Anggota Kelompok:
1. Fadhilah Amaliyah Haq (B04150
2. Muhammad Farhan (B04150176)
3. I Kadek Fendy Lesmana (B04150181)
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui pengertian anthraks
1.2.2 Mengetahui jenis,tanda dan gejala antraks
1.2.3 Mengetahui cara penularan antraks
1.2.4 Mengetahui cara penanggulangan dan pengobatan antraks
1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa dapat mengetahui definisi anthraks dan etiologinya
1.3.2 Mahasiswa dapat mengetahui cara penularan antraks kepada hewan
dan manusia
1.3.3 Mahasiswa dapat mengetahui cara penanggulangan dan pengobatan
antraks
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bakteri B. anthracis
Bacillus antrachis merupakan termasuk bakteri gram positif yang
memiliki genus Bacillus dengan bentuk batang, bersama Bacillus cereus dan
Bacillus thuringiensis. Bacillus antrachis yang menginfeksi dapat menyebabkan
permasalahan utama pada pasien dengan gangguan imun dan dipengaruhi oleh
bebagai faktor. Pada seseorang sehat yang terinfeksi, dapat deitemukan adanya
kasus pneumonia fatal dan bakterimia. Diagnosis yang cepat dan tepat sangat
penting dilakukan untuk menentukan perlakuan yang sesuai karena terinfeksi
bakteri ini. Ukuran dari bakteri ini adalah 3-10 mikron dan 1-1.6 mikron. Bakteri
ini memiliki spora batang bersifat erobik yang dapat tahan dengan panas. Bakteri
ini bersifat non-motil dan non acid fast. Bacillus anthracis disebungi oleh kapsul
yang tersusun dari poly d-glutamate-protein, memiliki isi yang tersusun dari 10-
25% bikarbonat, serum albumin, abu, dan pati.
Spora dari bakteri antraks dapat tahan pada tanah berpuluh puluh tahun.
Infeksi oleh bakteri antrax dapat terjadi pad kondisi yang tidak terduga. Bakteri
antraks memiliki kelemahan, yaitu pekembangannya dapat dihambat oleh Kalsium
Klorin, tetapi memiliki ketahanan terhadap pengerinag, sinar UV, sinar gamma,
dan pemanasan.
Karakteristik dari kultur Bacillus antrachis adalah mampu hidup mada
suhu 35-37° C. Suhu ini merupakan suhu rentang manusia, sehingga dapat
berkembang baik dalam tubuh manusia. Suhu optimum untuk sporulasi adalah 25-
30°C. Bacillus antrachis memiliki kemampuan tumbuh pada media biasa, grey
white (Agar Darah domba). Kultur dari bakteri inui bersifat irregular dan non
hemolitik. Kultur bakteri ini memiliki ketahanan yang kuat dan bertekstur kasar.
Pada biakan LPF, terbentuk koloni seperti kepala medusa. Sudut dari koloni
berbentuk panjang, dengan ikatan basil yang terhubung (Klee et al. 2006).
Infeksi antraks dapat terjadi melalui empat tipe, yaitu antraks kutaneus,
antraks gastrointestinal, antraks inhalasi, dan antraks yang terjadi melaui injeksi.
Antraks kutaneus merupakan hasil dari spora yang masuk melalui luka kecil yang
ada pada kulit. Bentuk dari penyakit ini adalah adanya luka pada wilayah yang
terinfeksi yang meningkat menjadi ulcer yang ditutupi oleh eschar (lapiran hitam).
Persentase kejadian antraks kutaneus pada manusia mencapai 95% kejadian dari
pelaporan antraks. Antraks kutaneus dapat terjadi karena pengaruh aerosol.
Antraks gastrointestinal terjadi sebagai akibat mengonsumsi daging hewan yeng
terinfeksi bakteri. Saluran intestinal, mulut dan kerongkongan dapat terinfeksi.
Pada kasus ini, intensitas kejadi lebih dipengaruhi oleh bakteri itu sendiri
dibandingkan oleh sporanya. Sehingga, kejadiaan ini, tidak diduga bersal dari
aerosol spora. Antraks inhalasi merupakan hasil hari masuknya bakteri ke dalam
paru-paru. Kejadiaan ini merpakan kejadian yang paling diperhatikan karena
masuknyanya bakteri secara aerosol ke paru-paru. Antraks yang berhubungan
dengan injeksi merupakan kejadian ynag baru ditemukan. Kejadian ini terjadi di
Eropa pada pengguna obat intravena.
2.2 Etiologi
Anthrax merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Bacillus
anthracis yang termasuk ke dalam family Bacillaceae. Penyakit ini dapat
meninfeksi hewan terutama herbivora dan juga manusia. B. anthracis merupakan
bakteri gram positif, berbentuk batang, aerobik, tidak motil, memiliki kapsul dan
membentuk spora serta lebarnya 1 – 1.5 µm dan panjang 5 – 6 µm. Bakteri ini
seperti barisan batang panjang dengan ujung-ujungnya siku apabila diamati di
bawah mikroskop (Gambar 1a) sedangkan di dalam tubuh inang, B. anthracis
tidak terlihat rantai panjang dan biasanya tersusun secara tunggal atau pendek
serta melindungi dirinya dalam kapsul serta akan membentuk spora di luar tubuh
inang segera setelah berhubungan dengan udara bebas (oksigen). B. anthracis di
luar tubuh inang akan bersporulasi pada suhu 14 – 42 °C dengan suhu optimum 21
– 37 °C. Spora B. anthracis berbentuk oval dan dilepaskan setelah bakteri lisis.
Sporulasi terjadi dalam waktu 48 jam dan akan terhabat jika pada konsentrasi
CO2 yang tinggi. Spora antraks akan mengalami germinasi menjadi bentuk
vegetatif bila masuk ke dalam lingkungan yang kaya nukleotida, asam amino dan
glukosa, seperti yang ditemukan dalam darah dan jaringan binatang atau manusia.
B. anthracis mudah ditumbuhkan pada berbagai media. Bakteri ini ditumbuhkan
pada media yang mengandung darah tanpa antibiotika untuk mendapatkan koloni
yang berkarakteristik. B. anthracis tumbuh subur pada pH media 7.0 – 7.4 dengan
lingkungan aerob. Suhu pertumbuhan berkisar antara 12 – 45 °C dengan suhu
optimumnya 37 °C. Setelah masa inkubasi 24 jam, koloni B. anthracis tampak
sebagai koloni yang besar, opak, putih keabu-abuan dengan tepi tak beraturan. Di
bawah mikroskop, koloni tersusun seperti susunan rambut sehingga sering disebut
sebagai bentuk kaput medusa. Koloni bakteri ini bersifat sticky sehingga jika
diangkat dengan sengkelit akan membentuk formasi seperti stalaktit (beaten
eggwhites appearance). Jika kuman ditumbuhkan selama 3 – 6 jam pada suhu 37
°C pada media yang mengandung penisilin pada kadar 0.05 – 0.5 unit/ml, maka
secara mikroskopik akan terbentuk kuman sferis besar dalam bentuk rantai
(fenomena string of pearls). B. anthracis tidak menyebabkan hemolysis darah
domba dan reaksi katalasenya positif. Bakteri ini mampu memfermentasi glukosa
dan menghidrolisa gelatin tetapi tidak memfermentasi manitol, arabinosa dan
xilosa. Bakteri ini menghasilkan lesitinase, sehingga membentuk zona opaq jika
ditumbuhkan pada media EYA (Egg-Yolk Agar).
2.4 Diagnosis
Sejak 10 tahun terakhir, laporan masyarakat terhadap naiknya wabah
antraks di berbagai daerah telah menjadi perhaian khusus dalam dunia medis.
Diagnosa awal terhadap gejala klinis maupun subklinis sangatlah dibutuhkan
demi mencegah naiknya wabah antraks baik pada hewan ternak maupun manusia.
Pengawasan terhadap anthrax memerlukan proses deteksi dini spora dan tanda
infeksi baik dalam skala lingkungan maupun klinik.
Diagnosa klinik terhadap cutaneous antraks dilakukan dengan pengujian
mikrobiologi tradisional seperti pewarnaan gram, pewarnaan kapsul dari sampel
swab pada lesio dan kultur. Pemilihan media kultur B. anthracis cukup penting
dalam memastikan adanya infeksi berdasarkan sampel dilapangan. Media selektif
dengan komposisi polymyxin-B, lysozyme, EDTA dan thallous acetate telah
dilaporkan dapat digunakan sebagai media isoiasi B. anthracis (Marston. 2008).
Media lain seperti agar bikarbonat dapat merangsang pertumbuhan kapsul dengan
kepentingan identifikasi B. anthracis. Akan tetapi, bakteri lain seperti B.cereus
dan B.subtilis juga tumbuh baik dalam media tersebut sehingga nilai utilitas dinlai
kurang dalam mengidentifikasi antraks dan menyebabkan hasil positif
palsu.Teknik Immunofluoresens juga dapat digunakan sebagai metode identifikasi
langsung spora dari B.anthracis.
Diagnosa secara serologik (Serodiagnosis) adalah salah satu prinsip
diagnosis berdasarkan reaksi pertahanan tubuh terhadap adanya infeksi
mikroorganisme patogen, baik itu bakteri, virus, cendawan, dan toksin. B.
anthracis dapat menghasilkan toksin yang disebut Anthrax toksin. Anthrax toksin
terdiri dari komponen cell-binding protein (Antigen protektif/PA), dan dua
komponen enzim antara lain edema factor (EF) dan lethal factor (LF). Ketiga
komponen protein tersebut bekerja secara bersamaan memunculkan dampak
fisiologis pada tubuh.(Quinn.2004)
Diagnosa cepat terhadap anthrax sebelum munculnya gejala dan simptom
dapat membantu proses pengobatan terutama dalam upaya pencegahan infeksi
laten dan akumulasi toksin. Deteksi dini toksin antraks pada plasma dan serum
dapat menjadi informasi penunjang terapi yang sangat membantu dalam proses
pengobatan