adalah kompleks senyawa protoporfirin IX dengan logam besi yang merupakan gugus
prostetik berbagai protein seperti hemoglobin, mioglobin, katalase, peroksidase, sitokrom c dan
triptophan pirolase. Kemampuan hemoglobin dan mioglobin mengikat oksigen tergantung pada gugus
prostetik ini yang sekaligus memberi warna khas pada kedua hemeprotein tersebut. Bagian organik
protoporfirin tersusun dari empat cincin pirol. Keempat nya terikat satu sama lain melalui jembatan
metenil, membentuk cincin tetrapirol. Empat rantai samping metil, dua rantai samping vinil dan dua
rantai samping propionil terikat kecincin tetrapirol tersebut .

Atom besi didalam heme mengikat keempat atom nitrogen dipusat cincin protoporfirin. Atom
besi dapat berbentuk fero (Fe 2+) atau feri (Fe3+) sehingga untuk hemoglobin yang bersangkutan
disebut juga sebagai ferohemoglobin dan ferihemoglobin atau methemoglobin. Hanya bila besi dalam
bentuk fero, senyawa tersebut dapat mengikat oksigen.

Terdapat beberapa variasi kecil di berbagai rantai subunit hemoglobin, bergantung pada
susunan asam amino di bagian polipeptidanya. Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta,
rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasa, yaitu
hemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta. Hemoglobin A
mempunyai berat molekul 64.458.
Karena setiap rantai hemoglobin mempunyai sebuah gugus prostetik heme yang mengandung
satu atom besi, dan karena adanya empat rantai hemoglobin di setiap molekul hemoglobin, kita dapat
menemukan adanya empat atom besi di setiap molekul hemoglobin; setiap atom ini dapat berikatan
longgar dengan satu molekul oksigen, sehingga empat molekul oksigen (atau delapan atom oksigen)
dapat diangkut oleh setiap molekul hemoglobin.
Tipe rantai hemoglobin pada molekul hemoglobin menentukan afinitas ikatan hemoglobin
terhadap oksigen. Abnormalitas rantai ini dapat mengubah ciri-ciri fisik molekul hemoglobin.
Contohnya, pada anemia sel sabit, asam amino valin digantikan oleh asam glutamat pada satu titik,
masing-masing di kedua rantai beta. Jika tipe hemoglobin ini terpapar dengan oksigen berkadar
rendah, akan terbentuk kristal panjang di dalam sel-sel darah merah yang panjangnya kadang-kadang
mencapai l5 mikrometer. Hal ini membuat sel-sel tersebut hampir tidak mungkin melewati kapiler-
kapiler kecil, dan ujung kristal tersebut yang tajam cenderung merobek membran sel, sehingga terjadi
anemia sel sabit.
Kombinasi Hemoglobin dengan Oksigen.
Gambaran paling penting dari molekul hemoglobin adalah kemampuannya untuk dapat
berikatan secara longgar dan reversibel dengan oksigen. Fungsi utama hemoglobin dalam tubuh
adalah bergabung dengan oksigen dalam paru dan kemudian melepaskan oksigen ini di dalam kapiler
jaringan perifer yang tekanan gas oksigennya jauh lebih rendah daripada di paru-paru.
Oksigen tidak bergabung dengan dua ikatan positif besi dalam molekul hemoglobin. Malahan,
berikatan secara longgar dengan salah satu ikatan yang disebut ikatan koordinasi atom besi. Ikatan ini
begitu longgarnya sehingga gabungan tersebut bersifat sangat reversibel. Selanjutnya, oksigen
diangkut ke jaringan bukan dalam bentuk ion melainkan dalam bentuk molekul (yang terdiri dari dua
atom oksigen), yang karena longgarnya dan sangat reversibel, oksigen dilepaskan ke dalam cairan
jaringan dalam bentuk molekul, dan bukan dalam bentuk ion.

Masa Hidup dan Penghancuran Sel Darah Merah


Ketika sel darah merah dihantarkan dari sumsum tulang masuk ke dalam sistem sirkulasi, sel tersebut
normalnya akan bersirkulasi rata-rata selama 120 hari sebelum dihancurkan. Walaupun sel darah
merah yang matur tidak mempunyai inti, mitokondria, atau retikulum endoplasma, sel tersebut
mempunyai enzim-enzim sitoplasma yang mampu melakukan metabolisme glukosa dan membentuk
sejumlah kecil adenosin hifosfat. Enzim tersebut
juga mampu untuk:
(l) mempertahankan kelenturan membran sel;
(2) mempertahankan transpor ion melalui membran;
(3) menjaga besi hemoglobin sel agar tetap dalam bentuk fero, bukan dalam bentuk feri, dan
(4) mencegah oksidasi protein di dalam sel darah merah.
Meskipun demikian, sistem metabolik dalam sel darah merah yang tua secara progresif makin
kurang aktif, dan sel menjadi semakin rapuh, diduga karena proses kehidupannya sudah banyak yang
terpakai.
Begitu membran sel darah merah menjadi rapuh, sel tersebut bisa robek sewaktu melewati
tempat-tempat yang sempit di sirkulasi. Di limpa akan dijumpai banyak sel darah merah yang hancur,
karena sel-sel ini terperas sewaktu melalui pulpa merah limpa. Ruangan di antara struktur trabekula
pulpa merah, yang harus dilalui oleh sebagian besar sel, lebarnya hanya 3 mikrometer, dibandingkan
dengan sel darah merah yang berdiameter 8 mikrometer.
Bila limpa diangkat, jumlah sel darah merah abnormal berumur tua yang beredar dalam darah akan
meningkat secara bermakna.
Penguraian Hemoglobin.
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera
difagosit oleh sel-sel makrofag di banyak bagian tubuh, namun terutama oleh sel-sel Kupffer hati,
makrofag Iimpa dan makrofag sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya,
makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin dan menghantarkannya kembali ke
dalam darah dan diangkut oleh transferin ke sumsum tulang untuk membentuk sel darah merah baru,
atau ke hati dan jaringan lainnya untuk disimpan dalam bentuk feritin. Bagian porfirin dari molekul
hemoglobin diubah oleh makrofag melalui serangkaian tahap menjadi pigmen empedu bilirubin, yang
dilepaskan ke dalam darah dan kemudian dikeluarkan dari tubuh oleh sekesi melalui hati ke dalam
cairan empedu.

Metabolisme Bilirubin Pada Penguraian Hemoglobin

Proses metabolisme pemecahan heme sangatlah kompleks. Setelah kurang lebih 120 hari,
eritrosit diambil dan didegradasi oleh sistem RES terutama di hati dan limpa. Sekitar 85% heme yang
didegradasi berasal dari eritrosit dan 15% berasal dari jaringan ekstraeritroid. Bilirubin terbentuk
akibat terbukannya cincin karbon - dari heme yang berasal dari eritrosit maupun ekstraeritroid. Tahap
awal proses degradasi heme dikatalisis oleh enzim heme oksigenase mikrosom di dalam sel RE.
Dengan adanya NADPH dan O, enzim ini akan menambahkan gugus hidroksil ke jembatan metenil
diantara dua cincin pirol, bersamaan dengan oksidasi ion ferro (Fe 2+ ) menjadi Fe3+ pemecahan cincin
porfirin. Ion ferri dan dan CO di lepaskan, sehingga menyebabkan pembentukan biliverdin yang
berpigmen hijau. Biliverdin kemudian direduksi sehingga membentuk bilirubin yang bewarna merah
jingga. Bilirubin dan turunannya bersama-sama disebut pigmen empedu. Bilirubin hanya sedikit larut
dalam plasma, sehingga diangkut ke hati dengan berikatan dengan protein albumin secara
nonkovalen. Bilirubin teruarai dari molekul pembawa albumin dan masuk ke dalam hepatosit, tempat
bilirubin akan berikatan dengan protein intrasel, terutama (ferri). Oksidasi selanjutnya oleh enzim
yang menyebabkan protein liganin. Di dalam hepatosit, kelarutan bilirubin meningkat karena
penambahan dua molekul asam glukoronat. Reaksi ini dikatalisis oleh bilirubin glukoniltransferase
dengan menggunakan asam glukoronat UDP sebagai donor glukoronat. Bilirubin diglukoronid
ditransport secara aktif dengan melawan gradien konsentrasi ke dalam kanalikuli biliaris dan
kemudian ke dalam empedu. Proses ini memerlukan energi, merupakan tahapan yang membatasi laju
dan rentan mengalami gangguan pada penyakit hepar. Bilirubin yang tidak terkonjugasi normalnya
diekskresikan. Bilirubin diglukoronid dihidrolisis dan direduksi oleh bakteri di usus untuk
menghasilkan urobilinogen, senyawa yang tidak bernyawa. Sebagian besar urobilinogen dioksidasi
oleh bakteri usus menjadi sterkobilin, memberi warna coklat pada feses. Namun, beberapa
urobilinogen direabsorbsi oleh usus dan masuk ke dalam sirkulasi portal. Sebagian urobilinogen ini
berperan dalam siklus urobilinogen intrahepatik yang akan di uptake oleh hepar kemudian
diekskresikan kembali ke dalam empedu. Sisa urobilinogen diangkut oleh darah ke dalam ginjal,
tempat urobilinigen diubah menjadi urobilin yang berwarna kuning dan Neonatus akan memproduksi
bilirubin 8-10 mg/kgBB per hari, sedangkan orang dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB per hari. Produksi
bilirubin diekskresikan sehingga memberikan warna yang khas pada urin.

Anda mungkin juga menyukai