Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL MAGANG

KLINIK HEWAN SK-VET


Perum Bumi Mondoroko Raya, Boko, Watugede, Singosari,
Malang

Disusun Oleh:

Muhammad Farhan, S. KH B0901201045

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
14
13

EVALUASI EFIKASI IgG ANTI AVIAN INFLUENZA H5N1 YANG


DIMIKROENKAPSULASI

KATHIRINA BEATRIK RIWU WOLO

Proposal Penelitian
Sebagai salah satu syarat melakukan penelitian
untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Biomedis Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
14

LEMBAR PENGESAHAN USULAN PENELITIAN

Judul Tesis : Evaluasi Efikasi IgG Anti Avian Influenza H5N1 yang
dimikroenkapsulasi
Nama : Kathirina Beatrik Riwu Wolo
NIM : B351160071

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr drh Anita Esfandiari, MSi


Ketua

Dr drh Sri Murtini, MSi Drh Retno Wulansari, MSi, PhD


Anggota I Anggota II

Diketahui oleh

Ketua Program Studi a. n. Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Biomedis Hewan Sekretaris Program Magister

Prof. Ietje Wientarsih Prof. Dr. Ir.Nahrowi, MSc


13

Tanggal Pengesahan :

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 2
Latar Belakang 2
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Kolostrum Sapi 3
Imunoglobulin G 4
Avian Influenza 4
Tikus Putih (Rattus norvegicus) 5
METODE 6
Alat 6
Bahan 7
Prosedur Penelitian 7
DAFTAR PUSTAKA 12

DAFTAR TABEL

1 Komponen dalam kolostrum dan air susu 3

2 Data fisiologis tikus putih 6

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alur penelitian 9


14

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Avian Influenza (AI) atau flu burung merupakan salah satu penyakit zoonosis yang
masih menjadi ancaman bagi kesehatan. Data kejadian terbaru AI H5N1 menyebutkan
hingga Oktober 2017 terdapat 4 kasus pada manusia yaitu 3 kasus di Mesir dan 1 kasus di
Indonesia. Sampai saat ini, case mortality rate penyakit ini pada manusia masih
tinggi.WHO (2017) menyatakan bahwa kasus AI H5N1 pada manusia secara khusus di
Indonesia, terus berkurang hingga tahun 2016. Jumlah total kasus kematian akibat virus
AI H5N1 sejak 2003-2017 yaitu sebanyak 200 kasus dan 168 diantaranya meninggal
dunia. Hingga tahun 2016 tidak ada kasus terkait AI H5N1, namun muncul kembali pada
tahun 2017. Menurut OIE (2017), kasus AI H5N1 pada unggas masih terus terjadi sampai
saat ini.

Perkembangan penyebaran dan kasus yang diakibatkan virus Highly Pathogenic


Avian Influenza (HPAI) subtipe H5N1 pada unggas dan manusia sejak tahun 2003
meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya pandemi (Subbarao &
Catherine 2007). Semua kasus infeksi yang terjadi dikaitkan dengan kontak dekat dengan
unggas hidup dan mati karena terinfeksi serta karena lingkungan yang telah
terkontaminasi (OIE 2017).

Penyakit Avian Influenza merupakan penyakit yang bersifat zoonotik dan ganas
pada unggas. Penyakit ini semakin ganas dikarenakan perubahan-perubahan genetik dan
antigenik virus H5N1 yang sangat cepat dan juga mekanisme penularannya pada manusia
belum diketahui secara pasti (Wibawaet al.2014).

Penanganan yang dilakukan selama ini dengan menggunakan obat antivirus seperti
oseltavimir, ribavirin dan zanamivir, penggunaan rutin kortikosteroid, dan interferon.
Namun Wong dan Yuen (2006) menyatakan bahwa penggunaan obat-obatan dapat
menimbulkan resistensi dan juga efektifitas kerja obat hanya pada awal infeksi saja.
Menurut Hussain et al. (2017), kelompok obat-obatan anti AI H5N1 seperti adamantine
dan Neuraminidase Inhibitors (NAIs) tidak efektif karena virus H5N1 yang cepat
bermutasi.

Alternatif pengendalian yang dapat dilakukan selain pemberian obat anti AI H5N1
yaitu melalui pengebalan pasif menggunakan kolostrum sapi hiperimun yang
mengandung antibodi anti AI H5N1. Pemanfaatan kolostrum sapi sangat mungkin
dilakukan karena antibodi terhadap berbagai penyakit yang terdapat di dalam darah induk
mudah ditransfer ke dalam kolostrum dengan konsentrasi yang sangat tinggi (Esfandiari
et al.2008). Induk sapi bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin H5N1
mampu memproduksi antibodi spesifik terhadap AI H5N1, baik di dalam serum darah
induk maupun di dalam kolostrumnya dengan konsentrasi yang cukup tinggi (Esfandiari
et al. 2008; Esfandiari et al. 2014).
13

Imunoglobulin G (IgG) anti AI H5N1 asal kolostrum berpotensi untuk


dikembangkan menjadi produk anti AI H5N1 (Esfandiari et al.2008). Namun demikian
terdapat kendala dalam aplikasi IgG kolostrum secara oral karena antibodi sangat rentan
terhadap lingkungan saluran pencernaan. Stabilitas antibodi sangat dipengaruhi oleh
lingkungan saluran pencernaan seperti enzim pepsin dan tripsin (Nolan dan Mine 2005).
Aktivitas biologis IgG akan menurun dan IgG akan rusak oleh kondisi lingkungan saluran
pencernaan, terutama rendahnya pH (Esfandiari et al. 2014) dan digesti enzim pepsin dan
tripsin (Murtini et al. 2014).

Teknik mikroenkapsulasi dengan bahan penyalut kitosan-alginat menggunakan


metode modifikasi Yu Li et al. (2007) dapat digunakan untuk melindungi IgG kolostrum
agar tidak mengalami kerusakan oleh pengaruh lingkungan saluran pencernaan. Menurut
Yu Li et al. (2007), imunoglobulin dapat dimikroenkapsulasi menggunakan kombinasi
alginat-kitosan tanpa menurunkan aktivitas biologisnya. Penyalut alginat dan kitosan
dipilih karena dapat mengurangi porositas dan meningkatkan kestabilan kapsul
(Wukirsari 2006). Pada penelitian ini akan dievaluasi efikasi mikrokapsul anti AI H5N1
secara in-vivo menggunakan tikus putih sebagai hewan model.

Perumusan Masalah

 Kasus kematian akibat virus Avian Influenza H5N1masih ada meskipun jumlah
kasus semakin menurun tiap tahunnya.

 Pengebalan secara aktif terhadap penyakit flu burung belum mungkin dilakukan,
karena vaksin AI H5N1 untuk manusia masih belum tersedia di Indonesia .

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efikasi IgG antiAvian Influenza


H5N1 yang dimikroenkapsulasi secara in-vivo menggunakan hewan model tikus
Sprague Dawley.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efikasi


mikrokapsul antiAvian Influenza H5N1 secara in-vivo untuk keperluan pengebalan pasif.
14

TINJAUAN PUSTAKA

Kolostrum Sapi

Kolostrum merupakan hasil sekresi kelenjar ambing yang disekresikan


langsung setelah proses kelahiran dan diproduksi sekitar 3-6 minggu sebelum
induk melahirkan (Tizard 2004). Kolostrum memiliki perbedaan kandungan yang
signifikan dibandingkan dengan air susu (Georgiev 2008). Kolostrum
mengandung sejumlah nutrien seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin,
mineral, dan juga komponen bioaktif seperti growth factor terutama insulin-like
growth factor 1 (IGF-1) dan insulin-like growth factor 2 (IGF-2) serta
antimicrobial agent (Playford et al. 2000).
Kolostrum mengandung protein tinggi, yaitulaktalbumin, laktoglobulin,
imunoglobulin (IgG1, IgG2,IgM, IgA), peptida (laktoferrin, transferrin), hormon-
hormon (insulin, prolaktin, tiroid, kortisol), growth factor, prostaglandin, enzim,
cytokine (tumornecrosis factor-α, acute-phase protein (α1-glycoprotein),
nukleotida, polyamine, mineral (besi,magnesium dan garam sodium). Disamping
itu, juga mengandung vitamin, terutama β-karoten, vitamin A, E, D, B, sel-sel
elemen yakni limfosit, monosit, sel-selepitelial (Blum 2006). Komponen dalam
kolostrum dan air susu dapat dilihat pada Tabel 1.
Kandungan immunoglobulin (Ig) tertinggi pada kolostrum yaitu immunoglobulin
G (IgG). Imunoglobulin G memiliki banyak fungsi seperti opsonisasi, fiksasi komplemen,
mencegah adhesi patogen terhadap endotel, inhibisi metabolisme bakteri dengan
memblokir enzim, aglutinasi bakteri, dan netralisasi virus dan toksin (Korhonen et al.
2000). Kolostrum mengandung blocking hormone untuk mencegah reaksialergi atau
anafilasis pada anak sapi (Rona 1998). Kolostrum juga mengandung trypsin inhibitor
sehingga kolostrum dapat masuk ke dalam usus dan menjaga kesehatan mukosa dan
sistem imun (Thapa 2005).

Tabel1 Komponen dalam kolostrum dan air susu*

Komponen Kolostrum (per Susu (per Liter)


Liter)
Laktosa 27-46 g 46 g
IgG1 50-90 g 0.3-0.4 g
IgG2 1.5-2 g 0.03-0.08 g
IgA 3.0-6.5 g 0.04-0.06 g
IgM 3.8-6 g 0.03-0.06 g
13

Laktoferin 1.5-5 g 0.1-0.3 g


Laktoperoksidas 30 mg 20 mg
e
*Sumber: Bourdy et al. (2008)

Immunoglobulin dalam kolostrum pada sapi yang baru dilahirkan (neonatus)


ditransfer dari lumen usus ke dalam sirkulasi darah melalui sistem transpor makromolekul
non-selektif melewati usus halus. Absorpsi non-selektif terjadi hanya 24-36 jam setelah
kelahiran dan menyediakan imunitas pasif dari induk sapi ke neonatus (Pakkanen & Aalto
1997).

Imunoglobulin G

Imunoglobulin G (IgG) merupakan imunoglobulin yang dapat melakukan


hampir semua fungsi antibodi dan juga merupakan IgG yang paling banyak dalam
ruang ekstra vascular, dan satu-satunya imunoglobulin yang melintasi plasenta
untuk memberikan kekebalan bagi bayi manusia baru lahir (Mayer 2009).
Imunoglobulin G mempunyai banyak fungsi diantaranya opsonisasi, fiksasi
komplemen, mencegah adhesi pathogen terhadap endotel, inhibisi metabolisme
bakteri dengan blokade enzim, aglutinasi bakteri, dan netralisasi virus dan toksin
(Korhonenet al. 2000).
Imunoglobulin G merupakan imunoglobulin utama dalam kolostrum sapi.
Persentasenya berkisar antara 80-90% dari total imunoglobulin (Elfstrandet al. 2002).
Terdapatdua subkelas IgG dalam kolostrum yaitu IgG1 dan IgG2 (Korhonen et al.
2000).Proses kolostrogenesis atau transfer imunoglobulin dari sirkulasi darahinduk
menuju kelenjar ambing pada ruminansia dimulai pada beberapa mingguterakhir
menjelang induk melahirkan dan berhenti segera menjelang induk melahirkan (Larson et
al. 1980). Esfandiari et al. (2008) menyatakan bahwa konsentrasi IgG kolostrum pada
sapi perah semakin berkurang mengikuti waktu pemerahan. Namun demikian, volume
kolostrum yang dihasilkan oleh induk tidak memengaruhi konsentrasi IgG yang
terkandung di dalamnya.

Avian Influenza

Avian influenza(AI) atau flu burungmerupakan penyakit yang disebabkan


oleh virus influenza tipe A. Avian Influenza biasanya ditularkan oleh unggas dan
dapat juga menjangkiti beberapa jenis mamalia. Virus ini memiliki beragam
bentuk dari pleomorfik dengan diameter rata-rata 120 nm hingga berbentuk
filament, serta terdapat tonjolan pada selubung viral berupa Hemaglutinin (H) dan
Neuroamidase (N) (Carter et al. 2006). Terdapat tiga tpe virus AI yaitu tipe A, B,
dan C. Virus AI tipe Amerupakan tipe yang paling tersebar dan menginfeksi
manusia maupun unggas. Sedangkan tipe B dan C tidak menyerang unggas tapi
merupakan patogen pada manusia.
14

Virus ini memiliki 8 segmen RNA yang menyandikan 10 protein viral.


Masing-masing protein viral ini yaitu protein polymerase B1 (PB1) yang
berfungsi sebagai transcriptase, polymerase B2 (PB2) sebagai endonuclease,
polymerase A (PA) yang berperan dalam proses replikasi RNA virus dan aktivitas
proteolitik. Hemaglutinin (H) berfungsi dalam semua proses perlekatan pada sel-
sel inang, fusi amplop virus, dan netralisasi virus yang berperantara antibodi.
Uiprasertkul et al. (2007) menyatakan bahwa apoptosis dapat memegang
perananutama dalam patogenesis influenza (H5N1) pada manusia dengan merusak
selepitel. Patogenesis tersebut menyebabkan pneumonia dan merusak
leukosit,menimbulkan leukopenia yang merupakan tanda klinis yang menonjol
dari infeksivirus H5N1 pada manusia.Menurut Radji (2006), infeksi virus H5N1
dimulai ketika virus memasukisel hospes setelah terjadi penempelan spikes virion
dengan reseptor spesifik yangada di permukaan sel hospesnya. Virion akan
menyusup ke sitoplasma sel danakan mengintegrasikan materi genetiknya di
dalam inti sel hospesnya, dan denganmenggunakan mesin genetik dari sel
hospesnya, virus dapat bereplikasimembentuk virion-virion baru, dan virion-
virion ini dapat menginfeksi kembalisel-sel di sekitarnya.
Gejala klinis yang sering ditemukan pada ayam/unggas yang terinfeksi fluburung,
antara lain jengger dan pial membengkak dengan warna kebiruan,pendarahan merata pada
kaki yang berupa bintik-bintik merah, adanya cairan padamata dan hitung, keluar cairan
eksudat jernih hingga kental dari rongga mulut,diare, haus berlebihan, kerabang telur
lembek (DEPTAN 2005). Gejala klinispada manusia penderita AI antara lain demam,
sakit tenggorokan, batuk, keluaringus, infeksi mata, nyeri otot, sakit kepala, lemas dan
dalam waktu singkat dapatmenjadi lebih berat dengan terjadinya peradangan paru-paru
(pneumonia) dankematian (Rahayu 2010).

Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang


sengajadipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna
mempelajaridan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala
penelitian ataupengamatan laboratoris (Malole danPramono 1989).
Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah
adalahtikus. Tikus (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya secara
sempurna,mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok
untukberbagai penelitian. Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain
memilikiberat berkisar antara 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar
dengan panjang 18-25 cm,kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta
telinga relatif kecil dan tidaklebih dari 20-23 mm. Menurut penelitian Curtis et al.
(1978), lama proses cerna tikus terhadap protein yaitu 4 jam sejak pemberian
pakan.
Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu
yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu galur Sprague
dawleyberwarna albino putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari
badannya,galur Wistar ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek,
13

dan galurLong evans yang lebih kecil daripada tikus putih dan memiliki warna
hitam padakepala dan tubuh bagian depan (Malole dan Pramono 1989).Data
fisiologis tikus putih dapat dilihat pada Tabel 2.

METODE

Alat

Lemari pendingin 4 ºC, freezer -20 ºC, inkubator suhu 37 ºC dan suhu 40 ºC,
alat-alat sentrifus, mikroplate reader, timbangan, kantong dialisis membran
nitroselulosa, benang nilon, vorteks, stirrer, magnetic stirrer, syringe 5 ml, pH meter,
beaker glass, gelas ukur 100 ml, botol schott ukuran 1 liter, tabung erlenmeyer,
cawan petri, sendok, sudip, alumunium foil, kertas saring, pipet 25 ml, pipet mikro
50-300 μl, pipet mikro 1000 μl, microtip 0.5-10 μl, 200 μl dan 1 ml, microtube 2 ml,
label,vacutainer,tabung eppendorf,bulp, tisu, dan sarung tangan.

Tabel 2 Data fisiologis tikus putih*

Nilai fisiologis Kadar


Berat tikus dewasa Jantan 450-520 g
Betina 250-300 g
Kebutuhan makan 5-10 g/100 g BB
Kebutuhan minum 10 ml/100 g BB
Jangka hidup 3-4 tahun
Temperatur rektal 36º-40º C
Detak jantung 250-450 kali/menit
Tekanan darah
Sistol 84-134 mmHg
Diastol 60 mmHg
Laju pernafasan 70-115 kali/menit
Serum protein (g/dl) 5.6-7.6
Albumin (g/dl) 3.8-4.8
Globulin (g/dl) 1.8-3
Glukosa (mg/dl) 50-135
Nitrogen urea darah (mg/dl) 15-21
Kreatinin (mg/dl) 0.2-0.8
Total bilirubin (mg/dl) 0.2-0.55
Kolesterol (mg/dl) 40-130
*Sumber: Wolfenshon dan Lloyd (2013).
14

Bahan

Kolostrum hiperimun (dari induk sapi yang divaksin dengan vaksin avian
influenza H5N1), tikus putih Sprague dawley, sodium alginat 2% w/v, kitosan 1%
w/v, CaCl2 7.5%, NaOH 4 M, NaHCO3 0.2 M, Na3C6H5O7.2H2O 0.06 M, asam asetat
glasial 1%, HCl 1 N, aquabides, amonium sulfat, Phosphate Buffered Saline (PBS),
larutan pH 1.5, 3.5, 7.4, dan 9, cawan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA),
carbonat-bicarbonate buffer pH 9.6 (Sigma C3041), Anti-Bovine IgG (whole
molecule) (Sigma B8395), Tween 20 (Sigma P2287, susu skim, IgG from bovine
serum (Sigma I5506), Anti-Bovine IgG (whole molecule)- Peroxidase (Sigma A5295),
ketamine 10%, xylazine 20%, dan Substrat Tetra Methyl Benzidine/TMB (Thermo
Scientific 34028).

Prosedur Penelitian

Preparasi Kolostrum: Defatting dan Dekaseinasi

Preparasi kolostrum dilakukan menggunakan metode modifikasi Zarilli et al.


2003. Kandungan lemak dalam kolostrum dipisahkan melalui proses defatting.
Sampel kolostrum disentrifus dengan kecepatan 8000 x g selama 30 menit pada suhu
4 ºC. Supernatan hasil deffating diambil dan dipisahkan.
Dekaseinasi dilakukan untuk menghilangkan kasein di dalam kolostrum,
dengan menambahkan 1 mol/L HCl pada pH 4.2 suhu 30 ºC. Sentrifugasi dengan
kecepatan 10.000 x g pada suhu 4 ºC selama 15 menit. Dilakukan pemisahan terhadap
supernatan (whey). Supernatan yang diperoleh kemudian disimpan di freezer (-20 ºC)
untuk proses selanjutnya.

Pemurnian IgG Kolostrum dengan Teknik Pengendapan Amonuim Sulfat

Teknik purifikasi IgG kolostrum dilakukan menggunakan metode presipitasi


garam (presipitasi dengan 40% amonium sulfat jenuh). Kolostrum yang akan
dimurnikan diukur volumenya. Amonium sulfat ditambahkan hingga konsentrasinya
menjadi 40%. Amonium sulfat ditambahkan perlahan-lahan sambil diaduk
menggunakan magnetic stirrer sampai semua amonium sulfat terlarutkan. Larutan
disimpan pada suhu 4 ºC selama 1 jam. Sentrifus dengan kecepatan 3000 G selama 40
menit suhu 4 ºC. Presipitat dipisahkan dari supernatan. Presipitat yang diperoleh
merupakan protein yang telah diendapkan dengan amonium sulfat. Presipitat
dikumpulkan untuk proses dialisis menggunakan Phosphate Buffered Saline pH 7.4
(PBS).
13

Dialisis Hasil Penggendapan Amonium Sulfat untuk Pemurnian IgG

Tabung dialisis disiapkan, membran dipotong sesuai kebutuhan, kemudian


dibilas menggunakan PBS. Larutan hasil pengendapan amonium sulfat di masukkan
ke dalam membran dialisis dan didialisis menggunakan larutan PBS sebanyak 100
kali volume bahan yang akan didialisis. Dialisis dilakukan dengan memutar larutan
pada magnetic stirrer. Setiap 2 jam larutan dialisis diganti sampai 3 kali penggantian
dan dilanjutkan sampai 24 jam pada suhu 4 ºC. Hasil proses dialisis ini berupa IgG
murni (suspensi IgG anti AI H5N1) yang akan digunakan pada proses pembuatan
mikrokapsul.

Mikroenkapsulasi

Pembuatan mikrokapsul yang mengandung IgG anti AI H5N1 dilakukan


menggunakan modifikasi metode Yu Li et al. (2007). Pembuatan mikrokapsul dilakukan
dengan mencampurkan kolostrum hasil dialisis (suspensi IgG anti AI H5N1) dengan
larutan alginat kemudian dihomogenkan. Larutan CaCl2 7.5%, dan kitosan 1% disiapkan
pada pH 4 dan dihomogenkan dengan magnetic stirer pada kecepatan 200 rpm.
Campuran larutan alginat dengan suspensi IgG anti AI kemudian diekstruksi melalui
jarum ke dalam wadah berisi larutan CaCl2 dan kitosan. Mikrokapsul yang sudah
terbentuk dibiarkan selama 30 menit dengan posisi terus dihomogenkan menggunakan
magnetic stirrer. Mikrokapsul disaring menggunakan kertas saring. Mikrokapsul dibilas
dengan akuabides dan disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4 ºC.

Pengukuran Titer IgG Anti AI H5N1 dan Konsentrasi IgG Total dalam
Mikrokapsul

Analisis titer IgG anti AI H5N1 dalam mikrokapsul dianalisis menggunakan


teknik haemagglutination inhibition (HI), sedangkan konsentrasi IgG total dalam
mikrokapsul dilakukan dengan teknik Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
metode tidak langsung.

Evaluasi Efikasi Mikrokapsul IgG Anti AI H5N1 Secara In-Vivo

Uji keberadaan IgG anti AI H5N1 dalam tubuh secara in-


vivodilakukanmenggunakan hewan coba tikus putih yang diberi mikrokapsul IgG anti
AI H5N1. Pengamatan terhadap keberadaan IgG anti AI H5N1dankonsentrasi IgG
total dalam sirkulasi darah sertakonsentrasi IgG anti AI H5N1 dalam saluran
pencernaan dilakukan dengan mengambil sampel darah dan cairan lambung serta
cairan usus hewan coba pada jam ke-0, 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4 jam setelah
pemberian perlakuan(Curtis et al. 1978).
14

Aklimatisasi Hewan Coba

Aklimatisasi hewan coba dilakukan berdasarkan metode Malole dan Pramono


(1989). Hewan coba yang digunakan berupa tikus putih (Rattus norvegicus) galur
Sprague Dawley, berumur 3 bulan dengan berat antara 200-250 G, jenis kelamin jantan.
Aklimatisasi hewan coba dilakukan selama 1 minggu untuk proses adaptasi terhadap
lingkungan baru. Tikus ditempatkan dalam kandang plastik dengan tutup terbuat dari
kawat ram dan dialasi sekam. Lingkungan kandang dibuat dengan kelembaban berkisar
antara 40-70%, dengan suhu kandang dijaga pada suhu antara 22-24ºC, dan ada
pertukaran gelap dan terang setiap 12 jam. Masing-masing kelompok tikus diletakkan
dalam kandang berdasarkan perlakuan. Pakan (berupa pelet) dan minuman diberikan ad
libitum. Kesehatan tikus dipantau setiap hari.

Perlakuan Hewan Coba

Tikus putih sebanyak 48 ekor dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan, dengan


masing-masing perlakuan terdiri dari 16 ekor. Perlakuan berupa pemberian mikrokapsul
yang mengandung IgG anti AI H5N1 untuk kelompok KP1 dan suspensi IgG anti AI
H5N1 untuk kelompok KP2. Sebagai kontrol (K), hewan coba diberi larutan NaCl
fisiologis. Perlakuan diberikan per-oral satu minggu setelah proses aklimatisasi. Dosis
mikrokapsul maupun suspensi IgG anti AI H5N1 yang diberikan adalah berdasarkan hasil
uji serum netralisasi (Serum Netralization Test/SNT) dari IgG anti AI H5N1.Volume
NaCl fisiologis yang diberikan kepada kelompok kontrol disesuaikan dengan volume IgG
anti AI H5N1 hasil SNT.

Pengambilan Sampel Darah dan Cairan Saluran Pencernaan

Sampel darah dan cairan saluran pencernaan (lambung dan usus halus)
diambil dari masing-masing kelompok perlakuan dengan ulangan 3 kali (n= 3
ekor) pada jam ke 0, 1, 2, 3 dan 4 jam setelah perlakuan. Hewan coba dieutanasi
melalui pemberian anastesi menggunakan kombinasi xylazine dan ketamine
dengan dosis masing-masing 5 mg/kg dan 40mg/kg BB secara intraperitoneal.
Setelah hewan coba terbius sempurna, bagian abdomen dan thoraks dibuka,
sampel darah segera diambil secara intrakardial menggunakan disposable syringe
sebanyak 3 mL. Sampel darah selanjutnya dimasukkan ke dalam vacutainer tanpa
antikoagulan, dan dibiarkan pada suhu ruang hingga keluar serumnya. Serum yang
diperoleh kemudian dikoleksi dan disimpan pada suhu -20°C sampai analisis
dilakukan.
Hewan coba yang telah diambil sampel darahnya kemudian diambil cairan
lambung dan usus halusnya menggunakan disposable syringe 3 mL dengan
ukuran jarum 23 gauge. Sampel cairan lambung dan usus halus dikoleksi untuk
diukur keasamannya (pH) sesegera mungkin untuk mengetahui kondisi
lingkungan saluran pencernaan. Saluran pencernaan tikus selanjutnya dibuka
untuk dilakukan pengamatan terhadap kondisi morfologi mikrokapsul.
Mikrokapsul yang masih utuh dikoleksi untuk dianalisis terhadap keberadaan IgG
13

anti AI H5N1 menggunakan teknik yang sama dengan teknik yang digunakan
untuk analisis serum.
Sampel cairan lambung dan usus halus dimasukkan ke dalam tabung dan
disentrifus. Supernatan yang diperoleh kemudian diambil dan disimpan pada suhu -20°C
sampai analisis dilakukan. Supernatan yang diperoleh diperiksa terhadap keberadaan IgG
anti AI H5N1 menggunakan teknik yang sama dengan teknik yang digunakan untuk
analisis serum.

Pemeriksaan Sampel Serum

Serum dianalisis untuk mengetahui konsentrasi IgG total mikrokapsul (Bovine


IgG) menggunakan teknik ELISA tidak langsung. Titer IgG anti AI H5N1 diukur dengan
uji HI. Selain itu sampel serum juga dianalisis terhadap konsentrasi total protein, albumin,
dan globulin menggunakan metode fotometri.

Analisis data

Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan uji varians untuk mengetahui
perbedaan antar kelompok perlakuan. Apabila terdapat perbedaan maka akan dilanjutkan
menggunakan uji Duncan.
14
Preparasi kolostrum
(defatting dan dekaseinasi)

Pemurnian IgG dan dialisis

Mikroenkapsulasi

Evaluasi mikrokapsul secara In-Vitro 

Evaluasi efikasi mikrokapsul secara In-Vivo


(Hewan model → tikus Sprague Dawley)

KP1 (n=16)
K (n=16)
Mikrokapsul KP2 (n=16)
Kontrol (NaCl fis)
Suspensi IgG
fisiologis (Kontrol).
Mikrokapsul

Eutanasia

Pengambilan sampel darah dan cairan saluran pencernaan


(jam ke 0, 1, 2, 3 dan 4 setelah perlakuan)

Gambar 1 Diagram alur penelitian


13

DAFTAR PUSTAKA

Blum J. 2006. Nutritional physiology of neonatal calves. J.Anim. Physiol. Anim. Nutr. 90:
1 – 11.
Butler JE. 1969. Bovine Immunoglobulins: A Review. Journal of Dairy Science 52 (12):
1895-1909.
Carter GR, DJ Wise, EF Flores. 2006. Orthomyxoviridae. http://www.IVIS.org. [internet]
terhubung berkala [25 November 2017].
Curtis KJ, Kim YS, Perdomo JM, Silk DBA, Whitehead JS. 1978. Protein digestion and
absorption in the rat. J. Physiol. 274: 409-419.
DEPTAN. 2005. Arah Kebijakan Pemerintah Pusat dalam ProgramPenanggulangan
Wabah AI di Indonesia. [Internet] terhubung berkala [25 November 2017].
Elfstrand L, Mansson HL, Paulsson M, Nyberg L, Akesson B. 2002. Immunoglobulins,
growth factors and growth hormone in bovinecolostrum and the effects of
processing. Int Dairy J 12:879-887.
Esfandiari A, Kawitan F, Murtini S, dan Derthi W. 2014. Effect of pH on the Stability of
IgG Anti H5N1 from Colostrum of Cows Vaccinated by H5N1. Proceeding of
South East Asia Veterinary School Association. Bogor, 13-15 October 2014. The 3
Joint’ International Meetings.
Esfandiari A, Wibawan, I. Murtini S dan Derthi W. 2008.Produksi Kolostrum Anti Virus
Avian influenza dalam Rangka Pengendalian Infeksi Virus Flu Burung. Jurnal llmu
Pertanian Indonesia, 13 (2).
Georgiev LP. 2008. Differences in chemical composition between cow colostrum and
milk bulg. J Vet Med. 11 (1): 3-12.
Goldman AS, Prabhakar BS. 1996. Medical Microbiology. 4th Edition. Texas (US):
University of Texas Mediacal Branch at Galveston.
Hoffmann E, Lipatov AS, Webby RJ, Govorkova EA, Webster R G. 2005. Role of
spesific hemagglutinin amino acids in the immunogenicity and protection of H5N1
influenza virus vaccines. Proceeding of the National Academy of Sciences of the
United States of America (PNAS). 102(36): 12915 – 12920.
Hussain M, Galvin HD, Haw TY, Nutsford AN, Hussain M. 2017. Drug resistance in
influenza A virus: the epidemiology and management. Infection and Drug
Resistance.
Karaca K, Swayne, D, Grosenbaugh,D, Bublot,M, Robles A. Spackman E. Nordgren R.
2005. Immunogenicity of Fowlpox Virus Expressing the Avian Influenza Virus H5
Gene (TROVAC AIV-H5) in Cats. Clin Diagn Lab Immunol. 12(11): 1340– 1342.
14

Korhonen H, Marnila P, Gill HS. 2000. Milk immunoglobulins and complements factor.
Br J Nutr 84:S75-80.
Larson BL, Heary JHL, Devery JE. 1980. Immunoglobulin production and transport by
the mammary gland. J Dairy Sci 63:665–671.
Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di
Laboratorium. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.
Mayer G. 2009. Immunoglobulins-Structure and Function. [Internet] terhubung berkala
[30 Oktober 2017] http://pathmicro.med.sc.edu/mayer/igstruct2000.htm
Nolan JK, Mine YP. 2005. Advances in the value of eggs and egg components for human
health. J Agric Food Chem. 53(22): 8421-31.
[OIE] Office International des Epizooties. 2017.OIE situation report for avian influenza.
Paris: Office International des Epizooties.
Pakkanen R, Aalto J. 1997. Growth factors and antimicrobial factors of bovine colostrum.
Int Dairy J 7:285-297.
Playford RJ, MacdonalCE, JohnsonWS. 2000. Colostrum and milk derived peptide
growth factors for the treatment of gastrointestinal disorder. Am J Clin Nutr. 72: 5-
12.
Poland GA. 2006. Vaccines against avian anfluenza- a race against time. N Engl J Med
354: 1411-1413.
Radji M. 2006. Avian Influenza A (H5N1): Patogenesis, Pencegahan, danPenyebaran
pada Manusia. Majalah Ilmu Kefarmasian 3(2):55-56.
Rahayu 2010. Penyakit Viral (AI dan Pox). Fakultas Pertanian Peternakan.Universitas
Muhammadiyah Malang.
Rona Z. 1998. Clinical Aplication: Bovine colostrums as immune systemmodulator. Am J
Nat Med 5(2):19-23.
Subbarao K, CatherineL. 2007. H5N1 viruses and vaccines. J PPat 3: 0001-0003.
Thapa BR. 2005. Therapeutic potential of bovine colostrums. Ind J Pediatr72:849-852.
Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology an Introduction. 7th edition, Elsivier. USA. P:
145-153 ; 247-265.
Uiprasertkul M, Kitphati R, Puthavathana P, Kriwong R, KongchanagulA, Ungchusak K,
Angkasekwinai S, Chokephaibulkit K, SrisookK, Vanprapar N, Auewarakul P.
2007. Apoptosis and pathogenesis ofavian influenza A (H5N1) virus in human.
Emerg. Infect. Dis 13(5):708-712.
[WHO] World Health Organization. 2017. Cumulative number of confirmed human cases
for avian influenza A (H5N1) reported to WHO, 2003-2017.
Wibawa H, Dharmawan R, Irianingsih SH. 2014. Dinamika dan Evolusi Virus Highly
Pathogenic Avian Influenza H5N1 di Indonesia, 2008-2014. Buletin Laboratorium
Veteriner 14 (3): Artikel 2.
13

Wolfensohn, S, Lloyd M. 2013. Handbook of Laboratory Animal Management and


Welfare 4th ed. Wiley-Blackwell, West Sussex.
Wong SSY, Yuen KY. 2006. Avian influenza virus infections in humans. Chest 129:156-
168.
Wukirsari T. 2006. Enkapsulasi ibuprofen dengan penyalut alginat-kitosan [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yu Li X, Ji Jin L, McAllister TA, Stanford K, Yi Xu J, Nan Lu Y, Hong Zhen Y, Xin Sun
Y, Ping Xu Y. 2007.Chitosan-alginate microcapsules for oral delivery of egg yolk
imunoglobulin (IgY). J Agric Food Chem. 55: 2911-2917.
Zarrilli A, Micera E, Lacarpia N, Lombardi P, Pero ME, Pelagalli A, Angelo D, Mattia
M, Avallone L. 2003. Evaluation of ewe colostrum quality by estimation of enzyme
activity level. Revue Med Vet. 154 (8): 521-523

Anda mungkin juga menyukai