Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Berbagai penyakit menular pada manusia yang bersumber dari hewan telah banyak

mewabah di dunia.Istilah zoonosis telah dikenal untuk menggambarkan suatu kejadian

penyakit infeksi pada manusia yang ditularkan dari hewan vertebrata. Hal inilah yang

dewasa ini menjadi sorotan publik dan menjadi objek berbagai studi untuk mengkaji segala

aspek yang berkaitan dengan wabah tersebut yang diharapkan nantinya akan diperoleh suatu

sistem terpadu untuk pemberantasan dan penanggulangannya. Kemunculan dari suatu

penyakit zoonosis tidak dapat diprediksi dan dapat membawa dampak yang menakutkan bagi

dunia, terutama bagi komunitas yang bergerak di bidang kesehatan masyarakat dan veteriner.

Dari sejumlah 1.415 mikroba patogen pada manusia yang diketahui, 61,6%

bersumber dari hewan (Brown 2004). Sejumlah 616 mikroba patogen yang ditemukan pada

hewan ternak, 77,3% diantaranya merupakan multiple spesies atau spesies yang memiliki

kemampuan untuk menginfeksi lebih dari satu jenis hewan. Pada karnivora domestik, dari

374 mikroba patogen, 90% diantaranya diklasifikasikan sebagai multiple spesies. Emerging

zoonosis dapat dilihat secara operasional sebagai proses dua tahap. Tahap pertama adalah

pemaparan suatu agen penyakit ke suatu populasi host yang baru. Tahap kedua adalah proses

penyebaran lebih lanjut dari agen penyakit dalam populasi host baru tersebut. Sebagian besar

dari kemunculan suatu wabah penyakit berasal dari agen yang sudah berada di lingkungan

dimana agen tersebut mendapatkan kesempatan atau waktu dan kondisi yang tepat untuk

kembali menginfeksi host atau populasi yang baru. Beberapa contoh kasus emerging

zoonosis dewasa yang menjadi sorotan dunia antara lain antraks.

Kejadian antraks bersifat universal dimana dapat terjadi di seluruh wilayah dunia

mulai dari negara yang beriklim dingin, subtropis dan tropis, pada negara yang miskin,

negara berkembang hingga negara maju sekalipun.Kejadian antraks pada manusia di

Indonesia hampir selalu berhubungan dengan wabah penyakit antraks pada hewan. Di

Indonesia, sepanjang tahun 2001-2004, kasus antraks pada manusia dilaporkan terjadi setiap

tahun.
B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian antraks.

2. Mengetahui jenis,tanda dan gejala antraks

3. Mengetahui cara penularan antraks.

4. Mengetahui cara penanggulangan dan pengobatan antraks.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Antraks adalah penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan

bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Antraks bermakna "batubara"

dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit para korbanakan berubah hitam.

Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan yang telah

dijinakkan.Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke

manusia, namun tidak dapat ditularkan antara sesama manusia. Penyakit Antraks atau

disebut juga Radang Lympha, Malignant pustule, Malignant edema, Woolsorters disease,

Rag pickersdisease, Charbon.

Penyakit Antraks merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan

wabah, sesuai dengan undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular

dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501 tahun 2010.

Spora Bacillus Anthrax tahan pada suhu panas di atas 43 derajat Celcius.Di dalam

tanah, diketahui spora mampu bertahan sampai dengan 40 tahun. Apabila lingkungan

memungkinkan, yaitu panas dan lembab maka spora dapat menjadi bentuk bakteri biasa

(vegetatif) yang mampu berkembang biak (membelah diri) dengan sangat cepat. Itulah

sebabnya, penyakit ini cenderung berjangkit pada musim kemarau.

Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang tinggi di

Benua Asia, dengan sifat serangan sporadik. Kawasan endemik antraks di Indonesia meliputi

Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi

Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

Penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu yang diserang pada

umumnya pekerja peternakan, petani, pekerja tempat pemotongan hewan, dokter hewan,

pekerja pabrik yang menangani produk-produk hewan yang terkontaminasi oleh spora

antraks, misalnya pabrik tekstil, makanan ternak, pupuk, dan sebagainya.


Antraks adalah penyakit yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis, yang hidup di

tanah.Sel bakteri tersebut seperti spora untuk bertahan dari ganasnya kondisi.Spora tumbuh

subur secara berkoloni dalam tubuh binatang atau manusia.

Antraks terkadang menyerang hewan ternak yang jauh dari manusia, tetapi

sebagaimana diketahui pada 2001 antraks menyerang Amerika Serikat--antraks ditakutkan

sebagai senjata biologi modern. Penularan atraks melalui daging atau kulit binatang yang

terkena antraks dimakan manusia.

B. Etiologi

Bacillus anthracis, kuman berbentuk batang ujungnya persegi dengan sudut-sudut

tersusun berderet sehingga nampak seperti ruas bambu atau susunan bata, membentuk spora

yang bersifat gram positif.

Basil bentuk vegetatif bukan merupakan organisme yang kuat, tidak tahan hidup

untuk berkompetisi dengan organisme saprofit.Basil Antraks tidak tahan terhadap oksigen,

oleh karena itu apabila sudah dikeluarkan dari badan ternak dan jatuh di tempat terbuka,

kuman menjadi tidak aktif lagi, kemudian melindungi diri dalam bentuk spora.

Apabila hewan mati karena Antraks dan suhu badannya antara 28-30 C, basil

antraks tidak akan didapatkan dalam waktu 3-4 hari, tetapi kalau suhu antara 5-10 C

pembusukan tidak terjadi, basil antraks masih ada selama 3-4 minggu. Basil Antraks dapat

keluar dari bangkai hewan dan suhu luar di atas 20C, kelembaban tinggi basil tersebut cepat

berubah menjadi spora dan akan hidup. Bila suhu rendah maka basil antraks akan

membentuk spora secara perlahan - lahan (Christie 1983).

Bacillus antracis penyebab penyakit antraks mempunyai dua bentuk siklus hidup,

yaitu fase vegetatif dan fase spora:

1. Fase Vegetatif

Berbentuk batang, berukuran panjang 1-8 mikrometer, lebar 1-1,5 mikrometer.

Jika spora antraks memasuki tubuh inang (manusia atau hewan memamah biak) atau

keadaan lingkungan yang memungkinkan spora segera berubah menjadi bentuk vegetatif,

kemudian memasuki fase berkembang biak. Sebelum inangnya mati, sejumlah besar

bentuk vegetatif bakteri antraks memenuhi darah.Bentuk vegetatif biasa keluar dari
dalam tubuh melalui pendarahan di hidung, mulut, anus, atau pendarahan lainnya.Ketika

inangnya mati dan oksigen tidak tersedia lagi di darah bentuk vegetatif itu memasuki fase

tertidur (dorman/tidak aktif).Jika kemudian dalam fase tertidur itu terjadi kontak dengan

oksigen di udara bebas, bakteri antraks membentuk spora (prosesnya disebut sporulasi).

Pada fase ini juga dikaitkan dengan penyebaran antraks melalui serangga, yang akan

membawa bakteri dari satu inang ke inang lainnya sehingga terjadi penularan antraks

kulit, akan tetapi hal tersebut masih harus diteliti lebih lanjut.

2. Fase Spora

Berbentuk seperti bola golf, berukuran 1-1,5 mikrometer. Selama fase ini bakteri

dalam keadaan tidak aktif (dorman), menunggu hingga dapat berubah kembali menjadi

bentuk vegetatif dan memasuki inangnya.Hal ini dapat terjadi karena daya tahan spora

antraks yang tinggi untuk melewati kondisi tak ramah--termasuk panas, radiasi

ultraviolet dan ionisasi, tekanan tinggi, dan sterilisasi dengan senyawa kimia.Hal itu

terjadi ketika spora menempel pada kulit inang yang terluka, termakan, atau--karena

ukurannya yang sangat kecil--terhirup.Begitu spora antraks memasuki tubuh inang, spora

itu berubah ke bentuk vegetatif.

C. Patogenesis

Setelah endospora masuk ke dalam tubuh manusia, melalui luka pada kulit, inhalasi

(ruang alveolar) atau makanan (mukosa gastrointestinal), kuman akan difagosit oleh

makrofag dan dibawa ke kelenjar getah bening regional. Pada antraks kutaneus dan

gastrointestinal terjadi germinasi tingkat rendah di lokasi primer yang menimbulkan edema

lokal dan nekrosis. Endospora akan mengalami germinasi di dalam makrofag menjadi bentuk

vegetatif. Bentuk vegetatif akan keluar dari makrofag, berkembang biak di dalam sistem

limfatik, mengakibatkan limfadenitis hemoragik regional, kemudian masuk ke dalam

sirkulasi,dan menyebabkan septikemia.

Faktor virulensi utama B.anthracis dicirikan (encoded) pada dua plasmid virulen

yaitu pXO1 dan pXO2. Plasmid pXO1 mengandung gen yang memproduksi kompleks

toksin antraks berupa faktor letal, faktor edema, dan antigen protektif. Antigen protektif

merupakan komponen yang berguna untuk berikatan dengan reseptor toksin antraks (ATR =
Anthrax Toxin Receptor) di permukaan sel. Setelah berikatan dengan reseptor maka oleh

furin protease permukaan sel, antigen protektif yang berukuran 83-kDa itu membelah

menjadi bentuk 63-kDa dan selanjutnya bentuk itu akan mengalami oligomerisasi menjadi

bentuk heptamer.

Pembelahan antigen protektif diperlukan agar tersedia tempat pengikatan FL dan atau

FE. Antigen protektif yang telah mengalami pembelahan, bersama reseptornya akan

melakukan pengelompokan ke dalam lipid rafts sel kemudian mengalami endositosis.

Melalui lubang yang terbentuk terjadilah translokasi FE dan FL ke dalam sitosol yang

selanjutnya dapat menimbulkan edema, nekrosis, dan hipoksia. FE merupakan calmodulin-

dependent adenylate cyclase yang mengubah adenosine triphosphate (ATP) menjadi cy-clic

adenosine monophosphate (cAMP) yang menyebabkan edema. FE menghambat fungsi

netrofil dan aktivitas oksidatif sel polimormonuklear (PMN). FL merupakan zinc metal-

loprotease yang menghambat aktifitas mitogen-activated protein kinase kinase (MAPKK) in

vitro dan dapat menyebabkan hambatan signal intraselular. FL menyebabkan makrofag

melepaskan tumor necrosis- (TNF-) dan interleukin-1 (IL-1) yang merupakan salah satu

faktor penyebab kematian mendadak. Sebagai respon terhadap toxin, tubuh akan membentuk

cytokines(TNF-, dan IL-1) dan vasodilator substance (nitric oxide, prostaglandin E,

prostacycline) yang disebut juga proinflamatory cytokines. Pada waktu yang bersamaan

tubuh membentuk anti inflamatory cytokines (IL-10, IL-11, IL-13 dsb). Bila keduanya

seimbang akan terjadi homeostasis, bila proinflamatory lebih dominan, maka akan terjadi

Systemic Inflamatory Respons (SIRS). Plasmid pXO2 mengkode tiga gen (capB, capC dan

capA) yang terlibat dalam sintesis kapsul polyglutamyl. Kapsul menghambat proses

fagositosis bentuk vegetatif B.anthracis.

D. Gejala

Gejala umum penyakit antraks terjadinya demam dengan suhu badan yang tinggi dan

hewan kehilangan nafsu makan. Sedangkan gejala yang bersifat khs: gemetar, ngantuk,

lumpuh, lelah, kejang-kejang, mulas, bercak merah pada membran mukosa, mencret disertai

darah, sulit bernapas sehingga mati lemas dan terdapat bisul yang makin membesar berisi

nanah kental berwarna kuning. Manusia yang terinfeksi dan menderita penyakit antraks
ditandai dengan gejala: suhu badan tinggi, mual-mual dan terjadi pembengkakan kelenjar

getah bening di sekitar leher, dada dan ketiak.

Rata-rata masa inkubasi antraks lebih dari 7 hari, bisa juga 60 hari bahkan lebih

tergantung lamanya gejala terbentuk.

Gejala klinis antraks pada manusia dibagi menjadi 4 bentuk yaitu antraks kulit,

antraks saluran pencernaan, antraks paru dan antraks meningitis.

1. Antraks Kulit (Cutaneus Anthrax)

Kejadian antraks kulit mencapai 90% dari keseluruhan kejadian antraks di

Indonesia. Masa inkubasi antara 1-5 hari ditandai dengan adanya papula pada inokulasi,

rasa gatal tanpa disertai rasa sakit, yang dalam waktu 2-3 hari membesar menjadi vesikel

berisi cairan kemerahan, kemudian haemoragik dan menjadi jaringan nekrotik berbentuk

ulsera yang ditutupi kerak berwarna hitam, kering yang disebut Eschar (patognomonik).

Selain itu ditandai juga dengan demam, sakit kepala dan dapat terjadi pembengkakan

lunak pada kelenjar limfe regional.Apabila tidak mendapat pengobatan, angka kematian

berkisar 5-20%.

2. Antraks Saluran Pencernaan (Gastrointestinal Anthax)

Masa inkubasi 2-5 hari.Penularan melalui makanan yang tercemar kuman atau

spora misal daging, jerohan dari hewan, sayur- sayuran dan sebagainya, yang tidak

dimasak dengan sempurna atau pekerja peternakan makan dengan tengan yang kurang

bersih yang tercemar kuman atau spora antraks.Penyakit ini dapat berkembang menjadi

tingkat yang berat dan berakhir dengan kematian dalam waktu kurang dari 2 hari.Angka

kematian tipe ini berkisar 25-75%.

Gejala antraks saluran pencernaan adalah timbulnya rasa sakit perut hebat, mual,

muntah, tidak nafsu makan, demam, konstipasi, gastroenteritis akut yang kadang-kadang

disertai darah, hematemesis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran kelenjar

limfe daerah inguinal (lipat paha), perut membesar dan keras, kemudian berkembang

menjadi ascites dan oedem scrotum serta sering dijumpai pendarahan gastrointestinal.
3. Antraks Paru-paru (Pulmonary Anthrax)

Masa inkubasi : 1-5 hari (biasanya 3-4 hari). Gejala klinis antraks paru-paru

sesuai dengan tanda-tanda bronchitis.Dalam waktu 2-4 hari gejala semakin berkembang

dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis, dispneu, stridor, keringat berlebihan,

detak jantung meningkat, nadi lemah dan cepat.Kematian biasanya terjadi 2-3 hari

setelah gejala klinis timbul.

4. Antraks Meningitis (Meningitis Anthrax)

Terjadi karena komplikasi bentuk antraks yang lain, dimulai dengan adanya lesi

primer yang berkembang menjadi meningitis hemoragik dan kematian dapat terjadi

antara 1-6 hari. Gambaran klinisnya mirip dengan meningitis purulenta akut yaitu

demam, nyeri kepala hebat, kejang-kejang umum, penurunan kesadaran dan kaku kuduk.

E. Cara Penularan

Sumber penyakit antraks adalah hewan ternak herbivora.Manusia terinfeksi antraks

melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora antraks.Penularan

juga bisa terjadi bila menghirup spora dari produk hewan yang sakit seperti kulit dan bulu.

Pada hewan-hewan pemakan rumput, lapangan penggembalaan yang tercemar

Bacillus Anthrax (B.a) merupakan media penyaluran penyakit yang paling efektif.B.a. masuk

ke dalam tubuh lewat pakan atau air minum melalui mulut. Nanah yang keluar dari bisul

pecah banyak mengandung B.a. dapat mencemari lingkungan sekitarnya. Darah ternak yang

positif sakit antraks banyak mengandung B.a. sehingga melakukan penyembelihan

memungkinkan darah menyebar dan merupakan sumber penularan penyakit.

Penularan penyakit antraks pada manusia pada umumnya karena manusia

mengonsumsi daging yang berasal dari ternak yang mengidap penyakit tersebut. Meskipun

hanya mengonsumsi dalam jumlah kecil, B.a. mempunyai daya menimbulkan penyakit

sangat tinggi. Terlebih pada saat pertahanan tubuh manusia menjadi rendah akibat:

kelaparan, defisiensi vitamin A, keracunan (alkohol), kepayahan, iklim yang jelek (sangat

dingin/panas) dan cekaman (stres).

Disamping itu penularan pada manusia dapat melalui luka.Seyogianya peternak yang

memiliki luka pada bagian tubuhnya tidak masuk kandang ternak atau merawat ternak yang
diduga terserang penyakit antraks.Penularan penyakit dari manusia ke manusia jarang terjadi

meskipun ada kontak langsung dengan penderita.

Antraks atau dikenal dengan radang limpa pada hewan dapat menyerang hewan:

Sapi, Babi, Kuda, Kerbau, Kambing, Domba, Binatang buas, Burung unta, itik dan Angsa.

Tanda-tanda Ternak Terserang Antraks adalah kematian mendadak tanpa disertai

tanda-tanda sebelumnya, keluar darah dari dubur, mulut, dan lubang hidung, darah berwarna

merah tua seperti ter. Pembengkakan di daerah leher, dada dan sisi lambung (limpa),

pinggang dan alat kelamin luar.

Pada penyakit antraks yang berlangsung perakut domba dan sapi banyak yang

mengalami kematian dalam waktu singkat. Proses yang berlangsung perakut tersebut

biasanya ditandai dengan gejala klinis berupa hewan tiba-tiba menjadi lemah secara

mendadak, demam, sesak nafas dapat juga disertai kekejangan dan keluarnya darah dari

lubang-lubang tubuh. Kematian berlangsung dalam beberapa menit sampai beberapa hari.

Beberapa penderita dapat pula mengalami keluron dan mungkin akan mengalami

pembengkakan oedematous yang lunak dan panas pada jaringan di bawah kulit, terutama

pada bagian bawah perut dan pinggang. Lesi tersebut tidak menghasilkan suara krepitasi

pada saat dilakukan palpasi, hal ini disebabkan karena bacillus anthracis tidak membentuk

gas.Pada beberapa kasus juga ditemukan adanya tinja berdarah.

Kejadian antraks pada kuda juga memiliki gejala klinis sebagaimana

disebutkan.Hewan biasanya juga menunjukkan gejala klinis seperti kolik.Kematian dapat

terjadi sehari ataupun lebih lama bila dibandingkan dengan penyakit pada ruminansia.

Pada Babi, penyakit biasanya berlangsung lebih ringan dan berbentuk sebagai

faringitis dan bersifat subakut. Septisemia tidak ditemukan pada babi Radang yang terdapat

pada kelenjar limferegional yang bersifat septic akan menghilang secara spontan, meskipun

tidak ada pemberian antibiotika.

Penyakit yang ditimbulkan oleh Bacillus anthracis yaitu antraks kulit, saluran

pencernaan, saluran pernapasan, dan dapat sampai ke otak yang disebut antraks otak atau

meningitis. Antraks kulit terjadi karena disebabkan infeksi pada kulit sehingga spora

Bacillus anthracis dapat masuk melalui kulit.Antraks saluran pencernaan yang disebabkan
karena spora Bacillus anthracis yang tebawa oleh makanan yang telah terinfeksi dan sampai

ke saluran pencernaan.Antraks saluran pencernaan yang disebabkan karena spora Bacillus

anthracis yang terhirup.

Adapun pada manusia penularan penyakit antraks seringnya melalui hal-hal sebagai

berikut :

1. Kontak langsung dengan bibit penyakit yang ada di tanah atau rumput, hewan yang sakit,

maupun bahan-bahan yang berasal dari hewan yang sakit seperti kulit, daging, tulang

dan darah.

2. Bibit penyakit terhirup orang yang mengerjakan bulu hewan (domba dll) pada waktu

mensortir. Penyakit dapat ditularkan melalui pernapasan bila seseorang menghirup spora

Antraks.

3. Memakan daging hewan yang sakit atau produk asal hewan seperti dendeng, abon dll.

F. Pencegahan dan Pengobatan

1. Langkah Pencegahan

Langkah pencegahan dimaksudkan agar ternak-ternak yang ada tidak tertular

penyakit antraks selama jangka waktu tertentu.Dengan meningkatkan kekebalan ternak

setelah dilakukan suntikan pencegahan menggunakan vaksin tertentu secara

periodik.Untuk kawasan endemik antraks, vaksinasi seharusnya diulang setiap tahun

secara kontinyu.Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh kemudahan dan

ketersediaan vaksin.Untuk itu, Dinas Peternakan atau Pertanian harus bertanggung jawab

dalam pengadaan vaksin.

Pemberian vaksin antraks, kepada :

a. Orang yang bekerja langsung di laboratorium


b. Orang yang bekerja dengan kulit atau bulu hewan yang diimpor atau di daerah

dimana standar tidak cukup untuk mencegah infeksi spora antraks


c. Orang yang menangani produk hewan yang berpotensi terinfeksi di daerah daerah

insiden tinggi
d. Anggota militer yang dikerahkan ke daerah daerah dengan resiko tinggi untuk

terkena
e. BioThrax atau Antraks vaksin diserap a. Dibuat oleh Bioport dan jalur paparan tidak

penting
f. Diberikan secara subkutan 5 mL pada minggu 0,2 dan 4 dan pada bulan 6, 12, dan 18

serta dosis tinggi pada interval 1 tahun.

2. Langkah pengobatan

Bacillus anthracis kerentanannya terhadap hampir semua antibiotika sangatlah

tinggi.Yang paling disukai adalah dengan clindamycin yang mempunyai aktivitas

terhadap Bacillus anthracis dan potensi anti-eksotoksin.Pengalaman beberapa pasien

menunjukkan respon yang lebih bagus ketika clindamycin 600 mg (iv)/ 8 jam atau 300

mg (po)/8 jam plus rifampicin 300 mg (po)/12 jam plus golongan quinolone

(levofloksasin).

Peniciline masih merupakan antibiotika yang paling ampuh, dengan cara

pemberian tergantung tipe dan gejala klinisnya, yaitu:

a. Antraks Kulit

b. Procain Penicilline 2 x 1,2 juta IU, secara IM, selama 5-7 hari

c. Benzyl Penicilline 250.000 IU, secara IM, setiap 6 jam, sebelumnya harus dilakukan

skin test terlebih dahulu.

d. Apabila hipersensitif terhadap penicilline dapat diganti dengan tetracycline,

chloramphenicol atau erytromicine.

e. Antraks Saluran Pencernaan & Paru

3. Langkah Pengawasan

Langkah ini untuk memantau kesehatan ternak secara umum di suatu wilayah

(dukuh, desa, kecamatan), khususnya terhadap penyakit antraks.Petugas Dinas

Peternakan/Pertanian harus mampu merangkul seluruh anggota kelompok tani ternak di

wilayahnya agar mau melaporkan kondisi kesehatan ternaknya dari waktu ke

waktu.Peternak harus diyakinkan bahwa ternak yang keluar (dijual) atau yang masuk

(dibeli) benar-benar dalam keadaan sehat.

Pengawasan lalu lintas ternak antarprovinsi hendaknya lebih diperketat, agar

ternak-ternak yang sakit tidak berpindah wilayah sehingga penyebaran penyakit dapat

dicegah.Pemerintah hendaknya menerapkan dengan ketat pengawasan kesehatan

masyarakat veteriner, dengan penyembelihan ternak dilakukan di Rumah Pemotongan


Hewan melalui pemeriksaan kesehatan prapenyembelihan dan pasca penyembelihan

.Hanya daging yang berasal dari ternak yang sehat yang boleh diperdagangkan dan

dikonsumsi.Pelanggaran dari larangan ini dapat dikenakan pidana berdasarkan

perundang-undangan yang berlaku.

4. Pembinaan dan Bimbingan

Hubungan baik antara petugas atau tim pembina dan pembimbing dengan

masyarakat peternak harus tetap dipelihara dan dipupuk, melalui kegiatan pendidikan

atau pelatihan, penyuluhan maupun sarasehan secara berkala, utamanya di kawasan

endemik antraks. Langkah pembinaan dan pembimbingan tersebut antara lain dengan

mengadakan kegiatan:

a. Sosialisasi Undang-undang Republik Indonesia No 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner.

Sosialisasi hendaknya dilakukan secara menarik sehingga hak dan kewajiban

peternak dapat dipahami dan disadari dengan baik.


b. Penyuluhan tentang manajemen zooteknis ternak potong (sapi, kerbau, kambing,

domba dan babi) dengan tekanan pada manajemen pencegahan dan penanganan

penyakit.
c. Pelatihan usaha ternak potong guna meningkatkan keterampilan peternak, meliputi:

sistem perkandangan, pakan, pemeliharaan, penyakit dan penanggulangannya,

pengaturan produksi/panen serta analisis ekonomi.

Dengan kegiatan ini maka peternak akan merasa diperhatikan dan menjadi lebih

tahu sehingga lebih mudah dilibatkan dalam upaya pengendalian penyakit antraks.(Dr.Ir.

Djarot Harsojo Reksowardojo MS/ Fakultas Peternakan Undip-35)

Langkah Penanganan terhadap Kawasan Penyakit Antraks:

a. Penutupan wilayah terhadap lalu lintas (keluar-masuk) ternak maupun lalu lintas

umum.

b. Mengisolasi ternak yang sakit pada suatu tempat yang terpindah dari lalu lintas

ramai.
c. Penyucihamaan ternak yang sakit, dengan cara: lantai ditaburi kapur, membuka atap

kandang hingga sinar matahari dapat menjangkau seluruh luasan kandang selama

pengistirahatan kandang dan gunakan desinfektan yang sesuai untuk seluruh

permukaan dan bagian kandang.

d. Segera lakukan vaksinasi terhadap seluruh ternak yang masih sehat di seluruh

kawasan.

e. Jangan melakukan otopsi atau bedah mayat karena berisiko tinggi terhadap

penyebaran

f. Yakinkan tidak ada ternak sakit yang disembelih dan dagingnya dikonsumsi oleh

masyarakat. Bila ada, segera bawa konsumen ke rumah sakit untuk mendapat

penanganan atau perawatan selanjutnya.

g. Bakar bangkai ternak yang mati sampai habis atau kubur pada kedalaman 2,50 m di

dalam tanah. Sebelum bangkai ditimbun dengan tanah, tutuplah dengan kapur atau

disiram dengan larutan formalin.

h. Bunuh segera ternak yang dalam keadaan sakit parah.

i. Obati ternak yang terserang pada gejala awal dan isolasikan.

j. Tutup padang atau lapangan penggembalaan dari aktivitas merumput.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Antraks merupakan penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan

bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Sel bakteri tersebut

seperti spora untuk bertahan dari ganasnya kondisi. Spora tumbuh subur secara berkoloni

dalam tubuh binatang atau manusia.

2. Sumber penyakit antraks adalah hewan ternak herbivora. Manusia terinfeksi antraks

melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora antraks.

Penularan juga bisa terjadi bila menghirup spora dari produk hewan yang sakit seperti

kulit dan bulu. Penularan penyakit antraks pada manusia pada umumnya karena manusia

mengonsumsi daging yang berasal dari ternak yang mengidap penyakit tersebut.

Meskipun hanya mengonsumsi dalam jumlah kecil, B.a. mempunyai daya menimbulkan

penyakit sangat tinggi. Terlebih pada saat pertahanan tubuh manusia menjadi rendah

akibat: kelaparan, defisiensi vitamin A, keracunan (alkohol), kepayahan, iklim yang jelek

(sangat dingin/panas) dan cekaman (stres). Disamping itu penularan pada manusia dapat

melalui luka. Seyogianya peternak yang memiliki luka pada bagian tubuhnya tidak

masuk kandang ternak atau merawat ternak yang diduga terserang penyakit antraks.

Penularan penyakit dari manusia ke manusia jarang terjadi meskipun ada kontak

langsung dengan penderita.

3. Cara penanggulangan antraks dapat melalui upaya upaya , antara lain pemberian vaksin

kepada orang orang yang dapat menjadi agent penular antraks, pemberian obat

misalnya penicilin dengan dosis yang tepat, melakukan pengawasan, bimbingan dan

penyuluhan.

B. Saran

Masyarakat dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan ternak harus

berhati hati.Selalu memakai alat pelindung diri dan menjaga hygiene perorangan agar tidak

terkena spora Bacillus anthracis.Banyak membaca informasi tentang antraks diharapkan

dapat lebih meningkatkan pemahaman dan pecegahan secara dini. Jika terjadi infeksi segera
di bawa ke rumah sakit agar segera mendapatkan pertolongan dan di harapkan tidak menular

kepada yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Buku-20pedoman-20klb-20epid-20penyakit-202011

Buku Saku Antraks Bagi Petugas Puskesmas Terbitan Dinas Kesehatan Tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai