Anda di halaman 1dari 7

Korelasi Antara Kadar Malondialdehid (MDA)

Pre dan Post Kemoterapi Pada Penderita


Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

Peroksidasi lipid merupakan proses yang terjadi ketika radikal bebas


berinteraksi dengan polyunsaturated fatty acids (PUFA) pada membran sel dan
lipoprotein pada plasma. Peningkatan produksi radikal bebas akan menyebabkan
peningkatan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid menghasilkan produk primer
seperti lipid hidroperoksida,dan produk sekunder seperti MDA dan lipid peroksida.
Selama proses metabolisme dalam eritrosit maupun sel tubuh lain dihasilkan
beberapa oksidan kuat. Metabolit oksigen utama yang dihasilkan melalui reduksi
satu elektron adalah Spesies Oksigen Reaktif (SOR) yang terdiri dari superoksida
(O2⎯), radikal bebas hidroksil (OH-), hidrogen peroksida (H2O2), serta radikal
peroksil (RCOO-). SOR merupakan oksidan kuat dengan derajat berbeda-beda.
Radikal hidroksil (OH-) merupakan molekul yang paling reaktif dan dapat bereaksi
dengan protein, asam nukleat, lipid serta molekul lain sehingga dapat merubah
struktur serta menimbulkan kerusakan jaringan. Eritrosit sangat rentan terhadap
senyawa oksidan, dan sebagai akibat dari peristiwa peroksidasi lipid pada eritrosit
adalah terjadinya lisis atau yang biasa dikenal dengan hemolisis. Peroksidasi (auto-
oksidasi) lipid khususnya asam lemak tak jenuh ganda adalah suatu reaksi berantai
radikal bebas. Reaksi tersebut dicetuskan oleh sebuah senyawa radikal bebas, yaitu
radikal hidroksil (OH-) yang mengekstraksi satu hidrogen dari lemak
polyunsaturated (LH) sehingga terbentuk radikal lemak (L-) yang setelah melalui
beberapa proses maka terbentuklah MDA, 9-hidroksi-nonenal, etana (C2H6) dan
pentana (C5H12) suatu radikal bebas yang merupakan metabolit reaktif peroksidasi
lipid sehingga dapat digunakan sebagai indeks peroksidasi lipid.

Malondialdehid (MDA)

Merupakan produk sekunder atau pembusukan peroksidasi lipid yang


berupa aldehid reaktif, dan merupakan salah satu dari banyak spesies elektrofil
reaktif yang menyebabkan stres toksik pada sel, dan membentuk produk protein
kovalen yang dikenal dengan sebutan advance lipoxidation end products (ALE).
MDA dapat bereaksi dengan deoksiguanosin dan deoksiadenosin pada DNA dan
membentuk substansi M1G yang bersifat mutagenic. MDA dibentuk sebagai bahan
dikarbonil (C3H4O2) dengan berat molekul rendah (berat formula = 72,07), rantai
pendek, dan bersifat volatil asam lemah (pKa = 4,46), dihasilkan sebagai produk
sampingan pembentukan eikosanoid enzimatik dan produk akhir degradasi
oksidatif asam lemak bebas non enzimatik. Hingga saat ini, MDA telah ditemukan
hampir di seluruh cairan biologis, termasuk pada plasma, urin,cairan persendian,
cairan bronkoalveolar, cairan empedu, cairan getah bening, mikrodialisis dari
pelbagai organ, cairan amnion, cairan perikardial dan cairan seminal. Namun
plasma dan urin merupakan sampel yang paling umum digunakan karena paling
mudah didapatkan dan paling tidak invasive. MDA melakukan reaksi pertambahan
nukleofilik (nucleophillic addiction reaction) dengan asam tiobarbiturat (TBA)
membentuk senyawa MDA-TBA, yang berwarna merah jambu, yang dapat diukur
intensitasnya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm.
Inilah yang merupakan dasar analisa metode dengan metode TBA MDA sangat
cocok sebagai biomarker untuk stres oksidatif karena beberapa alasan, yaitu : (1)
Pembentukan MDA meningkat sesuai dengan stres oksidatif, (2) kadarnya dapat
diukur secara akurat dengan pelbagai metode yang telah tersedia, (3) bersifat stabil
dalam sampel cairan tubuh yang diisolasi, (4) pengukurannya tidak dipengaruhi
oleh variasi diurnal dan tidak dipengaruhi oleh kandungan lemak dalam diet, (5)
merupakan produk spesifik dari peroksidasi lemak, (6) terdapat dalam jumlah yang
dapat dideteksi pada semua jaringan tubuh dan cairan biologis, sehingga
memungkinkan untuk menentukan referensi interval.

Pengukuran Radikal Bebas


Pengukuran kadar MDA serum dapat dilakukan melalui beberapa cara,
yaitu sebagai berikut :

1. Tes thiobarbituric acid-reactive subtance (TBARS)


Dasar pemeriksaan adalah reaksi spektrofotometrik sederhana, dimana satu
molekul MDA akan terpecah menjadi 2 molekul 2-asam thiobarbiturat. Reaksi ini
berjalan pada pH 2-3. TBA akan memberikan warna pink-chromogen yang dapat
diperiksa secara spektrofotometrik. Tes TBA selain mengukur kadar MDA yang
terbentuk karena prosesperoksidasi lipid juga mengukurproduk aldehid lainnya
termasuk produk non-volatil yang terjadi akibat panas yang ditimbulkan pada saat
pengukuran kadar MDA serum yang sebenarnya. Kadar MDA dapat diperiksa baik
di plasma, jaringan maupun urin.

Beberapa metode pengukuran TBA adalah sebagai berikut :


a. Pengukuran reaksi TBA

a.1. Pengukuran reaksi TBA dengan metode kolorimetri. Pengukuran reaksi TBA
dengan metode kolorimetri dengan spektrofotometer merupakan kadar MDA yang
paling sering dilakukan. Metode yang digunakan adalah metode Yagi. Metode

ini mudah dilakukan akan tetapi bersifat tidak spesifik oleh karena mengukur
produk aldehid lainnya.

a.2. Pengukuran reaksi TBA dengan metode fluorosens Metode ini memiliki
keunggulan dibanding metode kolorimetri oleh karena tidak terganggu oleh
beberapa substansi produk reaksi TBA yang larut air. Pemeriksaan dilakukan
dengan metode spektrofluorometri.

b. Pengukuran MDA-TBA dengan HPLC (High Performance Liqiud


Chromatography) .Metode ini secara spesifik dapat mengukur kompleks MDA-
TBA, sehingga pengukuran kadar MDA lebih akurat. Namun demikian metode ini
membutuhkan kondisi asam dengan suhu tinggi sehingga tetap ada kemungkinan
terbentuknya MDA yang bukan karena peroksidasi lipid.

2. Pengukuran kadar MDA serum bebas dengan metode HPLC (High Performance
Liqiud Chromatography) .
Merupakan metode pengukuran kadar MDA serum yang paling sensitif dan
spesifik. MDA bukan produk yang spesifik dari proses peroksidasi lipid sehingga
dapat menimbulkan positif palsu yang berakibat nilai duga positif yang rendah, dan
telah dilaporkan dapat meningkatkan spesifisitas pada pemeriksaan kadar MDA
serum.
ROS Sebagai Penyebab Kerusakan Sel (Stress Oksidatif)
ROS adalah molekul yang tidak berpasangan dan oleh karena itu sangat
tidak stabil dan sangat reaktif. ROS hanya dapat bertahan dalam hitungan
millisecond (10-9 – 10-12) sebelum bereaksi dengan molekul lain untuk
menstabilkan dirinya. Diketahui berbagai macam ROS, namun yang paling banyak
dipelajari karena efeknya yang berbahaya dan merusak adalah superoksida (O- ),
hydroxyl (.OH), dan perhydroxyl (. O2H). Kerusakan jaringan akibat serangan ROS
dikenal dengan stress oxidative, sedangkan factor yang dapat melindungi jaringan
terhadap ROS disebut antioksidant. Berbagai jaringan yang dapat mengalami
kerusakan akibat ROS di antaranya adalah Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), lipid,
dan protein. Interaksi ROS dengan basa dari DNA dapat merubah struktur kimia
DNA, apabila tidak direparasi akan mengalami mutasi yang dapat diiturunkan,
terutama bila terjadi pada DNA sel germinal baik di dalam ovarium maupun testis,
sedangkan kerusakan DNA pada sel somatic dapat mengarah pada inisiasi
keganasan. Reaksi ROS terhadap lipid tidak jenuh membran sel dan plasma
lipoprotein menyebabkan pembentukan lipid peroksida (malondialdehyde) yang
secara kimia dapat memodifikasi protein dan basa asam nucleat. Selain itu ROS
secara kimia juga dapat memodifikasi langsung asam amino dalam protein,
sehingga tidak lagi dikenal sebagai milik sendiri (self) tetapi sebagai nonself oleh
system immune. Antibody yang dihasilkan juga akan bereaksi silang dengan protein
dari jaringan normal, sebagai awal dari munculnya berbagai penyakit autoimmune.
Modifikasi kimia dalam protein dan lemak pada lipoprotein (LDL) menyebabkan
LDL tidak lagi dapat dikenal oleh reseptor LDL liver, akibatnya LDL tidak dapat
dibersihkan oleh liver. Sebaliknya, LDL akan diambil oleh reseptor makrofag, yang
kemudian membuat macrofag mempunyai ukuran lebih besar dan menginfiltrasi
lapisan pembuluh darah di bawah endothelium, terutama bila sudah terjadi
kerusakan endothelium sebelumnya. Infiltrasi LDL tersebut kemudian ditutup oleh
akumulasi cholesterol yang tidak teresterifikasi. Keadaan ini menyebabkan plaque
aterosklerosis berkembang, sehingga pembuluh darah menjadi tersumbat. Selain itu
kerusakan tyrosin residu dalam protein akibat ROS juga dapat mengarahkan
pembentukan dihidroxyphenilalanin yang selanjutnya mampu bereaksi secara
nonenzimatik untuk membentuk radikal bebas baru.

Hubungan ROS dengan Leukemia


Sistem monooxygenase mikomal hepatik di mana banyak obat
kemoterapi seperti anthracyclines menghasilkan ROS, meskipun enzim enzimatik
lainnya (misalnya, xantine oxidase) dan mekanisme non-enzimatik (Fenton dan
Haber-Weiss) mungkin memainkan peran. Rantai transpor elektron mitokondria
jantung adalah situs lain di mana ROS dihasilkan oleh anthracyclines.
Danorubicin adalah golongan anthracycline yang digunakan untuk
mengobati banyak keganasan manusia seperti leukemia akut, limfoma, perut,
payudara dan kanker ovarium, tumor tulang dan sarkoma Kaposi. Beberapa
mekanisme telah disarankan untuk aktivitas metabolik anthracyclines sebagai obat
antikanker. Bukti yang paling menarik adalah melalui interaksi dengan
doublestranded DNA dan penghambatan aktivitas topoisomerase. The quinone
moiety of anthracyclines dapat dikurangi “reduksi satu elektron” secara enzimatik,
yang dapat menyumbangkan elektron ke molekul oksigen menghasilkan
superoksida dan generasi berikutnya dari radikal hidroksil dari superoksida.
Daunorubicin mendistribusikan keadaan oksidatif karena struktur kuinonnya.
Dengan kata lain, NADPH-sitokrom P450 mengubah obat menjadi radikal bebas
semi kuinon yang kemudian dioksidasi ulang dan diregenerasi oleh oksigen
sehingga menghasilkan anion superoksida. Proses-proses ini merangsang aktivitas
enzimatik SOD yang mengarah ke peningkatan produksi hydroperoxides. Oleh
karena itu, enzim GPx dirangsang dalam menanggapi tingkat peroksida tinggi yang
mengarah ke pembentukan radikal hidroksil menggunakan ion logam. Radikal
hidroksil dapat bereaksi dengan asam lemak tak jenuh ganda, menghasilkan
pembentukan aldehida difusibel (misalnya MDA)
Agen chemotherapeutic cytarabine (cytosine arabinoside) digunakan
dengan cara meningkatkan pembentukan ROS dan meningkatkan kerusakan DNA
oksidatif dan apoptosis bergantung P53. Mekanisme yang menyebabkan cytarabine
menyebabkan generasi ROS tidak dipahami dengan baik. Satu spekulasi
menunjukkan bahwa sitarabin meningkatkan produksi ATP dan meningkatkan
tingkat aktivitas cytochrome c oxidase dalam sel leukemia, menghasilkan produksi
ROS. Atau, sitarabin dapat mempengaruhi metabolisme lipid.
Cholinephosphotransferase menggunakan cytarabine untuk menghasilkan
diradylglycerol dan turunan kolin sitarabin. diradylglycerol dapat deesterified oleh
diglyceride lipase menyebabkan pembentukan asam lemak seperti asam arakidonat
dan metabolisme berikutnya dari asam lemak ini menghasilkan produksi ROS.
Namun, mekanisme yang tepat dimana cytarabine menghasilkan ROS dan
meningkatkan stres oksidatif masih belum jelas.
Antioksidan yang membentuk sistem pertahanan antioksidan memiliki
tiga bagian: pertahanan primer, sekunder dan tersier . Antioksidan primer mencegah
pembentukan ROS. Ini termasuk SOD, GPx dan protein pengikat logam (misalnya
ferritin atau ceruloplasmin). Antioksidan sekunder memblokir reaksi berantai,
sehingga memerangkap radikal bebas. Mereka termasuk vitamin E, vitamin C,
betakaroten, asam urat, albumin dan bilirubin. Antioksidan tersier adalah enzim
yang memperbaiki biomolekul seperti DNA, yang rusak oleh radikal bebas. Dengan
mengukur sistem antioksidan total (TAS), efek antioksidan total dari ketiga
kelompok yang beredar ini dievaluasi. Jadi, penentuan TAS adalah alat untuk
mengukur kapasitas antioksidan, dan penipisan TAS seperti yang terlihat dalam
penelitian ini dapat mewakili pemanfaatan antioksidan untuk melawan ROS.
SOD, adalah garis pertama pertahanan enzimatik terhadap radikal bebas
oksigen, mengkatalisis dismutasi radikal anion super oksida menjadi hidrogen
peroksida (H2O2), sementara dapat diubah menjadi air dan oksigen oleh GPx atau
katalase. Selain H2O2, GPx dalam konjugasi dengan reduksi glutathione (GSH)
mengurangi hidroperoksida lipid atau non-lipid saat mengoksidasi glutathione.
Menipisnya enzim antioksidan mungkin karena upaya untuk melawan peroksidasi
lipid yang meningkat. Spekulasi lain adalah bahwa karena GPx dan SOD sendiri
rentan terhadap oksidasi oleh ROS dan lipid peroksida, dan dapat diinaktivasi oleh
substrat mereka sendiri. MDA dan anion superoksida dapat menghambat sebagian
aktivitas GPx. Peningkatan kadar MDA plasma dengan deplesi seiring dalam sistem
pertahanan antioksidan setelah kemoterapi sesuai dengan temuan sebelumnya dari
peningkatan kadar produk peroksidasi lipid dan penurunan aktivitas enzim
antioksidan pada pasien dengan leukemia limfoblastik akut dan limfosit Hodgkin.

Anda mungkin juga menyukai